Ilmu Bedah: Buku Panduan Belajar Koas
Ilmu Bedah: Buku Panduan Belajar Koas
ILMU BEDAH
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS
Ketentuan Pidana
Pasal 113
1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf I untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana
dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan / atau pidana denda paling
banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan / atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak
Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan / atau huruf h untuk Penggunaan Secara
Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan / atau pidana
denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
ii
ILMU BEDAH
ILMU BEDAH
iii
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS
ILMU BEDAH
Tim Penyusun:
I.B Tjakra Wibawa Manuaba I Gede Suwedagatha
I Ketut Siki Kawiyana I Ketut Widiana
Putu Astawa Made Bramantya Karna
Sri Maliawan I G Lanang Ngurah A.Artha W
AA.Gde Oka I Wayan Niryana
I Nyoman Semadi I Made Mahayasa
INW Steven Christian I Gst Putu Hendra Sanjaya
I Wayan Sudarsa I.B.Budiarta
I B Darma Putra A.A Gde Yuda Asmara
I Ketut Suyasa I Made Mulyawan
K.G.Mulyadi Ridia Made Agus Dwianthara Sueta
Ketut Sudartana Kadek BudiSantosa
Nyoman Golden Agus Roy Rusly HariantanaHamid
Wayan Suryato Dusak Cok Gede Oka Dharmayuda
Ketut Putu Yasa I Gede Eka Wiratnaya
Ketut Wiarghita Kadek Deddy Ariyanta
I Ngh Kuning Atmajaya Gede Eka Rusdi Antara
Nyoman Putu Riasa I Made Suka Adnyana
Gede Wirya Kusuma Duarsa Ni Gst Ayu Manik Yuniawaty W
Tjok Gde Bagus Mahadewa I.B.Made Suryawisesa
Ketut Sudiasa I Wayan Subawa
IGAB Krisna Wibawa Arif Winata
I Made Darmajaya I Wayan Yudiana
IGN.Wien Aryana Kadek Ayu Candra Dewi
Putu Anda Tusta Adiputra Dewa Putu Wisnu Wardhana
I Wayan Periadijaya Pande Made Wisnu Tirtayasa
Tim Editor:
I Wayan Niryana
Sri Maliawan
Cover & Ilustrasi:
Repro
Design & Lay Out:
I Wayan Madita
Diterbitkan oleh:
Udayana University Press
Kampus Universitas Udayana Denpasar,
Jl. P.B. Sudirman, Denpasar - Bali Telp. (0361) 255128
unudpress@gmail.com http://udayanapress.unud.ac.id
Cetakan Pertama:
2017, xviii + 130 hlm, 15,5 x 23 cm
ISBN: 978-602-294-179-8
iv
ILMU BEDAH
PRAKATA
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS
Januari, 2017
Tim Penyusun
vi
ILMU BEDAH
DAFTAR ISI
PRAKATA ........................................................................... v
DAFTAR ISI ........................................................................ vii
Cara Menggunakan Panduan Belajar ............................ viii
SKDI Ilmu Bedah ............................................................... x
Daftar Kompetensi Klinik ................................................ xiv
Bab 1 Cedera Kepala .......................................................... 1
Bab 2 Hidrosefalus Kongenital ......................................... 10
Bab 3 Kelainan Jinak Payudara ........................................ 17
Bab 4 Kanker Payudara ..................................................... 30
Bab 5 Appendisitis Akut (Radang Akut Usus Batu) ..... 48
Bab 6 Intussusepsi .............................................................. 53
Bab 7 Malformasi Anorectal ............................................ 56
Bab 8 Bibir Sumbing .......................................................... 60
Bab 9 Luka Bakar ............................................................... 63
Bab 10 Hematothoraks ..................................................... 69
Bab 11 Pneumothoraks ..................................................... 74
Bab 12 Hiperplasi Prostat Jinak ....................................... 79
Bab 13 Kolik Renal ............................................................ 83
Bab 14 Dislokasi ................................................................. 90
Bab 15 Osteomyelitis ......................................................... 105
Bab 16 Fraktur ..................................................................... 120
vii
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS
CARA MENGGUNAKAN
PANDUAN BELAJAR
viii
ILMU BEDAH
ix
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS
STANDAR KOMPETENSI
DOKTER INDONESIA
ILMU BEDAH
ILMU BEDAH
xi
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS
xii
ILMU BEDAH
xiii
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS
xiv
ILMU BEDAH
xv
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi Abdomen 4A
Inspeksi Lipat Paha/Inguinal pada Saat Tekanan Abdomen Meningkat 4A
Palpasi (Dinding Perut, Kolon, Hepar, Lien, Aorta, Rigiditas Dinding
4A
Perut)
Palpasi Hernia 4A
Pemeriksaan Nyeri Tekan dan Nyeri Lepas (Blumberg Test) 4A
Pemeriksaan Psoas Sign 4A
Pemeriksaan Obturator Sign 4A
Perkusi (Pekak Hati dan Area Traube) 4A
Pemeriksaan Pekak Beralih (Shifting Dullness) 4A
Pemeriksaan Undulasi (Fluid Thrill) 4A
Pemeriksaan Colok Dubur (Digital Rectal Examination) 4A
Palpasi Sakrum 4A
Inspeksi Sarung Tangan Pascacolok dubur 4A
Persiapan dan Pemeriksaan Tinja 4A
Pemeriksaan Diagnostik
Pemasangan Pipa Nasogastrik (NGT) 4A
Nasogastric Suction 4A
xvi
ILMU BEDAH
Transluminasi Skrotum 4A
6. Muskuloskeletal
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi Gait 4A
Inspeksi Tulang Belakang Saat Berbaring 4A
Inspeksi Tulang Belakang Saat Bergerak 4A
Inspeksi Tonus Otot Ekstremitas 4A
Inspeksi Sendi Ekstremitas 4A
Inspeksi Postur Tulang Belakang Dan Pelvis 4A
Inspeksi Posisi Skapula 4A
Inspeksi Fleksi dan Ekstensi Punggung 4A
Penilaian Fleksi Lumbal 4A
Panggul: Penilaian Fleksi Dan Ekstensi, Adduksi, Abduksi dan Rotasi 4A
Menilai Atrofi Otot 4A
Lutut: Menilai Ligamen Krusiatus dan Kolateral 4A
Penilaian Meniskus 4A
Kaki: Inspeksi Postur Dan Bentuk 4A
Kaki: Penilaian Fleksi Dorsal/Plantar, Inversi dan Eversi 4A
Palpation For Tenderness 4A
Palpasi Untuk Mendeteksi Nyeri Diakibatkan Tekanan Vertikal 4A
Palpasi Tendon dan Sendi 4A
Palpasi Tulang Belakang, Sendi Sakro-Iliaka dan Otot Otot Punggung 4A
Percussion For Tenderness 4A
Penilaian Range Of Motion (ROM) Sendi 4A
Menetapkan ROM Kepala 4A
Tes Fungsi Otot dan Sendi Bahu 4A
Tes Fungsi Sendi Pergelangan Tangan, Metacarpal, dan Jari-Jari
4A
Tangan
Pengukuran Panjang Ekstremitas Bawah 4A
Terapeutik
Stabilisasi Fraktur (Tanpa Gips) 4A
Melakukan Dressing (Sling, Bandage) 4A
Mengobati Ulkus Tungkai 4A
7. Lain-Lain (Kegawatdaruratan)
Bantuan Hidup Dasar 4A
Ventilasi Masker 4A
Transpor Pasien (Transport Of Casualty) 4A
Manuver Heimlich 4A
Resusitasi Cairan 4A
Pemeriksaan Turgor Kulit untuk Menilai Dehidrasi 4A
xvii
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS
xviii
BAB 1
CEDERA KEPALA
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS
Alogaritme Kasus
ILMU BEDAH
Penjabaran Prosedur
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS
A. Airway dan Jalan napas, suara tambahan? Obstruksi jalan napas, tanda fraktur
kontrol servikal Fraktur cervical? cervical.
Laju napas dan adekuat.
B. Breathing Oksigenasi baik? Gerakan dada.
Sianosis.
Survei Sekunder
1. Anamnesis.
Identitas pasien, keluhan utama, mekanisme trauma, waktu
kejadian, riwayat sadar atau pingsan pasca trauma, keluhan
peningkatan tekanan intrakranial (nyeri kepala, mual muntah
menetap, kejang), riwayat mabuk, narkotika, dan penyakit
penyerta.
2. Pemeriksaan fisik seluruh organ.
Dari ujung rambut sampai dengan ujung kaki, lakukan log-
roll untuk evaluasi jejas tulang belakang.
Pemeriksaan neurologis
1. Penilaian Glasgow Comma Scale (GCS) merupakan penilaian
respon mata, verbal, dan motorik terbaik pasien pasca
resusitasi, tanpa pengaruh sedasi, dan dengan stimulasi
adekuat. Cedera kepala berdasarkan total GCS:
a. Cedera kepala ringan (CKR) : total GCS 14-15
ILMU BEDAH
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS
ILMU BEDAH
d. Pemasangan infus.
e. Medikamentosa terutama simtomatis adekuat,
pemberian manitol/saline hipertonis, pencegahan
kejang dan antibiotika sesuai indikasi.
f. Imobilisasi tulang belakang dan ektremitas bila
terdapat kecurigaan fraktur.
Observasi pasien cedera kepala:
1. Durasi: sejak 24 jam pertama hingga GCS pasien 15, pasien
dengan fraktur kraniumhingga 48 jam, dan pada kasus
fraktur basis kranii hingga kebocoran LCS berhenti.
2. Jangka waktu observasi pasien cedera kepala:
a. Setiap ½ jam pada 6 jam pertama.
b. Setiap jam pada 6 jam kedua.
c. Setiap 2 jam pada 12 jam berikutnya.
d. Setiap 4 jam bila > 24 jam.
3. Yang dinilai
a. Gejala terkait peningkatan TIK: sakit kepala, muntah.
b. Tanda vital: tekanan darah, nadi, laju pernapasan.
c. Tanda neurologis: skor GCS, respon pupil, motorik
(kekuatan otot).
Perawatan secara umum pada pasien tidak sadar:
1. Jaga jalan napas (dengan ETT apabila diperlukan).
2. Lindungi kornea dengan salep mata.
3. Jaga keseimbangan keluar masuk cairan.
4. Penggantian berkala kateter urine dan NGT.
5. Pemberian laksatif.
6. Pantau nutrisi.
7. Cegah dekubitus dan pneumonia (pada bagian tubuh yang
mengalami penekanan).
Komplikasi pasien cedera kepala
1. Komplikasi bedah
a. Hematoma intrakranial
b. Hidrosefalus
c. SDH kronis
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS
ILMU BEDAH
Daftar Pustaka
1. Handbook of Neurosurgery. 8th ed. Thieme; c2016.
Greenberg MS (ed). Chapter 58. Traumatic Hemorrhagic
Conditions; p. 892-5.
2. Case-Based Brain Imaging. 2nd ed. Thieme; c2013. Tsiouris
AJ, Sanelli PC, Comunale JP (eds). Section V. Trauma; p.484-
7.
3. Winn HR. Youmans Neurological Surgery 6th ed.
Philadelphia: Elsevier-Saunders; 2011.
4. Bullock MR, Chesnut R, Ghajar J, Gordon D, Harti R, Newell
DW, Servadei F, Walters BC, Wilberger JE. Traumatic Brain
Injury. Neurosurgery. 2006;58(3):S2-7-21
5. Information retrieve from http://www.uptodate.
com/contents/traumatic-brain-injury-epidemiology-
classification-and-pathophysiology?source=search_result&
search=traumatic+brain+injury&selectedTitle=1~150
6. Information retrieve fromhttp://www.uptodate.com/
contents/management-of-acute-severe-traumatic-brain-
injury?source=search_result&search=traumatic+brain+inju
ry&selectedTitle=2~150
7. Information retrieve fromhttp://www.uptodate.com/
contents/initial-approach-to-severe-traumatic-brain-injury-
in-children?source=search_result&search=traumatic+brain
+injury&selectedTitle=3~150
8. Information retrieve fromhttp://www.uptodate.
com/contents/concussion-and-mild-traumatic-brain-
injury?source=search_result&search=traumatic+brain+inju
ry&selectedTitle=4~150
9. Pedoman Tatalaksana Cedera Otak. 2nd ed. RSUD dr.
Soetomo. Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
c2014. Tim Neurotrauma (eds). Bab II. Acuan Penatalaksaan
Umum. P. 6-10.
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS
BAB 2
HIDROSEFALUS KONGENITAL
10
ILMU BEDAH
ALGORITME KASUS
11
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS
PENJABARAN PROSEDUR
Deformitas,
E.Exposure Deformitas?
cegah hipotermi
12
ILMU BEDAH
Survei Sekunder
1. Heteroanamnesis
Identitas pasien, keluhan utama, onset, gejala peningkatan
tekanan intrakranial (mual muntah, kejang, penurunan
kesadaran),progresifitas gejala, riwayat: trauma, operasi,
infeksi, tumbuh kembang,keluarga, kehamilan, penyakit
penyerta, dan kelainan kongenital lainnya.
2. Pemeriksaan fisik seluruh organ.
Dari ujung rambut sampai dengan ujung kaki, perhatikan
deformitas terutama pada garis tengah/midline.
Pemeriksaan neurologis
1. Penilaian GCS merupakan penilaian respon terbaik pada
mata, verbal, dan motorik pasien pasca resusitasi, tanpa
pengaruh sedasi, dan dengan stimulasi adekuat.
2. Tanda peningkatan tekanan intrakranial: lingkar kepala
membesar (sesuai kurva Nellhaus>2SD batas normal)
dengan disproporsi kraniofasial, ubun-ubun cembung,
vena ektasi, sunset phenomenon.
3. Tanda khas hidrosefalus: tanda cracked pot, tes
transluminasi.
4. Pemeriksaan pupil (bentuk, ukuran dan refleks pupil).
5. Funduskopi untuk melihat tanda peningkatan tekanan
intrakranial.
6. Pemeriksaan sensoris, dan motorik, menentukan tanda
lateralisasi.
Pemeriksaan penunjang pada hidrosefalus kongenital
1. Pemeriksaan CT scan/MRI kepala non kontras.
a. Pemeriksaan MRI lebih dipilih karena pemeriksaan
tanpa radiasi.
b. Ubun-ubun besar cembung.
c. Sutura memisah, melebar.
d. copper beaten skull/beaten brass skull, dinilai pada bone
window.
e. Kriteria hidrosefalus berdasarkan CT/MRI:
13
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS
14
ILMU BEDAH
Pemeriksaan lainnya
1. Analisa cairan serebrospinal.
2. Pemeriksaan TORCH untuk skrining penyebab hidrosefalus
kongenital.
3. Pemeriksaan tumbuh kembang anak (skala Denver).
4. Permeriksaan EEG untuk mencari fokus kejang.
Terapi operatif pada hidrosefalus kongenital, sesuai indikasi:
1. Endoscopic Third ventriculostomy [ETV],
2. Ventriculoperitoneal [VP] shunt,
3. Ventriculoatrial [VA] shunt).
Observasi pasien hidrosefalus kongenital:
1. Keluhan mual muntah, kejang, penurunan kesadaran.
2. Pupil, tanda lateralisasi, lingkar kepala, ubun-ubun.
3. Fungsi implant shunt, proksimal maupun distal.
4. Tanda infeksi sekunder.
Komplikasi pasien hidrosefalus kongenital
1. Komplikasi bedah.
a. Hematoma intrakranial.
b. Subdural hematoma akut atau kronis.
c. Malfungsi proksimal atau distal, alergi implan shunt.
d. Infeksi intrakranial (meningitis, ventrikulitis).
e. Upward herniation.
2. Komplikasi non bedah
a. Kejang.
b. Gangguan tumbuh kembang.
Prognosis hidrosefalus tergantung dari:
1. Tingkat berat ringan hidrosefalus.
2. Usia terdiagnosis.
3. Waktu mulai penanganan.
15
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS
DAFTAR PUSTAKA
16
ILMU BEDAH
BAB 3
KELAINAN JINAK PAYUDARA
17
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS
ALGORITME KASUS
18
ILMU BEDAH
PENJABARAN PROSEDUR
19
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS
Anatomi
Payudara dewasa terletak di daerah dada, antara iga ke-2
sampai iga ke-6 secara vertikal dan antara tepi sternum sampai
dengan linea aksilaris media secara horizontal. Ukuran diameter
payudara berkisar 10-12 cm, dan ketebalan antara 5 sampai 7 cm,
jaringan payudara juga dapat berkembang sampai ke aksila yang
disebut axillary tail of spence.
Secara umum, payudara terdiri atas dua jenis jaringan, yaitu
jaringan glandular (kelenjar) dan jaringan stromal (penopang).
Jaringan kelenjar meliputi kelenjar susu (lobus) dan salurannya
(duktus). Payudara berisi sampai 12-20 glandula mammaria yang
masing-masing memiliki saluran dalam bentuk ductus lactiferus.
Ductus lactiferus bermuara pada papilla mamma Sedangkan
jaringan penopang meliputi jaringan lemak dan jaringan ikat.
Selain itu, payudara juga memiliki aliran limfe.
.
Menurut Hoskins et al, (2005) untuk mempermudah
menyatakan letak suatu kelainan, payudara dibagi menjadi lima
regio, yaitu9:
1. Kuadran atas bagian medial (inner upper quadrant).
2. Kuadran atas bagian lateral (outer upper quadrant).
20
ILMU BEDAH
21
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS
22
ILMU BEDAH
Fibroadenoma
Cysts Moderate/ florid/ solid/ Atypical ductal /
Radial scar lesion
Duct ectasia papillary hyperplasia lobular hyperplasia
Mild hyperplasia
1. Juvenile Hyperthropy
a. Hipertropi sebelum masa pubertas adalah umum dan
biasanya terjadi pada kedua payudara (bilateral). Kelainan
ini disebut juga juvenile gigantomastia, dimana jaringan
payudara tumbuh pesat hingga mencapai ukuran masif.
b. Payudara menjadi padat dan kadang ditemukan nodul,
namun kadar hormon dalam serum tetap normal.
c. MRI diperlukan untuk menyingkirkan adanya masa.
Kemungkinan adanya keganasan adalah kecil karena jarang
ditemukan pada masa prepubertas dan berkisar 1,3% pada
masa pubertas.
d. Keluhan nyeri pundak, leher dan punggung, rasa tidak
nyaman, kesulitan berdiri tegak, kesulitan bernapas saat
posisi terlentang, dan nekrosis pada kulit. Implikasi
sosial yang dirasakan penderita adalah rasa malu akan
penampilan serta gangguan terhadap aktifitas sehari-hari.
e. Penatalaksanaan: reduction mammoplasty. Pembedahan
sebaiknya ditunda sampai akhir masa pubertas karena pada
saat ini pertumbuhan payudara telah komplit. Bila terjadi
rekurensi setelah tindakan ini maka dapat dipertimbangan
untuk pemberian terapi hormon atau bahkan masektomi
dan rekontruksi payudara.
2. Fibroadenoma (FAM)
a. Puncak insiden pada usia 20-30 tahun.
b. FAM adalah tumor jinak yang dibentuk oleh jaringan
fibrous stroma dan proliferasi epitel lobules.
23
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS
24
ILMU BEDAH
25
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS
5. Kista payudara
a. mengenai wanita usia 35-50 tahun
b. Kista ini merupakan perluasan dari lobulus yang mengalami
involusi dan secara klinis tampak sebagai benjolan lunak,
terkadang disertai nyeri
c. Pemeriksaan mamografi menunjukkan gambaran lesi yang
dikelilingi oleh halo
d. Konsistensi tumor ini tergantung pada tekanan dari cairan
di dalam kista dan jumlah jaringan normal payudara di
sekitarnya
26
ILMU BEDAH
Galaktokel
a. Kista pada payudara yang berisi air susu sebagai akibat
dari obstruksi duktus.
b. Terjadi pada masa laktasi namun lebih sering terjadi
beberapa bulan setelah masa laktasi.
c. Sering bersamaan dengan duktal ektasia dan abses
subareola rekuren.
d. Massa padat tanpa nyeri saat laktasiatau setelah beberapa
minggu/ bulan, massa permukaan rata, mobile, konsistensi
padat, batas tegas, berlokasi di saluran duktus,tersering
disubareola.
e. Dapat hilang sendiri atau setelah aspirasi.
f. Penanganan: asimptomatik dan ukuran tidak terlalu besar
cukup aman untuk di observasi, pada yang simptomatik
dilakukan massage + pompa ASI, kompres es, memakai bra
yang pas.
27
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS
6. Nipple discharge
a. Cairan yang keluar dari puting susu diluar masa laktasi.
b. Penyebab nipple discharge: kelainan jinak (trauma, intraductal
papilloma, blood stain nipple discharge pada kehamilan,
galatorrhoea, periductal mastitis, ductal ektasia), keganasan
(DCIS, invasive carcinoma).
7. Fibrocystic changes
a. Fibrocystic disease, cystic mastopathy,fibrosclerosis of
breast,chronic cystic mastitis, fibrocysticmastopathy,dan
mammary dysplasia.
b. Fibrocystic change (FCC) adalah kondisi payudara yang
menyebabkan adanya rasa nyeri, kistik, dan benjolan.
c. Menyerang 30-60% wanita dan mayoritas usia subur yaitu
20-40 tahun.
28
ILMU BEDAH
DAFTAR PUSTAKA
29
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS
BAB 4
KANKER PAYUDARA
30
ILMU BEDAH
ALGORITME KASUS
31
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS
PENJABARAN PROSEDUR
32
ILMU BEDAH
33
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS
3. Paritas.
4. Riwayat laktasi (tidak laktasi “sedikit” meningkatkan
risiko).
5. Riwayat menstruasi: menarche awal, menopause lambat.
6. Pemakaian obat- obat hormonal (pil KB, HRT) yang
dipergunakan jangka panjang.
7. Riwayat keluarga dengan KPD (pada keluarga wanita
terutama KPD laki-laki pada keluarga) dan kanker ovarium
(family clustering breast cancer and familial/hereditary breast
cancer, BRCA1 and BRCA2).
8. Riwayat operasi tumor payudara jinak seperti atypical ductal
hyperplasia, florid papilloma.
9. Riwayat operasi kanker ovarium (pada usia muda).
10. Riwayat radiasi di daerah dada/ payudara pada usia muda
(radiasi terhadap Hodgkin disease/ Non Hodgkin Disease).
Pemeriksaan fisik
1. Pemeriksaan fisik selalu dimulai dari pemeriksaan vital
sign, tensi, nadi, respiratory rate, temperatur aksila dan skala
nyeri (visual analog scale).
2. Dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik secara menyeluruh
dari kepala sampai ujung kaki, pemeriksaan generalis juga
untuk menilai adakah metastase ke paru, hepar, tulang,
susunan saraf pusat.
3. Kemudian status lokalis yakni payudara.
a. Dimulai dari payudara sisi yang sehat, dilanjutkan ke
payudara sisi yang sakit.
b. Inspeksi: pasien posisi duduk dilihat adakah benjolan,
ulcus, warna kulit diatas tumor dan sekitarnya,
lokasi tumor, dan rektraksi putting susu dengan
cara mengangkat ke-2 lengan ke atas, atau pasien
membungkuk untuk menilai adakah payudara yang
tertinggal.
c. Palpasi: memeriksa payudara dilakukan dengan
permukaan telapak 4 jari tangan, dilakukan secara
34
ILMU BEDAH
35
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS
36
ILMU BEDAH
37
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS
38
ILMU BEDAH
39
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS
40
ILMU BEDAH
N3a
N3b
N3c
M (Metastasis)
41
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS
Regrouping stadium :
Stadium T N M
0 Tis N0 M0
1 T1 N0 M0
IIA T0 N1 M0
T1 N1 M0
T2 N0 M0
IIB T2 N1 M0
T3 NO M0
IIIA T0 N2 M0
T1 N2 M0
T2 N2 M0
T3 N1 M0
T3 N2 M0
IIIB T4 N0 M0
T4 N1 M0
T4 N2 M0
IIIC Tiap T N3 M0
IV Tiap T Tiap N M1
Penentuan performance
Performance status adalah kondisi umum pasien status dan
bagaimana pasien terganggu dengan adanya kanker tersebut, erat
kaitannya dengan stadium, komorbiditas kemampuan pasien
menerima dan prognosis penderita. Bias dengan sistem skoring
WHO, Karnofsky, ECOG dan lainnya.
Perencanaan pengobatan
Merencanakan pengobatan sesuai dengan diagnosis (hasil
histopatologi), stadium dan performance status-nya. Pada kanker
payudara terapi dibedakan menurut stadium dan subtype kanker
payudara.
42
ILMU BEDAH
43
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS
Implementasi pengobatan
Dilakukan sesuai dengan perencanaan yang telah
ditentukan sebelumnya.
Evaluasi hasil pengobatan
Evaluasi dari seluruh proses dari diagnosis sampai
pengobatan, untuk melihat perubahan, respon, efek samping dari
terapi itu sendiri.Follow up pasien kanker payudara dilakukan:
6 bulan pertama : kontrol setiap 1 bulan
6 bulan s/d 3 tahun : kontrol setiap 3 bulan
>3tahun s/d 5 tahun : kontrol setiap 6 bulan
> 5tahun : kontrol setiap tahun
Prevensi Dan Deteksi Dini
1. Pencegahan primer adalah usaha agar tidak terkena kanker
payudara.Pencegahan primer berupa mengurangi atau
meniadakan faktor-faktor risiko yang diduga sangat erat
kaitannya dengan peningkatan insiden kanker payudara.
Pencegahan primer atau supaya tidak terjadinya kanker
secara sederhana adalah mengetahui faktor-faktor risiko
kanker payudara, seperti yang telah disebutkan di atas, dan
berusaha menghindarinya.
2. Pencegahan sekunder adalah melakukan skrining kanker
payudara.Skrining kanker payudara adalah pemeriksaan
atau usaha untuk menemukan abnormalitas yang mengarah
pada kanker payudara pada seseorang atau kelompok
orang yang tidak mempunyai keluhan.Tujuan dari skrining
44
ILMU BEDAH
45
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS
DAFTAR PUSTAKA
46
ILMU BEDAH
47
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS
BAB 5
5.1 APENDESITIK AKUT
(RADANG AKUT USUS BUNTU)
48
ILMU BEDAH
ALGORITME KASUS
Anamnesa
Pemerksaan Fsk
Dagnoss Penunjang
49
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS
Apendests Akut
Apendek Perforas
Foc Apendkulare
DAFTAR PUSTAKA
50
ILMU BEDAH
51
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS
ALGORITME KASUS
Ileus Obstruks
Berhasl Gagal
DAFTAR PUSTAKA
52
ILMU BEDAH
BAB 6
INTUSSUSEPSI
53
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS
ALGORITME KASUS
Jenis kelamin
lak lak %
Nyeri
Umur %
rata rata
bulan, 0%, -
bulan % Muntah
< tahun 0 % Diagnostik klinis
keakuratan 0%
Puncak bulan
Massa abdomen
Januar me-jun
%
Mortalitas karena tidak
terdiagnosis
Didahului infeksi virus
0% Rectal bleeding <%
0%
54
ILMU BEDAH
PENJABARAN PROSEDUR
DAFTAR PUSTAKA
55
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS
BAB 7
MALFORMASI ANORECTAL
56
ILMU BEDAH
Inspeks perneal
• Spne
• USGGnjal
• Urnalss
• Sngkrkan kemungknan atresa esophagus
• Sacrum
• USG Spnal
• Echo jantung
Sesuakan dengan klns
Sacrum abnormal
anoplast
Flat bottom
Pertmbangkan PSARP dengan
atau tanpa colostom
colostomy
57
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS
• Sacrum
Rontgen,
• Oesofagus
berpotens lethal • Echocardograf
• USG gnjal dan abdomen
Berkatan dengan
defek • UGG spnal (tethered cord)
• Lumbar spne
Inspeks perneal
Cloaca
Anoplast
• Evaluas atau dlatas X-Ray
urolog cross table
• R/O lateral
hydrocolpo
s
58
ILMU BEDAH
PENJABARAN PROSEDUR
DAFTAR PUSTAKA
59
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS
BAB 8
BIBIR SUMBING
60
ILMU BEDAH
ALGORITME KASUS
Masalah :
. Problem socal sult
makan/mnum dan bcara.
. Problem Psks anak
mnder.
. Umur 0- mnggu : Tdur mrng ke arah sumbng (unlateral). Penekanan pada bagan menonjol
(blateral). Pemberan nutrs kepala mrng, poss tegak paka sendok atau
sendok besar.
. Umur - mnggu : Pasang obturator bla pasen dserta dengan kelanan jantung atau kelanan/
nfeks paru paru obturatur dgantng setap mnggu sesua dengan
pertumbuhan palatum.Pemberan nutrs sama dengan datas.
. Umur 0 mnggu : Laboplasty, dengan syarat sesua dengan Role Over Ten:
Umur > 0 mnggu
BB > 0 pound
Hb > 0 gr/dL
. Umur .- tahun : Palataplasty. Karena bla datas tahun kemungknanbsa sengau.
. Umur - tahun : Speech therapy bagan Rehabltas Meds.
. Umur - tahun : Re-Palatoplasty atau Vellopharngoplasty bla mash sengau atau untuk
bcara dengan kata-kata konsonan.
. Umur - tahun : Orthodons pengukuran lengkung gg oleh Dokter Gg Spesals Orthodons.
. Umur - tahun : Alveolar Bone Graft penutupan lubang alveolar dar tulang rawan crsta
laka.
. Umur - tahun : Orthodons oleh Dokter Gg Spesals OrthodonsRevs Bbr dan hdung
(Rhnoplasty).
0. Umur - tahun : Osteotom Le Fort untuk melhat kesmetrsan antara maksla dan
mandbular.
61
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS
DAFTAR PUSTAKA
62
ILMU BEDAH
BAB 9
LUKA BAKAR
1. Umum
Mampu melakukan perawatan prehospital dan transfer
luka bakar.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu mendiagnosis kegawatdaruratan pada kasus luka
bakar dan melakukan penanganan prehospital untuk
mencegah morbiditas maupun mortalitas.
b. Mampu menentukan luas luka bakar dan melakukan
resusitasi cairan.
c. Mampu menentukan kriteria merujuk pasien luka bakar.
d. Mampu melakukan stabilisasi awal sebelum dirujuk.
e. Mampu mengenal adanya trauma penyerta.
63
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS
ALGORITME KASUS
Prinsip Dasar:
1. Segera membebaskan penderita dari sumber panas.
2. Kewaspadaan terhadap ancaman airway, breathing, dan
circulation.
3. Melakukan resusitasi cairan bagi yang membutuhkan
untuk mempertahankan hemodinamik normal.
4. Mendiagnosis dan menangani komplikasi yang terjadi.
Resustas caran
jka dperlukan
64
ILMU BEDAH
anamnesis
65
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS
Gangguan airway
Infus RL
Resusitasi luka bakar dengan rumus baxter
{%luas luka bakar x BB x 4}
50% Diberikan 8 jam pertama
50% diberikan 16 jam berikutnya
Analgetik
Perawatan luka
66
ILMU BEDAH
PENJABARAN PROSEDUR
67
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS
DAFTAR PUSTAKA
68
ILMU BEDAH
BAB 10
HEMATOTORAKS
69
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS
ALGORITME KASUS
Hematotoraks
Gawat Darurat Tdak Ada Gawat Darurat Gawat Darurat Tdak Ada Gawat Darurat
-Oxgenas
Observas Pasang Ppa
-Pemberan Caran Pasang Ppa Toraks
toraks
ttotoraksToraks
Pasang Ppa Toraks
Observas
Mencar Penyebab
Membak Tetap
Retens Bak
R/Sesua Penyebab
RO Foto
Torakotom Torakotom Ambulator
Observas
Pendarahan Repar
Bak
<00 cc >00 cc
Ambulator
Observas Torakotom
Bak
Retens/Clot
Car Akbat
Pendarahan
Pulang
Sedkt Banyak
Bak
Observas Torakotom
Pulang
Bak Bak
Pulang Pulang
70
ILMU BEDAH
PENJABARAN PROSEDUR
71
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS
72
ILMU BEDAH
DAFTAR PUSTAKA
73
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS
BAB 11
PNEUMOTORAKS
74
ILMU BEDAH
ALGORITME KASUS
Non Trauma (B)
Kelanan Paru -
Torakosentess Kelanan Paru +
R/ Sesua Penyebab
Bak
75
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS
Pneumotorak
s
Thoracosnthess RO
Repar Repar
76
ILMU BEDAH
PENJABARAN PROSEDUR
77
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS
DAFTAR PUSTAKA
1. Schwartz SI, Shires GT, Spencer FC, Daly JM, Fischer JE,
Galloway AC.1999. Principles of Surgery. United States of
America: McGraw-Hill companies.
2. Sabiston, David C, 2011. Buku ajar bedah. Jakarta: EGC.
3. Shields, T.W., 2009. General Thoracic Surgery 7 th Ed.
Volume 1. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia.
78
ILMU BEDAH
BAB 12
HIPERPLASI PROSTAT JINAK
79
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS
80
ILMU BEDAH
ALGORITME KASUS
81
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS
DAFTAR PUSTAKA
1. Gravas S., Bach T., Bachmann A., Drake M., Gacci M., Gratzke
C., Madersbacher S., Mamoulakis C., Tikkinen K.A.O. 2015.
Guidelines on the Management of Non-Neurogenic Male
Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS), including Benign
Prostatic Obstruction (BPO). European Association of
Urology.
2. Roehrborn Claus G. 2016. Benign Prostatic Hyperplasia:
Etiology, Pathophysiology, Epidemiology, Natural
History, and Surgery. Campbell-Walsh Urology,
Eleventh Edition. International Edition: Elsevier. p
2425-62.
82
ILMU BEDAH
BAB 13
KOLIK RENAL
83
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS
84
ILMU BEDAH
85
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS
86
ILMU BEDAH
87
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS
General factors
Early onset of urolithiasis (especially children and teenagers)
Familial stone formation
Brushite-containing stones (CaHPO4.2H2O)
Uric acid and urate-containing stones
Infection stones
Solitary kidney (the kidney itself does not particularly increase the risk of stone formation, but prevention
of stone recurrence is of more importance)
Diseases associated with stone formation
Hyperparathyroidism
Metabolic syndrome [17]
Nephrocalcinosis
Gastrointestinal diseases (i.e., jejuno-ileal bypass, intestinal resection, Crohn’s disease, malabsorptive
conditions, enteric hyperoxaluria after urinary diversion) and bariatric surgery
Sarcoidosis
Genetically determined stone formation
Cystinuria (type A, B, and AB)
Primary hyperoxaluria (PH)
Renal tubular acidosis (RTA) type I
2,8-Dihydroxyadeninuria
Xanthinuria
Lesch-Nyhan syndrome
Cystic fibrosis
Drugs associated with stone formation
Anatomical abnormalities associated with stone formation
Medullary sponge kidney (tubular ectasia)
Ureteropelvic junction (UPJ) obstruction
Calyceal diverticulum, calyceal cyst
Ureteral stricture
Vesico-uretero-renal reflux
Horseshoe kidney
Ureterocele
88
ILMU BEDAH
DAFTAR PUSTAKA
1. Türk C., Knoll T., Petrik A.,Sarica K., Skolarikos A., Straub
M., Seitz C.2015. Guidelines on Urolithiasis. European.
Association of Urology.
2. LipkinME., FerrandinoMN., and Preminger GM. 2016.
Evaluation and Medical Management of Urinary Lithiasis.
Campbell-Walsh Urology, Eleventh Edition. International
Edition: Elsevier.
3. Leavitt DA., de la Rosette J J. M. C. H., and Hoenig DM.
2016. Strategies for Nonmedical Management of Upper
Urinary Tract Calculi. Campbell-Walsh Urology, Eleventh
Edition. International Edition: Elsevier.
4. MatlagaBR.,KrambeckAE., and LingemanJE.2016. Surgical
Management of Upper Urinary Tract Calculi. Campbell-
Walsh Urology, Eleventh Edition. International Edition:
Elsevier.
5. BenwayBM., and Bhayani SB. 2016. Lower Urinary
Tract Calculi. Campbell-Walsh Urology, Eleventh
Edition. International Edition: Elsevier.
89
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS
BAB 14
14.1 DISLOKASI
90
ILMU BEDAH
PENJABARAN PROSEDUR
91
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS
92
ILMU BEDAH
93
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS
3. Faktor Pencetus
a. Kekuatan mendadak pada sendi yang melampaui
range of motion normal tension failure.
b. Lebih rentan bila otot yang mengontrol pergerakan
sendi lemah.
c. Umumnya indirect injury.
4. Jenis Dislokasi
a. Dislokasi rekuren
Bila batas ligamen dan sendi rusak; terutama sering
pada sendi bahu dan sendi patelofemoral.
94
ILMU BEDAH
95
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS
DAFTAR PUSTAKA
96
ILMU BEDAH
97
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS
PENJABARAN PROSEDUR
b. Pemeriksaan fisik:
padaposisiabduksidan internalrotasibahu, bahu berbentuk
kotak (square shoulder) dikarenakan displacement bagian
anterior dan medial dari humeral head.
2) Feel : nyeri dan teraba penonjolan pada sisi anterior.
3) Move : tidak dapat menggerakan lengan.
98
ILMU BEDAH
c. Radiografi
1) AP: bayangan saling bertumpuk dari kepala humerus
dan fossa glenoid, bagian kepala humerus seringkali
tampak di bawan dan di sebelah medial dari soket.
2) Lateral: sepanjang scapula menunjukkan kepala
humerus keluar dari garis soket.
3) Dislokasi sebelumnya: pendataran atau ekskavasi
bagian posterolateral kepala humerus dari tepi anterior
soket glenoid lesi Hill- Sachs.
d. Penatalaksanaan
1) Teknik Stimson’s
Pasien pronasi dengan lengan tergantung di sisi
tempat tidur dandiberibeban. Setelah 15-20 menit
dapat dilakukan reduksi.
2) Metode Traction-counter traction
Peningkatan traksi perlahan dilakkan pada lengan
dengan bahu sedikit abduksi, asisten memberi counter
traksi pada tubuh.
99
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS
3) Metode Kocher
Siku ditekuk 90 derajat dan menempel pada tubuh,
dilakukan rotasi 75 derajat lateral, kemudian diangkat
ke depan, dan dirotasi ke arah medial. Metode ini
memiliki risiko trauma saraf, pembuluh darah, dan
tulang, dan tidak direkomendasikan.
4) Dilakukan pemeriksaan radiografi untuk
mengkonfirmasi reduksi dan menyingkirkan
kemungkinan fraktur
5) Lakukan pemeriksaan injury saraf axilla dan
robekn rtator cuff, saraf median, radial, ulnar, dan
musculocutaneus.
6) Gunakan sling selama 3 minggu pada usia < 30 tahun,
dan 1 minggu pada usia > 30 tahun.
100
ILMU BEDAH
101
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS
b. Gambaran Klinis
1) Lengan berada pada posisi internal rotasi terus
menerus, terkunci pada posisi abduksi.
2) Bagian depan bahu tampak datar, processuscoracoid
menonjol namun sering disamarkan oleh
pembengkakan.
3) Displacement ke arah posterior bila dilihat dari arah
atas.
c. Radiografi
1) AP:
a) kepala humerus terputar ke medial gambaran light
bulb/ bola lampu.
b) kepala humerus menjauhi fossa glenoid empty
glenoid sign.
2) Lateral
a) menunjukkan dislokasi atau subluksasi posterior.
b) indentasi dalam pad bagian anterior kepala humerus.
d. Penatalaksanaan
1) reduksi dengan menarik lengan pada posisi bahu
adduksi, kemudian dilakukan rotasi lateral dan kepala
humerus didorong ke depan.
102
ILMU BEDAH
103
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS
b. Gambaran Klinis
1) Look : Lengan terkunci pada posisi abduksi
hampir maksimal.
2) Feel : Kepala humerus teraba pada atau di
bawah aksila.
3) Move : Range of movementsendibahuterbatas.
c. Radiografi
1) Humerus pada posisi abduksi.
2) Head humerus tampak di bawah glenoid.
3) Cari fraktur yang berhubungan: glenoid atau humerus
proksimal.
d. Penatalaksanaan
1) Reduksi dengan menarik ke atas pada garis abduksi
lengan dengan counter tractionke arah bawah melalui
bagian atas bahu.
2) Bila kepala humerus terjepit pada jaringan lunak,
perlu dilakukan open reduction.
3) Imobilisasi dengan sling hingga nyeri hilang,
kemudian dapat mulai melakukan gerakan namun
hindari abduksi selama 3 minggu agar jaringan lunak
sembuh.
DAFTAR PUSTAKA
1. Salter RB. Textbook of disorders and injuries of the
musculoskeletalsystem. Third edition. Philadelphia :
Lippincott William & Wilkins, 1999.
2. Solomon L, warwick DJ, Nayagam S. Apley’s system of
orthopaedics and fractures. Ninth edition. New York :
Oxford university press, 2010.
3. Robert, BS 1999,Textbook of disorder and injuries of the
musculoskeletal system 3rd edition, Lippincott Williams &
Wilkins, USA
104
ILMU BEDAH
BAB 15
OSTEOMYELITIS
105
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS
PENJABARAN PROSEDUR
Definisi
Osteomyelitis adalah proses inflamasi akut atau kronik
pada tulang dan struktur sekundernya karena infeksi oleh bakteri
piogenik. Infeksi pada osteomyelitis dapat terjadi lokal atau
dapat menyebar melalui periosteum, korteks, sumsum tulang,
dan jaringan retikular. Osteomyelitis akut biasanya terjadi pada
anak secara hematogen, sedangkan pada orang dewasa biasanya
terjadi osteomyelitis subakut atau kronis yang disebabkan infeksi
sekunder atau setelah pemasangan implant.
Klasifikasi osteomyelitis
1. Acute haematogenous osteomyelitis
2. Subacute haematogenous osteomyelitis
3. Post Traumatic osteomyelitis
4. Chronic Osteomyelitis
1. OSTEOMIELITIS AKUT
a. Definisi
Osteomyelitis akut merupakan proses inflamasi akut
pada tulang dan struktur sekundernya karena infeksi oleh
bakteri piogenik. Infeksi pada osteomyelitis dapat terjadi
lokal atau dapat menyebar melalui periosteum, korteks,
106
ILMU BEDAH
107
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS
108
ILMU BEDAH
109
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS
b) Ultrasonography (USG)
Pemeriksaan USG mendeteksi adanya cairan subperiosteal
pada tahap awal dari osteomyelitis tetapi tidak dapat membedakan
antara darah dan pus.
c) Radionuclide Scanning
Gambaran Radioscintigraphy dengan menggunakan
99mTc-HDP akan menunjukan gambaran peningkatan aktivitas
pada fase perfusi dan fase tulang. Peeriksaan ini merupakan
pemeriksaan yang sangat sensitif bahkan pada stadiu dini, tetap
memilikispesifitas yang rendah karena reaksi inflamasi yang lain
juga akan menimbukan gambaran yang serupa.
d) Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Pemeriksaan MRI dapat sangat membantu untuk
memastikan adanya inflamasi pada sumsum tulang. Sangat
sensitif pada stadium awal dan dapat membedakan antara infeksi
jaringan unak dan osteomyelitis. Akan tetapi, spesifitasnya
rendah untuk menyingkirkan lesi inflamasi lokal lainnya.
b. Differensial diagnosis :
1) Selulitis.
2) Septik Arthritis
3) Gout dan Pseudogout.
4) Rheumatic akut.
5) Tumor Ewing.
c. Terapi
Pada dasarnya penanganan yang dilakukan adalah:
1) Perawatan di rumah sakit.
2) Pengobatan suportif dengan pemberian infus dan
antibiotika.
3) Pemeriksaan biakan darah.
4) Antibiotika yang efektif terhadap gram negatif maupun
gram positif diberikan langsung tanpa menunggu
hasil biakan darah, dan dilakukan secara parenteral
selama 3-6 minggu.
110
ILMU BEDAH
111
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS
112
ILMU BEDAH
113
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS
2. OSTEOMYELITIS KRONIS
a. Definisi
Osteomyelitis kronis merupaka kondisi infeksi tulang dan
sumsum tulang yang berat dan menetap. Osteomyelitis sering
kambuh karena terapi definitifnya sulit dan sering terjadi karena
terapi osteomyelitis yang tidak adekuat.
b. Organisme penyebab:
1) Staphylococcus aureus
2) Escherichia coli
3) Streptococcus pyogenes
4) Proteus mirabilis
5) Pseudomonas aeruginosa
6) Staphylococcus epidermidis.
c. Faktor Predisposisi:
1) Osteomyelitis akut
2) Diabetes
3) Kelainan vaskuler perifer
4) Malnutrisi
5) Selulitis
6) Imunodefisiensi
7) Bakteri yang diselubungi protein poli-sakarida
(glycocalyx)
8) Fraktur terbuka
9) Pemasangan implant
10) Durasi operasi yang lama.
d. Patofisiologi:
1) Terjadi kerusakan tulang yang berada di focus infeksi
atau pun di area sekitar permukaan implant yang
terinfeksi yang mengarah pada kematian tulang.
2) Awalnya akan terbentuk kavitas yang berisi pus dan
potongan tulang mati (sequestra) yang dikelilingi
jaringan vascular dan area yang sklerotik sebagai
hasil dari pembentukan tulang baru yang reaktif
secara kronis. Reaksi pembentukan tulang baru
114
ILMU BEDAH
115
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS
116
ILMU BEDAH
f. Pemeriksaan Penunjang:
1) Peningkatan LED
2) Leukositosis
3) Kultur organisme
4) Test antibiotic resistensi
5) PCR
c. Terapi
1) Antibiotik
a) Pada osteomyelitis kronis, pemberian antibiotik saja
tidak dapat menyelesaikan proses infeksi yang sudah
terjadi, tetapi pemberian antibiotik yang spesifik sesuai
kultur diperlukan untuk menekan proses infeksi dan
mencegah terjadi penyebaran infeksi ke tulang yang
sehat.
b) Pemilihan antibiotik disesuaikan dengan studi
mikrobiologi dan harus mampu untuk menembus
tulang yang sklerotik dan tidak toksis untuk pemakaian
jangka panjang.
c) Asam fusidat, klindamisin dan sefalosporin merupakan
contoh antibiotik yang baik. Pada kasus MRSA dapat
digunakan vankomisin dan teicoplanin.
d) Durasi pemberian antibiotik 4-6 minggu dan dapat
diteruskan lagi 4 minggu setelah terapi operatif.
2) Penanganan Lokal
a) Abses akut mungkin memerlukan insisi segera dan
drainase.
b) Sinus yang terbentuk membutuhkan pembalutan.
3) Terapi Operatif
a) Debridement, saat operasi semua jaringang yang
terinfeksi maupun jaringan yang telah mati harus di
eksisi, begitu juga dengan implant yg terinfeksi juga
harus dieksisi.
b) Setelah 3-4 hari, luka diinspeksi dan bila ditemukan
tanda-tanda jaringan nekrosis yang baru maka
debridement dapat dilakukan secara serial.
117
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS
118
ILMU BEDAH
DAFTAR PUSTAKA
119
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS
BAB 16
FRAKTUR
120
ILMU BEDAH
PENJABARAN PROSEDUR
Definisi Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang baik karena
trauma, tekanan maupun kelainan patologis.
Etiologi Fraktur
Peristiwa yang dapat menyebabkan terjadinya fraktur
diantaranya trauma, kelemahan tulang, dan peristiwa patologis.
1. Trauma
a. Trauma langsung : terjadinya tulang patah pada
titik dimana tulang terkena gaya/tekanan langsung
(transverse, kominutif).
b. Trauma tidak langsung : terjadinya tulang patah
pada titik dimana tulang tidak terkena gaya/tekanan
langsung (twisting, kompresi, bending, tension).
2. Kelemahan tulang/ patologis
a. Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal karena
lemahnya suatu tulang akibat penyakit infeksi, penyakit
metabolisme tulang misalnya osteoporosis, dan tumor pada
tulang.
3. Stres fracture
a. Fraktur ini terjadi pada orang yang yang melakukan
aktivitas berulang – ulang pada suatu daerah tulang atau
menambah tingkat aktivitas yang lebih berat dari biasanya.
Tulang akan mengalami perubahan struktural akibat
pengulangan tekanan pada tempat yang sama.
Deskripsi Fraktur
1. Lokasi
a. Diafisis
b. Metafisis
121
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS
c. Epifisis
d. Intra-articullar
e. Fraktur dislokasi.
2. Extent (luas, batas, tingkat)
a. Komplet
b. Inkomplet (hairline fracture, buckle fracture, greenstick
fracture).
3. Konfigurasi
a. Transverse
b. Oblique
c. Spiral
d. Kominutif.
4. Hubungan antar fragment
a. Undisplaced
b. Displaced (translated/shifted sideways, angulated, rotated,
distracted, overriding,impacted).
5. Hubungan dengan dunia luar
a. Patah tulang tertutup (close fracture)
b. Patah tulang terbukaa (open fracture).
6. Komplikasi
a. Tanpa komplikasi
b. Dengan komplikasi.
122
ILMU BEDAH
123
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS
Diagnosisfraktur
1. Anamnesis
Gejala yang khas :
a. Nyeri yang terlokalisasi
b. Penurunan fungsi
c. Riwayat Trauma.
2. Pemeriksaan fisik
a. Look :
1) bengkak
2) deformitas (angulation, rotation, shortening)
3) ekimosis.
b. Feel :
1) Nyeri tekan pada daerah fraktur
2) Abnormalitas neurovascular
3) Krepitasi.
c. Move :
1) Krepitasi
2) Pergerakan yang abnormal (false movement).
3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan X-ray
Pemeriksaan X-ray sangat diperlukan. Ingat role of two :
1) Dua sudut
2) Dua ekstremitas
3) Dua waktu
124
ILMU BEDAH
4) Dua cedera
5) Dua sendi.
b. Pemeriksaan CT scan
1) Berguna pada lesi spinal atau fraktur sendi yang
komplek
2) Visualisasi fraktur yang akurat pada daerah sulit.
Penatalaksanaan Umum
1. First Do No Harm
2. Dasar pegobatan untuk diagnosis dan prognosis.
3. Pemilihan pengobatan untuk tujuan yang tepat.
4. Cooperate With The “Laws Of Nature”.
5. Membuat pengobatan realistik.
6. Pemilihan pengobatan untuk pasien sebagai individu.
Tujuan terapi fraktur
1. Mengembalikan pasien ke dalam fungsi yang
optimal.
2. Mencegah fraktur dan komplikasi jaringan lunak.
3. Membuat fraktur sembuh dan dalam posisi yang
tepat sehingga dapat mencapai penyembuhan yang
optimal.
Perkins Timetable
1. Untuk waktu pemyembuhan fraktur normal
2. Fraktur spiral pada diafisis extremitas atas union dala
3 minggu
3. Dikali 2 untuk waktu konsolidasi
4. Dikali 2 untuk extremitas bawah
5. Dikali 3 pada fraktur transverse
125
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS
Penatalaksanaan Ortopedi
1. Proteksi tanpa reposisi dan imobilisasi.
2. Imobilisasi dengan fiksasi.
3. Reposisi dengan cara manipulasi diikuti dengan
imobilisasi.
4. Reposisi dengan traksi.
5. Reposisi diikuti dengan imobilisasi dengan fiksasi luar.
6. Reposisi secara nonoperatif diikuti dengan pemasangan
fiksasi dalam pada tulang secara operatif.
7. Reposisi secara operatif diikuti dengan fiksasi patahan
tulang dengan pemasangan fiksasi interna.
8. Eksisi fragmen fraktur dan menggantinya dengan
prosthesis.
Terapi Obat-Obatan (Medikamentosa)
Sebagian besar pasien dengan gangguan muskuloskeletal
tidak ada terapi obat-obatan spesifik. Contoh: tidak ada terapi
obat khusus untuk meningkatkan akselerasi pertumbuhan normal
jaringan lunak setelah mengalami injuri. Walaupun begitu,
peran terapi obat-obatan sangat penting dalam penatalaksanaan
gangguan muskuloskeletal. Setelah berkembangnya preparat
farmasi, beberapa obat memberikan dampak terhadap
penatalaksanaan berbagai gangguan muskuloskeletal.
Terapi obat-obatan yang lazim digunakan untuk gangguan
muskuloskelatal, meliputi: analgetik, obat antiinflamasi non-
steroid, agen kemoterapi, kortikosteroid, vitamin, dan obat-obat
khusus.
Terapi Bedah
1. Penatalaksanaan manipulasi bedah dilakukan untuk
melakukan koreksi deformitas pada tulang fraktur atau
sendi yang mengalami dislokasi.
2. Pemberian manipulasi ini biasa dilakukan di bawah anestesi
umum dengan penatalaksanaan reduksi tertutup.
3. Metode terapi bedah pada gangguan muskuloskeletal
dilaksanakan secara 5 R (1) repair, (2) release, (3) resection, (4)
126
ILMU BEDAH
127
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS
DAFTAR PUSTAKA
128
ILMU BEDAH
129
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS
130
ILMU BEDAH
131