ERTAMA: SHIYAM
Amaliah terpenting pada bulan Ramadhan adalah shiyam (puasa), sebagaimana termaktub dalam
firman Allah yang berbunyi:
Hai orang-orang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-
orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. (QS al-Baqarah: 183)
Islam dibangun di atas lima perkara: Syahadat ‘laa ilaha illallah’ dan bahwa Muhammad
adalah Rasulullah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, haji, dan berpuasa ramadhan. (HR.
Al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar)
Setiap amal anak Adam kebaikannya dilipatgandakan menjadi 10 sampai 700 kali lipat. Allah
Ta’ala berfirman: “Kecuali puasa, sesungguhnya ia adalah (khusus) bagi-Ku dan Aku yang
akan memberikan pahalanya, ia (orang yang berpuasa) meninggalkan syahwatnya dan
makanannya karena Aku.” (Lafazh hadits dari Imam Muslim)
Dari Abu Umamah, berkata:” Ya, Rasulullah, beritahukan kepadaku amalan yang akan
mengantarkanku masuk surga. Beliau menjawab: Engkau wajib berpuasa, sesungguhnya puasa
tidak ada tandingannya, atau beliau bersabda, tidak ada semisalnya.”
Tidaklah seorang hamba berpuasa sehari di jalan Allah kecuali karenanya Allah akan
menjauhkan wajahnya dari neraka sejauh 70 tahun perjalanan. (HR. Al-Bukhari)
Berkaitan dengan amaliah ini, seseorang hendaklah memperhatikan hal-hal berikut ini:
1. Melaksanakan puasa dengan sungguh-sungguh, didasari iman dan mengharap pahala Allah
semata
RasulullahSAW bersabda:
Barangsiapa berpuasa pada bulan Ramadhan karena keimanannya dan karena mengharap
ridha Allah, maka dosa-dosa sebelumnya diampuni. (HR Bukhari Muslim dan Abu Dawud),
Puasa Ramadhan merupakan ibadah yang mesti ditunaikan, tanpa uzur syar’i (halangan yang
bisa dibenarkan menurut syari’at), maka seorang muslim tidak boleh meninggalkan puasa. Ini
merupakan dosa yang sangat besar sehingga tidak bisa ditebus meskipun seseorang berpuasa
sepanjang masa.
Ibadah puasa merupakan ibadah yang harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang harus
dipatuhi, meliputi: syarat sah puasa, rukun puasa, pembatal-pembatal puasa dan lain-lain.
4. Menjaga puasanya dari perkara-perkara yang dapat membatalkan atau merusak pahalanya
Puasa merupakan pendidikan untuk menahan diri dari hal-hal yang tidak benar, bila hal itu tidak
bisa ditinggalkan, maka tidak ada nilai atau paling tidak berkurang nilai ibadah seseorang
Dari Abu Hurairah RA, ia berkata: Rasulullah SAW telah bersabda: Barangsiapa yang tidak
meninggalkan perkataan bohong dan suka mengerjakannya, maka Allah tidak memandang perlu
orang itu meninggalkan makan dan minumnya.” (HR. Al-Khamsah).
5. Melakukan hal-hal yang dianjurkan seperti: bersegera berbuka, mengakhirkan waktu sahur,
dan lain-lain.
Para ulama sepakat bahwa shalat Qiyamu Ramadalan (Shalat Tarwih) itu disyariatkan. Nabi
Muhammad SAW menganjurkan agar kita menghidupkan malam ramadhan dengan
memperbanyak shalat tersebut di sepanjang malam Ramadhan. Dasarnya adalah hadits Nabi
Muhammad SAW:
Dari Abu Hurairah r.a., berkata: Rasulullah SAW menganjurkan (shalat) qiyami Ramadhan
kepada mereka (para shahabat), tanpa perintah wajib. Beliau bersabda: Barangsiapa
mengerjakan (shalat) qiyami Ramadhan karena iman dan mengharap pahala, niscaya diampuni
dosanya yang telah lalu. [HR. Al- Bukhari dan Muslim].
Dalam melaksanakan Shalat Qiyamu Ramadhan, hendaklah dicontoh tata cara shalat Nabi
Muhammad SAW, baik mengenai jumlah rakaatnya maupun kualitasnya. Nabi melaksanakan
shalat Qiyamu Ramadhan sebanyak 11 rakaat dengan cara-cara yang bervariasi: dengan cara
jumlah rakaat 4+4+3, atau 2+2+2+2+2+1 atau dengan cara lain.
“Dari Aisyah ra. Diriwayatkan bahwa ketika ditanya tentang shalat Nabi di bulan Ramadhan
Aisyah berkata: pada bulan Ramadhan maupun yang lainnya, Nabi tidak pernah melakukan
shalat lebih dari sebelas rakaat. Nabi SAW kerjakan empat rakaat, jangan engkau tanyakan
tentang elok dan lamanya, kemudian Nabi kerjakan lagi empat rakaat dan jangan engkau
tanyakan tentang elok dan lamanya. Lalu Nabi kerjakan shalat tiga rakaat”. (HR. Bukhari dan
Muslim).
Dari ‘Aisyah isteri Nabi SAW, dia berkata; Rasulullah SAW pernah shalat antara habis shalat
isya’ yang biasa disebut ‘atamah hingga waktu fajar. Beliau melakukan sebelas rakaat, setiap
dua rakaat beliau salam, dan beliau juga melakukan witir satu rakaat. Jika muadzin shalat fajar
telah diam, dan fajar telah jelas, sementara muadzin telah menemui beliau, maka beliau
melakukan dua kali raka’at ringan, kemudian beliau berbaring diatas lambung sebelah kanan
hingga datang muadzin untuk iqamat.”
Dengan memperhatikan tatacara shalat Nabi Muhammad SAW sebagaimana yang diriwayatkan
oleh Bukhari dan Muslim semestinya seseorang meneladani beliau baik menyangkut jumlah
rakaatnya maupun kualitasnya, yakni melaksakan shalat sebanyak 11 rakaat dengan amat bagus
dan lama.
KETIGA: TADARUS
Ramadhan adalah bulan diturunkannya Al-Quran untuk menjadi pedoman manusia dari segala
macam aktifitasnya di dunia. Allah SWT berfirman:
(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan
(permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai
petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). [Qs. al-Baqarah: 185]
Dalam sebuah Hadits dijelaskan bahwa setiap bulan Ramadhan Rasulullah SAW melakukan
tadarus al-Qur’an bersama Malaikat Jibril
“Dari Ibnu Abbas r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah SAW adalah orang yang
paling dermawan, apalagi pada bulan Ramadhan, ketika ditemui oleh Malaikat Jibril pada
setiap malam pada bulan Ramadhan, dan mengajaknya membaca dan mempelajari Al-Qur’an.
Ketika ditemui Jibril, Rasulullah adalah lebih dermawan daripada angin yang ditiupkan.”
(Muttafaq ‘Alaih).
Oleh karenanya pada bulan ini umat Islam harus benar-benar berinteraksi dengan Al-Qur’an
untuk meraih keberkahan hidup dan meniti jenjang menuju umat yang terbaik dengan petunjuk
Al-Qur’an. Berinteraksi dalam arti hidup dalam naungan Al-Qur’an baik secara tilawah
(membaca), tadabbur (memahami), hifzh (menghafalkan), tanfidzh (mengamalkan), ta’lim
(mengajarkan) dan tahkiim (menjadikannya sebagai pedoman).
“Sebaik-baiknya kamu orang yang mempelajari Al-Qur’an dan yang mengajarkannya” (HR
Bukhari)
Dari Abdullah bin Umar, Nabi Muhammad SAW bersabda, “Puasa dan al-Quran akan memberi
syafaat kepada seorang hamba pada hari kiamat. Puasa berkata, ‘Ya Allah, saya telah
menghalanginya dari makanan dan syahwatnya, maka berilah aku hak syafaat untuknya”. Al-
Quran juga berkata, ‘Ya Allah, aku telah menghalanginya dari tidur di waktu malam, maka
berikan padaku syafaat untuknya.” Lalu keduanya diizinkan untuk memberi syafaat.” (HR
Ahmad dan Hakim).
KEEMPAT: SHADAQAH
Sebagaimana disebutkan di dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim di atas
bahwa Rasulullah SAW di bulan Ramadhan menjadi orang yang paling dermawan melebihi
kedermawanannya di bulan-bulan lain. Karenanya kita mesti mencontoh beliau, di bulan yang
penuh barakah ini kita perbanyak bersadaqah dengan menyesihkan sebagian harta kita untuk
dikeluarkan bagi kepentingan fi sabilillah atau membantu kaum fuqara’ dan masakin.
“Maukah kamu aku tunjukkan pada pintu-pintu kebaikan? Puasa adalah perisai dan sedekah
akan memadamkan kesalahan sebagaimana air memadamkan api, dan shalat seorang laki-laki
pada pertengahan malam.”
Dan salah satu bentuk shadaqah yang dianjurkan adalah memberikan ifthar (= santapan berbuka
puasa) kepada orang-orang yang berpuasa. Seperti sabda beliau:
“Barangsiapa yang memberi ifthar kepada orang-orang yang berpuasa, maka ia mendapat
pahala senilai pahala orang yang berpuasa itu, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa
tersebut” (HR. Ahmad, Turmudzi dan Ibnu Majah).
KELIMA: I’TIKAF
Salah satu amaliah yang dicontohkan oleh nabi Muhammad SAW di bulan Ramadhan adalah
mendekatkan diri kepada Allah dengan cara i‘tikaf di masjid, Dalam sebuah Hadist disebutkan:
“Dari Ibnu Umar RA (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah SAW selalu beri‘tikaf pada
sepuluh hari yang penghabisan di bulan Ramadhan.” (Muttafaq ‘Alaih).
Waktu i’tikaf yang lebih afdhol adalah di akhir-akhir ramadhan (10 hari terakhir bulan
Ramadhan) sebagaimana hadits ‘Aisyah, ia berkata,
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf pada sepuluh hari yang akhir dari Ramadhan
hingga wafatnya kemudian isteri-isteri beliau pun beri’tikaf setelah kepergian beliau.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir dengan tujuan untuk
mendapatkan malam lailatul qadar, untuk menghilangkan dari segala kesibukan dunia, sehingga
mudah bermunajat dengan Rabbnya, banyak berdo’a dan banyak berdzikir ketika itu.
Bulan Ramadhan adalah bulan dimana kebaikan pahalanya dilipatgandakan, oleh karena itu
jangan membiarkan waktu sia-sia tanpa aktifitas yang berarti. Diantara aktifitas yang sangat
penting dan berbobot tinggi, namun ringan dilakukan oleh umat Islam adalah memperbanyak
dzikir, do’a dan istighfar. Bahkan do’a orang-orang yang berpuasa sangat mustajab, maka
perbanyaklah berdo’a untuk kebaikan dirinya dan umat Islam yang lain, khususnya yang sedang
ditimpa kesulitan dan musibah.
“Tiga do’a yang tidak ditolak; orang berpuasa hingga berbuka puasa, pemimpin yang adil dan
do’anya orang teraniaya. Allah mengangkat do’anya ke awan dan membukakan pintu-pintu
langit. ‘Demi kebesaranKu, engkau pasti Aku tolong meski tidak sekarang.” (HR Ahmad dan
Tirmidzi).
Lailatul Qadar (malam kemuliaan) merupakan salah satu keistimewaan yang Allah berikan
kepada umat Islam melalui Rasul shalallahu ‘alaihi wa sallam. Malam ini nilainya lebih baik
dari 1.000 bulan biasa. Jika kita bermaksud hitung-hitungan, ini berarti setara dengan 83 tahun!
Malam kemuliaan itu waktunya dirahasiakan Allah SWT. Oleh karena itu Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa sallam menganjurkan untuk mencarinya. Rasulullah bersabda:
“Carilah di sepuluh terakhir bulan Ramadhan, dan carilah pada hari kesembilan, ketujuh dan
kelima”. Saya berkata, “Wahai Abu Said, engkau lebih tahu tentang bilangan”. Abu Said
berkata:”Betul”. Tanya saya, “Apa yang dimaksud dengan hari kesembilan, ketujuh dan
kelima”. Dia berkata:”Jika sudah lewat 21 hari, maka yang kurang 9 hari, jika sudah 23 yang
kurang 7 dan jika sudah lewat 5 yang kurang 5” (HR Ahmad, Muslim, Abu Dawud dan Al-
baihaqi)
Ketika kita mendapatkannya atau memasuki hari-hari tersebut, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa
sallam mengajarkan kita untuk membaca doa berikut:
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan Ummul Mukminin Aisyah untuk berdoa di
malam-malam itu. Aisyah berkata; “Wahai Rasulullah, apa pendapatmu jika aku ketepatan
mendapatkan malam lailatul Qodar, apa yang harus aku ucapkan?”, beliau menjawab:
Ucapkanlah;
Ya Allah, sesungguhnya Engkau maha pema’af, mencintai kema’afan, maka ma’afkanlah aku.”
KETUJUH: UMRAH
Umrah pada bulan Ramdhan juga sangat baik dilaksanakan, karena akan mendapatkan pahala
yang berlipat-lipat, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Rasulullah kepada seorang
wanita dari Anshor yang bernama Ummu Sinan:
Agar apabila datang bulan Ramadhan, hendaklah ia melakukan umrah, karena nilainya setara
dengan haji bersama Rasulullah SAW (HR.Bukhari dan Muslim).
Umrah di bulan Ramadhan ini keutamaannya menyerupai ibadah haji. Diriwayatkan oleh kedua
imam hadits utama, Bukhari dan Muslim, suatu hadits yang bunyinya sebagai berikut:
Dari Ibnu Abbas RA, dikatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda kepada seorang wanita
Anshar, “Apa yang menghalangimu untuk ikut berhaji bersama kami?” Ia menjawab, “Kami
tidak memiliki kendaraan kecuali dua ekor unta yang dipakai untuk mengairi tanaman. Bapak
dan anaknya berangkat haji dengan satu ekor unta dan meninggalkan satu ekor lagi untuk kami
yang digunakan untuk mengairi tanaman.” Nabi bersabda,”Maka apabila datang Ramadhan,
berumrahlah. Karena sesungguhnya umrah di dalamnya menyamai ibadah haji.” Dalam
riwayat lain, disebutkan Nabi bersabda, “Seperti haji bersamaku.”
Apa maksud sabda Nabi tersebut? Apakah itu hanya berlaku untuk perempuan yang rela
mengalah kepada suami dan anaknya untuk pergi haji itu?
Ada tiga pendapat tentang ini. Pertama, hadits ini khusus untuk wanita yang diajak bicara oleh
Nabi SAW.
Kedua, keutamaan umrah ini bagi orang yang berniat haji, lalu ia tidak mampu mengerjakannya,
dan kemudian ia menggantinya dengan umrah di Ramadhan. Sehingga ia mendapat pahala haji
secara sempurna bersama Rasulullah SAW karena terkumpul dalam dirinya niat haji dalam
pelaksanaan umrah. Ibnu Katsir dalam Tafsir Ibnu Katsir termasuk ulama yang menyimpulkan
demikian.
Pendapat ketiga, yang dipegang oleh Empat Imam Mazhab, meyakini bahwa keutamaan dalam
hadits ini bersifat umum bagi setiap orang yang berumrah di bulan Ramadhan. Ini berlaku bagi
semua orang.
Penguat pendapat ketiga ini, antara lain: (1) Hadits-hadits seperti itu diriwayatkan oleh sejumlah
sahabat. Dan mayoritas riwayat mereka tidak menyebutkan kisah wanita penanya yang ditinggal
oleh suami dan anaknya itu. (2) Praktik kaum muslimin sepanjang masa dari kalangan sahabat,
tabi’in, hingga kini. Yakni sangat semangat melaksanakan umrah di bulan Ramadhan untuk
mendapatkan pahala ini.
Demikianlah, jika kita mampu, tentu sangat diutamakan untuk berumrah di bulan Ramadhan.
Wallahu a’lam. ****