Dosen Pengampu :
Karsiwan, M.Pd
Nama Npm
M. AFIF ZUHAD 1701080017
Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Kuasa, karena atas berkat
rahmat-Nya dapat menyusun makalah pada mata kuliah Sejarah Dunia.
Khususnya tentang pembahasan “Peristiwa Arab Spring”
Makalah ini dibuat dalam rangka meningkatkan pembelajaran mata kuliah
Sejarah Dunia. Pemahaman tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi di penjuru
dunia, sekaligus memperdalam wawasan bagi kita semua.
saya juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak Karsiwan, M. Pd. selaku
Dosen pengampu mata kuliah Sejarah Dunia, Institut Agama Islam Negeri
Metro. Serta teman-teman dan didak lupa saya mengucapkan terima kasih kepada
sumber-sumber inspirasi makalah ini.
Makalah ini, tentunya masih jauh dari kesempurnaan, karena saya juga
masih dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu kritik, koreksidan
saran, sangat say harapkan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk
para pembaca. Terima kasih atas perhatiannya dan jikalau ada kesalahan kata
maupun tulisan say mohon maaf.
Penulis
M. AFIF ZUHAD
i
DAFTAR ISI
JUDUL
BAB I ...............................................................................................................
PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang
1. 2. Rumusan Masalah
1. 3. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
BAB III
PENUTUP
3. 1. Kesimpulan
3. 2. Saran
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini mengacu pada rumusan masalah
yaitu:
2
BAB II
PEMBAHASAN
Pemicu utama dalam terjadinya peristiwa Arab Spring berasal dari satu
orang yang bernama Sidi Bouzid yang kemudian di susul oleh Mohammed
Bouzizi yang membakar diri sendiri sebagai bentuk protes terhadap kekuasaaan
diktator di Tunisia. Peristiwa ini disaksikan oleh masyarakat di negara-
negara lain di Timur Tengah dan Afrika Utara yang kemudian memicu revolusi
dunia arab.
2.2.1 Tunisia
1
yang digelar lebih awal. Masyarakat Tunisia memilihi solusi kompromi:
pemilu dahulu, tapi itu untuk membentuk dewan penyusun konstitusi
dengan mandat satu tahun. Hal ini untuk menghindari “tirani” mayoritas
dalam memonopoli konstitusi.
Pasca pemilu Tunisia juga masih menghadapi dua kecemasan.
Pertama, dari faksi sekuler (duniawi) mengenai an-Nahdhah. An-
Nahdhah memang cukup mengagetkan banyak elite politik Tunisia: tiba-
tiba muncul dan memenangkan pemilu dengan manajemen yang well-
organized, kampanye yang menyentuh publik secara langsung,
dan branding yang jelas-suatu hal yang kurang ada dalam faksi sekuler.
Kedua, adalah kecemasan Islamis terhadap kaum sekuler “kiri” yang
berusaha memberi stigma negatif dan memarginalisasi an-Nahdhah. Dua
kekhawatiran yang muncul dari dua pihak yang berbeda ini tentu saja
meninggikan tensi politik Tunisia pasca revolusi.
Betapapun, hasil pemilu yang memenangkan an-Nahdhah itu
cukup menjadi bukti bahwa dukungan rakyat Tunisia kepada Islamis
bahkan lebih besar dari yang semula diperkirakan. Faksi sekuler-hingga
tulisan ini dibuat-menunjukkan sikap ksatria, tidak seperti yang kita lihat
di Mesir. Statemen yang paling anti-Islamis justru datang bukan dari
partai politik, melainkan dari organisasi feminis yang menyatakan bahwa
an-Nahdhah akan menghapus hukum liberal keseteraan jender. Kendati
demikian, para pengusung sekularisme tidak punya pilihan lain kecuali
harus menerima hasil pemilu yang demokratis dan bersih. Kaum sekuler
harus beradaptasi untuk bisa hidup berdamping dengan Islamis dalam
medan politik Tunisia.
An-Nahdhah sendiri pun tidak menampakkan tanda-tanda akan
“membajak” demokrasi-setidaknya hingga tulisan ini dibuat. An-
Nahdhah justru tidak ingin memonopoli kekuasaan, yakni dengan
berupaya membagi kekuasaan (power sharing) dengan partai sekuler.
An-Nahdhah mengajak dua partai sekuler (CFR dan at-Takatul) ke
dalam aliansi yang mengontrol 138 kursi dari jumlah total 271 kursi di
majelis kontitusi. An-Nahdhah, meski memperoleh suara yang jauh
jaraknya dengan runner up hasil pemilu, berusaha membagi kekuasaan
2
menteri dengan partai-partai lainnya. An-Nahdhah hanya meminta
“jatah” kementrian yang punya posisi penting seperti kementiran dalam
negeri, luar negeri, dan keadilan.An-Nahdhah membagi jatah kementrian
semacam ekonomi, pertahanan, dan urusan perempuan kepada CFR. Hal
ini membuktikan bahwa an-Nahdhah, setidaknya untuk sementara, bisa
dipercaya tidak akan memonopoli kuasa dengan mengganti rezim
Tunisia ke arah Islamisme.
Di atas segalanya, prospek demokrasi di Tunisia ini adalah yang
paling cerah dibanding negara-negara lain yang terkena dampak Arab
Spring. Tidak ada masalah besar yang menghadang transisi demokrasi:
tidak seperti Mesir yang terlibat perpecahan antara Islamis, militer, dan
sekuler-liberal, atau Libya, Yaman, dan Suriah yang mengalami
bentrokan antar warga sipil sendiri dan melibatkan sentimen sektarian
serta tribalis.
2.2.2 Mesir
Pada akhir Juni 2012, hasil pilpres Mesir diumumkan secara resmi.
Dr Muhammad Mursi, kandidat dari al-Ikhwan al-Muslimun (IM),
mengalahkan Ahmad Syafiq, kandidat dari rezim lama sekaligus mantan
perdana menteri terakhir Hosni Mubarak.
3
bercokol di pemerintahan.Mursi bahkan sempat dielu-elukan tersebab
sumbangsihnya dalam memediasi konflik Israel-Hamas di Gaza.
4
oposisi dan kaum muda untuk menggugat validitas dan legalitas
konstitusi bentukan IM.
5
Kebebasan, yakni Partai An-Nur, mendesak Mursi segera mengadakan
pemilu.
Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa (UE) tampaknya masih hati-
hati, wait and see, meski belakangan dikabarkan bahwa AS sudah
menarik bantuan rutin tahunannya kepada Mesir. AS dan UE tampak
masih gamang, sebab belum kentara seberapa besar kekuatan yang
diprediksi akan memenangkan pemilu ke depan.
6
rekonsiliasi sebelum Mursi dikembalikan ke takhta kuasanya. Mereka
tetap demo. Tentu saja, pemerintah sebagai penjaga stabilitas negara dan
keamanan tak bisa diam. Road map untuk membentuk pemerintahan
baru, dan penyegeraan pemilu jadi terhambat.
2.2.3 Libya
7
kekhawatiran akan intervensi Barat dan bahwa Libya akan dibawa
mengikuti demokrasi ala Barat.
8
AS justru mulai mendukung kekuatan ketiga: aset lama CIA,
Jenderal Khalifa Haftar. AS berupaya menempatkan dia sebagai diktator
baru Libya. Haftar memutuskan hubungan dengan Gaddafi pada tahun
1980 dan tinggal bertahun-tahun di Langley, Virginia, dekat kantor pusat
CIA. Di sana ia dilatih oleh CIA, dan telah mengambil bagian dalam
berbagai upaya perubahan rezim Libya oleh Amerika, termasuk batalnya
upaya penggulingan Gaddafi pada tahun 1996.
9
urusan Libya dengan memperkuat pengaruh Islamis di Libya ke
depannya. Ini menandakan, Libya belumlah bisa bebas menentukan
sendiri demokrasi yang dikehendakinya.
2.2.4 Yaman
10
Inggris berusaha mengambil alih kembali apa yang sudah direbut
oleh AS dengan mendatangkan agennya, Ali Abdullah Saleh pada 1978
di Yaman Utara. Pada akhirnya Inggris dapat mengontrol Yaman
sepenuhnya melalui unifikasi Yaman oleh Ali Abdulah Saleh pada 22
Mei 1990.
Lepas dari pengaruh AS sekian lama, akhirnya AS mendapatkan
momentum untuk kembali menanamkan pengaruhnya di Yaman ketika
meletus berbagai protes rakyat di Yaman dan tuntutan revolusi pada
tahun 2011 untuk menjatuhkan rezim Ali Abdullah Saleh yang loyal
kepada Inggris yang sudah lama berkuasa.
Jatuhnya rezim Ali Abdullah Saleh tentunya menggembirakan AS.
Berikutnya AS memandang adanya kemungkinan melemah-kan
pengaruh Inggris di Yaman setelah lepas dari anteknya, Ali Abdulah
Saleh.
Setelah tekanan yang intens dan terjadi perdebatan politik, Saleh
menyetujui kesepakatan GCC pada akhir November 2011. Saleh
akhirnya menyerahkan kekuasaan kepada Abdrabuh Mansur
Hadi,wakil presiden Yaman. Saleh berusaha menegosiasikan transfer
kekuasaan dengan pihak oposisi sebagai imbalan janji kekebalan dari
penuntutan.
Meskipun Saleh akan secara resmi mengundurkan diri sebagai
presiden dan pemilu akan berlangsung pada bulan Februari 2012,
transisi politik di Yaman sama sekali bukan merupakan perubahan
rezim. Kesepakatan itu memberikan Saleh mundur dengan bermartabat.
Tapi orang harus bertanya mengapa Saleh menyetujui kesepakatan itu
setelah menolak untuk menandatangani perjanjian yang sama pada
berbagai kesempatan sebelumnya? Tampaknya Saleh sudah
mempersiapkan diri dengan mewariskan rezim yang tetap dibawah
kontrol keluarganya.
Pasca Rezim Saleh, rezim itu penuh dengan anggota keluarganya.
Anaknya Ahmed Ali Saleh, masih tetap memiliki kontrol atas angkatan
bersenjata. Perjuangan di Yaman akan terus berlanjut karena Saleh
berupaya untuk mendikte kebijakan Yaman dari balik layar. Meskipun
11
secara resmi ia tidak lagi berkuasa. Yaman adalah contoh lain dimana
pribadi mungkin telah berganti tetapi rezim tetap berkuasa. Hal ini
membuat bangsa ini tetap tidak stabil.
Masalah terbesar dengan Yaman adalah perjuangan Anglo-
Amerika yang sedang berlangsung. Sekretaris Luar Negeri Inggris
Deputi Urusan Timur Tengah, Evan Louis ketika bertemu dengan Duta
Besar Yaman di London pada tanggal 24 November 2009 menjelaskan
mengenai situasi di Yaman: “Apa yang terjadi di Yaman adalah
perpanjangan perang (proxy war).”
Amerika telah menggunakan perang melawan teror untuk
melemahkan Ali Abdullah Saleh, dengan menuduh Yaman menjadi
tempat berkembang bagi Al Qaeeda. Ali Abdullah Saleh mencoba
menenangkan Amerika dengan sejumlah jaminan keamanan .Saleh
memberikan kesempatan bagi Amerika melakukan serangan pesawat
tak berawak di negeri itu.
2.2.5 Suriah
12
(SDF) di Lebanon yang menjamin perlindungan kepentingan-
kepentingan Amerika dibawah Perjanjian Taif tahun 1989.
Amerika telah mendorong oposisi Suriah untuk memelihara dialog
dengan rezim Bashar al-Assad. Mempersiapkan road map reformasi
dengan tetap mempertahankan Assad. Hilary Clinton menjelaskan sikap
Amerika dalam wawancara dengan media Italia Di Mezz’Ora (mei
2011) : “Yang kami tahu adalah bahwa mereka (rezim Assad) masih
memiliki kesempatan melakukan agenda reformasi. Tak seorang pun
percaya Qaddafi akan melakukan hal itu. Orang percaya ada
kemungkinan jalan ke depan bagi Suriah. Jadi kami akan terus
bergabung dengan semua sekutu kami untuk terus untuk menekankan
dengan sangat keras pada masalah itu.”
Amerika mencoba menjaga Assad tetap berkuasa, namun sekaligus
mendukung pihak oposisi.Sebagai persiapan jika rezim Assad gagal
mempertahankan kekuasaannya. Oposisi Suriah secara terbuka mencari
intervensi internasional. Dalam pertemuan di Antalya, Turki, pada Juni
2011 oposisi Suriah berkumpul meminta Barat untuk membantu Suriah
seperti yang dilakukan di Libya. Amerika juga menyerukan pihak
oposisi bersatu sehingga dewan penguasa baru dapat terbentuk.
Selanjutnya Amerika akan berhubungan dengan dewan penguasa baru
ini, seperti Dewan Transisi Nasional di Libya.
13
Mengingat demokrasi yang muncul dari Arab Spring tentu akan
menyalurkan kemarahan masyarakat Arab terhadap Israel selama
puluhan tahun yang berhasil diredam oleh tiran-tiran mereka.
14
rata 300-400 ribu barel/hari. Stabilitas ekonomi, sosial, keamanan, dan
energi ditumpukan pada tersedianya energi tak terbarukan ini.Lain
cerita jika kita pengekspor minyak.
Walhasil, harapan mewujudkan tata dunia baru yang damai dan
sejahtera akan sia-sia belaka. Perang, di manapun, hanya menjadikan
rakyat tak berdosa dan tak mengerti apa pun, harus menanggung dosa.
Mereka pihak pertama yang menjadi korban adu canggih persenjataan
modern. Mestinya, dengan kecanggihan teknologi senjata dan
berlebihnya uang dari minyak seperti Arab Saudi dan negara-negara
Teluk, diperuntukkan bagi kemaslahatan kesejahteraan dan
perdamaian dunia, bukan malah untuk menghancurkan perdamaian
dunia.
15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
The Arab Spring merupakan suautu peristiwa di mana beberapa
Negara Arab malakukan revolusi di negaranya. Namun, Arab spring
bukanlah Revolusi yang dilakukan dengan damai, penuh amukan masa dan
aparat polisis, militer, dan adu domba yang dilakukan oleh orang Barat.
Tindakan sewenang-wenang dan ketidak kemanusiaan membuat rakyat di
negara seperti Tunisia, Mesir, Libya, Yaman, dan Suriah melkukan amuk
masal untuk menumbangkan rezim yang berkuasa. Hal ini tentu menjadi
kesempatan bagi Negara barat untuk melakukan manipulasi politik, mencari
celah di mana dengan keikut campuran mereka, mereka dapat menguasai
negara-negara tersebut karena kehausan barat akan kekayaan yang ada.
3.2 Saran
Pemakalah berharap agar para pembaca makalah ini serta mahasiswa
dapat mengenal dan memahami lebih dalam mengenai The Arab Springyang
dulunya menjadi pusat peradaban Islam Dunia, agar tahu betapa kerasnya
dunia politik di tempat-tempat yang sangat bersejarah bagi umat islam itu.
16
DAFTAR PUSTAKA
http://www.hizb-australia.org/culture/political-analysis/4027-arab-spring-
anniversary-an-update-on-the-latest-developments(translated by Riza). Di akses
pada 08/09/2019, 09.00 WIB.
http://www.kompasiana.com/margianta/arab-spring-amerika-serikat-dan-masa-
depan-demokrasi_559a57c70523bdd408a31136. Di akses pada 08/09/2019, 09.15
WIB.
17