Oleh :
Meita Ultrani Tangkudung
Dosen :
Prof.DR.Drg.Burhanuddin dg. Pasiga., M.Kes
BAB 1 PENDAHULUAN
Pembahasan.....................................................................................................23
BAB 4 PENUTUP
Kesimpulan......................................................................................................25
Saran................................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
teman. Sebagai balasan atas kehormatan yang diberikan masyarakat dan kepercayaan yang
diberikan oleh pasien, maka profesi kesehatan harus membangun standar perilaku yang tinggi
untuk anggotanya dan prosedur pendisiplinan dalam menyelidiki tuduhan adanya tindakan
yang tidak benar dan jika perlu menghukum yang berbuat salah. Kewajiban untuk melaporkan
kolega yang melakukan tindakan yang tidak kompeten, mencelakakan, perbuatan tidak
senonoh ditekankan dalam Kode Etik Kedokteran Internasional yang dikeluarkan oleh WMA
menyatakan: ”Dokter harus berusaha keras untuk menyatakan kekurangan karakter dan
kompetensi dokter ataupun yang terlibat dalam penipuan atau kecurangan”. Penerapan prinsip
ini tidaklah mudah, di satu sisi seorang dokter mungkin menyerang reputasi koleganya karena
motif yang tidak benar seperti karena rasa iri atau terhina oleh koleganya. Dokter juga merasa
sungkan atau ragu untuk melaporkan tindakan koleganya yang tidak benar karena simpati atau
persahabatan. Konsekuensi pelaporan tersebut dapat berakibat kurang baik bagi yang melapor,
yang tertuduh atau bahkan dari kolega lain.(4)
Berdasarkan hasil rontgen foto dan pemeriksaan klinis, dokter gigi melakukan
penjelasan mengenai pilihan perawatan apa saja yang cocok untuk kasus pasien, dimulai dari
rencana perawatan saluran akar, mengenai kesediaan waktu yang harus dipenuhi dan biaya
perawatan, serta tindakan alternatif lain dengan melakukan mumifikasi. Setelah mendapatkan
penjelasan rencana perawatan, pasien mempertimbangkan dan memutuskan untuk menolak
dilakukan perawatan saluran akar dan meminta untuk dirujuk ke RSGM dengan memanfaatkan
fasilitas BPJS.
Setelah melengkapi rekam medik, dokter gigi memberikan informed consent dan surat
rujukan ke RSGM untuk dilakukan tindakan lanjutan setelah mumifikasi. Sebulan kemudian
pasien datang kembali dengan keluhan rasa sakit yang lebih hebat. Setelah dijelaskan oleh
dokter gigi spesialis yang bersangkutan, pasien merasa tidak terima dengan hasil kerja dokter
gigi spesialis tersebut dan pasien pun melakukan komplain walaupun dokter gigi tersebut sudah
meminta maaf dan menjelaskan dengan baik dan sopan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
KOMUNIKASI TERAPEUTIK
Komunikasi merupakan suatu proses yang melibatkan source atau komunikator,
message atau pesan, dan komunikan atau receiver. Pesan ini mengalir melalui suatu media
yang kemudian dalam prosesnya bisa terjadi berbagai hambatan, inilah yang biasa dikenal
dengan noise. Manusia senantiasa mengadakan komunikasi karena manusia membutuhkan
transaksi dalam hidup ini. Modus utama sebuah komunikasi adalah transaksional, karenanya
1. Komunikasi hanya bisa terjadi apabila terdapat pertukaan pengalaman yang sama antara
pihak-pihak yang terlibat dalam proses komunikasi. Artinya informasi yang disampaikan
mampu ditangkap oleh si penerima pesan dengan sempurna.
2. Jika daerah tumpang tindih menyebar dan menutupi lingkaran tersebut, maka makin besar
kemungkinannya tercipta suatu proses komunikasi yang mengena.
3. Jika daerah tumpang tindih mengecil dan menjauhi sentuhan kedua lingkaran, atau
cenderung mengisolasi lingkaran masing-masing, maka komunikasi yang terjadi sangat
terbatas. Bahkan besar kemungkinan gagal dalam menciptakan komunikasi yang efektif.
Secara sederhana, prinsip komunikasi adalah bagaimana pesan kita sampai pada penerima
pesan. (6)
5. Pasal 8
Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 Konsil
Kedokteran Indonesia mempunyai wewenang :
1. Menyetujui dan menolak permohonan registrasi dokter dan dokter gigi;
2. Menerbitkan dan mencabut surat tanda registrasi dokter dan dokter gigi;
3. Mengesahkan standar kompetensi dokter dan dokter gigi;
4. Melakukan pengujian terhadap persyaratan registrasi dokter dan dokter gigi;
5. Mengesahkan penerapan cabang ilmu kedokteran dan kedokteran gigi;
6. Melakukan pembinaan bersama terhadap dokter dan dokter gigi mengenai
pelaksanaan etika profesi yang ditetapkan oleh organisasi profesi; dan
7. Melakukan pencatatan terhadap dokter dan dokter gigi yang dikenakan sanksi
oleh organisasi profesi atau perangkatnya karena melanggar ketentuan etika
profesi.
15. Pasal 53
Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai
kewajiban :
1. Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah
kesehatannya;
2. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi;
3. Mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan; dan
4. Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.
5. Pasal 59
(1) Keanggotaan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia terdiri atas
3 (tiga) orang dokter dan 3 (tiga) orang dokter gigi dari organisasi profesi
masing-masing, seorang dokter dan seorang dokter gigi mewakili asosiasi
rumah sakit, dan 3 (tiga) orang sarjana hukum.
(2) Untuk dapat diangkat sebagai anggota Majelis Kehormatan Disiplin
Kedokteran Indonesia harus dipenuhi syarat sebagai berikut :
1. warga negara Republik Indonesia;
2. sehat jasmani dan rohani;
3. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia;
4. berkelakuan baik;
5. berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun dan paling tinggi 65
(enam puluh lima) tahun pada saat diangkat;
6. bagi dokter atau dokter gigi, pernah melakukan praktik kedokteran paling
sedikit 10 (sepuluh) tahun dan memiliki surat
tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi;
7. bagi sarjana hukum, pernah melakukan praktik di bidang hukum paling
sedikit 10 (sepuluh) tahun dan memiliki pengetahuan di bidang hukum
kesehatan; dan
8. cakap, jujur, memiliki moral, etika, dan integritas yang tinggi serta
memiliki reputasi yang baik.
6. Pasal 64
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia bertugas :
a. Menerima pengaduan, memeriksa, dan memutuskan kasus pelanggaran
disiplin dokter dan dokter gigi yang diajukan; dan
b. Menyusun pedoman dan tata cara penanganan kasus pelanggaran disiplin
dokter atau dokter gigi.
7. Pasal 65
Segala pembiayaan kegiatan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia
dibebankan kepada anggaran Konsil Kedokteran Indonesia.
8. Pasal 66 Pengaduan
(1) Setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan
dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat
mengadukan secara tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin
Kedokteran Indonesia.
(2) Pengaduan sekurang-kurangnya harus memuat :
1. identitas pengadu;
2. nama dan alamat tempat praktik dokter atau dokter gigi dan waktu
tindakan dilakukan; dan
3. alasan pengaduan.
(3) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghilangkan
hak setiap orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak
yang berwenang dan/atau menggugat kerugian perdata ke pengadilan.
9. Pasal 67 Pemeriksaan
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia memeriksa dan memberikan
keputusan terhadap pengaduan yang berkaitan dengan disiplin dokter dan dokter gigi.
10. Pasal 68
Apabila dalam pemeriksaan ditemukan pelanggaran etika, Majelis Kehormatan
Disiplin Kedokteran Indonesia meneruskan pengaduan pada organisasi profesi.
11. Pasal 69 Keputusan
(1) Keputusan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia mengikat dokter,
dokter gigi, dan Konsil Kedokteran Indonesia.
(2) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa dinyatakan tidak
bersalah atau pemberian sanksi disiplin.
(3) Sanksi disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa :
1. pemberian peringatan tertulis;
2. rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktik; dan/atau
3. kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan
kedokteran atau kedokteran gigi.
KERJASAMA DOKTER DENGAN TEMAN SEJAWAT MENURUT KKI(3,5)
1. Merujuk Pasien
Pada pasien rawat jalan, karena alasan kompetensi dokter dan keterbatasan fasilitas
pelayanan, dokter yang merawat harus merujuk pasien pada sejawat lain untuk
mendapatkan saran, pemeriksaan atau tindakan lanjutan. Bagi dokter yang menerima
rujukan, sesuai dengan etika profesi, wajib menjawab/memberikan anjuran tindakan akan
terapi dan mengembalikannya kepada dokter yang merujuk. Dalam keadaan tertentu
dokter penerima rujukan dapat melakukan tindakan atau perawatan lanjutan dengan
persetujuan dokter yang merujuk dan pasien. Setelah selesai perawatan dokter rujukan
mengirim kembali kepada dokter yang merujuk. Pada pasien rawat inap, sejak awal
dokter penanggung jawab utama. Dokter yang merujuk dan dokter penerima rujukan,
harus mengungkapkan segala informasi tentang kondisi pasien yang relevan dan
disampaikan secara tertulis serta bersifat rahasia. Jika dokter memberi pengobatan dan
nasihat kepada seorang pasien yang diketahui sedang dalam perawatan dokter lain, maka
dokter yang memeriksa harus menginformasikan kepada dokter pasien tersebut tentang
hasil pemeriksaan, pengobatan, dan tindakan penting lainnya demi kepentingan pasien.
2. Bekerjasama dengan sejawat
Dokter harus memperlakukan teman sejawat tanpa membedakan jenis kelamin, ras,
kecacatan, agama/kepercayaan, usia, status social atau perbedaan kompetensi yang dapat
merugikan hubungan profesional antar sejawat. Seorang dokter tidak dibenarkan
mengkritik teman sejawat melalui pasien yang mengakibatkan turunnya kredibilitas
sejawat tersebut. Selain itu tidak dibenarkan seorang dokter memberi komentar tentang
suatu kasus, bila tidak pernah memeriksa atau merawat secara langsung.
3. Bekerjasama dalam tim
Asuhan kesehatan selalu ditingkatkan melalui kerjasama dalam tim multidisiplin. Apabila
bekerja dalam sebuah tim, dokter harus :
Tidak boleh mengubah akuntabilitas pribadi dalam perilaku keprofesian dan asuhan
yang diberikan.
Berkomunikasi secara efektif dengan anggota tim di dalam dan di luar tim.
Memastikan agar pasien dan anggota tim mengetahui dan memahami siapa yang
bertanggung jawab untuk setiap aspek pelayanan pasien.
Berpartisipasi dalam review secara teratur, audit dari standar dan kinerja tim, serta
menentukan langkah-langkah yang diperlukan untuk memperbaiki kinerja dan
kekurangan tim.
Menghadapi masalah kinerja dalam pelaksanaan kerja tim dilakukan secara terbuka dan
sportif.
4. Memimpin Tim
Dalam memimpin sebuah tim, seorang dokter harus memastikan bahwa :
Anggota tim telah mengacu pada seluruh acuan yang berkaitan dengan pelaksanaan dan
pelayanan kedokteran
Anggota tim telah memahami tanggung jawab individu dan tanggung jawab tim untuk
keselamatan pasien. Selanjutnya, secara terbuka dan bijak mencatat serta
mendiskusikan permasalahan yang dihadapi
Acuan dari profesi lain dipertimbangkan untuk kepentingan pasien
Setiap asuhan pasien telah terkoordinasi secara benar, dan setiap pasien harus tahu siapa
yang harus dihubungi apabila ada pertanyaan atau kekhawatiran.
Pengaturan dan pertanggungjawaban pembiayaan sudah tersedia
Pemantauan dan evaluasi serta tindak lanjut dari audit standar pelayanan kedokteran
dan audit pelaksanaan tim dijalankan secara berkala dan setiap kekurangan harus
diselesaikan segera
Sistem sudah disiapkan agar koordinasi untuk mengatasi setiap permasalahan dalam
kinerja, perilaku atau keselamatan anggota tim dapat tercapai
Selalu mempertahankan dan meningkatkan praktek kedokteran yang benar dan baik.
pengganti. Dokter penanggung jawab tim harus memastikan bahwa pasien atau keluarga
pasien mengetahui informasi tentang diri pasien akan disampaikan kepada seluruh anggota
tim yang akan memberi perawatan. Jika pasien menolak penyampaian informasi tersebut,
dokter penanggung jawab tim harus menjelaskan kepada pasien keuntungan bertukar
informasi dalam pelayanan kedokteran.
7. Pendelegasian Wewenang
Pendelegasian wewenang kepada perawat, mahasiswa kedokteran, peserta program
pendidikan dokter spesialis, atau dokter pengganti dalam hal pengobatan atau perawatan
atas nama dokter yang merawat, harus disesuaikan dengan kompetensi dalam
melaksanakan prosedur dan pemberian terapi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Dokter yang mendelegasikan tetap menjadi penang¬gung jawab atas penanganan pasien
secara keseluruhan.
BAB III
PEMBAHASAN
dokter dalam menetukan obat yang tepat bagi pasien, sehingga kesembuhan pasien akan
tergantung dari lengkap atau tidaknya informasi yang diberikan pasien kepada dokter. Dokter
juga melakukan pengamatan terhadap pasien di saat konsultasi sedang berlangsung, yaitu
bagaimana sikap pasien berbicara, duduk di hadapan dokter ketika berkonsultasi, gerakan
tangan ketika berbicara, mimik wajahnya, dan perilaku lainnya. (1)
Komunikasi non-verbal yang dilakukan pasien ketika sedang berkonsultasi dengan
dokter dapat digunakan dokter sebagai informasi pendukung mengenai pasien. Melalui
komunikasi non-verbal, hal-hal yang tidak diutarakan secara langsung oleh pasien ketika
berkonsultasi dengan dokter dapat diketahui sehingga hal-hal yang tidak diutarakan secara
langsung oleh pasien ketika berkonsultasi dengan dokter dapat diketahui sehingga dokter dapat
menentukan jenis obat yang cocok dengan pasien.(1)
Pasien yang puas merupakan aset yang sangat berharga karena apabila pasien puas,
maka mereka akan memakai terus-menerus jasa pilihannya, tetapi jika pasien merasa tidak puas
mereka akan memberitahukan dua kali lebih hebat kepada orang lain tentang pengalaman
buruknya. (8)
Dalam bidang pengobatan, para dokter dan masyarakat menyadari bahwa tidak
mungkin dokter menjamin upaya pengobatan akan selalu berhasil sesuai yang diinginkan
pasien atau keluarga. Yang dapat diberikan dokter adalah upaya maksimal. Hubungan dokter
dengan pasien ini dalam perjanjian hukum perdata termasuk kategori perikatan berdasarkan
daya upaya/usaha maksimal (inspanninngsverbintenis). (9)
Dalam bidang pengobatan jelas ada hubungan atau persetujuan antara pasien dan
keluarga pasien dengan satu dokter atau beberapa dokter. Di satu pihak pasien atau keluarga
pasien memerlukan kepandaian dan ketrampilan dokter untuk mengatasi maslaah kesehatannya
atau keluarganya, sedangkan dipihak lain dokter mempunyai kepandaian dan ketrampilan yang
dapat diberikannya untuk kesembuhan pasien. Dengan demikian akibat persetujuan ini akan
terjadi “perjanjian” antara dua pihak. Akibat persetujuan dan perjanjian ini akan terjadi
“perikatan” antara pasien dan dokter. Dalam undang-undang dijelaskan yang dimaksud dengan
perikatan adalah hubungan hukum antara dua orang atau lebih, dimana pihak yang satu berhak
menuntut sesuatu dari pihak yang lain, sedangkan pihak yang lain itu berkewajiban memenuhi
tuntutan itu. (9)
Persetujuan teraupetik tidak selamanya berjalan mulus. Kadang dapat terjadi salah satu
pihak tidak mau melanjutkan transaksi pengobatan. Umumnya yang tidak mau melakukan
transaksi ini adalah dari pihak pasien atau keluarganya. Pada pasien berobat jalan, jika tidak
lagi berkunjung untuk pemeriksaan ulang merupakan tindakan pemutusan ikatan. Pembatalan
persetujuan alangkah baiknya dilakukan secara resmi. Dalam lembaran khusus dinyatakan
bahwa dokter telah menjelaskan keadaan pasien dan tindakan yang diperlukan, namun pasien
dan keluarga menolak perawatan tersebut dengan segala resiko di luar tanggung jawab dokter.
Lembaran pembatalan ini memepuanyai kekuatan hukum yang kuat. (9)
Apakah mungkin pihak dokter memutuskan persetujuan tersebut? Jawabnya bisa saja.
Bila dokter menghadapi pasien yang tidak kooperatif dan tidak yakin lagi mengenai upaya
pengobatannya, amka dokter dapat angkat tangan dan meminta pasien berobat ke dokter lain,
dengan menyertakan resume akhir untuk dokter yang akan melanjutkan pengobatan dan
perawatan. Hal ini sesuai dengan Pasal 1338 KUH Perdata.
Hubungan dan kinerja teman sejawat (3,5)
Seorang dokter harus melindungi pasien dari risiko diciderai oleh teman sejawat lain,
kinerja maupun kesehatan. Keselamatan pasien harus diutamakan setiap saat. Jika seorang
dokter memiliki kekhawatiran bahwa teman sejawatnya tidak dalam keadaan sehat untuk
praktek, dokter tersebut harus mengambil langkah yang tepat tanpa penundaan, kemudian
kekhawatiran tersebut ditelaah dan pasien terlindungi bila diperlukan. Hal ini berarti seorang
dokter harus memberikan penjelasan yang jujur mengenai kekhawatiran terhadap seseorang
dari tempat ia bekerja dan mengikuti prosedur yang berlaku.
Jika sistem setempat tidak memadai atau sistem setempat tidak dapat menyelesaikan
masalah dan seorang dokter masih mengkhawatirkan mengenai keselamatan pasien, maka
dokter harus menginformasikan badan pengatur terkait.
4.1. Kesimpulan
Komunikasi terapeutik adalah gambaran suasana ketika berkomunikasi dengan
pasien, dimana dokter mendapatkan gambaran yang jelas dan alami tentang kondisi pasien
yang akan atau sedang dirawat mengenai tanda dan gejala yang ditampakkan serta keluhan
yang dirasakan. Tujuannya supaya hubungan dokter dan pasien menjadi efektif dalam rangka
mencapai kesembuhan.
Seorang dokter harus melindungi pasien dari risiko diciderai oleh teman sejawat lain,
kinerja maupun kesehatan. Keselamatan pasien harus diutamakan setiap saat. Seorang dokter
harus memperlakukan teman sejawatnya dengan adil dan rasa hormat. Seorang dokter tidak
boleh mempermainkan atau mempermalukan teman sejawatnya, atau mendiskriminasikan
teman sejawatnya dengan tidak adil. Berbagi informasi dengan teman sejawat lain sangatlah
penting untuk keselamatan dan keefektifan perawatan pasien.
Dalam bidang pengobatan, para dokter dan masyarakat menyadari bahwa tidak
mungkin dokter menjamin upaya pengobatan akan selalu berhasil sesuai yang diinginkan
pasien atau keluarga. Yang dapat diberikan dokter adalah upaya maksimal.
4.2. Saran
1. Kemampuan berkomunikasi dengan baik harus dimiliki setiap dokter gigi spesialis,
sehingga mampu melihat gejala, memahami rasa sakit yang muncul, bisa menentukan
perawatan apa yang tepat setelah berkomunikasi dengan pasien.
2. Dalam melakukan tindakan perawatan, dokter gigi spesialis harus mengetahui dan
mengikuti SOP (Standard Operating Procedures) yang ada.
3. Menghindari kesalahan atau kelalaian yang mungkin terjadi selama prosedur
perawatan. Oleh karena itu dokter gigi spesialis sharus memahami dan memutuskan
perawatan yang tepat dengan usaha yang maksimal.
DAFTAR PUSTAKA