Anda di halaman 1dari 54

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA KLIEN YANG MENGALAMI

DIABETES MELITUS DENGAN MASALAH KEPERAWATAN GANGGUAN

INTEGRITAS KULIT DI PUSKESMAS SOBO BANYUWANGI TAHUN 2019

Oleh:

1. Afrisa Maulana Ayu Paramita (2017.01.002)

2. Aninda Fellyantika (2017.01.004)

3. Devita Aprilia (2017.01.006)

4. Ni Made Ayu Desy Wirayanti (2017.01.020)

5. Ni Made Sri Sulistya Dewi (2017.01.021)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU

KESEHATAN BANYUWANGI

2019
SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan bawah ini :

Nama : Kelompok 3

Institusi : STIKES Banyuwangi

Menyatakan bahwa PROPOSAL PENELITIAN ini berjudul “ASUHAN

KEPERAWATAN GERONTIK PADA KLIEN YANG MENGALAMI DIABETES

MELITUS DENGAN MASALAH KEPERAWATAN GANGGUAN INTEGRITAS

KULIT DI PUSKESMAS SOBO BANYUWANGI TAHUN 2019” adalah bukan

proposal penelitian orang lain baik sebagian maupun keseluruhan, kecuali dalam bentuk

kutipan yang telah disebut sumbernya. Demikian surat pernyataan ini kami buat lain baik

sebagian maupun keseluruhan, kecuali dalam bentuk

kutipan yang telah disebut sumbernya. Demikian surat pernyataan ini kami buat dengan

sebenar-benarnya dan apabila pernyataan ini tidak benar kami bersedia mendapat sanksi.

Banyuwangi, 19 Mei 2019

Kelompok 3
LEMBAR PERSETUJUAN

Karya Tulis Ilmiah oleh

Nama : Kelompok 3

Judul : “ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA KLIEN

YANG MENGALAMI DIABETES MELITUS DENGAN

MASALAH KEPERAWATAN GANGGUAN INTEGRITAS

KULIT DI PUSKESMAS SOBO BANYUWANGI TAHUN 2019”

Mengetahui,

Pembimbing 1

Ns. MUHAMMAD AL AMIN, M.Kes

(NIDN.0718048202)

Penguji 1 Penguji 2

Ns. MUHAMMAD AL AMIN, M.Kes Ns.MUHAMMAD AL AMIN, M.Kes

(NIDN.0718048202) (NIDN.0718048202)
LEMBAR PENETAPAN PENGUJI

Proposal Penelitian oleh :

Nama : Kelompok 3

Judul :“ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA KLIEN YANG

MENGALAMI DIABETES MELITUS DENGAN MASALAH

KEPERAWATAN GANGGUAN INTEGRITAS KULIT DI

PUSKESMAS SOBO BANYUWANGI TAHUN 2019”

Proposal Penelitian ini, telah disetujui pada tanggal, 19 Mei 2019

PANITIA PENGUJI

Penguji : Ns. MUHAMMAD AL AMIN, S. Kep., M.Kes

Mengetahui,

KETUA STIKES BANYUWANGI

DR.H.SOEKARDJO

NIK. 06.001.0906
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Robbil Alamin, segala puji hanyalah bagi ALLAH S.W.T Rabb

semesta alam, yang maha tunggal. Puji syukur penulis haturkan kehadirat ALLAH S.W.T

atas kesempatan dan kekuatan yang diberikan sehingga saya dapat menyelesaikan tugas

akhir dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA KLIEN

YANG MENGALAMI DIABETES MELITUS DENGAN MASALAH

KEPERAWATAN GANGGUAN INTEGRITAS KULIT DI PUSKESMAS SOBO

BANYUWANGI TAHUN 2019”Tepat pada waktunya.

Proposal Karya Tulis Ilmiah ini penulis susun sebagai salah satu persyaratn untuk

memperoleh gelar Ahli Madya Keperawatan di Sekilah Tinggi Ilmu Kesehatan

Banyuwangi.

Dalam penyusunan, penulis mendapatkan banyak pengarah dan bantuan dari berbagai

pihak.untuk itu dalam kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan terimakasih

kepada yang terhormat :

1. DR. H. SOEKARDJO, S.Kep, MM, selaku ketua Sekolah Ilmu Tinggi Kesehatan

Banyuwangi.

2. M . Al Amin, S.kep.M.kes, selaku ketua Program Studi Diploma III

Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Banyuwangi dan selaku

pembimbing yang banyak memberikan pengarahan kepada penulis.

3. Kepada orang tuaku yang selalu mendoakanku tanpa terputus dan memberikan

dukungan materi.
4. Untuk sahabat – sahabatku yang selalu memberikan do’a, dukungan dan

semangat.

5. Kepala ruangan RPD RSUD BLAMBANGAN yang telah memberikan izin

untuk memberikan penelitian kepada penulis.

6. Seluruh dosen dan staff STIKES BANYUWANGI yang telah memberikan

dukungan kepada penulis

7. Semua teman – teman jurusan DIII Keperawatan angkatan 2017 yang selalu

mendukung saya dalam menyelesaikan Proposal Penelitian ini.

Penulis berusaha untuk dapat menyelesaikan Proposal Penelitian ini dengan

sebaik”nya namun penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan.

Oleh karena itu penulis mengharap kritik dan saran dari semua pihak untuk

kesempurnaan Proposal Penelitian ini.

Banyuwangi, 19 Mei 2019

Penulis,

Kelompok 3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes Mellitus (DM) merupakan kategori penyakit tidak menular (PTM) yang

menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik secara global, regional, nasional maupun

lokal. Salah satu jenis penyakit metabolik yang selalu mengalami peningkatan penderita

setiap tahun di negara-negara seluruh dunia. Diabetes merupakan serangkaian gangguan

metabolik menahun akibat pankreas tidak memproduksi cukup insulin,sehingga

menyebabkan kekurangan insulin baik absolut maupun relatif, akibatnya terjadi

peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah (Infodatin,2014; Sarwono, dkk, 2007).

Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan

angka insiden dan prevalensi DM diberbagai penjuru dunia. Berdasarkan perolehan data

International Diabetes Federation (IDF) tingkat prevalensi global penderita DM pada

tahun 2013 sebesar 382 kasus dan diperkirakan pada tahun 2005 mengalami peningkatan

menjadi 55% (592 kasus) diantara usia penderita DM 40-59 tahun (International

Diabetes Federation, 2013). Tingginya angka tersebut menjadikan Indonesia peringkat

keempat jumlah pasienDM terbanyak di dunia setelah Amerika Serikat, India dan China

(Suyono,2006).

World Health Organization (WHO) memprediksi adanya peningkatan jumlah

diabetisi (penderita diabetes) yang cukup besar dari 8,4 juta jiwa pada tahun 2000
menjadi sekitar 21,3 juta jiwa pada tahun 2030 dengan pertumbuhan sebesar 152%

(WHO, 2006).

Prevalensi diabetes mellitus di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar

(Riskesdas) tahun 2007 sebesar 5,7%. Riskesdas juga melaporkan bahwa penderita

diabetes mellitus di provinsi Riau berada di urutan nomor tiga tertinggi di Indonesia

(Balitbangkes, 2008). Prevalensi DM tertinggi di Kalimantan Barat dan Maluku Utara

yaitu 11,1%, kemudian Riau sekitar 10,4% sedangkan prevalensi terkecil terdapat di

Provinsi Papua sekitar 1,7% (PERKENI, 2011). Soewondo dan Pramono (2011),

melanjutkan penelitian dari Riskesdas, dari 5,7% total penderita diabetes di Indonesia,

sekitar 4,1% kategori diabetes mellitus tidak terdiagnosis dan 1,6% diabetes mellitus.

Jumlah kasus DM yang ditemukan di Provinsi Jawa Tengah tahun 2013 sebanyak

209.319 kasus, terdiri atas pasien DM yang tidak tergantung insulin sebanyak 183.172

jiwa dan pasien yang tergantung insulin sebanyak 26.147 jiwa (Dinkes Jateng, 2012).

Menurut Profil Kesehatan Surakarta tahun 2014 jumlah penderita diabetes mellitus

sebanyak 6.105 per 100.000 penduduk. Meningkat signifikan pada tahun 2015 menjadi

8.684 per 100.000 penduduk (Dinkes Surakarta, 2014 dan 2015).

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Diabetes Melitus ?

2. Apa tanda dan gejala pada pasien Diabetes Melitus ?

3. Apa saja komplikasi yang terjadi pada pasien Diabetes Melitus ?

4. Apa saja klasifikasi pada pasien Diabetes Melitus ?


1.3. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan

tingkat depresi pada penderita Diabetes Mellitus .

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui karakteristik usia dan jenis kelamin penderita Diabetes

Mellitus

b. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dengan tingkat depresi pada penderita

DiabetesMellitus

c. Untuk mengetahui hubungan lama menderita dengan tingkat depresi pada

penderita Diabetes Mellitus

d. Untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan tingkat depresi pada

penderita Diabetes Mellitus

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian dapat dipakai sebagai data dasar untuk penelitian lebih lanjut

tentang tingkat depresi pada penderita Diabetes Mellitus dan juga sebagai

informasi dan referensi untuk penelitian ilmiah selanjutnya.

2. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat

Menambah referensi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat depresi

pada penderita Diabetes Mellitus berkaitan dengan studi epidemiologi.


3. Bagi Penyelenggara Kesehatan

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pencapaian program yang telah

direncanakan dan sebagian sudah direalisasikan oleh beberapa pelayanan

kesehatan primer, agar tercapai status kesehatan yang tinggi pada penderita DM

secara menyeluruh.

4. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan wawasan ilmu pengetahuan dalam

mengkaji permasalahan tentang tingkat depresi penderita Diabetes Mellitus

5. Bagi Penderita Diabetes Mellitus

Diharapkan penderita mendapatkan informasi tentang faktor yang menyebabkan

depresi sehingga dapat mencegahnya dan juga penderita mendapatkan pelayanan

perawatan yang baik.

6. Bagi Keluarga

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pandangan bagi keluarga pada

pentingnya perhatian dan dukungan baik fisik maupun mental bagi anggota

keluarga yang menderita Diabetes Mellitus, untuk meminimalisir kejadian

depresi.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Lansia

2.1.1 Pengertian

Lanjut usia adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Manusia tidak secara

tiba-tiba menjadi tua, tetapi berkembang dari bayi, anak-anak, dewasa dan akhirnya

menjadi tua. Hal ini normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat

diramalkan yang terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap

perkembangan kronologis tertentu. Lansia merupakan suatu proses alami yang

ditentukan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Semua orang akan mengalami proses menjadi

tua dan masa tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir. Dimasa ini seseorang

mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial secara bertahap (Azizah 2011, h. 1).

Organisasi kesehatan dunia WHO (World Health Organization), menggolongkan usia

lanjut dibagi menjadi empat kriteria berikut : usia pertengahan (middle age) ialah

kelompok usia 45 sampai 59 tahun, usia lanjut (elderly) antara 60-74 tahun, usia tua

(old) antara 75-90 tahun, usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun (Kushariyadi 2010,

hal. 2). Pengertian lansia (Lanjut Usia) adalah fase menurunnya kemampuan akal dan

fisik, yang di mulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai mana di

ketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai kemampuan reproduksi

dan melahirkan anak. Ketika kondisi hidup berubah, seseorang akan kehilangan tugas

dan fungsi ini, dan memasuki selanjutnya, yaitu usia lanjut, kemudian mati. Bagi

manusia yang normal, siapa orangnya, tentu telah siap menerima keadaan baru dalam
setiap fase hidupnya dan mencoba menyesuaikan diri dengan kondisi lingkunganya

(Darmojo, 2004 dalam Psychologymania, 2013).

2.1.2 Klasifikasi Lansia

Menurut Maryam (2008), lima klasifikasi pada lansia antara lain:

a. Pra lansia

Seseorang yang berusia 45-59 tahun Universitas Sumatra Utara

b. Lansia

Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih

c. Lansia resiko tinggi

Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/ seseorang yang berusia 60 tahun atau

lebih dengan masalah kesehatan

d. Lansia potensial

Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang masih

dapat menghasilkan barang/ jasa

e. Lansia tidak potensial

Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada

bantuan orang lain

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam Nugroho (2000), lanjut usia

meliputi:

a. Usia pertengahan (middle age) yaitu kelompok usia 45-59 tahun

b. Usia lanjut (eldery) antara 60-74 tahun


c. Usia lanjut tua (old) antara 75-90 tahun

d. Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun

2.1.3 Tipe Lansia

Menurut Maryam (2008), beberapa tipe lansia bergantung pada karakter, pengalaman

hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial dan ekonominya. Tipe tersebut dapat

dijabarkan sebagai berikut:

a. Tipe arif bijaksana

Kaya dengan hikmah, pengalaman menyesuaikan diri dengan perubahan jaman,

mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan,

memenuhi undangan, dan menjadi panutan

b. Tipe mandiri

Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru dan selektif dalam mencari

pekerjaan, bergaul dengan teman dan memenuhi undangan

c. Tipe tidak puas

Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah, tidak

sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan banyak menuntut

d. Tipe pasrah

Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama dan melakukan

pekerjaan apa saja

e. Tipe bingung

Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif dan acuh

tidak acuh
2.1.4 Tugas Perkembangan Lanjut Usia

Seiring tahap kehidupan, lansia memiliki tugas perkembangan khusus. menurut Potter

dan Perry (2005), tujuh kategori utama tugas perkembangan lansia meliputi:

a. Menyesuaikan terhadap penurunan kekuatan fisik dan kesehatan

Lansia harus menyesuaikan dengan perubahan fisik seiring terjadinya penuaan

sistem tubuh, perubahan penampilan dan fungsi. Hal ini tidak dikaitkan dengan

penyakit, tetapi hal ini adalah normal.

b. Menyesuaikan terhadap masa pensiun dan penurunan pendapatan

Lansia umumnya pensiun dari pekerjaan purna waktu, dan oleh karena itu mungkin

perlu untuk meyesuaikan dan membuat perubahan karena hilangnya peran bekerja.

c. Menyesuaikan terhadap kematian pasangan

Mayoritas lansia dihadapkan pada kematian pasangan, teman, dan kadang anaknya.

Kehilangan ini sering sulit diselesaikan, apalagi bagi lansia yang Universitas

Sumatra Utara menggantungkan hidupnya dari seseorang yang meninggalkannya

dan sangat berarti bagi dirinya.

d. Menerima diri sendiri sebagai individu lansia

Beberapa lansia menemukan kesulitan untuk menerima diri sendiri selama penuaan.

Mereka dapat memperlihatkan ketidakmampuannya sebagai koping dengan

menyangkal penurunan fungsi, meminta cucunya untuk tidak memanggil mereka

“nenek” atau menolak meminta bantuan dalam tugas yang menempatkan keamanan

mereka pada resiko yang besar

e. Mempertahankan kepuasan pengaturan hidup


Lansia dapat mengubah rencana kehidupannya. Misalnya kerusakan fisik dapat

mengharuskan pindah ke rumah yang lebih kecil dan untuk seorang diri

f. Mendefinisikan ulang hubungan dengan anak yang dewasa

Lansia sering memerlukan penetapan hubungan kembali dengan anakanaknya yang

telah dewasa

g. Menentukan cara untuk mempertahankan kualitas hidup

Lansia harus belajar menerima akivitas dan minat baru untuk mempertahankan

kualitas hidupnya. Seseorang yang sebelumnya aktif secara sosial sepanjang

hidupnya mungkin merasa relatif mudah untuk bertemu orang baru dan mendapat

minat baru. Akan tetapi, seseorang yang introvert dengan sosialisasi terbatas,

mungkin menemui kesulitan bertemu orang baru selama pensiun.

2.1.5 Perubahan perubahan yang terjadi pada Lansia

1. Penuaan kulit

Kulit manusia akan menjadi lebih keriput akibat berkurangnya produksi kolagen.

Kolagen adalah salah satu protein yang berfungsi untuk menjaga kekenyalan kulit.

Kelenjar keringat di kulit juga dapat berkurang, menyebabkan seorang lansia lebih rentan

mengalami kulit kering.

2. Fungsi jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler)

Penuaan memengaruhi struktur jantung dan pembuluh darah, yang turut memengaruhi

fungsinya. Pembuluh darah arteri akan menebal dan menjadi keras karena
proses aterosklerosis. Selain itu, katup jantung juga dapat menjadi lebih kaku. Hal ini

dapat menyebabkan daya tahan jantung berkurang saat berolahraga maupun beraktivitas.

3. Sistem pernapasan

Elastisitas paru dan aktivitas sel pembersih paru akan berkurang seiring bertambahnya

usia. Akibatnya, kapasitas paru dan jumlah oksigen maksimal yang dapat dihirup akan

berkurang. Demikian pula refleks batuk yang semakin berkurang.

4. Sistem pencernaan

Lambung akan memproduksi asam lambung dalam jumlah yang lebih sedikit. Akibatnya,

tubuh lansia akan rentan terhadap infeksi dari makanan. Sedangkan pada lidah, pengecap

rasa akan bekurang jumlahnya sehingga makanan terasa lebih hambar. Usus juga

bergerak lebih pelan sehingga Anda memerlukan waktu yang lebih lama untuk mencerna

makanan.

5. Fungsi ginjal

Seiring bertambahnya usia, struktur pada ginjal akan berubah. Proses aterosklerosis juga

dapat menyerang ginjal, menyebabkan menurunnya fungsi ginjal.

6. Tulang dan sendi

Tulang akan mulai kehilangan strukturnya, yang mana dapat

menyebabkan osteoporosis jika tidak dilakukan tindakan pencegahan. Sendi juga


mengalami penipisan dan sering meradang. Akibatnya dapat timbul nyeri yang

mengganggu pada tulang maupun sendi.

7. Penglihatan

Lensa mata akan menjadi lebih keras. Akibatnya, mata akan sulit melihat pada kondisi

remang-remang. Kemampuan akomodasi juga akan berkurang, sehingga lansia umumnya

memerlukan bantuan kacamata ganda untuk melihat dengan fokus. Ketajaman

penglihatan, kepekaan warna, dan persepsi kedalaman juga berkurang.

8. Pendengaran

Terjadi berbagai perubahan pada sistem pendengaran di usia tua. Mulai dari

berkurangnya saraf pendengaran hingga melemahnya struktur telinga. Pada lansia, gejala

yang paling mudah dirasakan adalah hilangnya pendengaran pada nada tinggi serta

kesulitan membedakan nada bicara.

9. Sistem imun

Menurunnya aktivitas sel T pada sistem imun (kekebalan tubuh) akan menyebabkan

lansia mudah mengalami infeksi. Selain itu, ketika sedang terserang penyakit pun tubuh

lansia pun jadi lebih sulit untuk mempertahankan dan memulihkan diri. Maka, penting

bagi lansia untuk rutin cek kesehatan dan segera periksa ke dokter setiap kali memiliki

keluhan atau gejala penyakit apa pun.


10. Sistem saraf

Sistem saraf dan otak juga akan mengalami perubahan. Kemampuan intelektual,

kecepatan belajar, dan psikomotor juga akan berkurang seiring bertambahnya usia.

Lansia juga akan mengalami perubahan pola tidur, membutuhkan waktu tidur yang lebih

sedikit tapi lebih sering.

11. Sistem hormon

Sistem endokrin (hormon) juga akan mengalami perubahan. Hormon seks akan

berkurang (esterogen maupun testoteron). Hormon lainnya bisa saja meningkat,

berkurang, atau pun tidak terpengaruh faktor usia. Proses penuaan juga secara tidak

langsung memengaruhi risiko peningkatan resistensi hormon, misalnya insulin.

2.1.6 Masalah Fisik yang Sering Ditemukan pada Lansia

Menurut Azizah (2011), masalah fisik yang sering ditemukan pada lansia adalah:

a. Mudah Jatuh

Jatuh adalah suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi mata yang melihat

kejadian yang mengakibatkan seseorang mendadak terbaring/terduduk di lantai atau

tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa kehilangan kesadaran atau luka

b. Mudah Lelah

Disebabkan oleh:

a) faktor psikologis (perasaan bosan, keletihan atau perasaan depresi)

b) gangguan organis

c) pengaruh obat-obat
c. Berat Badan Menurun

Disebabkan oleh:

1.) Pada umumnya nafsu makan menurun karena kurang gairah hidup atau kelesuan

2.) Adanya penyakit kronis

3.) Gangguan pada saluran pencernaan sehingga penyerapan makanan terganggu

4.) Faktor-faktor sosioekonomis (pensiun)

d. Sukar Menahan Buang Air Besar Disebabkan oleh:

1.) Obat-obat pencahar perut

2.) Keadaan diare

3) Kelainan pada usus besar

4.) Kelainan pada ujung saluran pencernaan (pada rektum usus)

e. Gangguan pada Ketajaman Penglihatan Disebabkan oleh:

1.) Presbiop

2.) Kelainan lensa mata (refleksi lensa mata kurang)

3.) Kekeruhan pada lensa (katarak)

4.) Tekanan dalam mata yang meninggi (glaukoma)


2.1.7 Penyakit yang Sering Dijumpai pada Lansia

Menurut Azizah (2011), dikemukakan adanya empat penyakit yang sangat erat

hubungannya dengan proses menua yakni:

a. gangguan sirkulasi darah, seperti : hipertensi, kelainan pembuluh darah, gangguan

pembuluh darah di otak (koroner) dan ginjal

b. gangguan metabolisme hormonal, seperti: diabetes mellitus, klimakterium, dan

ketidakseimbangan tiroid

c. gangguan pada persendian, seperti osteoartitis, gout arthritis, atau penyakit kolagen

lainnya

d. berbagai macam neoplasma


2.2 Konsep Dasar Diabetes Melitus

2.2.1 Pengertian

Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kinerja insulin

atau kedua-duanya (ADA, 2010). Menurut WHO, Diabetes Melitus (DM)

didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi

etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan

metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat dari insufisiensi fungsi

insulin. Insufisiensi insulin dapat disebabkan oleh gangguan produksi insulin oleh sel-

sel beta Langerhans kelenjar pankreas atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-

sel tubuh terhadap insulin (Depkes, 2008).

Berdasarkan Perkeni tahun 2011 Diabetes Mellitus adalah penyakit gangguan

metabolisme yang bersifat kronis dengan karakteristik 11 hiperglikemia. Berbagai

komplikasi dapat timbul akibat kadar gula darah yang tidak terkontrol, misalnya

neuropati, hipertensi, jantung koroner, retinopati, nefropati, dan gangrene. Diabetes

Melitus tidak dapat disembuhkan tetapi kadar gula darah dapat dikendalikan melalui

diet, olah raga, dan obat-obatan. Untuk dapat mencegah terjadinya komplikasi kronis,

diperlukan pengendalian DM yang baik (Perkeni, 2011).

2.2.2 Anatomi dan Fisiologis

Anatomi fisiologi pada pasien dengan post debridement ulkus dm antara lain dari

anatomi fisiologi pankreas dan kulit.

a. Anatomi Fisiologi Pankreas


Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira-kira 15 cm, lebar

5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata-rata 60-90 gram.

Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung. Pankreas

merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik hewan

maupun manusia. Bagian depan (kepala) kelenjar pankreas terletak pada lekukan

yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang

merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian

ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari segi perkembangan

embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel

yang membentuk usus. Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu Asini sekresi

getah pencernaan ke dalam duodenum, pulau Langerhans yang tidak tidak

mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi menyekresi insulin dan glukagon langsung

ke darah. Pulau-pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari

pamkreas tersebar di seluruh pankreas dengan berat hanya 1-3 % dari berat total

pankreas.Pulau langerhans berbentuk ovoid dengan besar masing-masing pulau

berbeda. Besar pulau langerhans yang terkecil adalah 50 m, sedangkan yang

terbesar 300 m, terbanyak adalah yang besarnya 100-225 m. Jumlah semua pulau

langerhans di pankreas diperkirakan antara 1-2 juta.

b. Anatomi Fisiologi Kulit

Kulit merupakan pembungkus yang elastis yang melindungi tubuh dari pengaruh

lingkungan kulit juga merupakan alat tubuh yang terberat dan terluas ukurannya,

yaitu 15%dari berat tubuh dan luasnya 1,50-1,75 m2. Rata-rata tebal kulit 1-2 mm.
paling tebal (6mm) terdapat di telapak tangan dan kaki dan yang paling tipis

(0,5mm) terdapat di penis. Bagian-bagian kulit manusia sebagai berikut :

1). Epidermis: Epidermis terbagi dalam empat bagian yaitu lapisan basal atau

stratum germinativium, lapisan malphigi atau stratum spinosum, lapisan glanular

atau stratum gronulosum, lapisan tanduk atau stratum korneum. Epidermis

mengandung juga: kelenjar ekrin, kelenjar apokrin, kelenjar sebaseus, rambut dan

kuku. Kelenjar keringat ada dua jenis, ekrin dan apokrin. Fungsinya mengatur

suhu, menyebabkan panas dilepaskan dengan cara penguapan. Kelenjar ekrin

terdapat disemua daerah kulit, tetapi tidak terdapat diselaput lendir. Seluruhnya

berjulah antara 2 sampai 5 juta yang terbanyak ditelapak tangan. Kelenjar apokrin

adalah kelenjar keringat besar yang bermuara ke folikel rambut, terdapat diketiak,

daerah anogenital. Puting susu dan areola. Kelenjar sebaseus terdapat diseluruh

tubuh, kecuali di telapak tangan, tapak kaki dan punggung kaki. Terdapat banyak di

kulit kepala, muka, kening, dan dagu. Sekretnya berupa sebum dan mengandung

asam lemak, kolesterol dan zat lain.

2) Dermis : dermis atau korium merupakan lapisan bawah epidermis dan diatas

jaringan sukutan. Dermis terdiri dari jaringan ikat yang dilapisan atas terjalin rapat

(pars papilaris), sedangkan dibagian bawah terjalin lebih longgar (pars reticularis).

Lapisan pars tetucularis mengandung pembuluh darah, saraf, rambut, kelenjar

keringat dan kelenjar sebaseus.

3) Jaringan subkutan, merupakan lapisan yang langsung dibawah dermis. Batas

antara jaringan subkutan dan dermis tidak tegas. Sel-sel yang terbanyak adalah

limposit yang menghasilkan banyak lemak. Jaringan sebkutan mengandung saraf,


pembuluh darah limfe. Kandungan rambut dan di lapisan atas jaringan subkutan

terdapat kelenjar keringan. Fungsi dari jaringan subkutan adalah penyekat panas,

bantalan terhadap trauma dan tempat penumpukan energy.

2.2.3 Etiologi

Penyebab diabetes mellitus sampai sekarang belum diketahui dengan pasti tetapi

umumnya diketahui karena kekurangan insulin adalah penyebab utama dan faktor

herediter memegang peranan penting.

a. Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)

Sering terjadi pada usia sebelum 30 tahun. Biasanya juga disebut Juvenille

Diabetes, yang gangguan ini ditandai dengan adanya hiperglikemia (meningkatnya

kadar gula darah). Faktor genetik dan lingkungan merupakan faktor pencetus

IDDM. Oleh karena itu insiden lebih tinggi atau adanya infeksi virus (dari

lingkungan) misalnya coxsackievirus B dan streptococcus sehingga pengaruh

lingkungan dipercaya mempunyai peranan dalam terjadinya DM. Virus atau

mikroorganisme akan menyerang pulau – pulau langerhans pankreas, yang

membuat kehilangan produksi insulin. Dapat pula akibat respon autoimmune,

dimana antibody sendiri akan menyerang sel bata pankreas. Faktor herediter, juga

dipercaya memainkan peran munculnya penyakit ini (Brunner & Suddart, 2002)

b. Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)

Virus dan kuman leukosit antigen tidak nampak memainkan peran terjadinya

NIDDM. Faktor herediter memainkan peran yang sangat besar. Riset melaporkan

bahwa obesitas salah satu faktor determinan terjadinya NIDDM sekitar 80% klien
NIDDM adalah kegemukan. Overweight membutuhkan banyak insulin untuk

metabolisme. Terjadinya hiperglikemia disaat pankreas tidak cukup menghasilkan

insulin sesuai kebutuhan tubuh atau saat jumlah reseptor insulin menurun atau

mengalami gangguan. Faktor resiko dapat dijumpai pada klien dengan riwayat

keluarga menderita DM adalah resiko yang besar. Pencegahan utama NIDDM

adalah mempertahankan berat badan ideal. Pencegahan sekunder berupa program

penurunan berat badan, olah raga dan diet. Oleh karena DM tidak selalu dapat

dicegah maka sebaiknya sudah dideteksi pada tahap awal tanda-tanda/gejala yang

ditemukan adalah kegemukan, perasaan haus yang berlebihan, lapar, diuresis dan

kehilangan berat badan, bayi lahir lebih dari berat badan normal, memiliki riwayat

keluarga DM, usia diatas 40 tahun, bila ditemukan peningkatan gula darah

(Brunner & Suddart, 2002)

2.2.4 Patofisiologis
2.2.4.1 DM Tipe I

Pada Diabetes tipe I terdapat ketidak mampuan pankreas menghasilkan insulin

karena hancurnya sel-sel beta pulau langerhans. Dalam hal ini menimbulkan

hiperglikemia puasa dan hiperglikemia post prandial.

Dengan tingginya konsentrasi glukosa dalam darah, maka akan muncul

glukosuria (glukosa dalam darah) dan ekskresi ini akan disertai pengeluaran

cairan dan elektrolit yang berlebihan (diuresis osmotic) sehingga pasien akan

mengalami peningkatan dalam berkemih (poliurra) dan rasa haus (polidipsia).

Defesiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak sehingga

terjadi penurunan berat badan akan muncul gejala peningkatan selera makan
(polifagia). Akibat yang lain yaitu terjadinya proses glikogenolisis (pemecahan

glukosa yang disimpan) dan glukogeonesis tanpa hambatan sehingga efeknya

berupa pemecahan lemak dan terjadi peningkatan keton yangdapat mengganggu

keseimbangan asam basa dan mangarah terjadinya ketoasidosis (Corwin, 2000)

2.2.4.2 DM Tipe II

Terdapat dua masalah utama pada DM Tipe II yaitu resistensi insulin dan

gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan berkaitan pada reseptor kurang

dan meskipun kadar insulin tinggi dalam darah tetap saja glukosa tidak dapat

masuk kedalam sel sehingga sel akan kekurangan glukosa. Mekanisme inilah

yang dikatakan sebagai resistensi insulin. Untuk mengatasi resistensi insulin dan

mencegah terbentuknya glukosa dalam darah yang berlebihan maka harus

terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Namun demikian jika

sel-sel beta tidak mampu mengimbanginya maka kadar glukosa akan meningkat

dan terjadilah DM tipe II (Corwin, 2000)

2.2.5 Manifestasi Klinis

a. Poliuria

Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui membrane dalam sel

menyebabkan hiperglikemia sehingga serum plasma meningkat atau

hiperosmolariti menyebabkan cairan intrasel berdifusi kedalam sirkulasi atau

cairan intravaskuler, aliran darah ke ginjal meningkat sebagai akibat dari

hiperosmolariti dan akibatnya akan terjadi diuresis osmotic (poliuria).

b. Polidipsia
Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel kedalam vaskuler menyebabkan

penurunan volume intrasel sehingga efeknya adalah dehidrasi sel. Akibat dari

dehidrasi sel mulut menjadi kering dan sensor haus teraktivasi menyebabkan

seseorang haus terus dan ingin selalu minum (polidipsia).

c. Poliphagia

Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya kadar insulin

maka produksi energi menurun, penurunan energi akan menstimulasi rasa lapar.

Maka reaksi yang terjadi adalah seseorang akan lebih banyak makan

(poliphagia).

d. Penurunan berat badan

Karena glukosa tidak dapat di transport kedalam sel maka sel kekurangan cairan

dan tidak mampu mengadakan metabolisme, akibat dari itu maka sel akan

menciut, sehingga seluruh jaringan terutama otot mengalami atrofidan penurunan

secara otomatis.

e. Malaise atau kelemahan

2.2.6 Pemeriksaan Diagnostik

Adanya glukosa dalam urine. Dapat diperiksa dengan cara benedict (reduksi)

yang tidak khasuntuk glukosa, karena dapat positif pada diabetes.

Diagnostik lebih pasti adalah dengan memeriksa kadar glukosa dalam darah

dengan cara Hegedroton Jensen (reduksi).

1) Gula darah puasa tinggi < 140 mg/dl.

2) Test toleransi glukosa (TTG) 2 jam pertama < 200 mg/dl.


3) Osmolitas serum 300 m osm/kg.

4) Urine = glukosa positif, keton positif, aseton positif atau negative (Bare &

suzanne, 2002)

2.2.7 Komplikasi

Ulkus diabetik merupakan salah satu komplikasi akut yang terjadi pada

penderita Diabetes Mellitus tapi selain ulkus diabetik antara lain :

a. Komplikasi Akut. Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari

ketidakseimbangan jangka pendek dari glukosa darah. Hipoglikemik dan

ketoadosis diabetik masuk ke dalam komplikasi akut.

b. Komplikasi kronik. Yang termasuk dalam komplikasi kronik ini adalah

makrovaskuler dimana komplikasi ini menyerang pembuluh darah besar,

kemudian mikrovaskuler yang menyerang ke pembuuluh darah kecil bisa

menyerang mata (retinopati), dan ginjal. Komplikasi kronik yang ketiga

yaitu neuropati yang mengenai saraf. Dan yang terakhir menimbulkan

gangren.

c. Komplikasi jangka panjang dapat juga terjadi antara lain, menyebabkan

penyakit jantung dan gagal ginjal, impotensi dan infeksi, gangguan

penglihatan (mata kabur bahkan kebutaan), luka infesi dalam ,

penyembuhan luka yang jelek.

d. Komplikasi pembedahan, dalam perawatan pasien post debridement

komplikasi dapat terjadi seperti infeksi jika perawatan luka tidak

ditangani dengan prinsip steril.


2.4 Konsep Kerusakan Integritas Kulit

Kerusakan integritas kulit adalah perubahan pada epidermis dan dermis

yang terjadi akibat dari proses pembedahan atau luka karena trauma. Tanda-tanda

yang muncul pada kerusakan integritas kulit meliputi adanya luka, perubahan

tekstur kulit, kelembapan pada kulit dan perubahan vaskularitas (warna) pada

kulit. Untuk menentukan tingkat luka dapat dilihat dari status integritas kulit,

keparahan atau luasnya luka,kualitas atau kebersihan luka. Penyembuhan luka

pada umumnya tergantung pada lokasi, tingkat keparahan dan proses

perawatannya. Jika dalam proses perawatan luka tidak sesuai dengan standar

operasional prosedur maka dapat mengakibatkan terjadinya infeksi, yang ditandai

dengan adanya color, dolor, rubor, tumor, dan gangguan fusiolasia dan lama

kelamaan akan mengeluarkan pus yang berwarna kekuningan sehingga

menyebabkan kerusakan pada integritas kulit yang lebih komplek.

2.4.1 Konsep Kerusakan Integritas Kulit

Kerusakan integritas kulit adalah perubahan pada epidermis dan dermis

yang terjadi akibat dari proses pembedahan atau luka karena trauma. Tanda-tanda

yang muncul pada kerusakan integritas kulit meliputi adanya luka, perubahan

tekstur kulit, kelembapan pada kulit dan perubahan vaskularitas (warna) pada

kulit.

Untuk menentukan tingkat luka dapat dilihat dari status integritas kulit, keparahan

atau luasnya luka,kualitas atau kebersihan luka. Penyembuhan luka pada umumnya

tergantung pada lokasi, tingkat keparahan dan proses perawatannya. Jika dalam

proses perawatan luka tidak sesuai dengan standar operasional prosedur maka
dapat mengakibatkan terjadinya infeksi, yang ditandai dengan adanya color, dolor,

rubor, tumor, dan gangguan fusiolasia dan lama kelamaan akan mengeluarkan pus

yang berwarna kekuningan sehingga menyebabkan kerusakan pada integritas kulit

yang lebih komplek.

2.5 Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Riwayat kesehatan perlu dikaji untuk mengetahui kemungkinan adanya

penyakit tertentu yang dapat mempengaruhi proses penyembuhan luka, selain

itu pengkajian mengenai terjadinya luka misalnya sejak kapan, bagaimana

kejadiannya, ukuran awal kejadiannya dan berbagai gejala yang dirasakan.

Pengkajian riwayat luka juga menangkup faktor-faktor yang dapat memperberat

atau mempercepat proses luka serta mendokumentasikannya secara lengkap.

Kronis : Lama luka, bagaimana pengobatannya, penyakit yang menyertai, Akut :

lama luka, adanya benda asing yang masuk(Semeltzer & Bare,2013).

Menurut Potter & Perry, (2010) pengkajian luka meliputi cara mengkaji

mendokumentasi lokasi dan gambaran luka serta area sekitar luka.

a. Lokasi

Pengkajian diawali dengan mengamati lokasi misalkan terdapat beberapa

jahitan di kuadran kanan bawah.

b. Ukuran

Ukuran luka mengacu panjang sejajar dari kepala dan lebar sejajar dengan
potongan horizontal badan.

c. Gambaran umum luka

Pengkajian dan dokumentasi gambaran luka meliputi warna, bau, cairan

yang keluar dari luka serta gambaran area sekitarnya. Lakukan inspeksi dan

palpasi khususnya daerah sekitar luka.

1) Inspeksi : penampilan luka, kaji tanda penyembuhan luka, adanya

perdarahan, pinggiran luka terikat, adanya gejala inflamasi, kedalaman

luka, luas luka, tempat luka, produksi cairan, bau dan warna cairan.

2) Palpasi : kedalaman nyeri, nyeri, pembengkakan

2. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik tidak hanya dilakukan terhadap lukanya saja,

tetapi juga kondisi fisik secara umum termasuk mengkaji perubahan tanda

tanda vital seperti kenaikan denyut nadi, kenaikan pernafasan, penurunan

tekanan darah.

Untuk mengidentifikasi keadaan luka ada tiga kategori yaitu:

1) Dengan mengevaluasi kulit, kuku, rambut, warna, capilary refil,

temperatur, nadi , edema, ekstremitas dan hemosiderin.

2) Ukuran luka mengacu pada panjang sejar dari kepala ke kaki dan lebar

sejajar dengan potongan horizontal badan.

3)Data laboratorium

Penurunan leukosit mengindikasikan resiko terhadap infeksi.

Pemeriksaan albumin dilakukan untuk menentukan perkembangan


penyembuhan luka.

Pemeriksaan laboratorium :Hb,Produksi cairan luka, Leukosit, Koagulasi,

Protein dan glukosa

4. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan menurut (Herrdman,2015).

Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon manusia

terhadap gangguan kesehatan atau proses kehidupan , kerentanan respon

dari seseorang individu, kelompok, keluarga maupun komunitas.

a. Diagnosa : Kerusakan integritas jaringan.

Kerusakan integritas kulit adalah kerusakan pada epidermis atau dermis.

b. Batasan karakteristik

1) Kerusakan integritas kulit

c. Faktor yang berhubungan

1) Agens cedera kimiawi (mis., luka bakar, kapsaisin,metilien klorida,

agens mustard.

2) Gangguan metabolisme

3) Gangguan sensasi

4) Ganggua sirkulasi

5) Hambatan mobilitas

6) Gangguan neuropati perifer

7) Ketidakseimbangan status nutrisi( mis., obesitas, malnutrisi

8) Kurang pengetahuan tentang perlindungan integritas jaringan

9) Kurang pengetahuan tentang perlindungan integritas jaringan


5. Intervensi Keperawatan

a. Kriteria hasil menurut (moorhead ,2013) yaitu :

Kondisi kesehatan yang dirasakan yaitu outcomes yang

menggambarkan pandangan individu mengenai kesehatan dan

perawatan kesehatan.

Diagnosa : Kerusakan integritas jaringan.

1) Penyembuhan luka

Tingkat regenerasi sel dan jaringan pada luka terbuka

a) Nekrosis

b) Bau busuk luka

c) Pelepasan sel

2) Keparahan infeksi

Keparahan tanda dan gejala infeksi

a) kemerahan

b) cairan luka yang berbau busuk

c) nyeri

b. Intervensi menurut (Bulechek,2013) yaitu:

Sebuah taksonomi tindakan komprehensif berbasis bukti perawat

lakukan berbagai tatanan perawatan.

1) Perawatan luka

a) Angkat balutan dan plester perekat

b) Monitor karakteristik luka, termasuk drainase, warna ukuran,

dan bau
c) Ukur luas luka, yang sesuai.

d) Tempatkan area yang terkena pada air yang mengalir, dengan

tepat

e) Berikan rawatan insisi pada luka, yang diperlukan

f) Berikan perawatan ulkus pada kulit, yang diperlukan

g) Oleskan salep yang sesuai dengan kulit atau lesi

h) Berikan balutan yang sesuai dengan jenis luka

i) Perkuat balutan luka, sesuai kebutuhan

j) Ganti balutan sesuai dengan jumlah eksudat dan drainase

k) Bandingkan dan catat setiap perubahan luka

l) Anjurkan pasien atau keluarga pada presedur perawatan luka

m) Anjurkan pasien dan keluarga untuk mengenal tanda gejala

infeksi

2) Perawatan luka tidak sembuh

a) Berikan kontrol nyeri yang memadai (misalnya, relaksasi, distraksi,

terapi analgesik harus diberikan sebelum dan sesudah membalut

luka

b) Gambarkan karakteristik ulkus, catat ukuran, lokasi, cairan ,warna,

perdarahan, nyeri, bau, dan edema.

c) Catat perubahan evolusi ulkus yang diamati

d) Irigasi ulkus dengan air atau larutan saline, hindari tekanan yang

belebih

e) Bersihkan ulkus, dimulai dengan area terbesih bergerak menuju


area yang kotor.

f) Oleskan obat topikal (sitostatik, antibiotik, analgesik) seperti yang

diminta

g) Demokrasikan kepada pasien dan keluarga bagaimana membuang

balutan bekas

h) Memberikan pasien dan keluarga pengasuh dengan dukungan

emosional.

3) Perawatan luka

a) Catat karakteristik luka tekan setiap hari, meliputi ukuran

(panjang x lebar x dalam), tingkat luka(I-IV), lokasi, eksudat,

granulasi atau jaringan nekrotik, dan epitelisasi

b) Monitor warna, suhu, udem, kelembaban, dan kondisi area sekitar

luka

c) Jaga luka agar tetap lembab untuk membantu proses

penyembuhan.

d) Lakukan debridement jika diperlukan

e) Bersihkan dengan cairan yang tidak berbahaya, lakukan

pembersihan dengan gerakan sirkuler dari dalam keluar

f) Ajarkan pasien dan keluarga mengenai perawatan luka.

2.4. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Riwayat kesehatan perlu dikaji untuk mengetahui kemungkinan adanya

penyakit tertentu yang dapat mempengaruhi proses penyembuhan luka, selain

itu pengkajian mengenai terjadinya luka misalnya sejak kapan, bagaimana

kejadiannya, ukuran awal kejadiannya dan berbagai gejala yang dirasakan.

Pengkajian riwayat luka juga menangkup faktor-faktor yang dapat memperberat

atau mempercepat proses luka serta mendokumentasikannya secara lengkap.

Kronis : Lama luka, bagaimana pengobatannya, penyakit yang menyertai, Akut :

lama luka, adanya benda asing yang masuk(Semeltzer & Bare,2013).

Menurut Potter & Perry, (2010) pengkajian luka meliputi cara mengkaji

mendokumentasi lokasi dan gambaran luka serta area sekitar luka.

a. Lokasi

Pengkajian diawali dengan mengamati lokasi misalkan terdapat beberapa

jahitan di kuadran kanan bawah.

b. Ukuran

Ukuran luka mengacu panjang sejajar dari kepala dan lebar sejajar dengan

potongan horizontal badan.

c. Gambaran umum luka

Pengkajian dan dokumentasi gambaran luka meliputi warna, bau, cairan

yang keluar dari luka serta gambaran area sekitarnya. Lakukan inspeksi dan

palpasi khususnya daerah sekitar luka.

1) Inspeksi : penampilan luka, kaji tanda penyembuhan luka, adanya

perdarahan, pinggiran luka terikat, adanya gejala inflamasi, kedalaman


luka, luas luka, tempat luka, produksi cairan, bau dan warna cairan.

2) Palpasi : kedalaman nyeri, nyeri, pembengkakan

2. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik tidak hanya dilakukan terhadap lukanya saja,

tetapi juga kondisi fisik secara umum termasuk mengkaji perubahan tanda

tanda vital seperti kenaikan denyut nadi, kenaikan pernafasan, penurunan

tekanan darah.

Untuk mengidentifikasi keadaan luka ada tiga kategori yaitu:

1) Dengan mengevaluasi kulit, kuku, rambut, warna, capilary refil,

temperatur, nadi , edema, ekstremitas dan hemosiderin.

2) Ukuran luka mengacu pada panjang sejar dari kepala ke kaki dan lebar

sejajar dengan potongan horizontal badan.

3)Data laboratorium

Penurunan leukosit mengindikasikan resiko terhadap infeksi.

Pemeriksaan albumin dilakukan untuk menentukan perkembangan

penyembuhan luka.

Pemeriksaan laboratorium :Hb,Produksi cairan luka, Leukosit, Koagulasi,

Protein dan glukosa

4. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan menurut (Herrdman,2015).

Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon manusia

terhadap gangguan kesehatan atau proses kehidupan , kerentanan respon


dari seseorang individu, kelompok, keluarga maupun komunitas.

a. Diagnosa : Kerusakan integritas jaringan.

Kerusakan integritas kulit adalah kerusakan pada epidermis atau dermis.

b. Batasan karakteristik

1) Kerusakan integritas kulit

c. Faktor yang berhubungan

1) Agens cedera kimiawi (mis., luka bakar, kapsaisin,metilien klorida,

agens mustard.

2) Gangguan metabolisme

3) Gangguan sensasi

4) Ganggua sirkulasi

5) Hambatan mobilitas

6) Gangguan neuropati perifer

7) Ketidakseimbangan status nutrisi( mis., obesitas, malnutrisi

8) Kurang pengetahuan tentang perlindungan integritas jaringan

9) Kurang pengetahuan tentang perlindungan integritas jaringan

5. Intervensi Keperawatan

a. Kriteria hasil menurut (moorhead ,2013) yaitu :

Kondisi kesehatan yang dirasakan yaitu outcomes yang

menggambarkan pandangan individu mengenai kesehatan dan

perawatan kesehatan.

Diagnosa : Kerusakan integritas jaringan.

1) Penyembuhan luka
Tingkat regenerasi sel dan jaringan pada luka terbuka

a) Nekrosis

b) Bau busuk luka

c) Pelepasan sel

2) Keparahan infeksi

Keparahan tanda dan gejala infeksi

a) kemerahan

b) cairan luka yang berbau busuk

c) nyeri

b. Intervensi menurut (Bulechek,2013) yaitu:

Sebuah taksonomi tindakan komprehensif berbasis bukti perawat lakukan berbagai

tatanan perawatan.

1) Perawatan luka

a) Angkat balutan dan plester perekat

b) Monitor karakteristik luka, termasuk drainase, warna ukuran, dan bau

c) Ukur luas luka, yang sesuai.

d) Tempatkan area yang terkena pada air yang mengalir, dengan tepat

e) Berikan rawatan insisi pada luka, yang diperlukan

f) Berikan perawatan ulkus pada kulit, yang diperlukan

g) Oleskan salep yang sesuai dengan kulit atau lesi

h) Berikan balutan yang sesuai dengan jenis luka

i) Perkuat balutan luka, sesuai kebutuhan

j) Ganti balutan sesuai dengan jumlah eksudat dan drainase


k) Bandingkan dan catat setiap perubahan luka

l) Anjurkan pasien atau keluarga pada presedur perawatan luka

m) Anjurkan pasien dan keluarga untuk mengenal tanda gejala infeksi

2) Perawatan luka tidak sembuh

a) Berikan kontrol nyeri yang memadai (misalnya, relaksasi, distraksi, terapi

analgesik harus diberikan sebelum dan sesudah membalut luka

b) Gambarkan karakteristik ulkus, catat ukuran, lokasi, cairan ,warna,

perdarahan, nyeri, bau, dan edema.

c) Catat perubahan evolusi ulkus yang diamati

d) Irigasi ulkus dengan air atau larutan saline, hindari tekanan yang

belebih

e) Bersihkan ulkus, dimulai dengan area terbesih bergerak menuju

area yang kotor.

f) Oleskan obat topikal (sitostatik, antibiotik, analgesik) seperti yang diminta

g) Demokrasikan kepada pasien dan keluarga bagaimana membuang balutan

bekas

h) Memberikan pasien dan keluarga pengasuh dengan dukungan emosional.

3) Perawatan luka

a) Catat karakteristik luka tekan setiap hari, meliputi ukuran (panjang x lebar x

dalam), tingkat luka(I-IV), lokasi, eksudat, granulasi atau jaringan nekrotik,

dan epitelisasi

b) Monitor warna, suhu, udem, kelembaban, dan kondisi area sekitar luka

c) Jaga luka agar tetap lembab untuk membantu proses penyembuhan.


d) Lakukan debridement jika diperlukan

e) Bersihkan dengan cairan yang tidak berbahaya, lakukan pembersihan

dengan gerakan sirkuler dari dalam keluar

f) Ajarkan pasien dan keluarga mengenai perawatan luka.


BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desin penelitian yang digunakan adalah studi kasus,studi kasus ini adalah studi

untuk mengeksplorasi masalah Asuhan Keperawatan Gerontik Pada Klien Yang

Mengalami Diabetes Miletus Dengan Masalah Keperawatan Gangguan Integritas Kulit

Di Puskesmas Sobo Banyuwangi Tahun 2019.

3.2 Batasan istilah

Tabel 3.2.1 Definisi Lansia,Diabetes Miletus dan Gangguan Integritas Kulit

Definisi Lanjut usia adalah bagian dari proses tumbuh

Lansia kembang. Manusia tidak secara tiba-tiba menjadi tua,

tetapi berkembang dari bayi, anak-anak, dewasa dan

akhirnya menjadi tua. Hal ini normal, dengan

perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat

diramalkan yang terjadi pada semua orang pada saat

mereka mencapai usia tahap perkembangan kronologis

tertentu. Lansia merupakan suatu proses alami yang

ditentukan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Semua orang


akan mengalami proses menjadi tua dan masa tua

merupakan masa hidup manusia yang terakhir. Dimasa

ini seseorang mengalami kemunduran fisik, mental dan

sosial secara bertahap (Azizah 2011, h. 1).

Definisi Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit

Diabetes metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi

Miletus karena kelainan sekresi insulin, kinerja insulin atau kedua-

duanya (ADA, 2010).

Definisi Kerusakan integritas kulit adalah perubahan pada

kerusakan epidermis dan dermis yang terjadi akibat dari proses

integritas kulit pembedahan atau luka karena trauma

Etiologi a.DM tipe 1

yaitu diabetes yang tergantung insulin di tandai dengan

pengancuran sel-sel beta pankreas yang disebabkan

oleh:

1.Faktor genetik penderita tidak mewarisi diabetes.

2.Faktor imonologi

3,Faktor lingkungan:toksin tertentu dapat memicu

proses autoimun yang menimbulkan ektraksibeta


b.DM tipe 2

disebabkan oleh gegagalan relatif sel beta dan

resistensi insulin faktor resiko yang berhubungan

dengan proses terjadinya DM tipe 2, usia,

obesitas,riwayat dan klien (Nanda 2015)

3.3 Partisipan

Partisipan yang digunakan dalam studi kasus ini adalah membandingkan dua

klien yang mengalami Diabetes Miletus dengan masalah keperawatan gangguan

integritas kulit di Puskesmas Sobo Banyuwangi Tahun 2019.

3.4 LokasidanWaktuPenelitian

3.4.1 Lokasi

Tempat penelitian di Puskesmas Sobo Banyuwangi 2019

3.4.2 WaktuPenelitian

Waktu penelitian dilakukan pada saat klien sudah terdaftar sebagai

pengunjung Puskesmas Sobo dengan cara home care atau cara kunjungan

kerumah.

Dalam penelitian ini waktu penelitian di bagi menjadi beberapa tahap

yaitu :
1) Tahap persiapan yang meliputi

a. Penyusunan proposal : 19 Mei 2019

b. Seminar proposal : 24 Mei 2019

2) Tahap pelaksanaan yang meliputi

a. Pengajuan ijin : 21 Mei 2019

b. Pengumpulan data : 24 Mei 2019

3.5 .Pengumpulan Data

3.5.1 Wawancara

Wawancara meruupakan alat komunikasi yang memungkinkan saling

tukar informasi, proses yang menghasilkan tingkat pemahaman yang lebih tinggi

dari pada yang dicapai orang secara sendiri – sendiri.Wawancara keperawatan

mempunyai tujuan yang spesifik meliputi pengumpulan satu set data yang

spedifik. Anamnesis dilakukan secara langsung an tara peneliti dengan klien

meliputi identitas klien,keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat

penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan lain – lain. Sumber informasi

dari keluarga, dan perawat lainnya.Alat yang digunakan untuk wawancara dalam

pengumpulan data dapat berupa alat tulis, buku catatan, kamera atau perekam

suara

(Nursallam, 2017).
3.5.2 Observasi dan pemeriksaan fisik

Observasi merupakan cara pengumpulan data dengan pengamatan secara

langsung kepada klien untuk mencari perubahan atau hal–hal yang akan diteliti

dengan pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi, pada

sistem tubuh klien yang di lakukan secara head to toe, terutama pada data yang

mendukung asuhan keperawatan pada klien Diabetes Miletus dengan masalah

keperawatan gangguan integritas kulit.

3.5.3 Studi dokumentasi

Studi dokumentasi dilakukan dengan cara mendokumentasikan hasil

pemeriksaan diagnostik, hasil evaluasi asuhankeperawatan, hasil data dari

Puskesmas Sobo tahun 2019, dan hasil data buku pedoman dari perpustakaan.

3.6 Uji Keabsahan Data

Untuk mencapai kesimpulan yang valid, maka dilakukan uji keabsahan data

terhadap semua data yang terkumpul. Uji keabsahan data ini dilakukan dengan

menggunakan tekhnik triangulasi. Tekhnik triangulasi dapat diperoleh dengan berbagai

cara diantaranya data dapat dikumpulkan dengan waktu yang berbeda

(triangulasiwaktu), dengan tempat yang berbeda (tringulasitempat), dan orang yang

berbeda (triangulasisumber). Pada penelitian ini tekhnik yang digunakan adalah dengan

triangulasi sumber, melalui triangulasi data diperoleh dari klien, keluarga klien yang

mengalami Diabetes Miletus dan perawat. Triangulasi tekhnik sumber data utama klien

dan keluarga dalam penelitian dilakukan dengan cara membandingkan dan


mengobservasi perkembangan kesehatan klien. Triangulasi tekhnik sumber data utama

perawat digunakan untuk menyampaikan persepsi anatara klien dan perawat.

3.7Analisis Data

Analisis data merupakan bagian yang sangat penting untuk mencapai tujuan

pokok penelitian, yaitu menjawab pertanyaan – pertanyaan penelitian yang digunakan

menganalisis masalah. Data mentah yang didapat, tidak dapat menggambarkan

informasi yang diinginkan untuk menjawab masalah penelitian (Nursalam, 2017).

3.7.1 Pengumpulan data

Data dikumpulkan dari hasil WOD ( wawancara, observasi, dokumentasi

). Hasil ditulis dalam bentuk catatan lapangan, kemudian disalin dalam bentuk

transkrip (catatan terstruktur).

3.7.2 Mereduksi data

Data hasil wawancara yang terkumpul dalam bentuk catatan lapangan

dijadikan satu dalam bentuk transkrip dan dikelompokkan menjadi data subyektif

dan obyektif, dianalisis berdasarkan hasil pemeriksaan diagnostik kemudian

dibandingkan nilai normal.

3.7.3 Penyajian Data


Penyajiandata dapatdilakukandengan table, gambar, bagan maupun teks

naratif.Kerahasiaan dari klien dijamin dengan jalan mengaburkan identitas dari

klien.

3.7.4 Kesimpulan

Dari data yang disajikan, kemudian data dibahas dan dibandingkan dengan

hasil – hasil penelitian terlebih dahulu dan secara teoritis dengan perilaku

kesehatan. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode induksi. Data yang

terkumpulkan terkait dengan data pengkajian, diagnosis, perencanaan, tindakan,

evaluasi.

3.8 Etika Penelitian

Sebelum melakukan penelitian, peneliti harus memahami prinsip – prinsip etika

dalam penelitian karena penelitian yang akan dilakukan meggunakan subyek manusia,

dimana setiap manusia mempunyai hak masing - masing yang tidak dapat dipaksakan.

Beberapa etika dalam melakukan penelitian diantarnya adalah :

3.8.1 Informed consent (lembarpersetujuanmenjadipartisipan)

Sebelum lembar persetujuan diberikan kepada partisipan, maka terlebih

dahulu peneliti menjelaskan maksud, tujuan, keuntungan, dan kerugian

penelitian yang akan dilakukan.


3.8.2 Anonimity (tanpanama)

Dalam rangka untuk menjaga kerahasiaan partisipan, maka peneliti tidak

mencantumkan nama terang partisipan, tapi penelitihan yang menggunakan

inisial, contohnya, Tn.H untuk memudahkan peneliti dalam membedakanan

atar klien sehingga meminimalkan kesalahan.

3.8.3 Respek

Respek diartikan sebagai perilaku perawat yang menghormati klien dan

keluarga. Perawat harus menghargai hak – hak klien.

3.8.4 Otonomi

Otonomi berkaitan dengan hak seseorang untuk mengatur dan membuat

keputusan sendiri, meskkipun demikian masih terdapat keterbatasan, terutama

terkait dengan situasi dan kondisi, latarbelakang, individu, campur tangan hukum

dan tenaga kesehatan profesional yang ada.

3.8.5 Beneficience (Kemurahanhati/nasehat)

Beneficience berkaitan dengan kewajiban untuk melakukan hal yang baik

dan tidak membahayakan orang lain. Apabila prinsip kemurahan mengalahkan

prinsip otonomi, maka disebut paternalisme.Paternalisme adalah perilaku yang

berdasarkan pada apa yang dipercayai oleh profesional kesehatan untuk

kebaikan klien, kadang-kadang tidak melibatkan keputusan dari klien.


3.8.6 Non – malefecence.

Prinsip ini berkaitan dengan kewajiban perawatan untuk tidak

menimbulkan kerugian atau cidera pada klien.

3.8.7 Veracity (Kejujuran)

Berkaitan dengan kewajiban perawat untuk mengatakan suatu kebenaran

dan tidak berbohong atau menipu orang lain.

3.8.8 Fidelity (kesetian)

Berkaitan dengan kewajiban perawatan untuk selalu setia pada

kesepakatan dan tanggung jawab yang telah dibuat perawatan harus memegang

janji yang di nuatnya pada klien.

3.8.9 Justice (Keadilan )

Prinsip keadilan berkaitan dengan kewajiban perawat untuk berlaku adil

pada semua orang dan tidak memihak atau berat sebelah.


BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Dalam bab ini penulis akan membuat kesimpulan dan saran tentang asuhan

keperawatan yang diberikan pada Ny. S yang mengalami penyakit Diabetes Melitus

dengan masalah keperawatan kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan

gangguan gangguan neuropati perifer

1. Pengkajian dilakukan menggunakan teknik wawancara dengan pasien. Didalam

pengkajian terdapat data umum dan data khusus, hasil dari data umum mencangkup semua

identitas yang berasal dari pasien, adapun hasil dari data khusus yaitu data yang didalamnya

terdapat keadaan atau keluhan pasien saat ini seperti luka DM di bagian kaki kirinya.

2. Masalah Keperawatan yang muncul yaitu Kerusakan Integritas Kulit

berhubungan dengan gangguan neuropati perifer luka DM selama kurang lebih 6 bulan yang

lalu.

3. Rencana Tindakan Keperawatan meliputi tujuan dan kriteria hasil yang harus

diberikan dan di ajarkan oleh penulis untuk pasien. Penulis mengharapkan tujuan untuk

mengurangi kerusakan yang terjadi pada luka DM Ny. S.

4. Implementasi Keperawatan yaitu dilakukan selama 3 hari dengan mengurangi

kerusakan yang terjadi pada luka , memberikan perawatan luka, danmenganjurkan untuk

istirahat tidur yang baik.


5. Evaluasi pada tahap akhir mengacu pada tujuan dan kriteria hasil yang telah

ditetapkan sebelumnya oleh penulis yaitu perawatan luka dan dukungan keluarga yang

positif kepada pasien untuk membantu pasien agar tetap sehat.

4.2 SARAN

1. Bagi Penulis

Penulis diharapkan lebih mampu mengoptimalkan dalam pengkajian sampai dengan

evaluasi serta mampu meningkatkan, ketelitian, kesabaran serta lebih mampu memberikan

pengelolaan yang lebih optimal agaer mendapatkan suatu hasil yang lebih maksimal.

2. Bagi masyarakat

Bagi masyarakat diharapkan mampu memberi pengetahuan dan informasi tentang

bagaimana cara merawat luka bagi anggota keluarga yang dalam salah satu anggota

keluarganya menderita penyakit diabetes mellitus yang bertujuan agar dapat meningkatkan

derajat kesehatannya.

3. Bagi institusi pendidikan

Institusi pendidikan dapat menambah litertur keperawatan keluarga dalam penulisan

karya tulis ilmiah dan lebih meningkatkan dalam pelaksanaan pengelolaan kasus terhadap

mahasiswa setiap melakukan praktik klinis keperawatan , agar mampu menerapkan tentang

bagaimana perawatan luka pada diabetes melitus.


4. Bagi pelayanan kesehatan

Pelayanan kesehatan diharapkan lebih aktif dalam memberikan informasi mengenai

kesehatan dengan penyuluhan langsung ke masyarakat setempat atau melakukan

penyuluhan langsung ke rumah kediaman warga dengan keluarga penderita dan diharapkan

agar lebih memperhatikan kesehatan masyarakat khususnya tentang penyakit diabetes

mellitus.
DAFTAR PUSTAKA

Achjar. (2010). Aplikasi Praktik Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakarta Andarmoyo.

(2012). Keperawatan Keluarga Konsep Teori, Proses dan Praktik Keperawatan. Yogyakarta:

Graha Ilmu

Azwar, S. (2016). Metode Penelitian. Yogjakarta : Pustaka Belajar. Black, Joyce M,

Jane. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Indonesia : Salemba Medika.

Bulechek, G. M., Buther, H. K, Dochterman, J. M., & Wagner, C. M., (2013)

Nursing Interventions Classification (NIC) (6th Ed). USA : Elsevier Mosby. Chaudhry, W.

N., Badar, R., Jamal, M., Jeong, J., Zafar, J., & Andleeb, S. (2016). Clinico –

Microbiological Study and Antibiotic Resistance Profile of mecA and ESBL Gene

Prevalence in Patient with Diabetic Foo Infections. Experimental andTherapeutic Medicine

Damayanti. (2015). Diabetes Melitus dan Penatalaksanaan Keperawatan. Yogyakarta: Nuhi

Medika

Dermawan, D. (2012). buku ajar keperawatan komunitas. (T. Rahayuningsih, Ed.) (1sted.).

yogyakarta, gosyen publishing.

Anda mungkin juga menyukai