Anda di halaman 1dari 15

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Yang Maha Kuasa atas segala

Rahmat,dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Paper ini dalam

bentuk maupun isinya yang sangat sederhana dengan judul “Kejang Demam Plus’.

Adapun tujuan penulisan paper ini adalah sebagai salah satu syarat dalam kegiatan

kepaniteraan klinik senior dibagian ilmu penyakit anak di Rumah Sakit Umum Haji

Medan Tahun 2016.

Terimakasih kepada dr. Ade Rachmat Sp.A selaku dokter pembimbing yang telah

membantu penulis dalam menyelesaikan tugas paper ini. Akhir kata penulis berharap

Allah SWT berkenan mambalas segala kebaikan dokter sebagai pembimbing paper

ini. Semoga paper ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan

pelayanan kesehatan.

Medan, 04 Agustus 2016

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh

(suhu rektal di atas 38°C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Anak

yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak

termasuk dalam kejang demam. Pendapat para ahli terbanyak kejang demam terjadi

pada waktu anak antara usia 3 bulan sampai 5 tahun. Berkisar 2-5% anak dibawah

usia 5 tahun pernah mengalami bangkitan kejang demam. Lebih dari 90 % penderita

kejang demam terjadi pada anak usia dibawah 5 tahun.

Kejang demam dikelompokkan menjadi dua, yaitu kejang demam sederhana

dan kejang demam kompleks. Kejang demam merupakan salah satu kelainan saraf

tersering pada anak. Faktor yang berperan dalam etiologi kejang demam, yaitu :

faktor demam, usia, riwayat keluarga dan riwayat prenatal dan riwayat perinatal.

Epilepsi Umum Dengan Kejang Demam Plus (GEFS +) adalah sindrom

autosomal dominan berupa gangguan di mana individu dapat menunjukkan

bermacam-macam fenotipe epilepsi.

Hal ini mirip dengan kejang demam, tetapi anak mengalami kejang demam terus

berlanjut setelah rentang yang ditetapkan dari FS yaitu pada usia 6 bulan sampai 5 tahun. Kejang

selalu terkait dengan suhu tinggi. Kejang biasanya berhenti pada saat anak mencapai usia 10 atau

12.
Mayoritas orang dengan GEFS + memiliki kecerdasan normal dan kemampuan belajar

yang baik. Namun mereka dengan mioklonik-astatic epilepsi, dan khususnya Sindrom Dravet,

mungkin memiliki berbagai tingkat kesulitan belajar dan masalah perilaku. Mereka juga mungkin

memiliki fitur autistik.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. KEJANG DEMAM

1.1. DEFINISI

Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu

tubuh (suhu rektal di atas 38°C) yang disebabkan oleh suatu proses

ekstrakranium.

1.2. EPIDEMIOLOGI

Kejang demam merupakan satu bentuk kejang demam yang sering

ditemukan. Pendapat para ahli tentang usia penderita saat terjadi bangkitan

kejang demam tidak sama. Menurut The American Academy of Pediatrics

(APP) usia termuda bangkitan kejang demam 6 bulan. Kejang demam

merupakan salah satu kelainan saraf tersering pada anak yaitu berkisar 2% -

5% anak dibawah 5 tahun pernah mengalami bangkitan kejang demam.

Lebih dari 90% penderita kejang demam terjadi pada anak berusia dibawah 5

tahun.

1.3. FAKTOR RISIKO

Beberapa faktor yang berperan menyebabkan kejang demam antara lain

adalah demam, demam setelah imunisasi DPT dan morbili, efek toksin dari

mikroorganisme, respon alergik atau keadaan imun yang abnormal akibat

infeksi, perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit.


Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah :

1. Riwayat kejang demam dalam keluarga.

2. Usia kurang dari 18 bulan.

3. Temperatur tubuh saat kejang. Makin rendah temperatur saat kejang

makin sering berulang

4. Lamanya demam.

1.4. ETIOLOGI

Idiopatik : Kejang neonatus, fanciliel benigna

Ekstra cranial : Gangguan metabolic :Hipoglikemia, hipokalsemia,

hipomagnesimia, gangguan elektrolit(Na dan K)

Toksik : Intoksikasi anestesi lokal, sindrom putus obat

1.5. PATOFISIOLOGI

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1°C akan mengakibatkan kenaikan

metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%.

Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh

tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada

kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari

membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion

Kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya

lepas muatan listrik.

Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke

seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang
disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang.Tiap anak mempunyai ambang

kejang yang berbeda dan tergantung tinggi rendahnya ambang kejang

seeorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak

dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38°C

sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi

pada suhu 40°C atau lebih. Dari kenyataan inilah dapatlah disimpulkan bahwa

terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang

rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat

suhu berapa penderita kejang.

Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya

dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama

(lebih dari 15 menit) biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya

kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya

terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme

anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan

suhu tubuh makin meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan

metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian di atas adalah faktor

penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya

kejang lama.

Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan

hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak

yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak.Kerusakan pada daerah mesial


lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama

dapat menjadi “matang” di kemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi

yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan

kelainan anatomis di otak hingga terjadi epilepsi.

1.6. KLASIFIKASI KEJANG DEMAM

Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu

tubuh (suhu rektal di atas 38°C) yang disebabkan oleh suatu proses

ekstrakranium. Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan – 5

tahun.

Kejang Demam Sederhana Kejang Demam Kompleks


1. Kejang < 15 menit 1. Kejang > 15 menit
2. Kejang umum tonik dan atau 2. Kejang fokal atau parsial satu

klonik bilateral sisi atau kejang umum


3. Kejang tidak berulang dalam 3. Berulang dalam waktu 24 jam

waktu 24 jam

1.7. DIAGNOSIS

1. Anamnesa

2. Gejala klinis

3. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan Neurologis :

 Status Neurologis

 Rangsangan meningeal
 Reflex fisiologi

 Reflex patologis

4. Pemeriksaan penunjang

 Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang

demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi

penyebab demam, atau keadaan lain misalnya darah perifer, elektrolit dan

gula darah

 Pungsi Lumbal

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau

menyingkirkan kemungkinan meningitis. Pada bayi kecil seringkali sulit

untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena

manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal

dianjurkan pada :

o Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan

o Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan

o Bayi > 18 bulan tidak rutin

o Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu

dilakukan pungsi lumbal.

 Elektroensefalograf
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi

berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi

pada pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak

direkomendasikan.Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada

keadaan kejang demam yang tidak khas. Misalnya: kejang demam

kompleks.

 Pencitraan

Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan

(CT-scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali

dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti:

1. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)

2. Paresis nervus VI

3. Papiledem

1.8. PENATALAKSANAAN
 Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang

kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang, obat yang
paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan

secara intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,3 – 0,5 mg/kg perlahan-

lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3 – 5 menit, dengan

dosis maksimal 20 mg.

 Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah adalah

diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5 – 0,75 mg/kg atau

diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan

10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. atau diazepam rektal dengan dosis

5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas

usia 3 tahun.

 Kejang yang belum berhenti dengan diazepam rektal dapat diulang lagi

dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit.

 Bila 2 kali dengan diazepam rektal masih kejang, dianjurkan ke rumah sakit

dan disini dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3 – 0,5 mg/kg.

 Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan

dosis awal 10 – 20 mg/kg/kali dengan kcepatan 1 mg/kg/menit atau kurang

dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4 – 8

mg/kg/hari, yaitu 12 jam setelah dosis awal.

 Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di

ruang rawat intensif.


 Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis

kejang demam dan faktor risikonya, apakah kejang demam sederhana atau

kompleks.

1.9. PEMBERIAN OBAT RUMAT

Indikasi pemberian obat rumat hanya diberikan bila kejang demam

menunjukkan ciri sebagai berikut (salah satu):

1. Kejang lama >15 menit

2. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang

3. Kejang fokal

4. Pengobatan rumatan dipertimbangkan bila :

a. Kejang berulang 2x atau lebih dalam 24 jam

b. Kejang demam terjadi pada bayi < 12 bulan

c. Kejang demam lebih dari atau sama dengan 4 kali pertahun

1.10. KOMPLIKASI

Pada penderita kejang demam biasanya terjadi hemiparesis.

Kelumpuhannya sesuai dengan kejang fokal yang terjadi. Kejang demam

yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak.

Ada beberapa komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita kejang

demam:

- Pneumonia aspirasi

- Asfiksia
- Retardasi mental

1.11. PROGNOSIS

Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah

dilaporkan.Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal

pada pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif

melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan

ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang

baik umum atau fokal.

GENERALIZED EPILEPSI DENGAN KEJANG DEMAM PLUS (GEFS +)

1. Definisi

Epilepsi umum dengan kejang demam plus (GEFS +) adalah sindrom

autosomal dominan berupa gangguan dimana individu dapat menunjukkan

bermacam-macam fenotipe epilepsi. GEFS + dapat terjadi pada anak usia dini

yakni usia 6 tahun. GEFS + juga dipercaya berhubungan dengan ketiga gangguan

epilepsi lain: Severe Myoclonic Epilepsy Of Infancy (SMEI), yang juga dikenal

sebagai sindrom Dravet ini, Borderline SMEI (SMEB), dan Intractable

Epilepsy Of Childhood (IEC).

Ada beberapa jenis GEFS +, digambarkan oleh gen penyebabnya. Gen

penyebabnya adalah gen saluran natrium SCN1A subunit , SCN1B subunit , dan
gen reseptor GABAαβA subunit , GABRG2 dan ada gen lain yang berhubungan

dengan saluran kalsium yaitu γPCDH19 yang juga dikenal sebagai Epilepsy

Female with Mental Retardation.

2. Tanda dan Gejala

Seseorang dengan GEFS + muncul dengan berbagai fenotipe epilepsi .

Termasuk kejang demam yang berakhir pada usia 6 tahun. Kejang dapat muncul

lebih lama yaitu setelah usia 6 tahun baik ada demam maupun tanpa

demam. Pola kejang dapat berupa :

 tonik-klonik

 mioklonik

 absence

 kejang atonik

 mioklonik-astatic epilepsi

Seseorang juga dapat muncul dengan SMEI, yang ditandai dengan

umumnya tonik-klonik, gangguan perkembangan psikomotor, kejang

mioklonik, ataksia. Frekuensi kejang dapat muncul sering, yaitu >13 kali per

tahun.

Jenis kejang pada sindrom ini bervariasi dari setiap orang. Hal ini mirip dengan kejang

demam, tetapi kejang demam terus berlanjut stelah rentang usia yang ditetapkan dari FS
yaitu dari usia 6 bulan sampai 5 tahun. Sekali lagi, kejang selalu terkait dengan suhu tinggi.

Kejang biasanya berhenti pada saat anak mencapai usia 10 atau 12.

Kebanyakan orang dengan GEFS + memiliki kecerdasan normal dan kemampuan

belajar. Namun mereka dengan mioklonik-astatic epilepsi, dan sindrom khususnya Dravet,

mungkin memiliki berbagai tingkat kesulitan belajar dan masalah perilaku. Mereka juga

mungkin memiliki fitur autistik.

3. Diagnosa

GEFS + biasanya diidentifikasi ketika dokter menanyakan riwayat keluarga dari

seseorang yang memiliki kejang demam di luar rentang usia normal. Anamnesis dari

anggota keluarga dengan riwayat kejang demam.

Ada sejumlah kelainan genetik yang ditemukan di beberapa keluarga dengan GEFS +.

Kelainan dapat ditemukan dengan melakukan tes darah sederhana.

Anda mungkin juga menyukai