Anda di halaman 1dari 2

Kesempatan Kedua

Perkenalkan namaku Felicia, siswi yang duduk di kelas 9 SMP Ipeka Puri. Tahun ini aku akan
memasuki usia 15 tahun, tetapi cerita yang akan kutulis kali ini bukanlah peristiwa yang akhir-akhir ini
sedang terjadi. Aku akan kembali mengasah ingatanku untuk mengingat kejadian yang sempat aku alami
ketika aku masih berusia 4 tahun bersama kakakku. Kejadian ini aku alami di rumah lama yang dulu aku
tempati. Pada waktu itu, aku mengalami peristiwa yang hampir merenggut nyawaku. Jika saat itu
terdapat satu saja kendaraan yang melintas di jalan raya, mungkin aku tidak bisa menceritakan
kejadiannya sekarang. Perasaan trauma dan takut masih aku meliputiku hingga saat ini, sehingga ini
menjadi memori yang tidak bisa aku lupakan sampai kapanpun.

Kejadian itu terjadi sekitar 11 tahun lalu, jadi maafkan aku jika ingatanku tidak bisa bekerja sama
dengan baik untuk mengingat seluruh kejadian itu secara lengkap. Di suatu pagi yang cerah, dengan
udara sejuk yang menyelimuti lingkungan perumahanku, aku sedang bermain bersama kakakku yang
tampan di dalam rumah. Saat itu, kami sedang bermain dengan terompet yang kami beli untuk
merayakan tahun baru. Kami membelinya di pedagang yang sering lewat di depan rumah. Karena aku
dan kakakku adalah anak yang mandiri dan sudah bisa mandi sendiri, jadi di hari itu kami bermain
sendiri tanpa diawasi orangtua kami. Ibu sedang memasak di dapur, sedangkan ayah sedang bekerja di
ruang kerjanya. Pada saat aku sedang asyik bermain, tiba-tiba saja muncul gambar lampu yang biasa
disebut “ide” di kepala kakakku. Entah apa yang dia pikirkan pada detik itu, tetapi dia mengajakku untuk
pergi ke halaman rumah dan bermain di dalam mobil, yang aku maksud mobil disini adalah mobil asli
dan bukan mobil mainan seperti hotwheels dan mobil-mobil mainan lainnya. Awalnya, tidak ada
perasaan buruk atau aneh yang melintas di pikiranku, tapi ternyata aku salah. Jadi, sesaat setelah aku
menerima ajakan tersebut, aku segera mengikuti langkahnya menuju mobil Panther berwarna biru
tersebut. Aku masuk dan duduk di kursi penumpang sedangkan kakakku berada di kursi kemudi.
Beberapa menit pun berlalu dengan aman, tanpa ada kejadian yang tidak diinginkan terjadi. Namun, di
menit berikutnya, itu adalah detik-detik yang masih bisa aku rasakan hingga saat ini, rasanya aku masih
bisa merasakan kembali apa yang aku rasakan dulu. Ternyata, tanpa sengaja kakakku menarik rem
tangan mobil itu yang menyebabkan kendaraan itu meluncur keluar ke jalan raya. Jantungku berdebar-
debar rasanya sama seperti saat aku melihat pria yang aku sukai berlari ke arahku. Jangan dianggap
serius, yang tadi hanyalah lelucon. Kakakku sempat untuk menyelamatkan dirinya dengan melompat
keluar dari mobil, sedangkan aku yang waktu itu masih terlalu kecil, enggan untuk ikut melompat keluar.
Sebenarnya, bisa aja aku memberanikan diriku untuk melompat keluar mobil sama seperti yang kakakku
lakukan. Membuka pintu mobil saja aku takut, apalagi harus melompat keluar. Pertanyaannya sekarang
adalah, mengapa kakakku tega meninggalkanku sendirian meluncur ke tengah jalan raya? Kakakku
langsung berteriak-teriak ketakutan melihat mobil yang perlahan-lahan mulai menabrak dan keluar dari
pagar. Mendengar teriakan itu, ayah dan ibu sontak saja kaget dan berlari panik menuju kearah suara
itu. Mereka langsung pergi keluar dan berusaha untuk mengejar mobil tersebut. Ibuku terus berusaha
untuk masuk ke dalam mobil dan menghentikan mobil dengan cara menarik kembali rem tangannya.
Tetapi tetap saja mobil itu tidak bisa dihentikan, aku yang berada di dalam merasa sangat ketakutan.
Apakah ini saat terakhirku untuk dapat melihat keluargaku? Pertanyaan itulah yang sempat terlintas di
kepalaku.
Aku sadar sebentar lagi aku akan terjerumus masuk ke dalam kali di depan rumah itu bersama
dengan mobil itu. Kakakku hanya bisa menyaksikan dari kejauhan, sedangkan orangtua ku masih
berusaha untuk membuka pintu mobil itu. Aku hanya bisa menutup mataku selama berada di dalam
mobil dan berharap aku masih bisa hidup dan diberi kesempatan kedua.

“Duarr” suara yang pertama kali aku dengar. Suara apa itu? Apa aku sudah mati? Perlahan aku
kembali membuka mataku untuk melihat keadaan sekelilingku. Aku bisa melihat jalan berwarna abu-abu
yang diaspal, pepohonan rimbun, rumah-rumah, dan pagar rumahku yang masih terbuka lebar. Ini
bukan mimpi kan, bahwa aku masih melihat lingkungan yang sehari-hari aku nikmati. Aku mencoba
menengok kebelakang dan ternyata ada sebuah pohon tua dengan batang yang besar dan kuat, yang
menghalangi mobil untuk meluncur ke dalam kali. Orangtua ku langsung menghampiriku saat itu juga
dan memeriksa apakah aku baik-baik saja atau tidak. Segera aku ditarik keluar dari mobil dan dibawa
masuk ke dalam rumah. Setelah beberapa tahun berlalu, aku mulai berpikir dan mengingat kembali
kejadian yang aku alami ini, aku sadar bahwa semua ini bisa terjadi karena rencana Tuhan. Tuhan juga
yang telah menyelamatkanku dari kejadian mengerikan ini, sehingga pada saat itu sedang tidak ada
mobil yang melintas dan terdapat pohon penghalang sehingga aku tidak masuk ke dalam kali. Jika terjadi
kebalikannya, mungkin aku sudah tidak bisa menulis teks eksemplum ini. Aku sangat bersyukur kepada
Tuhan Yesus karena masih memberikanku kesempatan kedua untuk memperbaiki hidupku dan
menjalankan misi yang diberikan Tuhan Yesus.

Dari kejadian ini aku dapat menarik banyak pelajaran sekaligus. Pertama adalah percaya bahwa
setiap kejadian yang sudah atau sedang terjadi dalam hidup kita telah Tuhan rencanakan sebelumnya,
bahkan sebelum kita ada di dunia ini, dan setiap rencana Tuhan adalah yang terbaik. Kedua, jangan
mudah percaya kepada orang lain, karena bisa saja orang itu menjerumuskan kita untuk melakukan hal
yang pada akhirnya mengakibatkan sesuatu yang tidak kita inginkan. Ketiga, jika kalian pernah
mengalami kejadian yang serupa sepertiku dan kalian masih diberi kesempatan untuk menjalani hidup
ini sekali lagi, maka manfaatkan setiap waktu dengan baik dengan melakukan hal-hal yang berguna bagi
hidup kalian. Sekian cerita menegangkan yang ingin aku bagikan.

Anda mungkin juga menyukai