Anda di halaman 1dari 11

TUGAS PENGANTAR APLIKASI KOMPUTER

HANSA MULIA KRISNAYANA (16321222205)

Fakultas Ekonomi

Universitas Warmadewa

2018
PERTANYAAN :

1. APA YANG ANDA KETAHUI TENTANG ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0 ?


2. APA PELUANG BAGI INDONESIA DALAM ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0 ?

JAWAB :

1. APA YANG ANDA KETAHUI TENTANG ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0 ?

Arus globalisasi sudah tidak terbendung masuk ke Indonesia. Disertai dengan


perkembangan teknologi yang semakin canggih, dunia kini memasuki era revolusi industri 4.0,
yakni menekankan pada pola digital economy, artificial intelligence, big data, robotic, dan lain
sebagainya atau dikenal dengan fenomena disruptive innovation. Menghadapi tantangan tersebut,
pengajaran di perguruan tinggi pun dituntut untuk berubah, termasuk dalam menghasilkan dosen
berkualitas bagi generasi masa depan.

Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir menjelaskan,
berdasarkan evaluasi awal tentang kesiapan negara dalam menghadapi revolusi industri 4.0
Indonesia diperkirakan sebagai negara dengan potensi tinggi. Meski masih di bawah Singapura,
di tingkat Asia Tenggara posisi Indonesia cukup diperhitungkan. Sedangkan terkait dengan
global competitiveness index pada World Economic Forum 2017-2018, Indonesia menempati
posisi ke-36, naik lima peringkat dari tahun sebelumnya posisi ke-41 dari 137 negara.

“Tetapi jika dibandingkan dengan Malaysia, Singapura, dan Thailand, kita masih di bawah.
Tahun ini global competitiveness index Thailand di peringkat 32, Malaysia 23, dan Singapura
ketiga. Beberapa penyebab Indonesia masih kalah ini karena lemahnya higher education and
training, science and technology readiness, dan innovation and business sophistication. Inilah
yang perlu diperbaiki supaya daya saing kita tidak rendah,” tutur Nasir dalam konferensi pers di
Gedung D Kemenristekdikti, Jakarta, Senin (29/1).

Nasir mengungkapkan, saat ini sasaran strategis Kemenristekdikti dianggap masih relevan
sehingga perubahan hanya dilakukan pada program dan model layanan yang lebih banyak
menyediakan atau menggunakan teknologi digital (online). Kendati demikian, kebijakan
pendidikan tinggi pun harus disesuaikan dengan kondisi revolusi industri 4.0. Menurut dia,
terdapat perubahan kebijakan dan program yang terkait dengan sumber daya iptek dikti,
kelembagaan, pembelajaran dan kemahasiswaan, serta riset dan pengembangan juga inovasi.

“Perubahan dalam bidang sumber daya sangat penting, meliputi pengembangan kapasitas dosen
dan tutor dalam pembelajaran daring. Jadi dosen ini perannya juga sebagai tutor. Kemudian
pengembangan infrastruktur MOOC (Massive Open Online Course), teaching industry, dan e-
library yang sebenarnya sudah berjalan,” papar Nasir.

Berkaitan dengan sumber daya, Nasir menambahkan, pada era ini Dosen memiliki tuntutan lebih,
baik dalam kompetensi maupun kemampuan untuk melakukan kolaborasi riset dengan profesor
kelas dunia. Nantinya, akan disusun kebijakan terkait izin tinggal para profesor asing yang akan
melakukan kolaborasi dengan Dosen di perguruan tinggi Indonesia.

“Presiden Joko Widodo memberikan arahan setidaknya ada 1.000 profesor kelas dunia yang
dapat berkolaborasi, tetapi kami punya target 200 profesor. Tetapi untuk mewujudkannya perlu
ada aturan terkait izin tinggalnya. Jadi izin tinggalnya bukan izin kerja tetapi dalam kolaborasi
untuk meningkatkan pendidikan tinggi Indonesia. Masa tinggalnya sesuai dengan masa kontrak
yang ditetapkan, bisa dua sampai tiga tahun. Terkait itu, kami sudah berkomunikasi dengan
Kementerian Ketenagakerjaan,” sebutnya.

Kondisi Dosen Indonesia saat ini sendiri masih didominasi oleh generasi baby boomers dan
generasi X yang merupakan digital immigrant. Sementara mahasiswa yang dihadapi merupakan
generasi millennial atau digital native. Direktorat Jenderal Sumber Daya Iptek Dikti pun
berupaya menambah dosen dari generasi millennial, salah satunya melalui program Pendidikan
Magister menuju Doktor untuk Sarjana Unggul (PMDSU), yakni program beasiswa percepatan
S-2 dan S-3 bagi lulusan S-1 dalam kurun waktu empat tahun. Program PMDSU sendiri
setidaknya sudah melahirkan dua dosen muda berkualifikasi Doktor, yaitu Grandprix (24 tahun)
dan Suhendra Pakpahan (29 tahun). Bahkan, keduanya mampu menerbitkan lebih dari lima
publikasi internasional terindeks Scopus.

“PMDSU ini merupakan sebuah terobosan yang kami lakukan guna menyediakan SDM masa
depan Indonesia yang berkualitas dengan cara membangun role model pendidik dan peneliti
yang ideal sekaligus menumbuhkan academic leader di perguruan tinggi, serta bekerja sama
dengan komunitas keilmuan dalam merumuskan kompetensi inti keilmuan,” ucap Direktur
Jenderal Sumber Daya Iptek Dikti, Ali Ghufron Mukti pada Rapat Kerja Nasional (Rakernas)
Kemenristekdikti di Medan, belum lama ini.

Tantangan lain yang dihadapi dalam rangka memenuhi kebutuhan dosen berkualitas adalah
menjaring lulusan terbaik perguruan tinggi untuk menjadi dosen. Pasalnya di era revolusi
industri 4.0, profesi dosen semakin kompetitif. Setidaknya terdapat lima kualifikasi dan
kompetensi dosen yang dibutuhkan, meliputi (1) educational competence, kompetensi berbasis
Internet of Thing sebagai basic skill di era ini; (2) competence in research, kompetensi
membangun jaringan untuk menumbuhkan ilmu, arah riset, dan terampil mendapatkan grant
internasional; (3) competence for technological commercialization, punya kompetensi membawa
grup dan mahasiswa pada komersialisasi dengan teknologi atas hasil inovasi dan penelitian; (4)
competence in globalization, dunia tanpa sekat, tidak gagap terhadap berbagai budaya,
kompetensi hybrid, yaitu global competence dan keunggulan memecahkan national problem;
serta (5) competence in future strategies, di mana dunia mudah berubah dan berjalan cepat,
sehingga punya kompetensi memprediksi dengan tepat apa yang akan terjadi di masa depan dan
strateginya, dengan cara joint-lecture, joint-research, joint-publication, joint-lab, staff mobility
dan rotasi, paham arah SDG’s dan industri, dan lain sebagainya.

Selain bidang sumber daya iptek dikti, imbuh Nasir, pada bidang kelembagaan kebijakan baru
meliputi Peraturan Menteri (Permen) tentang Standar Pendidikan Tinggi Jarak Jauh (PJJ),
fleksibilitas dan otonomi kewenangan kepada unit untuk mendorong kreativitas dan inovasi,
serta memberi kesempatan untuk beroperasinya universitas unggul dunia di Indonesia. Untuk
bidang pembelajaran dan kemahasiswaan, perubahan dilakukan dengan reorientasi kurikulum
untuk membangun kompetensi era revolusi industri 4.0 berikut hibah dan bimbingan teknisnya,
dan menyiapkan pembelajaran daring dalam bentuk hybrid atau blended learning melalui
SPADA-IdREN. Sedangkan pada bidang riset dan pengembangan serta penguatan inovasi
perubahan yang dilakukan meliputi penerapan teknologi digital dalam pengelolaan riset,
harmonisasi hasil riset dan penerapan teknologi melalui Lembaga Manajemen Inovasi, serta
mendorong riset dan inovasi di dunia usaha atau industri dengan pemberian insentif fiskal
maupun non fiskal.
“Perguruan tinggi asing yang akan masuk Indonesia ini sudah mengantre. Kita jangan melihat
sebagai ancaman tetapi peluang. Kemenristekdikti mengatur melalui Permen terkait izin
perguruan asing tersebut, termasuk penetapan lokasi, program studi yang dibuka, bahkan
mewajibkan untuk bekerja sama dan berkolaborasi dengan perguruan dalam negeri,” simpul
Nasir kepada awak media

2. APA PELUANG BAGI INDONESIA DALAM ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0 ?


Kemajuan teknologi memungkinkan terjadinya otomatisasi hampir di semua bidang.
Teknologi dan pendekatan baru yang menggabungkan dunia fisik, digital, dan biologi secara
fundamental akan mengubah pola hidup dan interaksi manusia (Tjandrawinata, 2016).
Industri 4.0 sebagai fase revolusi teknologi mengubah cara beraktifitas manusia dalam skala,
ruang lingkup, kompleksitas, dan transformasi dari pengalaman hidup sebelumnya. Manusia
bahkan akan hidup dalam ketidakpastian (uncertainty) global, oleh karena itu manusia harus
memiliki kemampuan untuk memprediksi masa depan yang berubah sangat cepat. Tiap negara
harus merespon perubahan tersebut secara terintegrasi dan komprehensif. Respon tersebut
dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan politik global, mulai dari sektor publik,
swasta, akademisi, hingga masyarakat sipil sehingga tantangan industri 4.0 dapat dikelola
menjadi peluang.
Wolter mengidentifikasi tantangan industri 4.0 sebagai berikut; 1) masalah keamanan teknologi
informasi; 2) keandalan dan stabilitas mesin produksi; 3) kurangnya keterampilan yang
memadai; 4) keengganan untuk berubah oleh para pemangku kepentingan; dan 5) hilangnya
banyak pekerjaan karena berubah menjadi otomatisasi.

(Sung, 2017). Lebih spesifik, Hecklau et al (2016) menjelaskan tantangan industri 4.0
sebagai berikut.

Tabel 1. Tantangan Industri 4.0 (Heckeu et al, 2016)

1. Globalisasi yang terus berlanjut:

Tantangan ekonomi
a. Keterampilan antarbudaya
b. Kemampuan berbahasa

c. Fleksibilitas waktu

d. Keterampilan jaringan

e. Pemahaman proses

2. Meningkatnya kebutuhan akan inovasi:

a. Pemikiran wirausaha

b. Kreativitas,

c. Pemecahan masalah

d. Bekerja di bawah tekanan

e. Pengetahuan mutakhir

f. Keterampilan teknis

g. Keterampilan penelitian

h. Pemahaman proses

3. Permintaan untuk orientasi layanan yang lebih tinggi:

a. Pemecahan konflik

b. Kemampuan komunikasi
c. Kemampuan berkompromi

d. Keterampilan berjejaring

4. Tumbuh kebutuhan untuk kerja sama dan kolaboratif:

a. Mampu berkompromi dan kooperatif

b. Kemampuan bekerja dalam tim

c. Kemampuan komunikasi

d. Keterampilan berjejaring

1. Perubahan demografi dan nilai sosial:

a. Kemampuan mentransfer pengetahuan

b. Penerimaan rotasi tugas kerja dan perubahan pekerjaan yang


terkait (toleransi ambiguitas)

c. Fleksibilitas waktu dan tempat

d. Keterampilan memimpin
Tantangan Sosial

2. Peningkatan kerja virtual:

a. Fleksibilitas waktu dan tempat

b. Keterampilan teknologi

c. Keterampilan media
d. Pemahaman keamanan TI

3. Pertumbuhan kompleksitas proses:

a. Keterampilan teknis

b. Pemahaman proses

c. Motivasi belajar

d. Toleransi ambiguitas

e. Pengambilan keputusan

f. Penyelesaian masalah

g. Keterampilan analisis

1. Perkembangan teknologi dan penggunaan data eksponensial:

a. Keterampilan teknis

b. Kemampuan analisis

c. Efisiensi dalam bekerja dengan data

Tantangan Teknis
d. Keterampilan koding

e. Kemampuan memahami keamanan TI

f. Kepatuhan
2. Menumbuhkan kerja kolaboratif:

a. Mampu bekerja dalam tim

b. Kemampuan komunikasi virtual

c. Keterampilan media

d. Pemahaman keamanan TI

e. Kemampuan untuk bersikap kooperatif

Perubahan iklim dan kelangkaan sumber daya:

a. Pola pikir berkelanjutan


Tantangan Lingkungan
b. Motivasi menjaga lingkungan

c. Kreativitas untuk mengembangkan solusi keberlanjutan baru

1. Standarisasi:

a. Keterampilan teknis

b. Keterampilan koding

c. Pemahaman proses
Tantangan Politik dan
Aturan

2. Keamanan data dan privasi:

a. Pemahaman keamanan teknologi informasi

b. Kepatuhan
Irianto (2017) menyederhanakan tantangan industri 4.0 yaitu; (1) kesiapan industri; (2)
tenaga kerja terpercaya; (3) kemudahan pengaturan sosial budaya; dan (4) diversifikasi dan
penciptaan lapangan kerja dan peluang industri 4.0 yaitu; (1) inovasi ekosistem; (2) basis
industri yang kompetitif; (3) investasi pada teknologi; dan (4) integrasi Usaha Kecil
Menengah (UKM) dan kewirausahaan.

Pemetaan tantangan dan peluang industri 4.0 untuk mencegah berbagai dampak dalam
kehidupan masyarakat, salah satunya adalah permasalahan pengangguran. Work
Employment and Social Outlook Trend 2017 memprediksi jumlah orang yang menganggur
secara global pada 2018 diperkirakan akan mencapai angka 204 juta jiwa dengan kenaikan
tambahan 2,7 juta. Hampir sama dengan kondisi yang dialami, negara barat, Indonesia juga
diprediksi mengalami hal yang sama. Pengangguran juga masih menjadi tantangan bahkan
cenderung menjadi ancaman. Tingkat pengangguran terbuka Indonesia pada Februari 2017
sebesar 5,33% atau 7,01 juta jiwa dari total 131,55 juta orang angkatan kerja (Sumber: BPS
2017).
Data BPS 2017 juga menunjukkan, jumlah pengangguran yang berasal dari Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) menduduki peringkat teratas yaitu sebesar 9,27%. Selanjutnya
adalah lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) sebesar 7,03%, Diploma III (D3) sebesar
6,35%, dan universitas 4,98%. Diidentifikasi, penyebab tingginya kontribusi pendidikan
kejuruan terhadap jumlah pengangguran di Indonesia salah satunya disebabkan oleh
rendahnya keahlian khusus dan soft skill yang dimiliki.
Permasalahan pengangguran dan daya saing sumber daya manusia menjadi tantangan
yang nyata bagi Indonesia. Tantangan yang dihadapi Indonesia juga ditambah oleh tuntutan
perusahaan dan industri. Bank Dunia (2017) melansir bahwa pasar kerja membutuhkan
multi-skills lulusan yang ditempa oleh satuan dan sistem pendidikan, baik pendidikan
menengah maupun pendidikan tinggi.
Indonesia juga diprediksi akan mengalami bonus demografi pada tahun 2030-2040, yaitu
penduduk dengan usia produktif lebih banyak dibandingkan dengan penduduk non produktif.
Jumlah penduduk usia produktif diperkirakan mencapai 64% dari total penduduk Indonesia
yang diperkirakan mencapai 297 juta jiwa. Oleh sebab itu, banyaknya penduduk dengan usia
produktif harus diikuti oleh peningkatan kualitas, baik dari sisi pendidikan, keterampilan, dan
kemampuan bersaing di pasar tenaga kerja.

Anda mungkin juga menyukai