Agung Suharyanto *
Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Medan Area, Indonesia
Abstrak
Status adalah keadaan atau kedudukan (orang, badan dan sebagainya) dihubungannya dengan masyarakat
sekitarnya. UU No.12 tahun 2006 yaitu undang-undang yang mengatur Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Warga Negara merupakan orang-orang sebagai bagian dari suatu penduduk yang menjadi unsur negara.
Kewarganegaraan adalah keanggotaan yang menunjukkan hubungan atau ikatan antara Warga Negara dengan
warga lain. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status kewarganegaraan etnis Tionghoa setelah adanya
UU No.12 tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia dan pelaksanaan UU No.12 tahun 2006 pada
etnis Tionghoa. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif
kuantitatif yang dilaksanakan di Kecamatan Medan Sunggal Kota Medan. Alat pengumpul data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah dengan cara observasi dan penyebaran angket. Jumlah populasi dalam penelitian ini
adalah 285 KK dan sampel yang ditentukan adalah sebesar 20% dari jumlah populasi yaitu 57 KK. Setelah
melakukan penelitian dan pengolahan data dapat disimpulkan setelah lahirnya atau adanya UU No.12 tahun
2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia masyarakat etnis Tionghoa di Lingkungan VII Kelurahan
Lalang Kecamatan Medan Sunggal Kota Medan memiliki status Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Abstract
Status is a state or position (person, entity, etc.) to do with the public sekitar. UU 12 2006 that legislation governing
citizenship of the Republic of Indonesia. Citizens are people as part of a population that is becoming an element of
the state. Citizenship is a membership that shows the relationship between the citizen or bond with other residents.
This research aims to determine the citizenship status of ethnic Chinese after the Law No. 12 of 2006 on Citizenship
of the Republic of Indonesia and the implementation of Law No. 12 of 2006 on ethnic Chinese. The method used in
this research is descriptive quantitative research methods were implemented in the district of Medan Sunggal
Medan. Data collection tool used in this study was the observation and dissemination angket. Jumlah population in
this study were 285 households and the determined sample is 20% of the total population that is 57 families. After
conducting research and data processing can be concluded after the birth or the Law No. 12 of 2006 on Citizenship
of the Republic of Indonesia ethnic Chinese community in the Village VII Environmental Lalang Sunggal district of
Medan Medan city have Indonesian citizenship status.
How to Cite: Suharyanto, A. (2015). Status Kewarganegaraan Etnis Tionghoa Pasca Undang-undang
nomor 12 Tahun 2006 di Kota Medan, Jurnal Ilmu Pemerintahan dan Sosial Politik, 3 (2): 175-186.
175
Agung Suharyanto, Status Kewarganegaraan Etnis Tionghoa Pasca Undang-undang No 12
PENDAHULUAN
Penentuan Warga Negara Republik Untuk memenuhi tuntutan
Indonesia ditetapkan menurut persetujuan masyarakat dan melaksanakan amanat
kewarganegaraan dalam Konferensi Meja UUD 1945, oleh karena itu pemeritah
Bundar (KMB) di Belanda pada tanggal 27 mengeluarkan UU No.12 tahun 2006 1
Desember 1949, Selanjutnya diterbitkan sebagai landasan yuridis tentang
lagi aturan kewarnegaraan yang diatur Kewarganegaran Republik Indonesia. UU
dalam UU No.3 tahun 1946, selanjutnya NO.12 tahun 2006 lebih menjamin HAM
diterbitkan lagi aturan kewarganegaraan dan persamaan di hadapan hukum bagi
UU No. 62 tahun 1958 tentang setiap orang terutama orang-orang asing
Kewarganegaraan Republik Indonesia. yang tinggal di Indonesia dan menikah
Adapun latar belakang dengan Warga Negara Indonesia serta
diterbitkannya UU No.12 tahun 2006 anak-anak yang berasal dari perkawinan
tentang Kewarganegaraan Republik antara Warga Negara Indonesia dengan
Indonesia, karena untuk memenuhi Warga Negara Asing.
tuntutan masyarakat dan melaksanakan Menurut Gautama (1996: 2-4)
amanat UUD 1945. menyatakan: ”Pentingnya
Menurut Penjelasan Umum UU kewarganegaraan dapat dilihat dari dua
No.12 tahun 2006(2006: 27) menyatakan: perspektif yaitu: Dalam hukum Perdata
”UU No. 62 tahun 1958 tersebut secara internasional; dikenal adanya asas
filosofis, yuridis dan sosiologis sudah tidak kewarganegaraan. Menurut asas ini
sesuai lagi dengan perkembangan hukum yang berlaku bagi seseorang warga
masyarakat dan ketatanegaraan Republik negara mengenai ” status, hak-hak dan
Indonesia. Secara filosofis, UU tersebut kewenangannya” tetap melekat padanya di
masih mengandung ketentuan-ketentuan mana pun ia berada. Ini berarti apabila
yang belum sejalan dengan falsafah yang bersangkutan merantau ke luar
pancasila, antara lain karena bersifat negeri maka hukum yang berlaku baginya
diskriminasi, kurang menjamin tetap hukum nasionalnya.
pemenuhan Hak Asasi Manusia (HAM) Dalam hukum publik; hubungan
dan persamaan antar warga negara serta antar negara dengan perseorangan lebih
kurang memberikan perlindungan antar memperjelas status kewarganegaraan
Warga Negara serta kurang memberikan seseorang. Seseorang yang berstatus warga
perlindungan terhadap perempuan dan negara dengan seseorang berstatus asing
anak-anak. Secara yuridis, landasan membawa konsekuensi yang sangat nyata
konstitusional pembentukan UU tersebut dan besar dalam kehidupan publik.”
adalah UUD Sementara tahun 1950 yang Menurut Harefa (2006: 24)
sudah tidak berlaku sejak dikeluarkan menyatakan: ”Kewarganegaran seseorang
dekrit presiden 5 Juli 1959 yang merupakan satu faktor yang
menyatakan kembali kepada UUD 1945 mempengaruhi kewenangan berhak
Republik Indonesia setelah mengalami seseorang; misalnya: Pasal 21 ayat (1)
perubahan terhadap undang-undang UUPA yang memutuskan bahwa hanya
sebelumnya. Secara sosiologis,UU tersebut Warga Negara Indonesia yang dapat
sudah tidak sesuai lagi dengan mempunyai hak milik. ”
perkembangan dan tuntutan masyarakat Dari kedua pendapat di atas dapat
Indonesia setelah terjadinya reformasi, disimpulkan bahwa kewarganegaraan
dalam pergaulan yang menghendaki seseorang merupakan hal yang sangat
adanya persamaan perlakuan dan penting. Karena kewarganegaraan akan
kedudukan Warga Negara di hadapan menimbulkan hubungan timbal balik
hukum serta adanya kesetaraaan dan antara Warga Negara dengan Negara, yaitu
keadilan gender.” dalam pelaksanaan hak dan kewajiban
176
Jurnal Ilmu Pemerintahan dan Sosial Politik, 3 (2) (2015): 175-186.
177
Agung Suharyanto, Status Kewarganegaraan Etnis Tionghoa Pasca Undang-undang No 12
178
Jurnal Ilmu Pemerintahan dan Sosial Politik, 3 (2) (2015): 175-186.
mempunyai kewajiban dan hak penuh pemenuhan diri dan sebagai proses yang
sebagai seseorang warga negara itu.” berupa dialog dengan tradisi, hukum dan
Menurut UUD 1945 pasal 26 ayat institusi; perspektif prinsip Warga Negara
(1): “Warga Negara adalah bangsa sebagai subjek politik, pengertian
Indonesia asli dan bangsa lain yang kewarganegaraan yang berkait erat dengan
disahkan oleh undang-undang sebagai sistem politik dan pemerintahan, nilai-
warga negara.” nilai dan visi tentang keutamaan publik
Menurut Hinkam (1999: 74) serta hubungan dengan sesama anggota
mengatakan: “Warga Negara adalah masyarakat.”
anggota dari sebuah komunitas yang Dapat disimpulkan bahwa
membentuk itu sendiri.” Kewarganegaraan adalah keanggotaan
UU No. 12 tahun 2006 pasal 1 ayat yang menunjukkan hubungan atau ikatan
(1) menyatakan: “ Warga Negara adalah antara Warga Negara dengan warga lain .
warga suatu negara yang ditetapkan Hinkam (1999: 167) menyatakan:
berdasarkan peraturan perundang- ”Istilah kewarganegaraan terbagi dua
undangan.” yaitu: Kewarganegaraan dalam arti yuridis
Kansil (2000:216) mengatakan: dan sosiologis; a. kewarganegaraan dalam
“Warga Negara adalah mereka yang telah arti yuridis ditandai dengan ikatan hukum
memenuhi syarat tertentu yang ditetapkan antara negara dengan Warga Negara.
oleh peraturan negara yang bersangkutan Adanya ikatan hukum menimbulkan
diperkenankan mempunyai tempat tinggal akibat hukum tertentu tanda dari adanya
pokok (domisili) dalam beberapa wilayah ikatan hukum, misalnya; akta kelahiran,
negara itu.” surat bukti kewarganegaraan dan lain-lain.
Dari beberapa pengertian di atas b. Kewarganegaraan dalam arti sosiologis,
dapat disimpulkan bahwa Warga Negara tidak ditandai dengan ikatan emosional,
merupakan orang-orang sebagai bagian seperti; ikatan perasaan, ikatan keturunan,
dari suatu penduduk yang menjadi unsur ikatan nasib, ikatan sejarah dan ikatan
negara. Hubungan Warga Negara dengan tanah air. Dengan kata lain ikatan ini lahir
Negara sangat erat sekali sebab syarat dari penghayatan warga negara yang
berdirinya negara adalah adanya rakyat bersangkutan; 2. Kewarganegaraan dalam
atau Warga Negara, yang berarti Warga arti formil dan materil, Kewarganegaraan
Negara syarat mutlak berdirinya sebuah dalam arti formil menunjukkan pada
negara. tempat kewarganegaraan dalam
Di samping istilah Warga Negara sistematika, masalah kewarganegaraan
juga dikenal istilah kewarganegaraan. berada dalam bentuk hukum publik;
Kewarganegaraan memiliki pengertian Kewarganegaraan dalam arti materil
yang lebih luas daripada Warga Negara. menunjukkan pada akibat dari akibat
Menurut UU No. 12 tahun 2006 pasal 1 ayat hukum dari status kewarganegaraan, yaitu
(2): “ Kewarganegaraan adalah segala hal adanya hak dan kewajiban Warga Negara.”
ihwal yang berhubungan dengan warga Dengan demikian pengertian
negara.” kewarganegaraan sangat bervariasi, karena
Hinkam (1999:163) menyatakan: banyaknya perspektif yang dapat
“pengertian kewarganegaraan dapat dilihat digunakan untuk memahaminya.
dari yaitu: perspektif ide Pengertian kewarganegaraan yang mana
kewarganegaraan, kewarganegaraan akan digunakan, sangat dipengaruhi oleh
adalah sebagai konstruksi legal, posisi pertimbangan kesuaian konsep itu dengan
netralitas, keterlibatan dalam kehidupan nilai-nilai kebaikan bersama dan sistem
komunal, dikaitkan dengan upaya politik yang dianut masyarakat yang
pencegahan terhadap konflik-konflik bersangkutan.
perbedaan kelas, sebagai upaya
179
Agung Suharyanto, Status Kewarganegaraan Etnis Tionghoa Pasca Undang-undang No 12
180
Jurnal Ilmu Pemerintahan dan Sosial Politik, 3 (2) (2015): 175-186.
181
Agung Suharyanto, Status Kewarganegaraan Etnis Tionghoa Pasca Undang-undang No 12
182
Jurnal Ilmu Pemerintahan dan Sosial Politik, 3 (2) (2015): 175-186.
183
Agung Suharyanto, Status Kewarganegaraan Etnis Tionghoa Pasca Undang-undang No 12
karena apa yang menjadi hak setiap Warga terhadap etnis Tionghoa tidak akan ada
Negara, negara sudah mengaturnya lagi di Indonesia.
sedemikian rupa di dalam UU atau Masyarakat etnis Tionghoa di Medan
peraturan yang ada (tetapi tidak menutup pada dasarnya merasakan persamaan
kemungkinan hal tersebut juga bisa jaminan di hadapan hukum setelah adanya
terjadi). UU No.12 tahun 2006 tentang
Kewajiban Warga Negara Kewarganegaraan Republik Indonesia.
merupakan aspek dari tanggung jawab Peran Warga Negara di bidang
negara. Dengan kata lain tanggung jawab hukum, dapat dipahami dari ketentuan
negara merupakan pelaksanaan hak (right) pasal 27 ayat (1) yang berbunyi: ”Segala
dan kewajiban (duty) sebagai Warga Warga Negara bersamaan kedudukannya
Negara dan bersedia menanggung akibat di dalam hukum dan pemerintahan dan
atas pelaksanaannya. Seorang Warga wajib menjunjung tinggi hukum dan
Negara yang bertanggung jawab akan pemerintahan itu dengan tidak ada
melaksanakan dan kecualinya”
mempertanggungjawabkan hak dan Dari pasal ini ada dua hal yang
kewajibannya sejalan dengan peraturan penting: Jaminan hak Warga Negara yang
yang berlaku. Pengembangan tanggung berupa persamaan kedudukan di hadapan
jawab Warga Negara tidak hanya akan hukum dan pemerintahan; Kewajiban yang
mengurangi perbuatan melanggar hukum sama bagi setiap Warga Negara untuk
akan tetapi juga akan mengurangi menjunjung atau memahami atau
perbuatan melanggar hukum akan tetapi mematuhi hukum dan pemerintahan;
juga menumbuh kembangkan demokrasi Persamaan di hadapan hukum
dan kepentingan nasional. Dalam UUD mengharuskan setiap Warga Negara
1945 memuat kewajiban-kewajiban Warga diperlakukan adil oleh setiap aparat
Negara adalah merupakan sesuatu yang penegak hukum (polisi, jaksa, hakim) dan
harus dilakukan karena ditentukan oleh pemerintah. Persamaan kedudukan di
UU. hadapan hukum, menjadi sesuatu yang
Masyarakat etnis Tionghoa di Medan sangat penting karena hakekat dan tujuan
pada umumnya sudah merasakan hukum adalah untuk menegakkan
pengaruh berlakunya UU No.12 tahun keadilan, ketertiban dan kebenaran yang
2006 tentang Kewarganegaraan Republik merupakan nilai-nilai moral yang
Indonesia pada kehidupan mereka. UU menyangkut harkat dan martabat
No.12 tahun 2006 tentang manusia. Dengan demikian hukum dapat
Kewarganegaraan Republik Indonesia dinyatakan sebagai upaya untuk
sudah dikatakan secara signifikan memformulasikan Hak Asasi Manusia
memberikan pengaruh kepada kehidupan (HAM), bukan untuk merusak apalagi
etnis Tionghoa, di mana pengaruh yang mematikannya.
diberikan adalah pengaruh yang positif. Masyarakat etnis Tionghoa di Medan
Pengaruh positif dalam artian bahwa pada umumnya merasakan adanya
kehidupan secara signifikan, hal ini dapat jaminan HAM terhadap mereka setelah
dilihat dalam pasal-pasal yang terdapat adanya UU No.12 tahun 2006 tentang
dalam UU No.12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Hak
Kewarganegraan Republik Indonesia, UU Asasi Manusia (HAM) adalah hak dasar
ini disusun berdasarkan asas-asas dan yang dimiliki oleh manusia yang melekat
unsur-unsur kewarganegaraan yang pada dirinya mulai dari dalam kandungan
memihak kepada masyarakat khususnya sampai dengan pada akhir hidup manusia.
kepada etnis Tionghoa. Adanya asas dan HAM diatur dalam UUD 1945 yang
unsur yang memihak tersebut memuat hak-hak Warga Negara, istilah
menimbulkan jaminan bahwa diskriminasi HAM secara eksplisit terdapat dalam titel
184
Jurnal Ilmu Pemerintahan dan Sosial Politik, 3 (2) (2015): 175-186.
186