A. JENIS-JENIS PENGUJIAN
Auditor menggunakan lima jenis pengujian untuk menentukan apakah laporan keuangan telah
disajikan secara wajar, yaitu:
1. Prosedur Penilaian Risiko. Penilaian ini dilaksanakan untuk menilai risiko salah saji yang
material dalam laporan keuangan. Sebagian besar prosedur penilaian risiko auditor dilakukan untuk
memahami pengendalian internal.
menilai resiko pengendalian bagi setiap tujuan audit yang berkaitan dengan transaksi. Apabila
kebijakan dan prosedur pengendalian dianggap telah dirancang secara efektif, auditor akan menilai
risiko pengendalian pada tingkat yang mencerminkan keefektifan relatif pengendalian tersebut.
Untuk mendapatkan bukti tepat yang mencukupi guna mendukung penilain itu, auditor
melaksanakan pengujian pengendalian. Pengujian pengendalian, baik secara manual maupun
terotomatisasi, dapat mencakup jenis-jenis bukti berikut: meminta keterangan dari personil klien
yang tepat; memeriksa dokumen, catatan, dan laporan; mengamati aktivitas yang berkaitan dengan
pengendalian; dan melaksanakan-ulang prosedur klien. Auditor melaksanakan walkthrough sistem
sebagai bagian dari prosedur untuk mendapatkan pemahaman guna membantunya menentukan
apakah pengendalian telah berjalan dengan semestinya. Pengujian pengendalian juga digunakan
untuk menentukan apakah pengendalian tersebut efektif dan biasanya meliputi pengujian atas
sampel transaksi. Prosedur untuk memahami pengendalian internal biasanya tidak memberikan
bukti yang tepat yang mencukupi bahwa pengendalian telah beroperasi secara efektif. Suatu
pengecualian dapat diberlakukan untuk pengendalian yang terotomatisasi karena kinerjanya sudah
konsisten.
3. Pengujian Substansial atas Transaksi. Pengujian substantif adalah prosedur yang dirancang
untuk menguji salah saji dolar (salah saji moneter) yang secara langsung mempengaruhi kebenaran
saldo laporan keuangan. Auditor dapat mengandalkan pada tiga jenis pengujian substantif: pengujian
substantif atas transaksi; prosedur analitis; dan pengujian rincian saldo.
4. Prosedur analitis melibatkan perbandingan jumlah yang tercatat dengan harapan yang
dikembangkan oleh auditor. Dua tujuan paling penting dari prosedur ini dalam mengaudit saldo akun
adalah: menunjukkan salah saji yang mungkin dalam laporan keuangan; dan memberikan bukti
substantif. Apabila auditor mengembangkan ekspektasi dengan menggunakan prosedur analitis dan
menyimpulkan bahwa saldo akhir akun tertentu mungkin diabaikan atau ukuran sampel dikurangi.
Standar auditing menyatakan bahwa prosedur analitis merupakan jenis pengujian substantif, apabila
dilaksanakan untuk memberikan bukti tentang saldo akun.
5. Pengujian rincian saldo berfokus pada saldo akhir buku besar baik untuk akun neraca maupun
laporan laba-rugi. Penekanan utamanya dalam sebagian besar pengujian rincian saldo adalah pada
neraca. Pengujian atas saldo akhir ini sangat oenting karena bukti-bukti biasanya diperoleh dari
sumber independen dengan klien, dan dianggap sangat dapat dipercaya. Pengujian rincian saldo
dapat membantu dalam menetapkan kebenaran moneter akun-akun yang berhubungan dan
karenanya merupakan pengujian substantif.
Auditor kemungkinan besar yakin bahwa ada salah saji mata uang yang material dalam
laporan keuangan apabila deviasi pengujian pengendalian dianggap sebagai deviasi yang signifikan
atau kelemahan yang material. Auditor kemudian harus melaksanakan pengujian substantif atas
transaksi atau pengujian rincian saldo untuk menentukan apakah salah saji mata uang yang material
telah benar-benar terjadi.
Fluktuasi yang tidak biasa dalam hubungan antara satu akun dengan akun lainnya, atau
dengan informasi nonkeuangan, dapat mengindikasikan kemungkinan yang meningkat bahwa ada
salah saji yang material itu. apabila prosedur analitis mengidentifikasi fluktuasi yang tidak biasa,
auditor harus melaksanakan pengujian substantif atas transaksi atau pengujian rincian saldo untuk
menentukan apakah salah saji mata uang telah benar-benar terjadi. Jika auditor melaksanakan
prosedur analitis dan yakin bahwa kemungkinan salah saji yang material nilainya kecil, pengujian
substantif lainnya dapat dikurangi.
3. Trade-Off Antara Pengujian Pengendalian dan Pengujian Substantif
Ada trade-off antara pengujian pengendalian dan pengujian substantif. Selama tahap
perencanaan, auditor memutuskan apakah akan menilai risiko pengendalian di bawah maksimum.
Jika melakukannya, auditor kemudian harus melaksanakan pengujian pengendalian untuk
menentukan apakah penilaian tingkat risisko pengendalian itu didukung. Jika pengujian
pengendalian mendukung penilaian risiko pengendalian, risiko deteksi yang direncanakan dalam
model risiko audit akan meningkat, dan karenanya, pengujian substantif yang direncanakan dapat
dikurangi.
Standar auditing mengakui bahwa jika ada sejumlah besar bukti audit dalam format elektronik,
mungkin tidak praktis atau mungkin untuk mengurangi risiko deteksi hingga tingkat yang dapat
diterima dengan hanya melakukan pengujian substantif. Walaupun beberapa pengujian substantif masih
diperlukan, auditor dapat mengurangi pengujian substansi secara signifikan jika hasil pengujian
pengendalian mendukung keefektifan pengendalian itu. dalam audit perusahaan publik, pengendalian
yang dilaksanakan komputer harus diuji jika auditor mempertimbangkan sebagai pengendalian kunci
untuk mengurangi kemungkinan salah saji yang material dalam laporan keuangan. Namun, karena
konsistensi yang melekat dalam pemrosesan TI auditor mungkin dapat mengurangi luas pengujian atas
pengendalian yang terotomatisasi.
d. Merancang pengujian pengendalian dan pengujian substantif atas transaksi untuk memenuhi
tujuan audit yang berkaitan dengan transaksi. Pengujian rincian saldo yang telah direncanakan
meliputi prosedur audit, ukuran sampel, item yang dipilih, dan penetapan waktu.
2. Proses Analitis
Prosedur analitis yang dilaksanakan selama pengujian substantif, seperti audit piutang usaha,
biasanya lebih terfokus dan lebih ekstensif ketimbang yang dilakukan sebagai bagian dari
perencanaan. Selama tahap perencanaan, auditor dapat mengkalkulasi persentase marjin kotor
untuk total penjualan, sementara selama pengujian substantif atas piutang usaha, auditor dapat
mengkalkulasi persentase marjin kotor per bulan atau per lini bisnis, ataumungkin keduanya.
Prosedur analitis yang dihitung dengan menggunakan jumlah bulanan biasanya akan lebih efektif
dalam mendeteksi salah saji ketimbang yang dihitung dengan menggunakan jumlah tahunan, dan
perbandingan lini bisnis biasanya akan lebih efektif ketimbang perbandingan seluruh perusahaan.
Untuk merancang prosedur audit pengujian rincian saldo, auditor menggunakan metodologi
yang berorientasi pada tujuan audit berkaitan dengan saldo. Perancangan prosedur ini biasanya
bagian yang paling sulit dari seluruh proses perencanaan, karena bersifat subjektif dan memerlukan
banyak pertimbangan profesional.
Program audit sering kali terkomputerisasi. Bentuk yang paling sederhana adalah mengetik
program audit pada pengolah kata dan menyimpannya dari satu tahun ke tahun berikutnya untuk
mempermudah pengubahan serta pemutakhiran. Pendekatan yang lebih canggih adalah
menggunakan perangkat lunak audit, yang akan membantu auditor berpikir melalui pertimbangan
perencanaan audit dan memilih prosedur yang sesuai dari database prosedur audit. Prosedur ini
kemudian disusun menjadi program audit.
E. IKHTISAR PROSES AUDIT
e. Menetapkan materialitas dan menilai risiko audit yang dapat diterima serta risiko inheren
pengendalian khusus yang berkontribusi pada penilaian risiko pengendalian oleh auditor (yaitu,
bila dikurangi di bawah maksimum) bagi audit laporan keuangan dan audit pengendalian
internal atas pelaporan keuangan perusahaan publik.
2. Melakukan pengujian subtantif atas transaksi untuk memperoleh bukti untuk mendukung
Sering kali kedua jenis pengujian ini dilaksanakan secara serentak atas transaksi yang sama.
Apabila pengendalian dianggap tidak efektif atau bila auditor menemukan penyimpangan, pengujian
substantif dapat diperluas dalam fase ini atau fase III, dengan mempertimbangkan imlpikasi bagi
laporan auditor tentang pengendalian internal atas pelaporan keuangan.
Karena hasil dari pengujian pengendalian dan pengujian substantif atas transaksi merupakan
determinan utama dari luas pengujian rincian saldo, pengujian itu sering kali dilakukan 2 atau 3
bulan sebelum tanggal neraca. Ini membantu auditor dalam merevisi program audit pengujian
rincian saldo atas hasil yang tidak diharapkanpada pengujian sebelumnya, dan untuk menyelesaikan
audit secepat mungkin setelah tanggal neraca.
3. Fase III : Melaksanakan Prosedur Analitis dan Pengujian Rincian Saldo
Tujuan dari fase III adalah untuk memperoleh bukti tambahan yang mencukupi guna
menentukan apakah saldo akhir dan catatan kaki atas laporan keuangan telah dinyatakan secara
wajar.
a. Melakukan prosedur analitis substantif yang menilai kelayakan transaksi dan saldo secara
keseluruhan.
b. Menguji rincian saldo, yang merupakan prosedur audit untuk menguji salah saji moneter
dilaksanakan auditor untuk mendukung empat tujuan audit yang berkaitan dengan transaksi dan
yang berkaitan dengan saldo. Selama fase ini auditor melaksanakan prosedur audit yang berkaitan
dengan kewajiban kontinjen dan peristiwa setelah tanggal neraca. Kewajiban kontinjen adalah
kewajiban potensial yang harus diungkapkan dalam catatan kaki klien.
3. Mengeluarkan laporan audit. Jenis laporan yang akan dikeluarkan tergantung pada bukti yang
mengomunikasikan defisiensi yang signifikan dalam pengendalian internal kepada komite audit
atau manajemen senior.
https://www.kompasiana.com/larasaties/rencana-audit-dan-program-audit-secara-
keseluruhan_566519c6bb93734f06b7079c