Anda di halaman 1dari 60

PROPOSAL PENELITIAN

PENILAIAN KESUBURAN TANAH PADA TIGA TIPE


PENGGUNAAN LAHAN PASANG SURURT DI DESA
PUNGGUR KECIL KECAMATAN
SUNGAI KAKAP KABUPATEN KUBU RAYA

OLEH :
SARI WANIRA
NIM : C1051151034

PROGRAM STUDI ILMU TANAH


JURUSAN ILMU TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2019

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan yang Maha Esa, atas berkat
dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat meneyelesaikan rencana penelitian dengan
judul Penilaian Kesuburan Tanah Pada Tiga Tipe Penggunaan Lahan Pasang Surut Di
Desa Punggur Kecil Kecamtan Sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya.
Selama persiapan, pelaksanaan dan pembuatan rencana penelitian ini penulis
dapat banyak bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu secara khusus penulis
mengucapkan banyak terima kasi kepada :
1. Ibu Prof. Dr. Ir. Hj. Denah Suswati, MP. Selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Tanjungpura.
2. Bapak Dr. Ir. Urai Edi Suryadi, MP. Selaku Ketua Jurusan Ilmu Tanah Fakultas
Pertanian Universitas Tanjungpura.
3. Bapak Ir. H. Joni Gunawan, M. Sc. Selaku Dosen Pembimbing Pertama dan Ibu
Uray Suci Y. V. I, SP, MP. Selaku Dosen Pembimbing Kedua.
4. Kedua orang tua dan seluruh anggota keluarga tercinta, Serta teman-teman yang
selalu memberikan dukungan doa, semangat dan materinya
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan rencana penelitian ini masih
belum sempurna,untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat
diharapkan. semoga rencana penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi kita
semua, amin.

Pontianak..... Agustus 2019

SARI WANIRA
C1051151034

i
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR

iii
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN

v
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesuburan tanah adalah kemampuan suatu tanah untuk menyediakan unsur
hara, pada takaran dan kesetimbangan tertentu secara berkesinambungan untuk
menunjang pertumbuhan suatu jenis tanaman pada lingkungan dengan faktor
pertumbuhan lainnya dalam keadaan menguntungkan (Poerwowidodo, 1992).

Setiap jenis tanah memiliki tingkat kesuburan yang berbeda-beda tergantung


dari faktor pembentuk tanah yang mendominasi daerah atau wilayah tersebut,
diantaranya adalah faktor bahan induk, iklim, relif, organisme dan waktu. Tanah
menyediakan unsur hara bagi pertumbuhan tanaman di atasnya, namun hal tersebut
sangat terbatas jumlahnya tergantung dari jenis tanahnya. Pengaruh dari kesuburan
tanah dapat dilihat secara visual dari pertumbuhan tanaman yang ada di atasnya
misalnya dari ciri morfologi, warna daun, tinggi tanaman dan jumlah daun. Faktor-
faktor yang mempengaruhi kesuburan tanah yaitu unsur hara essensial, tekstur dan
struktur tanah, ion dan koloid tanah, kapasitas tukar anion dan kation, bahan organik
tanah, mikroorganisme tanah, kesetimbangan hara tanah, kelerengan dan kedalaman
efektif tanah (Rosmarkam dan Yuwono, 2002:174).

Banyaknya jenis dan jumlah tanaman diduga juga dapat memberikan banyak
kontribusi bagi kesuburan tanah, baik secara fisik maupun kimia pada tanah
dibawahnya. Meskipun untuk jenis-jenis tanaman kehutanan tidak memerlukan
persyaratan yang tinggi untuk hara tanah, akan tetapi guguran daun maupun batang
dan ranting serta buah dan bunga yang jatuh dan membusuk (terdekomposisi) akan
dapat membantu dalam penyediaan hara tanah secara alami bagi tanaman, sekaligus
dapat memperbaiki sifat fisik tanahnya (Yamani, 2010).

Lahan rawa adalah sebuah kata yang menunjukkan kondisi lahan yang
berhubungan dengan keberadaan air sebagai faktor kuncinya, Selama sepanjang
tahun, atau dalam waktu tertentu keberadaan air secara langsung atau tidak langsung
sangat mempengaruhi sifat lahan tersebut. Berdasarkan bahan induknya, tanah di
lahan rawa dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu tanah mineral dan tanah
gambut, kedua kelompok ini dapat ditemui dilahan pasang surut maupun di lahan

1
lebak. Lima jenis tanah yang didenfikasi terdapat di lahan pasang surut yaitu
alluvial tionik, gleisol histik, gleisol eutrik, gleisol tionoik dan organosol saprik. Lahan
rawa pasang surut terletak pada topografi datar, sehingga sering terluapi dan tergenang
air secara periodik. Berdasarkan jangkauan pasang surutnya air, Widjaja-Adhi et al.,
(1992) membagi lahan rawa pasang surut menjadi dua zona, yaitu : (1) zona pasang
surut payau/salin, dan (2) zona pasang surut air tawar. Kedua zona tersebut mempunyai
ciri dan sifat yang berbeda sehingga dalam upaya pemanfaatannya perlu dihubungkan
antara aspek lahan (tipologi lahan) dengan aspek air (tipe luapan) yang mengandung
ciri-ciri yang lebih khas. Lahan pasang surut memiliki keunikan yaitu lahan pasang
surut berbeda dengan lahan irigasi atau lahan kering yang sudah dikenal masyarakat.
Perbedaannya menyangkut kesuburan tanah, sumber air tersedia, dan teknik
pengelolaannya. Lahan ini tersedia sangat luas dan dapat dimanfaatkan untuk usaha
pertanian. Hasil yang diperoleh sangat tergantung kepada cara pengelolaannya. Untuk
itu, petani perlu memahami sifat dan kondisi tanah dan air di lahan pasang surut. Jika
lahan pasang surut terbentuk oleh bahan induk yang berbeda maka tingkat kesuburan
alam sangat bervariasi.

Di Kalimantan, diperkirakan terdapat sekitar 2 juta hektar lahan pasang surut .


Menurut BPS (2006) penggunaan lahan di Provinsi Kalimantan Barat untuk pertanian
mencapai 1.528.033 ha (10,43%), perkebunan negara seluas 1.849.692 ha (12,63%),
lahan tanaman kayu-kayuan 1.414.499 ha (9,66%), dan lahan sementara belum
diusahakan seluas 2.211.335 ha (15,10%) . Kabupaten Kubu Raya memiliki lahan
pasang surut yang terluas di Kalimantan Barat dengan luas 51. 155 ha atau 60 %
dengan 41.583 ha atau 42 % sudah dimanfaatkan dan 9.572 belum dimanfaatkan
sehingga Kabupaten Kubu Raya dapat meningkatkan produksi di bidang pertanian
dengan cara ektensifikasi atau dengan menambah luas lahan untuk pertanian. Desa
Punggur Kecil yang merupakan salah satu Desa di Kecamatan Sungai Kakap
Kabupaten Kubu Raya, yang termasuk kedalam lahan pasang surut.

B. Masalah Penelitian

Untuk dapat mencapai produksi dan keuntungan yang optimum dari


penggunaan tanah, hendaknya dalam pengelolaan harus didasarkan atas dasar
potensi dan keadaan lingkungannya. Adanya hubungan antara sifat tanah dengan
lingkungan dapat tercermin dari wujud pertumbuhan tanaman dalam pengelolaan
lahan pertanian yang terpadu perlu diketahui status kesuburan tanah dengan cara
menganalisis suatu tanah. Analisis tanah dapat dilakukan dengan analisis cepat di
lapangan atau analisis rutin di laboratorium. Analisis tanah merupakan alat bantu
untuk menilai kesuburan tanah, terutama keberadaan hara makro dan mikro.

Pengelolaan lahan pasang surut perlu kehati-hatian yang lebih karena


permasalahan yang komplek baik permasalahan tanah maupun tata airnya, penilaian
satatus kesuburan tanahnya tidak cukup hanya dengan analisis tanah dilaboratorium
tetapi juga perlu analisis dilapangan.

Desa Punggur Kecil merupakan kawasan pasang sururt yang sudah lumayan
berkembang. Penggunaan lahan bervariasi mulai dari perkebunan campuran,
perkebunan langsat hingga sawah, produktifitas tersebut cukup baik namun
demikian dengan adanya proses pemanenan secara terus menerus dapat
menyebabkan kesuburan tanah menururn, untuk mencegah menurunnya tingkat
kesuburan tanah dan memeprtahankan tingkat produksi maka perlunya penilaian
tingkat kesuburan tanah sebagai pedoman pengelolahan kesuburan tanah
berkelanjutan.

Adanya kendala-kendala lahan basah dilokasi penelitian, menyebabkan


kesuburan tanah sangat bervariasi pada tiap-tiap penggunaan lahan, maka diperlukan
adanya suatu usaha tindakan pengelolaan lahan yang baik. Apabila kendala-kendala
lahan tersebut tidak teratasi dapat menurunkan produktivitas lahan untuk suatu
tanaman, oleh karena itu diperlukan suatu kegiatan evaluasi penilaian kesuburan
tanah yang akan memberikan informasi tentang keadaan dan potensi pada masing-
masing lahan tersebut. Informasi ini dapat digunakan untuk suatu perencanaan
pengelolaan yang baik dari sumber daya lahan guna meningkatkan produksi
tanaman, serta mengetahui faktor-faktor apa saja yang masih bisa diperbaiki.

Desa Punggur Kecil merupakan salah satu Desa yang terdapat di Kecamatan
Sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya dan merupakan salah satu daerah yang
memeiliki penggunaan lahan berbeda-beda diakibatkasn oleh aktifitas masyarakat
setempat yaitu dari hutan sekunder menjadi lahan perkebunan dan sawah. Oleh

3
karena itu penting untuk dilakukan penelitian tentang penilaian kesuburan lahan
pasang surut pada tipe-tipe penggunaan lahan yang ada di Desa Punggur Kecil.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menilai satatus dan kondisi kesuburan tanah pada perkebunan campuran,


perkebunan langsat dan lahan sawah di lahan pasang sururt Desa Punggur
Kecil.

2. Menyususn saran pengelolaan kesuburan tanah untuk tiga tipe penggunaan


lahan pada perkebunan campuran, perkebunan langsat dan lahan sawah di Desa
Punggur Kecil.

D. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini di laksanakan pada tiga tipe penggunaan lahan di Desa


Punggur Kecil Kecamatan Sungai Kakap. Penggunaan lahan yang jadi tempat
pengamatan adalah kebun campuran, kebun langsat dan lahan sawah. Tingkat
kesuburan tanah pada tiga lokasi penelitian ditentukan dengan metode Fertility
Capability Classification (FCC) (Sanchez et al., 2003) dan metode Pusat
Penelitian Tanah (PPT, 1983).

E. Kerangka Pemikiran

1. Tinjauan Pustaka

a. Karakteristik Lahan Pasang Sururt

Lahan pasang surut terdiri dari daerah-daerah berpayau yang secara


langsung dipengaruhi oleh pasang surutnya air laut, rawa- rawa yang
terbentuk karena letak tanahnya yang lebih dari permukaan air sungai/air
tawar dan tanah yang selalu digenangi air yang bukan karena pasang
surutnya air laut,melainkan karena pengaruh hujan yang lebat, berlangsung
lama dari tanah-tanah itu biasanya berhutan lebat (Mulyani dan
Kartasapoetra, 1988: 18).
Batas pengaruh air pasang surut pada musim kemarau digunakan untuk
membedakan lahan rawa kedalam 3 ( tiga ) zone : pasang surut payau atau
salin, pasang surut air tawar dan non pasang surut (Adhi dan Alihamsyah,
1998)
Lahan pasang surut merupakan lahan yang terletak didataran yang
umumnya dataran pantai atau dataran dekat sungai dan terpengaruh secara
langsung atau tidak langsung oleh arus pasang dan surut. Berdasarkan
kemampuan arus pasang meluapi daratan, lahan pasang surut dapat
dibedakan menjadi 4 tipe ( Puslittanak, 1994 : 208 ), yaitu :

Tipe A : Lahan yang selalu terluapi air pasang baik pasang besar maupun
pasang kecil.
Tipe B : Lahan yang hanya terluapi air pasang pada saat pasang besar.
Tipe C : Lahan yang tidak pernah terluapi air pasang walaupun pada saat
pasang besar. Air pasang berpengaruh tidak langsung, air tanah
berada dekat permukaan tanah.
Tipe D : Lahan yang tidak terluapi air pasang dan air tanah lebih dalam 50
cm dari permukaan tanah.

Untuk keperluan praktis, lahan pasang surut ini dikelompokkan


kedalam berbagai tipologi lahan sesuai dengan macam dan tingkat kendala atau
masalah biofisiknya. Berdasarkan macam tingkat kendala yang diperkirakan
dapat ditimbulkan oleh faktor fisika, kimia tanahnya, Adhi et.al (1993 ) dalam
Alihamsyah ( 1998 : 52 ) membagi lahan pasang surut kedalam 4 tipologi
utama, yaitu :

1) Lahan Potensial, yaitu lahan pasang surut yang tanahnya termasuk tanah
sulfat masam potensial dengan lapisan pirit berkadar 2 % terletak pada
kedalaman lebih dari 50 cm dari permukaan tanah.
2) Lahan Sulfat Masam, adalah lahan pasang surut yang tanahnya
mempunyai lapisan pirit atau sulfidik berkadar > 2 % pada kedalaman
kurang dari 50 cm. Lahan sulfat masam ini dibedakan lagi menjadi lahan
sulfat masam potensial, yaitu apabila lapisan piritnya belum teroksidasi,
dan lahan sulfat masam aktual, yaitu apbila lapisan piritnya sudah
teroksidasi dicirikan oleh adanya horison sulfurik dan pH tanah 3,5.

5
3) Lahan Gambut, merupakan lahan yang terbentuk dari bahan organik yang
dapat berupa bahan jenuh air dengan kandungan karbon organik
sebanyak 12 – 18 % atau bahan tidak pernah jenuh air dengan kandungan
organik sebanyak 20 %. Secara lebih rinci lahan gambut ini dibagi
menjadi lahan bergambut (< 50 cm), gambut dangkal (50 – 100), gambut
sedang ( 100 – 200 cm ), gambut dalam (200 – 300 cm) dan gambut
sangat dalam (> 300 cm).
4) Lahan Salin, adalah lahan pasang surut yang mendapat pengaruh atau
intrusi air asin lebih dari 3 bulan dalam setahun dan kandungan Na dalam
larutan tanah sebesar > 8 %, sedangkan lahannya dapat berupa lahan
potensial, sulfat masam dan gambut.

Lahan pasang surut merupakan lahan dengan produktivitas rendah


karena memiliki banyak kendala sifat fisik dan kimia. Kendala fisik yang
terdapat pada lahan pasang surut meliputi genangan air dan kondisi fisik lahan
lainnya. Sedangkan sifat kimianya meliputi tingginya kemasaman tanah,
kejenuhan basa, kandungan Al, Fe, H2S dan Na.

Ada beberapa pengaruh masalah dan potensi lahan pasang surut


sebagai berikut :

Masalah yang ada di lahan pasang surut yaitu keracunan zat besi,
kadar asam yang rendah, rendaman, salin serta rentan terhadap serangan
penyakit blast. Tantangan penanganan lahan rawa yang belum tersentuh
teknologi memang bukan pekerjaan mudah, tetapi butuh kesabaran dan
kecermatan dalam pengelolaanya.

Keunggulan komperatif tersebut antara lain ketersediaan air yang


cukup berlimpah, topografi rawa relatif yang datar sehingga memudahkan
dalam penggarapan lahan. Selain itu akses ke lokasi rawa cenderung
melalui transportasi air/sungai sehingga diperkirakan lahan pangan rawa
tidak mungkin beralih fungsi untuk nonpangan.
b. Permasalahan Lahan Pasang Sururt
Lahan rawa pasang surut mempunyai sifat fisika yang kurang baik
dicirikan oleh struktur yang pejal sehingga pengolahan tanah yang berat,
sering tergenang air atau drainase yang jelek, warna tanah yang terang dan
pucat, struktur yang belum berkembang, tektur lempung, tata air dan udara
yang tidak seimbang sedangkan sifat kimia dicirikan dengan kemasaman
yang tinggi kadar Al, Fe dan sulfat yang tinggi, keragaman salinitas, kahat
hara makro dan sebagian hara mikro (Noor, 2004).
Zat beracun yang umum dijumpai di lahan pasang surut adalah
aluminium, besi, hidrogen sulfida dan air garam atau natrium. Keracunan
aluminium biasanya terjadi pada kondisi tanah kering dan disertai dengan
kahat P, karena P diikat menjadi aluminium fosfat yang tidak larut. Besi
ferro biasanya terdapat berlebihan pada lahan sulfat masam yang tergenang
air. Hidrogen sulfida dapat terjadi pada tanah sulfat masam yang banyak
mengandung bahan organik sebagai hasil reduksi sulfat dalam tanah yang
tergenang. Kelarutan unsur beracun seperti Fe, Al, SO4 di dalam air
mencapai puncaknya pada minggu-minggu awal setelah hujan dengan pH
yang sangat rendah dan berangur-angsur menurun sampai mendekati
musim kemarau. Salinitas di lahan pasang surut disebabkan oleh adanya
intrusi air laut yang biasanya terjadi pada bulan Juli-September. Salinitas
yang tinggi pada zona perakaran akan menghambat penyerapan air dan
unsur hara, bahkan pada konsentrasi tinggi dapat menyedot air dalam sel
tanaman sehingga tanaman menjadi kering ( Adhi, 1986)

c. Kesuburan Tanah
Kesuburan tanah merupakan kemampuan tanah menghasilkan bahan
tanaman yang dipanen. Maka disebut pula daya menghasilkan bahan panen
atau produktivitas. Ungkapan akhir kesuburan tanah ialah hasil panen,
yang diukur dengan bobot bahan kering yang dipungut per satuan luas
(biasanya hektar) dan per satuan waktu. Dengan menggunakan tahun
sebagai satuan waktu untuk perhitungan hasilpanen, dapat dicakup akibat
variasi keadaan habitat akar tanaman karena musim (Schroeder, 1984).

7
Tanah produktif mempuyai kesuburan yang menguntungkan bagi
pertumbuhan tanaman, akan tetapi tanah subur tidak selalu berarti
produktif. Tanah subur akan produktif jika dikelola dengan tepat,
menggunakan jenis tanaman dan teknik pengelolaan yang sesuai.
Kesuburan tanah adalah kemampuan atau kualitas suatu tanah
menyediakan unsur hara tanaman dalam jumlah yang mencukupi
kebutuhan tanaman, dalam bentuk senyawa-senyawa yang dapat
dimanfaatkan tanaman dan dalam perimbangan yang sesuai untuk
pertumbuhan tanaman tertentu dengan didukung oleh faktor pertumbuhan
lainnya (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).

Manajemen hara yang baik untuk produksi tanaman adalah didasarkan


padapengetahuan tentang hara yang dibutuhkan tanaman dan ketersediaan
hara didalam tanah.Perawatan manajemen hara dapat didasarkan pada
jumlah hara yangterambil dari dalam tanah oleh tanaman saat panen.Agar
produksi tanaman dapatberhasil dan berkelanjutan dalam waktu yang lama,
tanah harus mengandungsejumlah hara yang sangat dibutuhkan oleh
tanaman, terutama nitrogon, fosfor,dan kalium. (Ahmad, 2015).

d. Status Kesuburan Tanah Pusat Penelitian Tanah (PPT)

Kesuburan tanah adalah potensi tanah untuk menyediakan unsur hara


dalam jumlah yang cukup dalam bentuk yang tersedia dan seimbang untuk
menjamin pertumbuhan dan produksi tanaman yang optimum (Anna,
1985). Pengelolaan tanah secara tepat merupakan faktor penting dalam
menentukan pertumbuhan dan hasil tanaman yang akan diusahakan.

Kesuburan tanah adalah kemampuan suatu tanah untuk menyediakan


unsur hara, pada takaran dan kesetimbangan tertentu secara
berkesinambung, untuk menuju pertumbuhan suatu jenis tanaman pada
lingkungan dengan faktor pertumbuhan lainnya dalam keadaan
menguntungkan (Poerwowidodo, 2000).

Evaluasi kesuburan tanah ditujukan untuk menilai karakteristik lahan


dan menentukan kendala utama kesuburan tanah serta alternatif
pengelolaannya dalam upaya meningkatkan produktivitas tanah
(Siswanto, 2006). Satu diantara cara yang sering digunakan dalam menilai
kesuburan suatu tanah adalah melalui pendekatan dengan analisis tanah
atau uji tanah. Terdapat lima parameter kesuburan tanah yang digunakan
dalam penelitian ini untuk menilai status kesuburan tanah, yaitu KTK, KB,
C-organik, P-total dan K-total tanah sesuai petunjuk teknis evaluasi
kesuburan tanah (PPT, 1983).

Kapasitas Tukar Kation tanah merupakan kemampuan koloid tanah


menjerap dan mempertukarkan kation (Tan, 1991). Besarnya KTK sangat
ditentukan oleh pH tanah, tekstur tanah atau kadar liat, jenis mineral liat,
kadungan bahan organik dan pemupukan (Hakim dkk., 1986). Nilai KTK
tinggi sangat dipengaruhi oleh jumlah liat. Semakin halus tekstur tanah dan
semakin tinggi jumlah liat maka semakin tinggi KTK tanah.

Kejenuhan Basah secara relatif ditentukan oleh jumlah kation basah


dan reaksi tanah (pH). Hubungan KB dengan pH tanah pada umumnya
bersifat positif, yakin pH tanah semakin tinggi KB tanah juga semakin
tinggi, begitu sebaliknya (Sudaryono, 2009).

Kandungan C-organik rendah secara tidak langsung menunjukkan


rendahnya bahan organik pada tanah. Bahan organik tanah merupakan satu
diantaranya parameter yang menentukan kesuburan tanah. Musthofa
(2007). Dalam penelitian ini menyatakan bahwa kandungan bahan organik
dalam bentuk C-organik di tanah harus dipertahankan tidak kurang 2% agar
kandungan bahan organik dalam tanah tidak menurun akibat proses
dekomposisi mineralisasi. Oleh karena itu pengelolaan tanah dengan
penambahan bahan organik mutlak harus diberikan setiap tahun.

Kelarutan senyawa P anorganik dan P organik di dalam tanah umunya


sangat rendah, sehingga hanya sebagian kecil P tanah yang berada di dalam
larutan tanah (P tersedia). Di samping itu juga dapat disebabkan karena pH
tanah yang rendah sehingga kelarutan Al yang tinggi menyebabkan P
menjadi tidak tersedia. Seperti dinyatakan oleh Munawar (2011) bahwa
pada tanah masam (pH rendah), P larut akan bereaksi dengan Al dan Fe

9
dan oksida-oksida hidrus lainnya membentuk senyawa Al-P dan Fe-P yang
relatif kurang larut, seningga P tidak dapat diserap oleh tanaman.

Kalium merupakan unsur hara utama ketiga setelah N dan P. Kalium


mempunyai valensi satu dan diserap dalam bentuk ion K+ . Kalium
tergolong 11 unsur yang mobil dalam tanaman baik dalam sel, dalam
jaringan tanaman, maupun dalam xylem dan floem (Rosmakam dan
Yuwono, 2002). Kadar kalium total di dalam tanah pada umumya cukup
tinggi, dan diperkirakan mencapai 2,06% dari total berat tanah, tetapi
kalium yang tersedia di dalam tanah cukup rendah. Pemupukan hara
nitrogen dan fosfor dalam jumlah besar turut memperbesar serapan kalium
dari dalam tanah, (Damanik et al., 2010).

Penyerapan K oleh tanaman dari larutan tanah tergantung pada


beberapa faktor, antara lain tekstur tanah, kelembaban dan temperatur
tanah, pH, serta aerasi tanah. Sehubungan dengan sifatnya yang mudah
bergerak dalam tanah, K mudah tercuci oleh air hujan dari zona perakaran,
utamanya pada tanah dengan kapasitas tukar kation yang rendah. Dengan
demikian pemupukan K pada kondisi ini sangat diperlukan (Baon, 2011).

e. Klasifikasi Kapabilitas Kesuburan Tanah (FAO)


Tanah merupakan tubuh alam bebas yang dihasilkan oleh interaksi dari
faktor-faktor pembentuk tanah seperti iklim, bahan induk, organisme, relief
dan waktu. Jadi tanah tanah merupakan fungsi dari faktor dan bahan induk,
organisme, relief, waktu dan semua faktor tersebut dapat bervariasi. Karena
itu akan terbentuk berbagai jenis tanah yang dapat banyak dengan sifat dan
cirinya yang juga dapat beragam.

Sistem klasifikasi kapabilitas kesuburan tanah (FCC) terdiri dari atas


tiga kategori, yaitu tipe (tekstur tanah atas lapian 0-20 cm atau lapisan
olah), sub tipe atau tipe substrat (tekstur tanah bawah, digunakan jika
dijumpai perubahan tekstur tanah pada kedalaman teratas hingga 50 cm)
dan kondisi modifiter atau pengubah keadaan yang berhubungan dengan
karakteristik fisik tanah, reaksi tanah dan mineralogi tanah (Sanchez et al.,
2003). Kombinasi ketiga kategori tersebut menghasilkan unit-unit
klasifikasi kemampuan kesuburan tanah yang dapat diinterprestasikan
dengan penaksiran sifat tanah dan penentuan alternatif teknologi
pengelolaan yang diperlukan untuk mengatasi kendala utama kesuburan
tanah.

Klasifikasi kemampuan kesuburan tanah telah diusahakan sebagai


sistem klasifikasi keteknikan guna mengelompokkan tanah dengan ciri-ciri
yang mirirp dipandang dari sudut kesuburan tanah dan respon tanaman
terhadap pupuk. Sistem ini telah dikembangkan oleh Prof. Dr. Buol dan
rekan-rekannya di Jurusan Ilmu Tanah, Universitas Negeri North Carolina
(Eiumnoh, 1984 dalam Sanchez et al., 2003).

1) Tipe (pengelompokan berdasarkan jenis tekstur tanah lapisan


atas/olah), ditentukan dengan menggunakan kriteria : tekstur berpasir
(S), tekstur berlempung (L), tekstur berliat (C), bahan organik (O).
2) Sub tipe/Tipe substrata (pengelompokan berdasarkan jenis tekstur
tanah lapisan bawah), ditentukan dengan menggunakan kriteria :
tekstur berpasir (S), tekstur berlempung (L), tekstur berliat (C),
bantuan induk (R).
3) Unit atau Kondisi Modifier (pengelompokan berdasarkan kendala
kesuburan yang ada), menggunakan kriteria g : tanah sering jenuh air,
d : daerah kering/kekurangan air, e : nilai kapasitas tukar kation rendah
(KTK), a : keracunan alumunium (Al), h : bereaksi masam (pH), i :
kemampuan tanah memfiksasi fosfot tinggi (P), k : cadangan mineral
yang mengandung kalium rendah (K), x : mineral allophan dominan, v
: tanah vertik, b : tanah alkalis (pH), s : tanah salin, n : takaran natrium
tertukar tinggi (Na), c : takaran asam sulfat (S), (′) : kandungan batuan
dipermukaan dengan ukuran lebih dari 2 mm sebanyak 15-35 %, (″) :
kandungan batuan > 35 %, () : besarnya kemiringan lahan (%).
Berikut ini adalah cara penulisan sistem klasifikasi tanah menururt
FCC. Nama tipe/sub tipe di tulis dengan hururf besar disana di letakan di
depan sedang namun unit di tulis dengan huruf kecil di letakan dibelakang
nama tipe/sub tipe. Kandungan batuan di tulis di belakang nama tipe/sub

11
tipe/unit yang ada. Kemiringan lahan ditulis nama tipe/sub
tipe/unit/kandungan batuan yang ada.
Contoh : LCgh" (15%).
Tanah bertekstur lempung pada lapisan olah (L) dan liat pada
lapisan bawah (C), sering jenuh air (g), bereaksi masam (h),
dengan kandungan batuan dipermukaan lebih dari 35% (") dan
memiliki lereng 15%.
2. Kerangka Konsep

Tanah merupakan hasil evolusi dan mempunyai susunan teratur yang


unik, yang terdiri dari lapisan-lapisan atau horizon yang berkembang secara
genetik. Proses-proses pembentukan tanah dapat dilihat sebagai penambahan,
pengurangan, perubahan atau translokasi. Selain itu tanah juga merupakan
hasil proses hancuran dari batuan induk atau merupakan hasil deposisi bahan
dari tempat lain serta kemungkinakan berasal dari akumulasi sisa-sisa
tumbuhan.

Daerah pertanian merupakan salah satu lahan marginal, karena


banyaknya kendala-kendala yang dihadapi dalam pengelolahan lahan pertanian
seperti : sifat fisik tanah, tekstur berat (liat tinggi), tingkat kemasaman tanah
(pH), kahat hara makro serta kadar Al, Fe, dan S yang tinggi. Pada kondisi lahan
seperti ini perlu dilakukan penilaian kesuburan tanahnya sehingga diketahui
faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam meningkatkan produksi pertanian
di daerah penelitian. Penilaian kesuburan tanah dapat dilakukan dengan berbagai
metode, pada penelitian ini penilaian kesuburan tanah dilakukan dengan metode
yaitu penilaian status kesuburan tanah (PPT 1983) dan klasifikasi kapabilitas
kesuburan tanah (FAO 2003). Hasil dari kegiatan penilaian kesuburan lahan
pasang sururt pada tiga tipe penggunaan lahan didaerah penelitian memeberikan
data dan informasi tentang stataus kesuburan tanah sehingga dapat diketahui
langkah-langkah untuk memeperbaiki lahan tersebut.
BAB II
KEADAAN UMUM LOKASI

A. Lokasi Letak Batas

Daerah penelitan terletak di Desa Punggur Kecil Kecamatan Sungai Kakap


Kabupaten Kubu Raya. Luas daerah Punggur Kecil 10.872,84 ha. Lokasi penelitan
dapat ditempuh selama 45 menit dengan jarak tempuh dari Pontianak ke lokasi
penelitian di Desa Punggur Kecil ±45 km. Secara Administrasi Desa Punggur
Kecil (Lampiran 1) mempunyai batas-batas sebagai berikut:

Secara administratif Desa Pumggur Kecil Memiliki batas-batas sebagai


berikut : Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Pal IX dan Kota Pontianak,
sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Rasau Jaya dan Desa Pematang Tujuh,
sebelah Timur berbatasan dengan Desa, Sungai Raya Dalam dan Desa Teluk
Kapuas, sebelah Barat berbatasan dengan Desa Kalimas (Profil Desa Punggur
Kecil, 2015).

B. Iklim dan Curah Hujan

Data iklim diperoleh dari kantor badan meteorologi klimatologi dan geofisika
stasiun klimatologi kelas II Mempawah selama 10 Tahun (2009-2018) disajikan
pada Lampiran 2. Jumlah curah hujan bulananrata-rata selama 10 tahun yaitu
224,025 mm/bulan. Rata-rata curah hujan tertinggi pada bulan Desember (327,5
mm/bulan) dan rata-rata curah hujan bulanan yang terkecil pada bulan Februari
(149,1mm/bulan). Data curah hujan di kecamatan Sungai Kakap selama periode
10 tahun dapat di lihat pada Grafik 1. Iklim di daerah penelitian mempunyai bulan
basah 7 bulan dengan curah hujan lebih dari dua ratus mm (>200 mm) bulan
lembab 5 bulan dengan curah hujan berkisar seratus sampai dua ratus mm (100-
200 mm) dan tidak memiliki bulan kering dengan curah hujan kurang dari seratus
(<100 mm), tergolong kedalam tipe B (Klasifikasi Iklim Oldeman).

13
350 327.5
308
284.5
300 265.2

Rata-rata Curah Hujan (mm)


250 226.6
200.9 210.3
188.6 195.3
200 175
149.1 157.3
150

100

50

(Sumber:BMKG Stasiun Klimatologi Kelas II Mempawah)


Gambar 1. Rata-rata Curah Hujan Bulanan (mm) Selama 10 Tahun terakhir
(2009-2018).

C. Topografi dan Bentuk Lahan


Menurut Adhi dan Alihamsyah (1998:51), dataran rawa termaksuk kelompok
fisiografi yang disebut lingkungan pengendapan baru yang secara umum dibagi
menjadi kelompok Aluvial, kelompok Marin dan kelompok Kubah Gambut. Tanah
pada kelompok Aluvial dan Gambut berturut-turut termaksuk jenis tanah Aluvial
dan Gambut, sedangkan dalam kelompok Marin biasanya terdapat tanah yang
mempunyai lapisan Pirit (FeS2) atau tanah Sulfat Masam. Dalam zona rawa pasang
surut salin biasanya terdapat fisiografi Marin dan Gambut, sedangkan pada zona
rawa pasang surut air tawar terdapat ketiga fisiografi tersebut.

Menurut Puslintanak (1990:18), daerah penelitian secara umum dapat


digambarkan sebagai daerah pengendapan (deposisi zone) dengan lingkungan air
tawar dan payau dengan bentuk lahan datar. Proses pengendapan bahan banyak
dipengaruhi oleh proses pengaliran sungai dan proses pasang surut air laut.

Berdasarkan Peta Topografi di Desa Punggur Kecil Kecamatan Sungai Kakap


Kabupaten Kubu Raya,Desa Punggur Kecil merupakan daerah dataran redah
dengan kelerengan tanah 0-3 % dan memiliki ketinggian tempat ± 10 m di atas
permukaan laut (Lampiran 3).
D. Jenis Tanah

Berdasarkan Peta Jenis Tanah di Desa Punggur Kecil Kecamatan Sungai


Kakap Kabupaten Kubu Raya (Lampiran 4) terdapat beberapa jenis tanah seperti
pada Tabel berikut ini.

Tabel 1. Klasifikasi Jenis Tanah Desa Punggur Kecil Kabupaten Kubu Raya

No Jenis Tanah Luas (Ha) Luas (%)


1 Dystrudepts 5766, 61 53,04
2 Tropohemists 5106,23 46,96
Total 10872,84 100
Sumber: Peta Jenis Tanah Desa Punggur Kecil Kecamatan Sungai Kakap Kabupaten Kubu
Raya, Laboratorium Survei Dan Evaluasi Lahan Fakultas Pertanian Universitas
Tanjungpura.

E. Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan di Desa Punggur Kecil diusahakan untuk pertanian tanaman
pangan padi, usaha pertanian perkebunan dan ladang, sebagian lagi digunakan
sebagai pemukiman, prasarana umum dan lain-lain.
Tanaman pertanian kebun yang paling banyak dibudidayakan adalah kebun
campuran selain itu juga dijumpai tanaman langsat, durian, rambutan dan pisang
yang berada pada daerah tersebut. Tidak hanya tanaman perkebunan tanaman
pangan juga merupakan penggunaan lahan pada urutan kedua dan yang ketiga.
Tanaman pangan yang diusahakan umumnya belum berproduksi secara maksimal
pada saat ini. Hal ini dikarnakan sistem drainase yang kurang baik, sistem budidaya
yang tidak intensif serta penggunaan varietas yang umumnya masih menggunakan
varietas lokal. Selanjutnya diikuti oleh pekarangan, pemukiman, ladang, sarana
dan prasarana umum.
Budidaya pertanian kebun buah-buahan dan pertanian tanaman pangan pada
saat ini telah disesuaikan dengan kondisi yang ada, dimana pada saat ini
penggunaan lahan harus mendasarkan pada prinsip-prinsip analisis dampak
lingkungan.
Berdasarkan Peta Jenis Penggunaan Lahan di Desa Punggur Kecil Kecamatan
Sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya (Lampiran 5) Penggunaan lahan di Desa
Punggur Kecil untuk pertanian umumnya Kebun Campuran, Ladang/Telagan

15
denganpalawija dan sawah. Penggunaan lahan yang lainnya dapat dilihat pada
Tabel berikut ini.
Tabel 2. Pembagian Wilayah Menurut Penggunaan Lahan

No Penggunaan Lahan Luas (Ha) Luas (%)


1 Kebun Campuran 2400,723 22,08
2 Kebun Langsat 2174,568 20
3 Ladang/Telagan dengan Palawija 2037,29 18,74
4 Sawah 1956,024 17,99
5 Semak Belukar 1348,23 12,40
6 Pemukiman 366,96 3,37
7 Perkebunan Kelapa Sawit 244,64 2,25
8 Lahan Terbuka lain 183,75 1,69
9 Perkebunan Kelapa 156,56 1,44
10 Sungai 3,26 0,03
11 Kolam Air Tawar Lain 1,08 0,01
Total 10.872,84 100
Sumber:Penggunaan Lahan Desa punggur Kecil Kecamatan Sungai Kakap
Kabupaten Kubu Raya, Laboratorium Survei dan Evaluasi Lahan, Fakultas Pertanian
Universitas Tanjungpura.

F. Keadaan Penduduk dan Mata Pencaharian


Penduduk Desa Punggur Kecil berjumlah 14.276 jiwa, terdiri dari etnis
Madura, Bugis, Melayu dan lain-lain. Mata pencarian penduduk di sekitar lokasi
penelitian umumnya bekerja di bidang pertanian yaitu petani yang mempunyai
lahan sendiri. Sebagian kecil bekerja di bidang sektor perdagangan dan jasa. Usaha
pertanian mencakup pertanian tanaman pangan, perkebunan ladangdan perikanan.
Usaha pertanian tanaman panagan pada umumnya di lahan basah (sawah) dan
diikuti dengan usaha perkebunan (Profil Desa Punggur Kecil, 2015).
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini akan dilaksanakan di Desa Punggur Kecil Kecamatan Sungai
Kakap Kabupaten Kubu Raya yang meliputi tiga jenis penggunaan lahan yaitu :
Perkebunan Langsat, Kebun Campuran dan Lahan Sawah Pasang Surut. Analisi
kimi tanah dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah Fakultas
Pertanian Universitas Tanjungpura. Penelitian ini direncanakan berlangsung
selama 3 bulan sejak pengambilan sampel di lapangan hingga analisis di
Laboratorium. Waktu penelitian dilaksankan bulan September 2019 sampai
dengan Desember 2019.
B. Alat dan Bahan
1. Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pH meter, cangkul,
bor minereal, ring sampel, pisau lapangan, kantong plastik, kertas label,
meteran, ATK, tali, Buku Warna Tanah (Munsell Soil Colour Chart), Global
Positioning System (GPS), Kamera sebagai alat dokumentasi beserta alat-alat
yang digunakan di laboratorium terdiri dari alat-alat untuk keperluan analisis
sifat fisika dan kimia.

2. Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan adalah sampel tanah utuh dan sampel tanah
komposit yang diambil dari tiga jenis penggunaan lahan yaitu perkebunan
langsat, campuran dan lahan sawah pasang surut yang ada di Desa Punggur
Kecil Kecamatan Sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya, Bahan lainnya adalah
bahan-bahan yang digunakan di laboratorium terdiri dari bahan untuk
keperluan analisis kesuburan tanah. Adapun peta yang digunakan yaitu peta
administrasi, peta penggunaan lahan, peta jenis tanah, peta topografi dan peta
titik pengamatan.

C. Metode Penelitian
Metode Penelitian yaitu dengan survei lapangan pada tiga tipe penggunaan
lahan yakni kebun campuran, kebun langsat dan lahan sawah pasang surut yang

17
ada di Desa Punggur Kecil Kecamatan Sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya.
Penelitian dilaksanakan dengan beberapa tahapan :
1. Persiapan
Persiapan meliputi kegiatan studi pustaka, penyiapan bahan penelitian dan
peralatan survei lapangan serta persaratan administrasi yang dibutuhkan dalam
penelitian termaksud izin dari pemilik kebun dan izin dari Fakultas Pertanian
Universitas Tanjungpura beserta kepada pihak-pihak terkait lainnya.

2. Survei Lapangan
a. Penentuan Lokasi Penelitian
Penentuan lokasi penelitian pertama kalinya yang dilakukan
adalah survei pendahuluan dan hasil penggumpulan data beserta
informasi yang dibutuhkan dalam penelitian. Penentuan lokasi titik
pengamatan dan pengambilan sampel dilakukan untuk mengetahui
koordinat setiap titik pengamatan. Penentuan titik pengamatan ini
menggunakan metode random berdasarkan luas dan sebaran lokasi. Hasil
penentuan titik koordinat kemudian akan diterjemahkan dalam bentuk
peta titik pengamatan peta terlampir (Lampiran 6).

b. Pengambilan Sampel Tanah


Sebelum dilakukan pengambilan sampel tanah yang dilakukan
pertamakali yaitu pengamatan/deskripsi tanah pada masing-masing
penggunaan lahan, pengamatan faktor-faktor lingkungan dan monfologi
tanah melalui data bor dan minipit. Pengambilan tanah komposit diambil
pada kedalaman 0-30 cm menggunakan metode Pusat Penelitian Tanah
(PPT 1983), sedangkan pengambilan tanah komposit pada kedalaman 0-
20 dan 20-50 cm menggunakan metode Fertility Capability
Classifikasion (FCC 2005). Pada setiap satuan penggunaan lahan, sampel
tanah ini diambil kurang lebih 1 kg untuk setiap metode dan kedalaman
tanah. Selain pengambilan tanah komposit pengambilan sampel tanah
utuh juga dilakukan menggunaka ring sampel untuk mengamati bobot isi
tanah. Cara pengambilan sampel terlampir (lampiran 7)
3. Analisis Tanah Laboratorium
Contoh tanah yang telah diambil dari lokasi penelitian dikeringkan
selama 7 hari, diayak dengan ukuran 0,5 mm untuk mendapatkan sampel tanah
yang homogen dan bersih dari bahan-bahan kasar. Analisis ini mengikuti
prosedur yang biasa dilakukan di laboratorium kimia dan kesuburan tanah
Fakultas Pertanian. Analisis laboratorium yang dilakukan meliputi parameter
sebagian disajikan pada tabel.

Tabel 3. Metode Analiss Tanah Komposit

Parameter Metode Satuan


pH H2O Ekstraksi H2O -
pH H2O2 Ekstraksi H2O2 30 % -
C-Organik Walkley dan Black Persen (%)
N total Kjeldall Persen (%)
P tersedia Bray-1 Ppm
K-dd Ekstraksi NH4OAC 1 N pH. 7 Me/100 gr
KTK Ekstraksi NH4OAC 1 N pH. Me/100 gr
Kejenuhan Basah Jumlah Kation Basa/KTK x 100 % Persen (%)
P dan K total ekstrak Spektrofotometer Ppm
2+
Na Ekstraksi NH4OAC 1 N pH. Me/100 gr
2+
Ca Ekstraksi NH4OAC 1 N pH. Me/100 gr
2+
Mg Ekstraksi NH4OAC 1 N pH. Me/100 gr
H-dd Ekstraksi KCL 1 N Me/100 gr
Al-dd Eksrtaksi KCL 1 N Me/100 gr
Tekstur Hydrometer Persen (%)
Fe terlarut Spektrofotometer (mg/L)
Salinitas Ekstraksi H2O -
Bobobt isi Bulk Density (g/cm3)
Prosedur analisis tanah dilaboratorium langkah-langkahnya disajikan pada
lampiran 8.

4. Analisis Data

Pada tahap ini dilakukan penyusunan data berdasarkan pengamatan


dilapangan, data skunder dan hasil analisis laboratorium kemudian dipadukan

19
dengan kriteria sifat kimia Pusat Penelitian tanah (PPT 1983) dan klasifikasi
kapabilitas kesuburan tanah Fertility Capability Classifikasion (FCC 2005)
sehingga didapat kendala kesuburan tanah. Dari kriteria penilaian sifat kimi
tanah dibahas dengan kriteria Pusat Penelitian tanah (PPT 1983) disajikan pada
lampiran 9 dan satatus kesuburan tanah disajikan pada lampiran 10.

5. Penyajian Hasil

Hasil penelitian disajikan dalam bentuk narasit dan tabulasi data.


Dimana data yang diperoleh dari hasil analisis tanah dilapangan dan di
laboratorium. Status masing-masing unsur hara tanah dan status kesuburan
tanah secara keseluruhan ditentukan sesuai dengan kriteria pusat penelitian
tanah (PPT 1983) dan kriteria Fertility Capability Classification (FCC 2005).
6. Varibel Penelitian

a. Analisis di Lapangan

1) Warnah tanah
Pengamatan ini berlangsung dilapangan dengan menggunakan buku
Munsell Colour Soil Cart, warna yang diamati yaitu matrik dan
karatan.
2) Sifat Vertikal/retakan tanah
Pengamatan sifat Vertikal dapat dilakukan secara langsung
dilapangan.
3) Pirit + kedalaman
Pengamatan pirit menggunakan H2O2 30 %.
4) Batuan
Pengamatan batuan ini yang dilihat adalah batuan yang ada di
permukaan dengan ukuran > 2 mm.
5) Kemiringan lahan
Kemiringan lahan dapat diamatai dengan menggunakan Clinometer
pada setiap lahan yang diamatai.
b. Analisis Laboratorium

1) Salinitas
Pengamatan ini didapat dari pengukuran Daya Hantar Listrik (DHL).
2) Na+ Ca2+ Mg2+
Diukur dengan menggunakan pereaksi Amonium Acetat (NH4OAC)
1 N pH 7 dan diterapkan secara Flamephotometri.
3) Al-dd
Diukur dengan menggunakan pereaksi Ekstraksi KCL 1 N.
4) Bobot Isi Tanah (Bulk Density)
Menetukan bobot isi tanah (Bulk Density) menggunakan ring sampel.
5) Fe Terlarut
Diukur dengan menggunkan pereaksi (HCL, HNO3) dan diterapkan
menggunakan Spektrofotometer.
6) Reaksi Tanah (pH)
Untuk mengukur pH tanah menggunakan pelarutan Aquades
kemudian dikocok dengan alat pengocok selama 30 menit dan setelah
itu dilakukan pengukuran menggunakan pH meter.

7) Kejenuhan Basah (KB)

Dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :


𝑚𝑒 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐾𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 𝐵𝑎𝑠𝑎
Persen KB = 𝑚𝑒 𝑘𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑡𝑢𝑘𝑎𝑟 𝑘𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 x 100 %

8) C-Organik (%)

Pengukuran C-organik dilakukan dengan metode Walldy dan Black.

9) Pengamatan Tekstur

Dianalisis dilaboratorium dengan menggunakan metode Hydrometer.

10) N-Total (%)

Penentuan N total tanah dilakukan dengan metode Kjahdahl.

11) P tersedia (ppm)

21
Penetapan P tersedia diukur dengan menggunakan Metode P. BerryI
dan menggunakan Spektrofotometer.

12) K-dd (me/100gr)

Pengukuran K-dd menggunakan metode pengekstrakan NH4Oac


pH7dan diukur dengan flomephotometer.

13) Bobot Isi

Bobot isi tanah diambil menggunakan ring sampel (tanah utuh), untuk
mengetahui berat tanah asli dan volumenya (g/cm3). Bobot isi
dihitung dengan rumus :

100 (x−y)/(100+z)
BI = gram/cm3
v

Keterangan :

BI = Sampel tanah dengan ring sampelnya (g)

X = Berat tabung silinder kososng (g)

Z = Kadar air tanah (%)

V = Volume tanah (cm3)


DAFTAR PUSTAKA

Adhi, W dan Alihamsyah Trip, 1998, Pengembangan Lahan Pasang Surut Potensi
Prospek dan Kendala Serta Teknologi Pengelolaannya Untuk Pertanian,
Prosiding Seminar Nasional dan Pertemuan Tahunan Komesariat daerah
(KOMDA) Himpunan Ilmu Tanah Indonesia Tahun 1998, Jawa Timur.
HITI (Himpunan Ilmu Tanah Indonesia) Komesariat Daerah Jawa Timur.

Adhi, W. I. (1986). Pengelolaan Lahan Rawa Pasang Surut dan Lebak. Jakarta :
Badan Litbang Pertania.

Ahmad, 2015. Remidiasi Tanah Tercemar Logam Berat Dengan Menggunakan


Biocar. Departemen Agroteknologi Fakultas Pertanian USU Medan- 20155

Anna, 1985. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Bagian
Timur. Ujung Pandang.

Badan Pusat Statistik Provensi Kalimantan Barat. 1983. Kalimantan Barat Dalam
Angka 1983. BPS, Pontianak.

[BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Barat. 2017. Kalimantan Barat
Dalam Angka 2017. BPS, Pontianak.

Baon, J.B. dan Sugiyanto. 2011. Sifat kimiatanah akibat abu asal tanamanpengganti
pupuk kalium dan nilaikonversinya. Jurnal Pelita Perkebunan,27(2) : 98-
108.

Damanik, M. M. B., Bachtiar, E.H., Fauzi., Sariffudin dan Hanum, H. 2010.


Kesuburan Tanah dan Pemupukan. USU Press, Medan.

Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Jakarta : Akademika Presindo. 296 Halaman.

Mulyani dan Kartasapoetra. 1988. Pengaruh Kandungan Air Tanah dan Pemupukan
Nitrogen Terhadap Penyegaran Nitrogen Tanaman Tebu Lahan Kering
Varietas F 154. Proseding Seminar. P3GI. Pasuruan.

Munawar, A. 2011. Kesuburan Tanah dan Nutrisi Tanaman IPB press. Bogor.

Mustofa, A., 2007. Perubahan Sifat Fisik,Kimia, dan Biologi Tanah Pada HutanAlam
yang Diubah Menjadi LahanPertanian di Kawasan Taman NasionalGunung
Leuser. [Skripsi]. FakultasKehutanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Noor, M., 2004. Lahan Rawa: Sifat Dan Pengelolaan Tanah Bermasalah Sulfat
Masam. PT. Raja Grafindo, Jakarta.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, 1983. Kriteria Penilaian
Data Sifat Analisis Kimia Tanah. Bogor: Balai Penelitian dan
Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian.

23
Puslittanak, 1993, Petunjuk Teknis Evaluasi lahan, Puslittanak Bekerjasama dengan
Proyek Pengembangan Penelitian Nasional, Balitbang Pertanian,
Departemen Pertanian, Jakarta.

Poerwowidodo, M. 1992. Telaah Kesuburan Tanah. Angkasa, Bandung.

Poerwowidodo. 2000. Telaah Kesuburan Tanah. Angkasa Bandung.

Rosmarkam, A dan N.W. Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Yogyakarta.

Sanchez, P.A., C.A. Palma, and S.W. Buol. 2003. Fertility Capability Soil
Classification: A Tool to Help Assess Soil Quality in The Tropics.
Geoderma 114:157-185.

Schroeder, D. 1984. Soils, Facts and Concepts. Int. Potash Inst. Bern. 140 h.

Siswanto. 2006. Evaluasi Sumberdaya Lahan. UPN Press. Surabaya.

Sudaryono., 2009. Tingkat Kesuburan Tanah Ultisol Pada Lahan Pertambangan


BatubaraSangatta, Kalimantan Timur. J. Tek. Ling 10 (3)

Widjaya Adhi. I. P. G., Nugroho, K. Ardi, D.S. Dan Karama, S.A. 1992. Sumberdaya
Lahan Rawa : Potensi Keterbatasan dan Pemanfaatan. Bogor.

Yamani, A. 2010. Kajian Tingkat Kesuburan Tanah Pada Hutan Lindung Gunung
Sebatung Kabupaten Kota Baru Kaliman Selatan. Jurnal Hutan Tropis 11
(29): 32.
LAMPIRAN

Lampiran 1. Peta Administrasi Desa Punggur Kecil

25
Lampiran 2. Data Curah Hujan (Milimeter) Kecamatan Kubu Raya Tahun 2009-2018

Bulan
Tahun Jumlah Rata-Rata
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
2009 198 16 116 458 51 73 114 238 155 312 528 432 2691 224.25
2010 251 274 447 67 138 227 367 207 323 260 270 321 3152 262.6667
2011 202 60 55 179 183 108 227 274 149 398 327 368 2530 210.8333
2012 148 109 90 233 250 118 251 70 67 301 296 475 2408 200.6667
2013 20 259 164 371 380 137 502 117 207 225 387 207 2976 248
2014 60 2 86 68 179 129 33 279 94 253 235 236 1654 137.8333
2015 156 145 163 310 441 364 114 146 7 171 295 262 2574 214.5
2016 453 227 195 39 335 211 235 52 179 270 171 385 2752 229.3333
2017 202 342 196 104 304 163 360 314 147 177 315 168 2792 232.6667
2018 319 57 374 274 584 423 63 53 245 285 256 421 3354 279.5
Jumlah 2009 1491 1886 2103 2845 1953 2266 1750 1573 2652 3080 3275 26883 2240.25
Rata-Rata 200.9 149.1 188.6 210.3 284.5 195.3 226.6 175 157.3 265.2 308 327.5 2688.3 224.025
Lampiran 3. Peta Topografi Desa Punggur Kecil

27
Lampiran 4. Peta Jenis Tanah Punggur Kecil
Lampiran 5. Peta Penggunaan Lahan Desa Punggur Kecil

29
Lampiran 6. Peta Tititk Pengamatan
Contoh Tanah Utuh Dengan Menggunakan Ring Sampel Kecil

1. Alat

- Silinder atau ring sampel, yaitu suatu alat yang terbuat dari besi tahan karet
(stainles steel) berbentuk silinder. Karena ada beberapa ukuran yang
berbeda-berbeda, maka disarankan untuk mengukur tinggi dan diameter
masing-masimg silinder setiap kali pemakaian. Tabel silinder harus
memenuhi syarat nisbah luas “areal ration” (AR) < 0,1 untuk mencegah
terjadinya tekanan mendatar. Nisbah adalah :

AR = D12– Dd2 / Dd2


Dimana :
D1 = Diameter luar
Dd = Diameter dalam

Berat tabung sudah diketahui. Tiap tabung silinder dilengkapi dengan


sepasang tutup plastik. Tempat menyimpan tabung silinder ini adalah peti
hkusus dengan ukuran yang disesuaikan dengan ukuran dan banyaknya
tabung.

- Sekop/Cangkul

- Pisau tajam dan tipis.

2. Cara kerja

- Ratakan dan bersihkan lapisan permukaan tanah yang akan diambil,


kemudian letakkan silinder tegak lurus pada lapisan atas.

- Gali tanah di sekeliling silinder dengan sekop.

- Kerat tanah di sekeliling silinder dengan piasu sampai mendekati


permukaan.

- Tekan silinder sampai tiga perempatan bagiannya masuk kedalam tanah.

- Letakkan silinder lain tepat diatas tabung pertama, kemudian tekan lagi
sampai bagian bawah silinder yang kedua ini masuk kedalam tanah kira-kira
1cm.

31
- Selinder beserta tanah didalamnya digali dengan sekop ataupun cangkul
atau pisau.

- Pisahkan silinder pertama dan kedua dengan hati-hati, kemudian potong


tanah kelebihan yang ada pada bagian atas dan bawah tabung sampai rata.

- Tutup tabung beserta tanahnya dengan tutup plastik untuk mencegah


penguapan.

Catatan :

Pengambilan contoh tanah utuh yang paling baik adalah sewaktu tanah
dalam keadaan kandungan air di sekitar kapasitas lapangan atau keadaan
lembab. Kalau tanah terlalu kering dianjurkan untuk menyiram tanah
dengan air satu hari sebelum pengambilan contoh tanah.

Apabilah tanahnya keras maka memasukan tabung kedalam tanah


dapat dipukul perlahan-lahan dan atas tabung harus memakai bantal kayu.
Masukan tabung kedalam tanah harus tetap tegak lurus dan jangan
bergoncang.

A. Pengambilan Contoh Tanah Komposit

1. Alat

- Cangkul

- Kantong plastik

2. Cara Kerja

- Gali tanah sampai kedalaman sesuai kebutuhan.

- Ambil tanah pada setiap titik pengamatan.

- Campurkan tanah dari seluruh titik pengamatan sesuai dengan


kedalamannya.

- Masukkan kedalam kantong plastik.


Lampiran 8. Prosedur Analisis Sifat Kimia Tanah di Laboratorium
A. Penetapan pH Tanah
1. Alat
- Botol kocok 100 ml
- Dispenser 50 ml/gelas ukur
- Mesin pengocok
- Labu semprot 500 ml
- pH meter
1. Pereaksi :
- Larutan buffer pH 7,0 dan pH 4,0
- KCl 1 M
- Larutkan 74,5 g KCl p.a. dengan air bebas ion hingga 1 l.
2. Cara Kerja
Timbang 10,00 g contoh tanah sebanyak dua kali, masing-masing
dimasukkan ke dalam botol kocok, ditambah 50 ml air bebas ion ke botol yang
satu (pH H2O) dan 50 ml KCl 1 M ke dalam botol lainnya (pH KCl). Kocok
dengan mesin pengocok selama 30 menit. Suspensi tanah diukur dengan pH
meter yang telah dikalibrasi menggunakan larutan sangga pH 7,0 dan pH
4,0.Laporkan nilai pH dalam satu desimal.
B. Penetapan Susunan Kation, Kapasitas Tukar Kation dan Kejenuhan
Basa Ekstrak NH4OAc 1M, pH 7,0
1. Alat :
- Tabung perkolasi
- Labu ukur 50 ml
- Labu ukur 100 ml
- Labu semprot
- Spektrofotometer UV-Vis
- SSA

23
2. Pereaksi
a. Perkolasi
- Amonium asetat 1 M, pH 7,0
Ditimbang 77,08 g serbuk NH4-Asetat p.a. ke dalam labu ukur 1
l.Tambahkan air bebas ion hingga serbuk melarut dan tepatkan 1 l.Atau
dapat pula dibuat dengan cara berikut: Dicampurkan 60 mlasam asetat
glasial dengan 75 ml amonia pekat (25%) dandiencerkan dengan air
bebas ion hingga sekitar 900 ml. pHcampuran diatur menjadi 7,00
dengan penambahan amonia atauasam asetat, kemudian diimpitkan tepat
1 l.
- Etanol 96%
- HCl 4 N
Sebanyak 33,3 ml HCl p.a. 37% dimasukkan ke dalam labu ukur 100ml
yang telah berisi sekitar 50 ml air bebas ion, kocok dan biarkandingin.
Tambahkan lagi air bebas ion hingga tepat 100 ml.
- NaCl 10%
Ditimbang 100 g NaCl, kemudian dilarutkan dengan air bebas
ion.Ditambahkan 4 ml HCl 4 N dan diimpitkan tepat 1 l.
- Pasir kuarsa bersih
- Filter pulp
b. Kation-kation dapat ditukar
- Amonium asetat 4 M, pH 7,0
Dibuat dengan cara yang sama seperti amonium asetat 1 M,
namunmenggunakan 4 x 77,08 g NH4-Asetat p.a.
- Standar pokok 1.000 ppm K
- Standar pokok 1.000 ppm Na
- Standar pokok 1.000 ppm Ca
- Standar pokok 1.000 ppm Mg
- Standar campur 250 ppm K, 100 ppm Na, 50 ppm Mg, 250 ppm Ca.
Dipipet masing-masing:
25,0 ml standar pokok 1.000 ppm K
10,0 ml standar pokok 1.000 ppm Na
5,0 ml standar pokok 1.000 ppm Mg
25,0 ml standar pokok 1.000 ppm Ca
- Dicampurkan dalam labu ukur 100 ml, ditambah 25 ml NH4-asetat 4M,
pH 7,0, kemudian diimpitkan.
- Deret standar campur K (0-250 ppm), Na (0-100 ppm), Ca (0-250 ppm),
dan Mg (0-50 ppm)
Dipipet standar campuran sebanyak 0; 1; 2; 4; 6; 8 dan 10 ml, masing-
masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan dijadikan 10 ml dengan
larutan NH4-Ac 1 M, pH 7.
- Larutan La 2,5%
Ditimbang 44,14 g LaCl3, dilarutkan dengan air bebas ion, kemudian
diimpitkan tepat 1 l.
- Larutan La 0,25%
Larutan La 2,5% diencerkan 10 x dengan air bebas ion.
c. KTK cara kolorimetri
- Larutan Fenol
Ditimbang 80 g serbuk NaOH p.a. dan dilarutkan dengan sekitar 500 ml
air bebas ion secara perlahan sambil diaduk. Setelah dingin ditambahkan
125 g serbuk Fenol, kemudian diencerkan dengan air bebas ion dan
diimpitkan sampai garis 1 l.
- Larutan sangga Tartrat
Ditimbang 80 g serbuk NaOH p.a. dan dilarutkan dengan sekitar 500 ml
air bebas ion. Setelah dingin tambahkan 50 g K, Na-tartrat dan aduk
hingga larut. Diimpitkan dengan air bebas ion sampai tepat 1 l.
- Natrium hipoklorit (NaOCl) 5%
- Standar pokok 2.500 m.e. NH4+ l-1
Ditimbang 16,500 g serbuk (NH4)2SO4 p.a. ke dalam labu ukur 100ml.
Larutkan dengan air bebas ion dan impitkan hingga tepat 100 ml.
- Standar NH4+ 0 dan 25 m.e. l-1
Dipipet standar 2500 m.e. NH4+ l-1 sebanyak 1 ml, dimasukkan kedalam
labu ukur 100 ml. Tambahkan 10 ml etanol 96% dandiimpitkan dengan

25
larutan NaCl 10%. Dengan cara yang sama, tapitanpa pemipetan larutan
standar dibuat standar 0.
- Deret standar 0 – 25 m.e. NH4+ l-1
Dipipet ke dalam tabung reaksi masing-masing 0; 1; 2; 4; 6; 8 dan10 ml
standar 25 me NH4+. Tambahkan standar 0 hingga semuanyamenjadi 10
ml.
3. Cara Kerja
Ditimbang 2,5 g contoh tanah ukuran > 2 mm, lalu dicampur dengan
lebih kurang 5 g pasir kuarsa. Dimasukkan ke dalam tabung perkolasi yang
telahdilapisi berturut-turut dengan filter pulp dan pasir terlebih dahulu (filter
pulp digunakan seperlunya untuk menutup lubang pada dasar tabung,
sedangkan pasir kuarsa sekitar 2,5 g) dan lapisan atas ditutup
denganpenambahan 2,5 g pasir. Ketebalan setiap lapisan pada sekeliling tabung
diupayakan supaya sama. Siapkan pula blanko dengan pengerjaan seperti
contoh tapi tanpa contoh tanah. Kemudian diperkolasi dengan amonium acetat
pH 7,0 sebanyak 2 x 25 ml dengan selang waktu 30 menit. Filtrat ditampung
dalam labu ukur 50 ml, diimpitkan dengan amonium acetat pH 7,0 untuk
pengukuran kationdd: Ca, Mg, K, dan Na (S). Tabung perkolasi yang masih
berisi contoh diperkolasi dengan 100 ml etanol 96% untuk menghilangkan
kelebihan amonium dan perkolat ini dibuang. Sisa etanol dalam tabung
perkolasi dibuang dengan pompa isap dari bawah tabung perkolasi atau pompa
tekan dari atas tabung perkolasi. Selanjutnya diperkolasi dengan NaCl 10%
sebanyak 50 ml, filtrat ditampung dalam labu ukur 50 ml dan diimpitkan
dengan larutan NaCl 10%. Filtrat ini digunakan untuk pengukuran KTK
dengan cara destilasi atau kolorimetri.
a. Pengukuran kationdd (Ca, Mg, K, Na)
Perkolat NH4-Ac (S) dan deret standar K, Na, Ca, Mg masing-
masingdipipet 1 ml ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 9 ml
larutan La0,25% dan dikocok hingga homogen. Diukur dengan SSA cara
absorpsi (untukCa dan Mg) dan cara emisi (untuk K dan Na) menggunakan
deret standarsebagai pembanding.
b. Pengukuran KTK
Pengukuran KTK dapat dilakukan dengan cara destilasi langsung,
destilasi perkolat NaCl dan kolorimetri perkolat NaCl.
- Destilasi langsung
Pada cara destilasi langsung, dikerjakan seperti penetapan N-
Kjeldahl tanah. Isi tabung perkolasi (setelah selesai tahap pencucian
dengan etanol) dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu didih.
Gunakan air bebas ion untuk membilas tabung perkolasi. Tambahkan
sedikit serbuk batu didih dan air bebas ion hingga setengah volume labu.
Disiapkan penampung untuk NH3 yang dibebaskan yaitu erlenmeyer
yang berisi 10 ml asam borat 1% yang ditambah tiga tetes indikator
Conway (berwarna merah) dan dihubungkan dengan alat destilasi.
Dengan gelas ukur, tambahkan NaOH 40% sebanyak 10 ml ke dalam
labu didih yang berisi contoh dan secepatnya ditutup. Didestilasi hingga
volume penampung mencapai 50–75 ml (berwarna hijau). Destilat
dititrasi dengan H2SO40,050 N hingga warnamerah muda. Catat volume
titar contoh (Vc) danblanko (Vb).
- Destilasi perkolat
Cara destilasi perkolat dilakukan dengan memipet 10 ml perkolat
NaCl kedalam labu didih dan tambahkan 1 ml parafin cair untuk
menghilangkanbuih. Selanjutnya dikerjakan dengan cara yang sama
seperti cara destilasilangsung.
- Kolorimetri
Pengukuran NH4+ (KTK) dapat pula ditetapkan dengan metode
BiruIndofenol. Pipet masing-masing 0,5 ml perkolat NaCl dan deret
standarNH4+ (0; 2,5; 5; 10; 15; 20 dan 25 m.e.l-1) ke dalam tabung reaksi.
Kedalam setiap tabung tambahkan 9,5 ml air bebas ion. Pipet ke dalam
tabung reaksi lain masing-masing 2 ml ekstrak encer dan deret standar.
Tambahkan berturut-turut larutan sangga Tartrat dan Na-fenat masing-
masing sebanyak4 ml, kocok dan biarkan 10 menit. Tambahkan 4 ml
NaOCl 5%, kocok dan diukur dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 636 nm setelah10 menit sejak pemberian pereaksi ini.

27
4. Perhitungan
a. Kationdd (cmol (+)kg-1) (S)

= (ppm kurva/bst kation) x ml ekstrak/1.000 ml x 1.000 g (g contoh)-1 x 0,1 x


fp x fk

= (ppm kurva/bst kation) x 50 ml (1.000 ml)-1 x 1.000 g (2,5 g)-1x0,1xfp x fk

= (ppm kurva/bst kation) x 2 x fp x fk

c. Kapasitas tukar kation (T)


Cara destilasi langsung:
KTK (cmol (+) kg-1) = (Vc - Vb) x N H2SO4 x 0,1 x 1.000 g (2,5 g)-1xfk=
(Vc - Vb) x N H2SO4 x 40 x fk
Cara destilasi perkolat:
KTK (cmol (+) kg-1) = (Vc - Vb) x N H2SO4 x 0,1 x 1.000 g (2,5g)-1x50ml10
ml-1 x fk= (Vc - Vb) x N H2SO4 x 200 x fk

Cara kolorimetri:

KTK (cmol (+) kg-1) = m.e. kurva x 50 ml (1.000 ml)-1 x 1.000 g (2,5g)-
1
x0,1 x fp x fk= m.e. kurva x 2 x fp x fk

Kejenuhan basa = S/T x 100 %

Keterangan:

ppm kurva = kadar contoh yang didapat dari kurva hubungan antara
kadar deret standar dengan pembacaannya setelah dikoreksi blanko.

0,1 = faktor konversi dari m.e. ke cmol(+)


bst kation = bobot setara: Ca: 20; Mg: 12, 15; K: 39; Na: 23
fp = faktor pengenceran (bila ada)
fk = faktor koreksi kadar air = 100/(100 – % kadar air)
S = jumlah basa-basa tukar (cmol(+)kg-1)
T = kapasitas tukar kation (cmol(+)kg-1)
C. Penetapan Karbon Organik
1. Alat :
- Neraca analitik
- Spektrofotometer
- Labu ukur 100 ml
- Dispenser 10 ml
2. Pereaksi :
- Asam sulfat pekat
- Kalium dikromat 1 N
Dilarutkan 98,1 g kalium dikromat dengan 600 ml air bebas ion dalam piala
gelas, ditambahkan 100 ml asam sulfat pekat, dipanaskan hingga larut
sempurna, setelah dingin diencerkan dalam labu ukur 1 l dengan air bebas
ion sampai tanda garis.
- Larutan standar 5.000 ppm C
Dilarutkan 12,510 g glukosa p.a. dengan air suling di dalam labu ukur 1 l
dan diimpitkan
3. Cara kerja
Ditimbang 0,500 g contoh tanah ukuran < 0,5 mm, dimasukkan ke
dalam labu ukur 100 ml. Ditambahkan 5 ml K2Cr2O7 1 N, lalu dikocok.
Ditambahkan 7,5 ml H2SO4 pekat, dikocok lalu diamkan selama 30 menit.
Diencerkan dengan air bebas ion, biarkan dingin dan diimpitkan.
Keesokan harinya diukur absorbansi larutan jernih dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 561 nm. Sebagai pembanding
dibuat standar 0 dan 250 ppm, dengan memipet 0 dan 5 ml larutan standar
5.000 ppm ke dalam labu ukur 100 ml dengan perlakuan yang sama dengan
pengerjaan contoh.
4. Perhitungan
Kadar C-organik (%)

= ppm kurva x ml ekstrak/1.000 ml x 100/mg contoh x fk

= ppm kurva x 100/1.000 x 100/500 x fk

= ppm kurva x 10/500 x fk

29
Keterangan:

ppm kurva = kadar contoh yang didapat dari kurva hubungan antara
kadar deret standar dengan pembacaannya setelah
dikoreksi blanko.

100 = konversi ke %

Fk = faktor koreksi kadar air = 100/(100 – % kadar air)

D. Penetapan Fosfor Tersedia Metode Bray I


1. Alat :
- Dispenser 25 ml
- Dispenser 10 ml
- Tabung reaksi
- Pipet 2 ml
- Kertas saring
- Botol kocok 50 ml
- Mesin pengocok
- Spektrofotometer
2. Pereaksi
- HCl 5 N
Sebanyak 416 ml HCl p.a. pekat (37 %) dimasukkan dalam labu ukur
1.000 ml yang telah berisi sekitar 400 ml air bebas ion, kocok dan biarkan
menjadi dingin. Tambahkan lagi air bebas ion hingga 1.000 ml.
- Pengekstrak Bray dan Kurts I (larutan 0,025 N HCl + NH4F 0,03 N)
Ditimbang 1,11 g hablur NH4F, dilarutkan dengan lebih kurang 600 ml
air bebas ion, ditambahkan 5 ml HCl 5 N, kemudian diencerkan sampai
1 l.
- Pereaksi P pekat
Larutkan 12 g (NH4)6 Mo7O24.4H2O dengan 100 ml air bebas ion dalam
labu ukur 1 l. Tambahkan 0,277 g H2O (SbO)C4H4O6 0,5 K dan secara
perlahan 140 ml H2SO4 pekat. Jadikan 1 l dengan air bebas ion.
- Pereaksi pewarna P
Campurkan 1,06 g asam askorbat dan 100 ml pereaksi P pekat, kemudian
dijadikan 1 l dengan air bebas ion. Pereaksi P ini harus selalu dibuat baru.
- Standar induk 1.000 ppm PO4 (Titrisol)
Pindahkan secara kuantitatif larutan standar induk PO4 Titrisol di dalam
ampul ke dalam labu ukur 1 l. Impitkan dengan air bebas ion sampai
dengan tanda garis, kocok.
- Standar induk 100 ppm PO4
Pipet 10 ml larutan standar induk 1.000 ppm PO4 ke dalam labu 100 ml.
Impitkan dengan air bebas ion sampai dengan tanda garis lalu kocok.
- Deret standar PO4(0-20 ppm)
Pipet berturut-turut 0; 2; 4; 8; 12; 16; dan 20 ml larutan standar 100 ppm
PO4 ke dalam labu ukur 100 ml, diencerkan dengan pengekstrak Olsen
hingga 100 ml.
3. Cara Kerja
Ditimbang 2,5 g contoh tanah < 2 mm, ditambah pengekstrak Bray
dan Kurt I sebanyak 25 ml, kemudian dikocok selama 5 menit. Disaring
dan bilalarutan keruh dikembalikan ke atas saringan semula (proses
penyaringan maksimum 5 menit). Dipipet 2 ml ekstrak jernih ke dalam
tabung reaksi. Contoh dan deret standar masing-masing ditambah pereaksi
pewarna fosfat sebanyak 10 ml, dikocok dan dibiarkan 30 menit. Diukur
absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 889 nm.
4. Perhitungan
Kadar P2O5 tersedia (ppm)
= ppm kurva x ml ekstrak/1.000 ml x 1.000 g (g contoh)-1 x fp x
142/190 x fk

= ppm kurva x 25/1.000 x 1.000/2,5 x fp x 142/190 x fk

= ppm kurva x 10 x fp x 142/190 x fk

Keterangan:

ppm kurva = kadar contoh yang didapat dari kurva hubungan antara kadar
deret standar dengan pembacaannya setelah dikoreksi
blanko.

31
Fp = faktor pengenceran (bila ada)

142/190 = faktor konversi bentuk PO4 menjadi P2O5

Fk = faktor koreksi kadar air = 100/(100 – % kadar air)

E. Penetapan K-dd
1. Alat :
- Neraca analitik
- Spektrofotometer
- Labu ukur 100 ml
- Dispenser 10 ml
- Pipet volume 5 ml
2. Pereaksi
- Asam sulfat pekat
- Kalium dikromat 1 N
Larutkan 98,1 g kalium dikromat dengan 600 ml air bebas ion dalam
piala gelas, tambahkan 100 ml asam sulfat pekat, panaskan hingga larut
sempurna, setelah dingin diencerkan dalam labu ukur 1 l dengan air bebas
ion sampai tanda garis.
- Larutan standar 5.000 ppm C
Larutkan 12,510 g glukosa p.a. dengan air suling di dalam labu ukur 1 l
dan diimpitkan.
3. Cara Kerja
Timbang 0,500 g contoh tanah ukuran <0,5 mm, dimasukkan ke
dalam labu ukur 100 ml. Tambahkan 5 ml K2Cr2O7 1 N, lalu dikocok.
Tambahkan 7,5 ml H2SO4 pekat, dikocok lalu diamkan selama 30 menit.
Diencerkan dengan air bebas ion, biarkan dingin dan diimpitkan.
Keesokan harinya diukur absorbansi larutan jernih dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 561 nm. Sebagai pembanding
dibuat standar 0 dan 250 ppm, dengan memipet 0 dan 5 ml larutan standar
5.000 ppm ke dalam labu ukur 100 ml dengan perlakuan yang sama dengan
pengerjaan contoh.
4. Perhitungan
Dihitung dengan menggunakan metode Walkley and Black dengan rumus
sebagai berikut:
1 100+𝐾𝐴
C-organik (%) = (b-t) x N FeSO4 x 0.3896 x 𝑤 𝑥 100
B.O = C-organik𝑥 1,724

Dimana :
C-organik : Karbon Organik (%)
b : ml FeSO4 titar blanko (ml)
t : ml FeSO4 titar contoh (ml)
N : Normalitas FeSO4
w : Bobot contoh tanah (gram)
KA : Kadar Air (%)
B.O : Bahan Organik (gram)
F. Penetapan P dan K Ekstrak HCl 25%
1. Alat :
- Botol kocok
- Mesin kocok bolak-balik
- Alat sentrifus
- Tabung reaksi
- Dispenser 10 ml
- Pipet volume 0,5 ml
- Pipet volume 2 ml
- Pipet ukur 10 ml
- Spektrofotometer UV-VIS
- SSA
2. Pereaksi :
- HCl 25 %
Encerkan 675,68 ml HCl pekat (37%) dengan air bebas ion menjadi 1 l.
- Pereaksi P pekat
Larutkan 12 g (NH4)6 Mo7O24. 4H2O dengan 100 ml air bebas ion dalam
labu ukur 1 l. Tambahkan 0,277 g H2O (SbO) C4H4O6 0,5 K dan secara
perlahan 140 ml H2SO4 pekat. Jadikan 1 l dengan air bebas ion.

33
- Pereaksi pewarna P
Campurkan 1,06 g asam askorbat dan 100 ml pereaksi P pekat, pereaksi P
ini harus selalu dibuat baru.
- Standar induk 1.000 ppm PO4 (Titrisol)
Pindahkan secara kuantitatif larutan standar induk PO4 Titrisol di dalam
ampul ke dalam labu ukur 1 l. Impitkan dengan air bebas ion sampai dengan
tanda garis, kocok.
- Standar induk 200 ppm PO4
Pipet 50 ml standar induk PO4 1.000 ppm Titrisol ke dalam labu 250 ml.
Impitkan dengan air bebas ion sampai dengan tanda garis lalu kocok.
- Standar induk 1.000 ppm K (Titrisol)
Pindahkan secara kuantitatif larutan standar induk K Titrisol di dalam
ampul ke dalam labu ukur 1.000 ml. Impitkan dengan air bebas ion sampai
dengan tanda garis lalu kocok.
 Standar 200 ppm K Pipet 50 ml dari standar induk 1.000 ppm K ke
dalam labu ukur 250 ml.Impitkan dengan air bebas ion sampai dengan
tanda garis lalu kocok.
 Deret standar PO4 (0; 4; 8; 16; 24; 32; dan 40 ppm) Pipet berturut turut
0; 2; 4; 8; 12; 16 dan 20 ml standar 200 ppm PO4 kedalam labu ukur
100 ml. Masing-masing ditambah 5 ml HCl 25% dan air bebas ion
hingga tanda garis lalu kocok.
 Deret standar K (0; 2; 4; 8; 12; 16; dan 20 ppm) Pipet berturut turut 0;
1; 2; 4; 6; 8; 10 ml standar 200 ppm K ke dalam labu ukur 100 ml.
Masing-masing ditambah 5 ml HCl 25% dan air bebas ion hingga tanda
g.
3. Cara Kerja
Timbang 2,000 g contoh tanah ukuran < 2 mm, dimasukkan ke dalam
botol kocok dan ditambahkan 10 ml HCl 25% lalu kocok dengan mesin kocok
selama 5 jam. Masukan ke dalam tabung reaksi dibiarkan semalam atau
disentrifuse. Pipet 0,5 ml ekstrak jernih contoh ke dalam tabung reaksi.
Tambahkan 9,5 ml air bebas ion (pengenceran 20 x) dan dikocok. Pipet 2 ml
ekstrak contoh encer dan deret standar masing-masing dimasukkan ke dalam
tabung reaksi, kemudian ditambahkan 10 ml larutan pereaksi pewarna P dan
dikocok. Dibiarkan selama 30 menit, lalu ukur absorbansinya dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 889 nm. Untuk kalium, ekstrak
contoh encer dan deret standar K diukur langsung dengan alat SSA secara
Emisi.
4. Perhitungan
Kadar P potensial (mg P2O5 100 g-1)
= ppm kurva x (ml ekstrak/1.000 ml) x 100 g (g contoh)-1 x fp x
(142/190)xfk

= ppm kurva x 10/1.000 x 100/2 x 20 x 142/190 x fk

= ppm kurva x 10 x 142/190 x fk

Kadar K potensial (mg K2O 100 g-1)


= ppm kurva x 10 x 94/78 x fk

Keterangan:

ppm kurva = kadar contoh yang didapat dari kurva hubungan antara kadar
deret standar dengan pembacaannya setelah dikoreksi
blanko.

fk = faktor koreksi kadar air = 100/(100 – % kadar air)

fp = faktor pengenceran (20)

142/190 = faktor konversi bentuk PO4 menjadi P2O5

94/78 = faktor konversi bentuk K menjadi K2O

G. Penetapan Nitrogen Kjeldahl


1. Alat :
- Neraca analitik tiga desimal
- Tabung digestion & blok digestion
- Labu didih 250 ml
- Erlenmeyer 100 ml bertera
- Buret 10 ml

35
- Pengaduk magnetik
- Dispenser
- Tabung reaksi
- Pengocok tabung
- Alat destilasi atau Spektrofotometer
2. Pereaksi
a. Destruksi :
- Asam sulfat pekat (95-97 %)
- Campuran selen p.a. (tersedia di pasaran) atau
Dibuat dengan mencampurkan 1,55 g CuSO4 anhidrat, 96,9 g Na2SO4
anhidrat dan 1,55 g selen kemudian dihaluskan.
b. Destilasi :
- Asam borat 1%
Dilarutkan 10 g H3BO3 dengan 1 l air bebas ion.
- Natrium Hidroksida 40%
Dilarutkan 400 g NaOH dalam piala gelas dengan air bebas ion 600 ml,
setelah dingin diencerkan menjadi 1 l.
- Batu didih
Dibuat dari batu apung yang dihaluskan.
- Penunjuk Conway
Dilarutkan 0,100 g merah metil (metil red) dan 0,150 g hijau bromkresol
(bromcresol green) dengan 200 ml etanol 96%.
- Larutan baku asam sulfat 1N (Titrisol)
- H2SO4 4 N
Masukan 111 ml H2SO4 p.a. pekat (95-97%) sedikit demi sedikit melalui
dinding labu labu ukur 1.000 ml yang telah berisi sekitar 700 ml air bebas
ion, kocok dan biarkan menjadi dingin. Tambahkan lagi air bebas ion
hingga 1.000 ml, kocok.
- Larutan baku asam sulfat 0,050 N Pipet 50 ml larutan baku H2SO4 1 N
Titrisol ke dalam labu ukur 1 l. Encerkan dengan air bebas ion hingga 1
l. Atau: Pipet 12,5 ml asam sulfat 4 N ke dalam labu ukur 1 l. Diencerkan
sampai 1 l dengan air bebas ion, kocok. Kenormalannya ditetapkan
dengan bahan baku boraks.
c. Spektrofotometri :
- Standar 0
Encerkan ekstrak blanko dengan air bebas ion menjadi 50 ml. Jumlah
blanko yang dikerjakan disesuaikan dengan volume standar 0 yang
diperlukan.
- Standar pokok 1.000 ppm N
Timbang 4,7143 serbuk (NH4)2SO4 p.a. (yang telah dikeringkan pada 100
oC selama 4 jam) ke dalam labu ukur 1 l. Tambahkan air bebas ion hingga
tepat 1 l dan kocok hingga larutan homogen.
 Standar 20 ppm N
Buat dengan memipet 2 ml standar pokok 1.000 ppm N ke dalam
labu
ukur 100 ml dan diencerkan dengan standar 0 hingga tepat 100 ml.
 Deret standar 0-20 ppm N
Pipet 0; 1; 2; 4; 6; 8 dan 10 ml standar N 20 ppm masing-masing ke
dalam tabung reaksi. Tambahkan standar 0 hingga semuanya
menjadi
10 ml. Deret standar ini memiliki kepekatan 0; 2; 4; 8; 12; 16 dan 20
ppm N. Lakukan pengocokan pada setiap pencampuran.
 Larutan Na-fenat
Timbang 100 g serbuk NaOH p.a. dan dilarutkan secara perlahan
sambil diaduk dengan sekitar 500 ml air bebas ion di dalam labu ukur
1 l. Setelah dingin tambahkan 125 g serbuk fenol dan aduk hingga
larut. Diencerkan dengan air bebas ion sampai 1 l.
 Larutan sangga Tartrat
Timbang 50 g serbuk NaOH p.a. dan dilarutkan secara perlahan
sambil diaduk dengan sekitar 500 ml air bebas ion di dalam labu ukur
1 l. Setelah dingin tambahkan 50 g serbuk K, Na-tartrat dan aduk
hingga larut. Encerkan dengan air bebas ion sampai 1 l.
 Natrium hipoklorit (NaOCl) 5 %

37
3. Cara Kerja
a. Destruksi contoh
Ditimbang 0,5 g contoh tanah ukuran < 0,5 mm, dimasukkan ke
dalam tabung digest. Ditambahkan 1 g campuran selen dan 3 ml asam
sulfat pekat, didestruksi hingga suhu 350 oC (3-4 jam). Destruksi selesai
bila keluar uap putih dan didapat ekstrak jernih (sekitar 4 jam). Tabung
diangkat, didinginkan dan kemudian ekstrak diencerkan dengan air bebas
ion hingga tepat 50 ml. Kocok sampai homogen, biarkan semalam agar
partikel mengendap. Ekstrak digunakan untuk pengukuran N dengan cara
destilasi atau cara kolorimetri.
b. Pengukuran N
- Pengukuran N dengan cara destilasi
Pindahkan secara kualitatif seluruh ekstrak contoh ke dalam labu
didih (gunakan air bebas ion dan labu semprot). Tambahkan sedikit
serbuk batu didih dan aquades hingga setengah volume labu. Disiapkan
penampung untuk NH3 yang dibebaskan yaitu erlenmeyer yang berisi
10 ml asam borat 1% yang ditambah tiga tetes indikator Conway
(berwarna merah) dan dihubungkan dengan alat destilasi. Dengan gelas
ukur, tambahkan NaOH 40% sebanyak 10 ml ke dalam labu didih yang
berisi contoh dan secepatnya ditutup. Didestilasi hingga volume
penampung mencapai 50–75 ml (berwarna hijau). Destilatdititrasi
dengan H2SO40,050 N hingga warna merah muda. Catat volume titar
contoh (Vc) dan blanko (Vb).
- Pengukuran N dengan spektrofotometer
Pipet ke dalam tabung reaksi masing-masing 2 ml ekstrak dan deret
standar. Tambahkan berturut-turut larutan sangga Tartrat dan Na-fenat
masin-gmasing sebanyak 4 ml, kocok dan biarkan 10 menit.
Tambahkan 4 ml NaOCl 5 %, kocok dan diukur dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 636 nm setelah 10 menit
sejak pemberian pereaksi ini.
4. Perhitungan
Cara destilasi :

Kadar nitrogen (%) = (Vc - Vb) x N x bst N x 100/mg contoh x fk

= (Vc - Vb) x N x 14 x 100/500 x fk

= (Vc - Vb) x N x 2,8 x fk

Keterangan :

V c, b = ml titar contoh dan blanko N = normalitas larutan baku H2SO4

14 = bobot setara nitrogen

100 = konversi ke %

fk = faktor koreksi kadar air = 100/(100 – % kadar


air)

Cara Spektrofotometri :

Kadar Nitrogen (%) = ppm kurva x ml ekstrak/1.000 ml x 100/mg contoh x fp


x fk

= ppm kurva x 50/1.000 x 100/500 x fp x fk

= ppm kurva x 0,01 x fp x fk

Keterangan:

ppm kurva = kadar contoh yang didapat dari kurva hubungan antara
kadar deret standar dengan pembacaannya setelah
dikoreksi blanko.

100 = konversi ke %

Fp = faktor pengenceran (bila ada)

Fk = faktor koreksi kadar air = 100/(100 – % kadar air)

39
Lampiran 9. Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah
LPT (Lembaga Penelitian Tanah), 1983

Sangat
Sifat tanah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
Rendah
< 4.5 9 7.6-8.5 > 8.5
4.4-5.5
pH H20 Sangat 5.5 -6.5 Agak
Masam Alkalis
Masam Alkalis
C% < 1.00 1.00-2.00 2.01-3.00 3.10-5.00 < 5.00
N% < 0.10 0.10-0.20 0.21-0.50 0.51-0.75 < 0.75
C/N <5 5-10 11-15 16-25 < 25
< 10 10-20 21-40 41-60 < 60
P2O5HCL 25 (mg/100 gr)
< 4.4 4.4-8.8 9.2-17.5 17.9-26.2 < 26.2
< 10 10-15 16-25 26-35 < 35
P-bray-19 (ppm P)
< 4.4 4.4-6.6 7.0-11.0 11.4-15.3 < 15.3
< 10 10-25 26-45 46-60 < 60
P-Olsen (ppm P)
< 4.4 4.4-11.0 11.4-19.6 20.1-26.2 < 26.2
< 10 10-20 21-40 41-60 < 60
K2O HCL 25 % (mg/100)
<8 8-17 18-33 34-50 < 50
Kation-Kation Basah
K (me/100 gr) < 0.1 0.1-0.2 0.3-0.5 0.6-1.0 < 1.0
Na (me/100 gr) < 0.1 0.1-03 0.4-0.7 0.8-1.0 < 1.0
Ca (me/100 gr) <2 2-5 6-10 11-20 < 20
Mg (me/100 gr) < 0.4 0.4-1.0 1.1-2.0 2.1-8.0 < 8.0
KTK (CFC) me/100 gr
<5 5-16 17-24 25-40 < 40
tanah
Kej. Al % < 10 10-20 21-30 31-60 < 60
KB % < 20 20-35 36-50 51-70 < 70
EC ---- <8 8-15 > 15 ----
Sangat
Sifat tanah Rendah Sedang Tinggi Sanggat tinggi
Rendah

40
Lampiran 10. Kombinasi Sifat Kimia Tanah dan Kesuburan Tanah

NO KTK KB P2O, K2O, C organik Status Kesuburan


1 T T 2 T Tanpa R Tinggi
2 T T 2 T Dengan R Sedang
3 T T 2 S Tanpa R Tinggi
4 T T 2 S Dengan R Sedang
5 T T TSR Sedang
6 T T 2 R Dengan T Sedang
7 T S 2 R Dengan S Rendah
8 T S 2 T Tanpa R Tinggi
9 T S 2 T Dengan R Sedang
10 T S 2 S Tanpa R Sedang
11 T S Kombinasi Lain Rendah
12 T R 2 T Tanpa R Sedang
13 T R 2 T Dengan R Rendah
14 T R Kombinasi Lain Rendah
15 S T 2 T Tanpa R Sedang
16 S T 2 T Dengan R Sedang
17 S T Kombinasi Lain Rendah
18 S S 2 T Tanpa R Sedang
19 S S 2 T Dengan R Sedang
20 S S Kombinasi Lain Rendah
21 S R 3T Sedang
22 S R Kombinasi Lain Rendah
23 R T 2 T Tanpa R Sedang
24 R T 2 T Dengan R Rendah
25 R T 2 S Tanpa R Sedang
26 R T Kombinasi Lain Rendah
27 R S 2 T Tanpa R Sedang
28 R S Kombinasi Lain Rendah
29 R R Semua Kombinasi Rendah
30 SR TSR Semua Kombinasi Sangat Rendah

SR/R/S/T/SR/TSR = Sangat Rendah/Rendah/Sedang/Tinggi/Tinggi/Sedang Rendah

41
Lampiran 1. Lokasi Penelitian
1. Kebun Campuran

2. Kebun Langsat

3. Lahan Sawah

Anda mungkin juga menyukai