Anda di halaman 1dari 6

TUGAS PERPAJAKAN

RANGKUMAN PPN

Ida Bagus Awidia Pratama (1632122206)

Fakultas Ekonomi

Universitas Warmadewa

2018
Landasan Hukum pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Landasan hukum pengenaan PPN adalah Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak
Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 beserta
dengan peraturan-peraturan pelaksanaannya.

Pihak yang berkewajiban mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)


Pihak yang berdasarkan undang-undang berkewajiban untuk mengengenakan PPN adalah
Pengusaha Kena Pajak (PKP) yaitu Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-undang Pajak
Pertambahan Nilai. Sedangkan yang dimaksud dengan Pengusaha adalah orang pribadi atau
badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan
barang, mengimpor barang, mengekspor barang melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan
barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa,
atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.

Objek PPN
PPN dikenakan terhadap:

 penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
 impor Barang Kena Pajak;
 penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
 pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean;
 pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
 ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; dan
 ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; atau ekspor Jasa
Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.

Jenis barang yang tidak dikenai PPN


Jenis barang yang tidak dikenai PPN adalah barang tertentu dalam kelompok barang sebagai
berikut:
 barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya;
 barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak;
 makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan
sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun
tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau
katering; dan
 uang, emas batangan, dan surat berharga.

Jenis jasa yang tidak dikenai PPN


Jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah jasa tertentu dalam kelompok jasa
sebagai berikut:

 jasa pelayanan kesehatan medis;


 jasa pelayanan sosial;
 jasa pengiriman surat dengan perangko;
 jasa keuangan;
 jasa asuransi;
 jasa keagamaan;
 jasa pendidikan;
 jasa kesenian dan hiburan;
 jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan;
 jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri;
 jasa tenaga kerja;
 jasa perhotelan;
 jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara
umum;
 jasa penyediaan tempat parkir;
 jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam;
 jasa pengiriman uang dengan wesel pos; dan
 jasa boga atau catering.
Tarif PPN
Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10%.
Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 0% diterapkan atas:

 ekspor Barang Kena Pajak Berwujud;


 ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; dan/atau
 kspor Jasa Kena Pajak.

Tarif pajak sebesar 10% tersebut di atas, dapat diubah menjadi paling rendah 5% dan paling
tinggi 15%, yang perubahan tarifnya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Penghitungan PPN dan Dasar Pengenaan PPN


PPN yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan Dasar Pengenaan Pajak yaitu
Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau nilai lain. Nilai lain diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Mekanisme pengenaan PPN


PPN yang dikenakan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) terhadap pihak lain merupakan Pajak
Keluaran. Sedangkan PPN yang dikenakan pihak lain terhadap PKP merupakan Pajak Masukan.
Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran dalam Masa Pajak
yang sama. Yang dimaksud dengan Masa Pajak adalah Bulan Kalender.
Bagi Pengusaha Kena Pajak yang belum berproduksi sehingga belum melakukan penyerahan
yang terutang pajak, Pajak Masukan atas perolehan dan/atau impor barang modal dapat
dikreditkan.
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada
Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lambat 3 bulan
setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya
dan belum dilakukan pemeriksaan
Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan, maka
selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang harus disetor oleh Pengusaha Kena Pajak.
Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada
Pajak Keluaran, maka selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dikompensasikan ke Masa
Pajak berikutnya.
Apabila pada akhir tahun buku terdapat kelebihan Pajak Masukan, atas kelebihan Pajak Masukan
tersebut dapat diajukan permohonan pengembalian kelebihan PPN.

Penyetoran PPN terutang dan pelaporan PPN


Penyetoran PPN oleh Pengusaha Kena harus dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya
setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan
Nilai (SPT Masa PPN) disampaikan.
SPT Masa PPN disampaikan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak.

Faktur Pajak
Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak.
Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap:

1. penyerahan Barang Kena Pajak;


2. penyerahan Jasa Kena Pajak;
3. ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; dan/atau
4. ekspor Jasa Kena Pajak.

Pengusaha Kena Pajak dapat membuat 1 Faktur Pajak meliputi seluruh penyerahan yang
dilakukan kepada pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak yang sama selama
1 bulan kalender.
Hal-hal yang harus dicantumkan dalam Faktur Pajak:
Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat:

1. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak
atau Jasa Kena Pajak;
2. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima
Jasa Kena Pajak;
3. jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
4. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
5. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
6. kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
7. nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.

Saat pembuatan Faktur Pajak:


Faktur Pajak harus dibuat pada:

1. saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak;
2. saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak;
3. saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan; atau
saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Dalam hal Faktur Pajak yang dibuat meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan kepada pembeli
Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak yang sama selama 1 bulan kalender, Faktur
Pajak harus dibuat paling lama pada akhir bulan penyerahan.

Anda mungkin juga menyukai