EKSEKUSI
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Hukum Acara Perdata
Dosen Pengampu: Bpk. Moh. Arifin
Disusun oleh :
ILMU FALAK
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan
Hidayah-Nya kepada seluruh makhluk yang ada di atas bumi ini. Sholawat dan
salam selalu terlimpahkan kepada Bagnda Nabi Besar Muhammad SAW. yang
telah memberikan syafa’atnya kepada kita semua, sehingga kita bisa hidup di
zaman kemajuan seperi ini.
Penulis,
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tujuan akhir pencari keadilan ialah agar segala hak-haknya yang
dirugikan oleh pihak lain dapat dipulihkan melalui putusan Hakim. Hal ini
dapat tercapai jika putusan Hakim dapat dilaksanakan.
Eksekusi sebagai tindakan hukum yang dilakukan oleh pengadilan
kepada pihak yang kalah dalam suatu Negara, merupakan aturan dan tata cara
lanjutan dari proses pemeriksaan perkara. Oleh karena itu eksekusi tiada lain
daripada tindakan yang berkesinambungan dari keseluruhan proses hukum
acara perdata. Eksekusi merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisah dari
pelaksanaan tata tertib beracara yang terkandung dalam HIR atau Rbg. Bagi
setiaporang yang ingin mengetahui pedoman aturan eksekusi,harus merujuk
ke dalam aturan perundang-undangan yang diatur dalam HIR atau Rbg.
Di dalam membicarakan pengertian eksekusi, akan dicoba
menjelaskan beberapa hal yang erat kaitannya dengan pemahaman pengertian
eksekusi itu sendiri.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Eksekusi Dan Jenis jenisnya?
2. Bagaimana Pelaksanaan dan Tata Cara Eksekusi?
3. Bagaimana Kekuatan Eksekutorial Grosse Akta Notaris?
4. Apa Pengertian Lelang?
5. Contohkan Format Surat Permohonan Eksekusi Lelang dan Eksekusi
Jaminan?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Eksekusi
Secara Etimologis erasal dari bahasa belanda yang berarti menjalankan
putusan hakim atau pelaksanaan putusan hakim. Secara terminologis eksekusi
adalah melaksanakan putusan (vonis) pengadilan yang telah memperoleh
ketetapan hukum.
Keputusan pengadilan yang dapat dilaksanakan adalah putusan yang
mempunya kekuatan eksekutorial, yaitu kekuatan untuk dilaksanakan apa
yang di tetapkan dalam putusan itu secara paksa oleh alat-alat Negara atau
putusan yang bersifat condemnatior, sedangkan putusan yang bersifat
declaratior dan constitutive tidak memerlukan eksekusi dalam
menjalankanya.1 Hal tersebut dikarenakan sekian banya barang dari debitur
sekaligus, sehingga kiranya cukup untuk memenuhi semua putusan. Adapun
yang memberikan kekuatan eksutorial pada putusan hakim ialah kepala
putusan yang berbunyi “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa”.2
Dalam peradilan umumnya apabila suatu telah mempunyai kekuatan
hukum tetap dapat dilaksanakan eksekusi terhadap barang-barang yang
menjadi jaminan baik itu barang bergerak maupun tidak bergerak, kecuali:
1. Terhadap putusan serta merta meskipun belum meempunyai kekuatan
hukum tetap putusan pengadilan dapat dilaksanakan terlebih dahulu,
khususnya eksekusi terhadap barang yang menjadi jaminan (objek) dari
perjanjian yang dipersengketakan oleh para pihak.
2. Putusan provisional baik dalam sengketa perceraian maupun dalam
sengketa perdata lainnya apabila ada dugaan terhadap barang-barang
bergerak yang menjadi objek sengketa akan digelapkan oleh pihak
1
Mardani, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama Dan Mahkamah syar’iyah, (Jakarta: Sinar
Grafika,2017) Hlm. 142
2
Bambang Sugeng, Pengantar Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Kencana, 2013) Hlm. 111
tergugat, maka demi untuk kepentingan salah satu pihak (penggugat)
hakim yang menangani sengketa tersebut dapat menjatuhkan putusan
provisionil sebelum putusan akhir sehubungan dengan pokok perkara.
Apabila pihak yang kalah dalam suatu persidangan tidak mau
menyerahkan barang jaminan yang menjadi objek sengketa dengan sukarela,
maka ketua pengadilan dapat melaksanakan putusan dengan cara paksa yang
dibantu oleh aparat setempat.3
Jenis-jenis Eksekusi
1. Eksekusi membayar sejumlah uang.
Sebagaimana diatur dalam pasal 196 HIR dan 208 RBg, dan
seterusnya, dimana seseorang dihukum membayar sejumlah uang.
Apabila seseorang enggan untuk dengan sukarela memenuhi isi
putusan di mana dia dihukum untuk membayar sejumlah uang, maka
jika sebelum putusan dijatuhkan telah dilakukan sita jaminan, setelah
dinyatakan sah dan berharga, secara otomatis menjadi sita
eksekutorial.
Jika belum pernah dilakukan sita jaminan, maka eksekusi dimulai
dengan menyita sekian banyak barang bergerak. Bila diperkirakan
tidak cukup, juga dilakukan terhadap barang-barang tidak bergerak
milik pihak yang dikalahkan sehingga cukup memnuhi pembayaran
sejumlah uang beserta biaya-biaya yang timbul sehubungan dengan
pelaksanaan putusan tersebut. Ini disebut sita eksekutorial.
2. Eksekusi untuk melakukan suatu perbuatan
Menurut pasal 225 HIR, 259 RBg, yang dapat dilakukan adalah
menilai perbuatan yang harus dilakukan oleh tergugat dalam jumlah
uang. Tergugat lalu dihukum untuk membayar sejumlah uang sebagai
pengganti daripada pekerjaan yang ia harus lakukan berdasarkan
putusan hakim. Yang menilai besarnya penggantian ini adalah Ketua
Pengadilan Negeri yang bersangkutan.
3
Sarwono, Hukum Acara Perdata Teori Dan Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011) Hlm. 316-317.
Dalam eksekusi ini hukumannya untuk melakukan suatu perbuatan
dapat diajukan permohonan oleh pihak yang dimenangkan dalam
persidangan kepada hakim agar suatu perbuatan tersebut dapat dinilai
dengan sejumlah uang sesuai dengan petitum yang diajukan oleh
penggugat. Apabila permohonan tersebut dikabulkan hakim, maka
eksekusinya dapat dilaksanakan dengan pembayaran uang paksa
(dwangsom) sesuai dengan keputusan hakim.4
3. Eksekusi Riil
Merupakan pelaksanaaan prestasi yang dibebankan kepada debitur
oleh putusan hakim secara langsung jadi eksekusi riil itu adalah
pelaksanaan putusan yang menuju kepada hasil yang sama seperti
apabila dilaksanakan secara sukarela oleh pihak yang bersangkutan.
Dengan eksekusi riil maka yang berhaklah yang menerima prestasi.
Eksekusi riil tidak di atur didalam HIR, tetapi di atur dalam pasal
1033 Rv. Yang dimaksudkan adalah pelaksanaan putusan hakim yang
memerintahkan pengosongan benda tetap , apabila orang yang dihuum
untuk mengosongkan benda tidak mau memenuhi surat perintah
hakim, maka hakim akan memerintahkan dengan surat kepada juru
sita supaya dengan bantuan panitera pengadilan dan kalu perlu dengan
bantuan alat kekuasaan Negara, agar barang itu tetap di kosongkan
oleh orang yang dihukum beserta keluarganya. Eksekusi jenis ini
walaupun diataur dalam Rv, namun oleh karena dibutuhkan oleh
praktif pengadilan, maka lazim dijalankan.5
4
Sarwono, Hukum Acara Perdata Teori Dan Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011) Hlm. 331
5
Bambang Sugeng, Pengantar Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Kencana, 2013) Hlm. 108
tetap(in kracht van gewijsde) atau tidak ada perlawanan dari pihak yang
dikalahkan dalam tenggang waktu 14 hari telah lewat, kecuali plaksanaan
terhadap putusan serta merta dan putusan provisional meskipun belum
mempunyai kekuatan hokum tetap dan belum dikeluarkan putusan akhir
oleh hakim yang memeriksa eksekusi dapat dilaksanakan terlebih dahulu,
walaupun pihak lawan mengajukan perlawanan(pasal 128(2), pasal 129(4)
dan pasal 180(1) HIR Jo. Pasal 152(2) dan pasal 191(1)RBg jo. Pasal
54,55, dan 855 Rv.). Dalam putusan hakim terdapat irah-irah yang
berbunyi “Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” irah-
irah tersebut dapat memberi kekuatan eksekutorial(pasal 2(1) UU No. 48
Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman) putusan tersebut bersifat
comdemnatoir termasuk didalamnya adalah grosse akta hipotik dan grosse
akta utang piutang yang dibuat notaris. Dalam grosse akta hipotik atau
grosse akta utang piutang mempunyai titel eksekutorial yang umumnya
aktanya berkepala:
a. Sebelum Indonesia merdeka aktanya berkepala “Atas Nama Raja”
b. Setelah merdekatahun 1945 berkepala “Atas Nama Republik
Indonesia”
c. Sebelum dikeluarkannya UU darurat No. 1 Tahun 1951 berkepala
“Atas Nama Undang-Undang”
d. Setelah dikeluarkannya UU darurat No. 1 Tahun 1951 berkepala
“Atas Nama Keadilan”
e. Selanjutnya dikeluarkan UU No. 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan
kehakiman berkepala “Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa” sampai sekarang belum ada perubahan.
2. Tata Cara Pelaksanaan Eksekusi
Adapun prosedur atau tata cara pelaksanaan eksekusi terhadap barang-
barang jaminan Antara lain sebagai berikut:
a. Mengajukan surat permohonan eksekusi. Dalam mengajukan surat
permohonan kepada pengadilan harus membayar biaya eksekusi yang
sudah ditentukan oleh pengadilan.
b. Aanmaning(teguran/peringatan). Surat ini diberikan oleh pengadilan
negeri kepada debitur yang telah wanprestasi dengan cara memanggil
pihak yang dikalahkan untuk diberikan nasihat agar mematuhi
keputusan pengadilan secara sukarela dengan cara memenuhi
prestasinya paling lambat delapan hari terhitung setelah adanya
peringatan dari pihak pengadilan(pasal 196 HIR).
c. Tidak mengindahkan aanmaning. Apabila pihak yang di aanmaning
dua kali berturut-turut tidak memenuhi prestasi dengan sukarela secara
damai sesuai dengan keputusan pengadilan, maka pihak yang
dimenangkan dalam sengketa dapat mengajukan permohonan terhadap
pengadilan untuk dilaksanakan eksekusi secara paksa terhadap
barang-barang jaminan(bergerak/tidak bergerak).
d. Keputusan belum in kracht van gewijsde. Apabila keputusan belum in
kracht van gewijsde maka sita jaminan belum bisa dilaksanakan
menunggu sampai keputusannya in kracht van gewijsde(pasal 129(4)
HIR jo. Pasal 153(5) RBg jo. Pasal 346 Rv).
e. Keputusan in kracht van gewijsde. Eksekusi jaminan terhadap barang-
barang bergerak maupun tidak bergerak dapat dilaksanakan oleh
pengadilan setelah keputusan pengadilan tingkat pertama, baik
diupayakan hokum lain atau tidak diupayakan hukum lain telah in
kracht van gewijsde. Jadi jika keputusannya belum in kracht van
dewijsde eksekusi terhadap barang bergerak maupun tidak bergerak
belum bisa dilaksanakan.
D. Lelang
Lelang eksekusi adalah lelang yang dilakukan yntuk melaksanakan
putusan hakim sesuai dengan amar yang telah ditetapkan, termasuk dalam
rangka eksekusi akta.
Sebagaimana yang telah dikemukakan di atas, ruang lingkup lelang
eksekusi kebanyakan berasal dari ekstekusi pembayaran sejumlah uang.
Disamping itu ruang lingkup eksekusi bisa juga terjadi dalam hal pembagian
seluruh harta kekayaan sebagaimana yang telah ditetapkan dalam amar
putusan.
Dilihat dari fungsinya, lelang adlah institusi pasar pasar yang
mempertemukan penjual dengan pembeli pada suatu saat dan tempat tertentu
dengan cara pembentukan harga yang kopetitif. Fungsi lelang ini bermanfaat
untuk:
1. Memberikan pelayanan pengadilan penjualan barang secara lelang yang
bersifat cepat, efisien, aman dan dapat mewujudkan harga yang wajar
kepada masyarakat atau penguasa yang bermaksud barangnya dilelang,
atau juga kepada peserta lelang lainnya.
2. Memberikan pelayanan penjualan barang yang bersifat paksa atau
eksekusi baik menyangkut bidang pidana, perdata, ataupun perpajakan
dalam rangka mendukung terwujudnya keadilan dalam masyarakat.
3. Memberikan pelayanan penjualan dalam rangka mengamankan barang-
barang yang dimiliki atau dikuasai oleh negara termasuk barang-barang
milik BUMN atau BUMD.
4. Mengumpulkan penerimaan negara dalam bentuk bea lelang dan uang
makan.
6
http://www.pn-stabat.go.id/2015-06-06-01-33-28/eksekusi-grosse-akta.html (03/13/2018.
21.31).
Lembaga lelang melakukan lembaga penjualan di muka umum yang
dipimpin oleh pejabat lelang dengan cara penawaran harga secara terbuka atau
lisan dan atau tertutup/tertulis yang didahului dengan pengumuman lelang
kepada seluruh masyarakat.
7
Abdul Manan, Makalah Hakim Agung Eksekusi dan Lelang dalam Hukum Acara Perdata,
Jakarta, hlm. 23-25.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Daftar Pustaka
Manan, Abdul. Makalah Hakim Agung Eksekusi dan Lelang dalam Hukum Acara
Perdata.
Mardani, 2017 Hukum Acara Perdata Peradilan Agama Dan Mahkamah
syar’iyah. Jakarta: Sinar Grafika.
Sarwono. Hukum Acara Perdata Teori Dan Praktek. Jakarta: Sinar Grafika.
Sugeng, Bambang. 2013. Pengantar Hukum Acara Perdata. Jakarta: Kencana
http://www.pn-stabat.go.id/2015-06-06-01-33-28/eksekusi-grosse-akta.html
(03/13/2018. 21.31).