Fathor Rahman
Dosen Fakultas Syariah IAIN Jember
emai: fathorrahmanjm0506@gmail.com
Abstrak
Kecenderungan ortodoksi dan ortopraksi, tradisi fiqh di pesantren pada
umumnya bergerak menuju watak dan paradigma yang konservatif yang
terus-menerus dipelihara namun yang demikian itu berbeda dengan tradisi
fiqh di Ma’had Aly Sukorejo di mana mayoritas mahasiswa santri dan
alumnusnya mampu menghadirkan fiqh di tengah-tengah masyarakat secara
cair, membumi, dan logis-realistis yang mampu menyentuh serta
menyelesaikan persoalan kontemporer. Penelitian ini menggunakan
pendekatan intertekstual yaitu melihat dan mengonsepsikan relasionalitas,
kesalingterkaitan dan interdependensi dari teks dan wacana dari generasi
yang satu dengan yang lainnya berbasiskan pendekatan diakronik sekaligus
sinkronik.
Kesimpulannya genealogi fiqh progresif di Ma’had Aly dapat ditelusuri
hingga tradisi intelektual Imam mazhab fiqh Sunni yang berkarakter rendah
hati, jauh dari klaim kebenaran a priori, luwes, dan fleksibel, mengembara
melalui lembaga-lembaga pendidikan Sunni dan pengajaran-pengajaran
tradisional yang dilakukan oleh para ulama Sunni. Kemudian paradigma itu
dibawa para pelopor Islamisasi Islam di Nusantara dan di sampaikan kepada
pelajar di dalam lembaga pesantren. Dalam konteks Ma’had Aly, pribadi Kiai
As’ad sebagai santri kelana (rahil ilmiyah) yang berguru ke ulama Sunni di
tanah suci dan tanah air juga turut mewarnai paradigma fiqh yang
berkembang di Ma’had Aly dengan pembangunan struktur kurikulum yang
sedemikian rupa mampu membangun sebuah paradigma fiqh yang progresif.
Pendahuluan
Pengkajian kitab fiqh di pesantren pada umumnya bukan hanya
menghasilkan upaya ortodoksi61 hasil pemikiran para ulama fiqh tetapi
juga menghasilkan ortopraksi62 fiqh sentris di kalangan santri di mana
hasil pemikirannya tersebut diejawantahkan ke dalam kitab kuning 63
yang menjadi rujukan di pesantren yang bisa dilihat dari tradisi
intelektual yang berkembang di pesantren berupa bahtsul masa’il yang
kemudian tradisi ini tetap dilestarikan di pesantren sebagai sikap rendah
hati komunitas santri.
61 Suatu bidang ilmu yang didalami seorang santri biasanya memiliki jalur transmisi
(sanad) yang jelas. Sanad ini akan dipertahankan dengan begitu ketat agar ilmu
tersebut tidak terputus sanadnya.. Lihat Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi;
Esai-Esai Pesantren, (Yogyakarta: LKiS, cet 2, 2007), hal. 28.
62 Sedangkan ortopraksi fiqh sentris di pesantren dapat dilihat dari pola dan cara
ibadah mahdah dan muamalah masyarakat santri yang dilakukan dengan sangat detil,
ketat, dan lengkap. Setiap sisi kehidupan mereka coba dilihat dan dilakukan dengan
menggunakan ”kacamata” fiqh, baik yang berkenaan dengan masalah ritual
keagamaan, sosial, kultural, politiki, maupun ekonomi.
63 Kitab kuning adalah buku berbahasa Arab yang ditulis di atas kertas yang warnanya
kuning. Pada umunya, tulisan berbahasa Arab di dalamnya tanpa syakal atau harakat
yang pada umumnya merupakan karya para ulama salaf. Pembahasan yang detil
mengenai tradisi kitab kuning di pesantren-pesantren di Nusantara dapat dilihat di
antaranya Martin Van Brinessen, Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat; Tradisi-tradisi
Islam di Indonesia, (Bandung: Mizan,1995), th.
modern atas agama yang berupaya menafsirkan ulang ajaran agama agar
bisa menjawab kebutuhan masyarakat modern64 meskipun mendapat
kritikan dari dalam dan luar pesantren.
64 Abdullah Saeed, Islamic Thought; An Intoduction, (London: Routledge, 2006), hal. 142.
65 Abdul Muqit Ismail pada tahun 2001 menulis tesis tentang peran Ma’had Aly
Sukorejo dalam meningkatkan intelektualitas santri PP Salafiyah Syafi’iyyah Sukorejo
Situbondo. Penelitian ini memberikan gambaran mengenai upaya-upaya yang
dilakukan oleh Ma’had Aly untuk meningkatkan kapasitas intelektualitas peserta
didik setiap angkatannya. Lihat Abdul Muqit Ismail, Peran Ma’had Aly PP Salâfiyah
Syafi’iyyah Situbondo dalam Upaya Meningkatkan Intelektualitas Santri, Tesis (Malang:
Tesis IAIN Maulana Malik Ibrahim tidak diterbitkan, 2001), th.
66 Asmuki mengangkat sebuah kajian yang menarik tentang Ma’had Aly pada tahun
2009, yakni membahas rumusan metodologi yang digunakan santri Ma’had Aly dalam
menjawab dan memutuskan setiap persoalan kontemporer yang dihadapi oleh
masyarakat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa fomula metode yang digunakan
oleh santri Ma’had Aly tidak baru sama sekali. Ia merupakan pengembangan atau
semacam elaborasi dari teori-teori ushul fiqh yang telah ada. Lihat Asmuki, Analisis
Kritis Atas Pertanggungjawaban Metodologis Fiqh Santri Ma’had Aly PP Salafiyah
Syafi’iyyah Situbondo, ibid.
67 Musahadi adalah salah seorang peserta program doktoral di IAIN Walisongo
Semarang. Pada tahun 2010 dia menulis disertasi dengan menelisik elemen-elemen
liberal dalam kajian fiqh Ma’had Aly Sukorejo. Dalam laporannya, Musahadi
menunjukkan bahwa kajian hukum Islam di Ma’had Aly Situbondo sangat kuat
diwarnai oleh elemen-elemen liberal, baik pada tingkat epistemologi kajian yang
mereka kembangkan maupun produk-produk kajian yang mereka hasilkan. Periksa
Musahadi, Elemen Liberal dalam Kajian Hukum Islam di Pesantren; Telaah Kajian Fiqih di
Ma’had Aly Salafiyah Syafi’iyyah Sukorejo Situbondo, Disertasi (Semarang: IAIN
Walisongo Press, 2010), th.
68Penelitian disertasi Mufidah pada tahun 2010 mengangkat masalah Ma’had Aly dan
pengarusutamaan (mainstreaming) isu gender. Penelitaian ini menggunakan pisau
analisa konstruksi sosial. Kesimpulannya adalah bahwa terdapat beberapa kesamaan
paradigma santri Ma’had Aly dengan paradigma para aktivis gender moderat. Lihat
Mufidah, Gender di Pesantren Salaf, Why Not?, Disertasi (Malang: UIN Malang Press,
2010), th.
69 Abu Yazid menulis sebuah karya reflektif yang berakar kuat pada data-data
lapangan mengenai Ma’had Aly Sukorejo. Dalam karyanya yang berjudul Membangun
Islam Tengah itu, Abu Yazid secara jelas dan percaya diri menyatakan bahwa
paradigma keberagamaan dan intelektualitas komunitas Ma’had Aly Sukorejo
merupakan paradigma moderat. Mereka menengahi dua arus pemikiran yang sama-
sama ekstrem: Islam liberal dan Islam fundamental. Abu Yazid, Membangun Islam
Tengah; Refleksi Dua Dekade Ma’had Aly Situbondo, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren LkiS,
2010), th.
70 Yudi Latif, Inteligensia Muslim dan Kuasa; Genealogi Inteligensia Muslim Indonesia Abad
71Yudi Latif, 6.
72Ibid., 7. Penjelasan ini Yudi Latif nukil dari Foucault, Genealogy and Social Criticism in
The Postmodern Turn: New Perspectives on Social Theory, ed S. Seidman, (Cambridge:
Cambridge University Press, 1994), hal. 39-45.
Sukorejo Situbondo.
76 Wawancara dengan Imam Nakha’i, santri Ma’had Aly angkatan pertama, saat ini
menjadi salah satu pengajar di Ma’had Aly. Wawancara dilakukan di kediamannya di
lingkungan Pesantren Salafiyah Syafi’iyyah, Sukorejo, pada 28 Agustus 2015.
77 Wawancara dengan Abd. Aziz, pengurus Litbang dan Penerbitan Ma’had Aly, pada
28 Agustus 2013.
78 Tim Penulis, Fiqh Rakyat: Pertautan Fiqh dengan Kekuasaan, (Yogyakarta: LkiS, 2000),
hal. xxvii.
79 Abu Yasid, LL.M (editor), Fiqh Realitas: Respons Ma’had Aly terhadap Wacana Hukum
penyebab turunnya atau munculnya suatu sabda atau ayat. Sedangkan asbabun nuzul
aam adalah konteks setting sosial, budaya, ekonomi, politik, dan lain sebagainya, yang
turut menjadi semangat dilahirkannya sebuah teks.
83Misalnya dimulai dari kategori lafazh (kata) al-’amm, al-khash, al-muthlaq, al-muqayyad,
al-amr, al-nahy, al-musytarak, al-muawwal, al-h qîqah, al-majâz, al-kinâyah, al-zhâhir, al-nash,
al-mufassar, al-muhkam, al-khafiy, al-musykil, al-mujmal, dan al-mutasyâbih, sampai pada
teori kalimat yang terdiri dari al-manthûq, al-mafhûm, ibârah al-nash, isyârah al-nash,
dalâlah al-nash dan íqtudlâ’ al-nash. Lihat Asmuki, Sistem Bermazhab Fiqh Santri Ma’had
Aly Sukorejo Situbondo dalam Ahmad Musthofa Harun dkk, Khazanah Intelektual
Pesantren, (Jakarta: Puslitbang Diklat Depag, 2009), hal. 143.
yang lebih dekat) dengan mengambil qiyâs khafîy (makna yang lebih jauh)
karena pertimbangan maslahat.86 Tentang nâsikh-mansûkh bagi mereka
manakala dua teks yang paradoks tidak mungkin dikompromikan (al-
jam’u wa al-taufîq), maka kedua teks tersebut harus dicarikan makna lain
(di-ta’wîl), sehingga makna kedua teks tersebut tidak lagi bertentangan.
Kaitannya dengan hal ini, mereka mendasarkan pendapatnya pada
kaidah: menggunakan dua dalil sekaligus lebih baik daripada membuang
salah satunya.87 Inilah kemudian yang disebut dengan metode perluasan
(ekstensifikasi) wilayah ta’wil. Produk-produk wacana fiqh Ma’had Aly
secara umum, baik di Buletin Tanwirul Afkar maupun hasil bahtsul
masa’il-nya, dapat ditemukan landasan metodologinya dalam salah satu,
salah dua, atau keseluruhan dari tiga hal di atas.
86 Ibid. Dalam hal ini Asmuki mengambil pendapat AI-Qâdî Abd aI-Jabbâr, Syarh Ushûl
al-Khamsah (Kairo: Maktabah Wahbah, 1965), hal. 600.
87 Lihat dalam Tim Redaksi TA, Rakyat...., xx. Bandingkan dengan Asmuki, Sistem
Bermazhab....., 158.
88 Saifuddin Zuhri, Guruku Orang dari Pesantren, (Bandung: Al-Maarif, 1974), hal. 94.
Bandingkan dengan KH. Aziz Masyhuri, Hasil, 1977.
89 Wawancara dengan Ahmad Baso, 5 September 2015.
90 Martin van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat, (Yogyakarta: Gading
Publishing, 2012), hal. 104-105.
91 Ibid.
92 Ibid., 105.
Syeikh Syarif as-Syinqithi.93 Pada tahun 1924 (kala itu Kiai As’ad berusia
sekitar 25 tahun) kembali ke tanah air. Tidak cukup dengan
pengembaraan ilmiahnya (rihlah ilmiyah) di Tanah Suci, Kiai As’ad
kembali berpetualang dalam belantara ilmu. Ia belajar dari satu pesantren
ke pesantren yang lain. Adapun beberapa pondok yang pernah
disinggahinya adalah: Pondok Pesantren Banyuanyar, Pamekasan. Baik
ketika diasuh oleh KH Abdul Majid ataupun ketika diasuh KH Abdul
Hamid; Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan, di bawah bimbingan KH
Nawawi, Pondok Pesantren Al-Khaziini, Buduran, Sidoarjo. Asuhan KH.
Khozin; Pondok Bangkalan, Madura, Asuhan K.R.H Muhammad Kholil;
Pondok Tebuireng, Jombang, Asuhan KH Hasyim Asy’ari. Di Pondok
Pesantren Tebuireng itulah Kiai As’ad memperoleh suatu pengalaman
spiritual yang cukup berkesan sebagai seorang santri. Menurutnya,
Tebuireng merupakan pondok yang paling berpengaruh dalam
pembentukan kepribadiannya. Bahkan setiap menyinggung pesantren
Tebuireng, dia tak putus-putusnya menyebut Hadratusy Syaikh Hasyim
Asy’ari sebagai guru yang paling banyak membentuk wataknya. 94
93 Hasan Bashri dkk., KHR. As’ad Syamsul Arifin; Riwayat Hidup dan Perjuangannya,
(Surabaya: CV. Sahabat Ilmu, 1994), hal. 25.
94 Ibid., 26.
95 A. Syamsul Hasan, Kharisma Kiai As’ad di Mata Umat, (Yogyakarta: LKIS, 2003), hal.
183.
96 Munawir Syadzili dan Kiai As’ad berbeda pendapat mengenai hal ini. Bagi kiai
As’ad, ulama tidak bisa dicetak karena bersifat alamiah. Yang bisa dicetak, lanjut Kiai
As’ad, adalah fuqaha’. Sebab itu, Kiai As’ad lebih suka memakai kalimat “Mencetak
kader-kader fuqaha’”. Wawancara dengan Abu Yazid, 28 Agustus 2015.
97 Yazid, fiqh, ....., 17.
98 Ibid., 19.
99 Ibid., 20.
100 Ibid.
101 Tim Akademik, Statuta Ma’had Aly Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah, Sukorejo
Situbondo, 8.
102 Hal ini sebagaimana tercermin dalam perwajahan kurikulum Ma’had Aly yang
menempatkan sejumlah materi pembelajaran kitab kuning, baik fiqh, usul fiqh,
maupun juga tasawuf. Dalam struktur kurikulum fiqh, misalnya, terlihat kitab Fath al-
Wahhab dan Bidayah al-Mujtahid, sedangkan dalam ilmu ushul fiqh terdapat kitab Jam’u
al-Jawami, kitab tasawwuf Ihya’ Ulum al-Dîn.
103Secara lebih rinci, struktur kurikulum Ma’had Aly adalah sebagai berikut: ushul fiqh
klasik (kitab Jam’u al-Jawami’) dan kajian ushul fiqh tematik yang dibelah menjadi 3
mata kuliah, yaitu Ushul Fiqh 1 dengan content kaidah-kaidah ushul fiqh kebahasaan,
Ushul Fiqh 2 tentang kajian kritis pemikiran ushul fiqh perbandingan, dan 3 berkaitan
dengan seluk beluk maqashid asysyari’ah. Materi fiqh juga diberikan dalam dua
kelompok, yakni (1) fiqh at-turats (fiqh klasik) yang terdiri dan kitab Fath al-Wahhab
(Fiqh Syafi’iyah) dan kitab Bidayah al-Mujtahid (fiqh perbandingan empat madzhab),
dan (2) fiqh al-mu‘asharah (fiqh kontemporer) yang dibelah menjadi beberapa pecahan
mata kuliah, yakni Nidham al-Iqtishad al-Islami al-Hadis, al- ‘Aaqat ad-Dauli)iyah, al-Fiqh
al-Dusturi, al-Fiqh al-Mashrafi, dan Fiqh at-Ta’min. Sebagai jenis mata kuliah konsentrasi,
fiqh dan ushul fiqh diberikan dalam porsi lebih banyak ketimbang jenis mata kuliah
lain. Bahkan, dalam mata kuliah konsentrasi ini sama-sama diberikan secara sebangun
antara kajian klasik dan kontemporer. Lihat Yazid, fiqh,......, 50-54.
104Bahkan, sebagaimana yang dituturkan oleh salah satu santri Ma’had Aly angkatan
ke-3 MN Harisudin, ketika tokoh-tokoh seperti Nurcholish Madjid, Quraish Shihab,
Alwi Shihab, Ulil Abshar Abdalla, dan lain-lain, mau datang ke Ma’had Aly, para
santri mempersiapkan banyak materi dan argumen untuk “membantai” pemikiran
para tokoh itu. Wawancara dengan MN Harisudin, 23 Agustus 2015.
Penutup
Model pembaharuan metodologi fiqh yang digunakan oleh santri
Ma’had Aly ada tiga hal: pertama, revitalisasi ushul fiqh.” bagi santri
untuk memproduksi hukum yang membawa pada kemaslahatan umat.
Kedua, diversifikasi teks yaitu rujukan tidak bisa menjawab kebutuhan
dan hajat masyarakat, maka dicarikanlah teks tandingan yang mampu
menjawab segala persoalan masyarakat Islam kontemporer. Ketiga,
perluasan wilayah ta’wil. Metode ini dilakukan jika memang suatu teks
secara makna hakiki (makna yang spontan terpahami) tidak berpihak
pada maslahah, maka teks tersebut dapat dimaknai lain dengan
menempuh jalan ta’wîl. Cara kerja ta’wîl ini, hampir sama dengan yang
dilakukan Imam Hanafi dengan teori istihsân-nya, sebab istihsân adalah
meninggalkan qiyâs jalîy (makna yang lebih dekat) dengan mengambil
qiyâs khafîy (makna yang lebih jauh) karena pertimbangan maslahat.
Mengenai cara kerja nâsikh-mansûkh, pemaham santri Ma’had Aly
tidaklah sama dengan pemahaman pada umumnya. Bagi mereka,
manakala dua teks yang paradoks tidak dan mungkin dikompromikan
(al-jam’u wa al-taufîq), maka kedua teks tersebut harus dicarikan makna
lain (di-ta’wîl), sehingga makna kedua teks tersebut tidak lagi
bertentangan. Kaitannya dengan hal ini, mereka mendasarkan
pendapatnya pada kaidah: menggunakan dua dalil sekaligus lebih baik
daripada membuang salah satunya. Inilah kemudian yang disebut
dengan metode perluasan (ekstensifikasi) wilayah ta’wil.
DAFTAR PUSTAKA
Bashri, Hasan dkk., KHR. As’ad Syamsul Arifin; Riwayat Hidup dan
Perjuangannya (Surabaya: CV. Sahabat Ilmu, 1994).
Brinessen, Martin Van Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat; Tradisi-tradisi
Islam di Indonesia, (Bandung: Mizan,1995).
Bruinessen, Martin van Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat (Yogyakarta:
Gading Publishing, 2012).
Foucault. Genealogy and Social Criticism in The Postmodern Turn: New
Perspectives on Social Theory, ed S. Seidman (Cambridge:
Cambridge University Press, 1994).
Harun, Ahmad Musthofa dkk, Khazanah Intelektual Pesantren (Jakarta:
Puslitbang Diklat Depag, 2009).
Hasan, A. Syamsul. Kharisma Kiai As’ad di Mata Umat (Yogyakarta: LKIS,
2003).
Latif, Yudi Inteligensia Muslim dan Kuasa; Genealogi Inteligensia Muslim
Indonesia Abad Ke-20 (Jakarta: Abad Demokrasi, 2012).
Saeed, Abdullah. Islamic Thought; An Intoduction (London: Routledge,
2006).
Tim Akademik, Statuta Ma’had Aly Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah,
Sukorejo Situbondo.
Tim Penulis, Fiqh Rakyat: Pertautan Fiqh dengan Kekuasaan (Yogyakarta:
LkiS, 2000).
Wahid Abdurrahman, Menggerakkan Tradisi; Esai-Esai Pesantren
(Yogyakarta: LKiS, cet 2, 2007).
Yasid, Abu LL.M (editor). Fiqh Realitas: Respons Ma’had Aly terhadap
Wacana Hukum Islam Kontemporer (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
tt).
Yazid Abu (editor). Fiqh Today: Respons Fiqh Tradisional Terhadap Persoalan
Modern (Jakarta: Erlangga, 2007).
Yazid, Abu. Membangun Islam Tengah; Refleksi Dua Dekade Ma’had Aly
Situbondo (Yogyakarta: Pustaka Pesantren LkiS, 2010).
Zuhri, Saifuddin. Guruku Orang dari Pesantren. Bandung: Al-Maarif,
1974).
Jurnal/Tesis/Disertasi
Wawancara