Antihipertensi Kel. 1
Antihipertensi Kel. 1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
Kelompok 1 Page 1
ANTIHIPERTENSI
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA & PEMBAHASAN
2.1 Definisi
2.2 Klasifikasi Penyakit
2.3 Gejala & Tanda
2.4 Patofisiologi
Menurut (Triyanto,2014) Meningkatnya tekanan darah didalam arteri
bisa terjadi melalui beberapa cara yaitu jantung memompa lebih kuat
sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya arteri besar
kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku sehingga mereka tidak dapat
mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut.
Darah di setiap denyutan jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang
sempit dari pada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. inilah yang
terjadi pada usia lanjut, dimana dinding arterinya telah menebal dan kaku
karena arteriosklerosis. Dengan cara yang sama, tekanan darah juga
meningkat pada saat terjadi vasokonstriksi, yaitu jika arter kecil (arteriola)
untuk sementara waktu untuk mengarut karena perangsangan saraf atau
hormon didalam darah. Bertambahnya darah dalam sirkulasi bisa
menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Hal ini terjadi jika terhadap
kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang sejumlah garam
dan air dari dalam tubuh meningkat sehingga tekanan darah juga
meningkat.
Sebaliknya, jika aktivitas memompa jantung berkurang arteri
mengalami pelebaran, banyak cairan keluar dari sirkulasi, maka tekanan
darah akan menurun. Penyesuaian terhadap faktor-faktor tersebut
dilaksanakan oleh perubahan didalam fungsi ginjal dan sistem saraf otonom
(bagian dari sistem saraf yang mengatur berbagai fungsi tubuh secara
otomatis). Perubahan fungsi ginjal, ginjal mengendalikan tekanan darah
melalui beberapa cara: jika tekanan darah meningkat, ginjal akan
mengeluarkan garam dan air yang akan menyebabkan berkurangnya
volume darah dan mengembalikan tekanan darah normal. Jika tekanan
Kelompok 1 Page 2
ANTIHIPERTENSI
Kelompok 1 Page 3
ANTIHIPERTENSI
ideal untuk 1,5 g / hari (3,8 g / hari natrium klorida), teratur aktivitas
fisik aerobik, kurangi konsumsi alkohol, berhenti merokok.
Modifikasi gaya hidup sendiri adalah terapi yang tepat untuk pasien
dengan prehipertensi. Pasien yang didiagnosis dengan hipertensi
stadium 1 atau 2 harus ditempatkan pada modifikasi gaya hidup dan
terapi obat secara bersamaan (Dipiro edisi 7)
2.8.2 Farmakologi
1. Golongan Diuretik
2. Golongan ACEi
Penghambat enzim pengonversi-angiotensin
(Angiotensin Cnverting Enzyme/ ACE) dibedakan atas dua
kelompok yaitu 1) Yang bekerja langsung, contohnya kaptopril
dan lisinopril. 2) Prodrug, contohnya enalapril, kuinapil,
perindopril, ramipil, silazapril, benazepril, fosinopril, dan lain-
lain. Obat ini dalam tubuh diubah menjadi bentuk aktif yaitu
berturut-turut, enalaprilat, kuinaprilat, perindoprilat, ramiprilat,
silazaprilat, benazeprilat, fosinoprilat dan lain-lain (Gunawan,
2009).
a. Mekanisme Kerja
ACE Inhibitor menghambat perubahan angiotensin I
menjadi angiotensin II sehingga terjadi vasodilatasi dan
penurunan sekresi aldosteron. Selain itu, degradasi
bradikinin juga dihambat sehingga kadar bradikinin dalam
darah meningkat dan berperan dalam efek vasodilatasi ACE
inhibitor. Vasodilator secara langsung akan menurunkan
tekanan darah, sedangkan berkurangnya aldosteron akan
menyebabkan eksresi air dan natrium dan retensi kalium
(Gunawan, 2009).
b. Penggunaan
Kelompok 1 Page 4
ANTIHIPERTENSI
Kelompok 1 Page 5
ANTIHIPERTENSI
Kelompok 1 Page 6
ANTIHIPERTENSI
Kelompok 1 Page 7
ANTIHIPERTENSI
A. Mekanisme
Kelompok 1 Page 8
ANTIHIPERTENSI
Kelompok 1 Page 9
ANTIHIPERTENSI
D. Efek samping
1. Bronko spasme, beta-bloker non-kardioselektif dan tanpa
mengandung sifat AIS sering menyebabkan spasme bronkhus
pasa pasien dengan riwayat asma bronkial atau penyakit paru-
paru kronik.
2. Bradikardi, semua beta-bloker terutama yang tidak mengandung
sifat AIS menyebabkan penurunan denyut jantung kira-kira 10-
15%.
3. Payah jantung, beta-bloker non-kardioselektif dan tanpa
mengandung AIS dapat menyebabkan payah jantung pada
pasien yang sudah menderita gangguan faal jantung.
4. Gangguan susunan saraf pusat, beta-bloker yang larut lemak
seperti propanolol dapat menyebabkan gangguan susunan saraf
pusat seperti agitasi, insomnia, dan depresi
5. Gangguan saluran pencernaan, semua beta-bloker
menyebabkan iritasi lambung, diare atau konstipasi pada pasien
tertentu, indvidual.
E. Golongan Alfa Bloker
a. Mekanisme Kerja
Prazosin, terazosin, dan doxazosin adalah penyekat
reseptor α1 selektif. Bekerja pada pembuluh darah perifer
dan menghambat pengambilan katekolamin pada sel otot
halus, menyebabkan vasodilasi dan menurunkan tekanan
darah. Pada studi ALLHAT doxazosin adalah salah satu
obat yang digunakan, tetapi di stop lebih awal karena
secondary end point stroke, gagal jantung, dan kejadian
kardiovaskular terlihat dengan pemberian doxazosin
dibanding chlorthalidone. Tidak ada perbedaan pada
primary end point penyakit jantung koroner fatal dan infark
Kelompok 1 Page 10
ANTIHIPERTENSI
d. Efek Samping
Efek samping yang tidak disukai dari penyekat alfa
adalah fenomena dosis pertama yang ditandai dengan
pusing sementara atau pingsan, palpitasi, dan bahkan
sinkop 1 -3 jam setelah dosis pertama. Efek samping dapat
juga terjadi pada kenaikan dosis. Episode ini diikuti dengan
hipotensi ortostatik dan dapat di atasi/dikurangi dengan
meminum dosis pertama dan kenaikan dosis berikutnya
saat mau tidur. Hipotensi ortostatik dan pusing dapat
berlanjut terus dengan pemberian terus menerus.
Penggunaannya harus hati-hati pada pasien lansia.
Penyekat alfa melewati hambatan otak-darah dan dapat
Kelompok 1 Page 11
ANTIHIPERTENSI
a) Tepat diagnosis.
Penggunaan obat disebut rasional jika diberikan untuk diagnosis
yang tepat. Jika diagnosis tidak ditegakkan dengan benar maka pemilihan
obat akan terpaksa mengacu pada diagnosis yang keliru. Ketepatan
diagnosis diperoleh melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium,
dan pemeriksaan penunjang lainnya. Kekeliruan diagnosis akan
mengakibatkan kekeliruan dalam memilih obat yang diperlukan
(Sastramihardja, 1997)
b) Tepat indikasi
Setiap obat memiliki spektrum terapi yang spesifik (Anonim
Ketepatan indikasi berkaitan dengan penentuan perlu tidaknya suatu obat
diberikan pada kasus tertentu (Sastramihardja, 1997)
d) Tepat dosis
Dosis, cara dan lama pemberian obat sangat berpengaruh terhadap
efek terapi obat (Anonim, 2006). Ketepatan dosis, cara dan lama pemberian
diperoleh dengan mempertimbangkan sifat farmakokinetik dan
Kelompok 1 Page 12
ANTIHIPERTENSI
j) Tepat informasi
Informasi yang tepat dan benar dalam penggunaan obat sangat penting
dalam menunjang keberhasilan terapi.
Kelompok 1 Page 13
ANTIHIPERTENSI
Kelompok 1 Page 14
ANTIHIPERTENSI
2. Kombinasi 2. Kombinasi -
22
• • HCT+Captopril (23,91%)
Hidroklorotiazid+Captopril • HCT+Amlodipin
• • Captopril+Amlodipin
Hidroklorotiazid+Amlodipin • Furosemid+Amlodipin
• Captopril+Amlodipin • Captopril + Spironolakton
• Furosemid+Amlodipin + Amlodipin
• Captopril + Spironolakton
+
Amlodipin
27
Total 65
(29,35%)
(70,65%)
Kelompok 1 Page 15
ANTIHIPERTENSI
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kelompok 1 Page 16
ANTIHIPERTENSI
3.2 Saran
Kelompok 1 Page 17
ANTIHIPERTENSI
DAFTAR PUSTAKA
Gunawan, S., G., 2009, Farmakologi dan Terapi. FKUI, Jakarta, Indonesia.
Kelompok 1 Page 18