Anda di halaman 1dari 3

Air Susu Ibu (ASI) adalah anugerah Tuhan sebagai satu-satunya makanan terlengkap dan sempurna bagi

seorang bayi. Sayangnya pemberian ASI eksklusif (hanya ASI selama 6 bulan) di Indonesia baru mencapai
42 persen dari angka kelahiran berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), belum
mencapai 80 persen dari target pemerintah.

Dokter Spesialis Anak sekaligus Ketua Sentra Laktasi Indonesia Wiyarni Pambudi mengatakan, banyak
kerugian yang dialami bayi karena tidak mendapatkan ASI. Di antaranya, bayi tidak akan memperoleh
semua kebutuhan zat gizi di dalam ASI, seperti kalori, vitamin, mineral, dan mikro nutrient.

“Tidak semua keluarga memiliki kemampuan untuk menyediakan makanan sempurna atau terbaik,
sehingga pada umumnya ibu yang bisa menyusui sampai 2 tahun akan memenuhi kecukupan gizi anak,”
kata Wiyarni di sela kampanye Gerakan Yakin Memberi ASI (Garansi ASI) oleh GABAG dan Tiga Generasi,
Sabtu (18/3).

Lanjut Wiyarni, zat gizi lengkap dari ASI membentuk daya tahan tubuh yang kuat, sehingga kekerapan
anak sakit berkurang. Mengapa anak yang tidak ASI mudah sakit? Karena kolostrum dalam ASI
mengandung imunoglobin A yang membuat usus bayi dari susunan belum sempurna menjadi matang.
Bila ada kuman atau agen infeksi lain yang masuk ke dalam tubuh, dengan mudah ditangkap karena
permukaan usus bayi lebih matang.

Kemudian ketika ASI menjadi matur (bukan lagi kolostrum), zat antibodi di dalamnya menjadi bervariasi.
Misalnya dalam kondisi ibu sakit, zat antibodi di dalam ASI sangat bermanfaat bagi bayi. Ada mitos
bahwa ketika ibu mengalami batuk dan pilek ringan tidak boleh menyusui bayi. Faktanya, justru ketika
ibu menyusui pada saat kurang sehat itu, bayi akan mendapatkan antibodi lebih tinggi.

Selain kesehatan fisik, ASI juga berpengaruh pada kecerdasan. Bayi yang memperoleh ASI memiliki
tingkat pemahaman terhadap sesuatu lebih baik. Proses pemberian ASI juga meningkatkan kepercayaan
diri anak. Semua keuntungan ini tidak akan diperoleh bayi yang tanpa ASI.

Ibu sendiri juga mengalami kerugian bila tidak memberikan ASI. Karena menyusui sebetulnya tabungan
kesehatan ibu di masa mendatang. Menyusui mengurangi risiko osteoporosis, diabetes melitus dan
hipertensi. Mengurangi risiko hipertensi otomatis juga meminimalkan risiko penyakit kardiovaskuler,
seperti jantung, stroke dan kanker.
Ibu juga akan kehilangan keampuhan dari sel Hamlet, Human Alpha-lactalbumin Made Lethal to Tumor
Cells, di dalam ASI. Penelitian menemukan makin panjang durasi ibu menyusui, semakin banyak pula
tabungan sel Hamlet di dalam tubuh ibu.

Sel Hamlet mampu membunuh 40 macam sel ganas sel secara spesifik tanpa mengganggu sel sehat. Sel
ini dapat digunakan untuk meningkatkan efektivitas obat terhadap bakteri berbahaya dan kebal obat.
Berbeda dengan obat kemoterapi pada pasien kanker, yang mana tidak hanya membunuh sel kanker tapi
juga sel sehat. Itulah mengapa setelah menjalani kemoterapi, pasien mengalami rambut rontok dan kulit
kering.

“Penelitian ini di berbagai negara, di Indonesia juga datanya sedang kami kumpulkan, bahwa ibu
menyusui risiko kena kanker, seperti kanker payudara dan kanker indung telur, lebih kecil,” kata Wiyarni.

Meskipun manfaat ASI begitu besar, ternyata tidak semua anak mendapatkannya. Beberapa kendala,
seperti produksi ASI kurang sebetulnya bisa diantisipasi.

Wiyarni mengatakan, banyak ibu mengeluh ASI tidak keluar. Sebetulnya itu hanyalah sindrom ASI kurang.
Karena ternyata dari 100 ibu yang mengeluh ASI kurang, hanya 1 persen di antaranya yang benar-benar
tidak bisa memproduksi ASI karena kendala anatomis atau masalah di payudara, misalnya kelenjar susu
tidak terbentuk sebanyak wanita normal, operasi plastik atau pernah mengalami trauma pada payudara,
sehingga tidak berfungsi dengan baik.

Tetapi, 90 persen ibu lainnya hanya mengalami sindrom ASI Kurang. Artinya bukan ASI yang kurang, tapi
proses sampai ke ASI itu menjadi kurang lancar karena tidak terfasilitasi dengan baik. Misalnya, tidak
melakukan Insiasi Menyusui Dini (IMD), yaitu proses membiarkan bayi di dada ibu dengan nalurinya
sendiri menyusu dalam 1 jam pertama setelah lahir.

IMD terbukti membuat proses menyusui 8 kali lipat lebih sukses. Karena setelah proses IMD, hornom ibu
mengalami transformasi dari tubuh seorang wanita hamil ke tubuh ibu menyusui.
Selain IMD, minta rawat gabung ibu dan bayi dalam satu kamar. Sehingga ibu sesering mungkin
merengkuh dan menyusui bayi ketika dibutuhkan. Ini penting karena pada 72 jam atau 3 hari pertama
adalah fase laktogenesis yang menentikan apakah produksi ASI selanjutnya lancar atau tidak.

Anda mungkin juga menyukai