Anda di halaman 1dari 22

LI 1.

Kejadian Luar Biasa (KLB) Berdasarkan Angka Mortalitas dan Morbiditas

Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya suatu kejadian kesakitan/kematian dan
atau meningkatnya suatu kejadian kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis
pada suatu kelompok penduduk dalam kurun waktu tertentu (Undang-undang Wabah, 1984).
Sebuah wabah penyakit yang terjadi ketika penyakit terjadi dalam jumlah yang lebih
besar dari yang diharapkan dari masyarakat atau wilayah atau selama satu musim. Wabah
bisa terjadi pada satu komunitas atau bahkan meluas ke beberapa negara. Hal ini dapat
berlangsung dari hari ke tahun. Kadang-kadang satu kasus penyakit menular dianggap wabah.
Ini mungkin benar jika itu adalah penyakit yang tidak diketahui, baru ke masyarakat, atau
telah absen dari populasi untuk waktu yang lama.
Epidemi terjadi ketika penyakit menular menyebar dengan cepat ke banyak orang.
Pada tahun 2003, epidemi parah sindrom pernafasan akut (SARS) mengambil nyawa hampir
800 orang di seluruh dunia.
Pandemi adalah wabah penyakit global. HIV / AIDS adalah contoh dari salah satu
pandemi global yang paling merusak dalam sejarah.

Kriteria KLB
Menurut buku Pedoman Epidemiologi Penyakit edisi revisi th. 2011 yang diterbitkan
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2011, suatu daerah dapat ditetapkan dalam
keadaan KLB, apabila memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut:
a. Timbulnya suatu penyakit menular tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 yang
sebelumnya tidak 
ada atau tidak dikenal pada suatu daerah. 

b. Peningkatan kejadian kesakitan terus menerus selama 3 (tiga) kurun waktu dalam jam,
hari atau minggu 
berturut-turut menurut jenis penyakitnya. 

c. Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan periode
sebelumnya dalam 
kurun waktu jam, hari atau minggu menurut jenis penyakitnya. 

d. Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan menunjukkan kenaikan dua
kali atau lebih 
dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan dalam tahun sebelumnya.
e. Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu) tahun menunjukkan
kenaikan dua kali atau 
lebih dibandingkan dengan rata-rata jumlah kejadian kesakitan
per bulan pada tahun sebelumnya. 

f. Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu) kurun waktu
tertentu menunjukkan kenaikan 50% atau lebih dibandingkan dengan angka kematian
kasus 
suatu penyakit periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama. 

g. Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita baru pada satu periode
menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding satu periode sebelumnya dalam
kurun waktu yang sama.

0
Klasifikasi KLB
a. Menurut Penyebab:
1. Entero toxin : misal yang dihasilkan oleh Staphylococus aureus, Vibrio, Kholera,
Eschorichia, Shigella.
2. Exotoxin (bakteri), misal yang dihasilkan oleh Clostridium botulinum, Clostridium
perfringens.
3. Endotoxin : Infeksi, Virus, Bacteri, Protozoa, Cacing, Toksin Biologis, Racun jamur,
Alfatoxin, Plankton, Racun ikan, Racun tumbuh-tumbuhan, Toksin Kimia.
4. Zat kimia organik: logam berat (seperti air raksa, timah), cyanide, nitrit, pestisida.
Gas-gas beracun: CO, CO2, HCN.

b. Menurut Sumber KLB


1. Manusia misal: jalan napas, tenggorokan, tangan, tinja, air seni, muntahan, seperti :
Salmonella, Shigella, Staphylococus, Streptoccocus, Protozoa, Virus Hepatitis.
2. Kegiatan manusia, misal : Toxin biologis dan kimia (pembuangan tempe bongkrek,
penyemprotan, pencemaran lingkungan, penangkapan ikan dengan racun).
3. Binatang seperti : binatang piaraan, ikan, binatang mengerat, contoh : Leptospira,
Salmonella, Vibrio, Cacing dan parasit lainnya, keracunan ikan/plankton
4. Serangga (lalat, kecoa, dan sebagainya) misal : Salmonella, Staphylokok, Streptokok.
5. Udara, misal : Staphyloccoccus, Streptococcus, Virus, pencemaran udara.
6. Permukaan benda-benda/alat-alat misal : Salmonella.
7. Air, misalnya : Vibrio Cholerae, Salmonella.
8. Makanan/minuman, misal : keracunan singkong, jamur, makanan dalam kaleng.

c. Menurut Penyakit wabah : Beberapa penyakit dari sumber di atas yang sering menjadi
wabah: Kholera, Pes, Demam kuning, Demam bolak-balik, Tifus bercak wabah, DBD,
Campak, Polio, DPT, Rabies, Malaria, Influensa, Hepatitis, Tipus perut, Meningitis,
Encephalitis, SARS, Anthrax.

Klasifikasi Wabah
1. Common Source Epidemic
Suatu letusan penyakit yang disebabkan oleh terpaparnya sejumlah orang dalam suatu
kelompok secara menyeluruh dan terjadi dalam waktu yang relatif singkat. Adapun
Common Source Epidemic itu berupa keterpaparan umum, biasa pada letusan keracunan
makanan, polusi kimia di udara terbuka, menggambarkan satu puncak epidemi, jarak
antara satu kasus dengan kasus, selanjutnya hanya dalam hitungan jam,tidak ada angka
serangan ke dua.

1
2. Propagated/Progresive Epidemic
Bentuk epidemi dengan penularan dari orang ke orang sehingga waktu lebih lama dan
masa tunas yang lebih lama pula. Propagated atau progressive epidemic terjadi karena
adanya penularan dari orang ke orang baik langsung maupun melalui vector, relatif lama
waktunya dan lama masa tunas, dipengaruhi oleh kepadatan penduduk serta penyebaran
anggota masya yang rentan serta morbilitas dari pddk setempat, masa epidemi cukup
lama dengan situasi peningkatan jumlah penderita dari waktu ke waktu sampai pada
batas minimal abggota masyarakat yang rentan, lebih memperlihatkan penyebaran
geografis yang sesuai dengan urutan generasi kasus.

Metodologi Penyelidikan KLB


Tingkat atau pola dalam penyelidikan KLB ini sangat sulit ditentukan, sehingga metoda yang
dipakai pada penyelidikan KLB sangat bervariasi. Menurut Kelsey et al., 1986; Goodman et al.,
1990 dan Pranowo, 1991, variasi tersebut meliputi :
1. Rancangan penelitian, dapat merupakan suatu penelitian prospektif atau retrospektif
tergantung dari waktu dilaksanakannya penyelidikan. Dapat merupakan suatu penelitian
deskriptif, analitik atau keduanya.
2. Materi (manusia, mikroorganisme, bahan kimia, masalah administratif),
3. Sasaran pemantauan, berbagai kelompok menurut sifat dan tempatnya (Rumah sakit,
klinik, laboratorium dan lapangan).
4. Setiap penyelidikan KLB selalu mempunyai tujuan utama yang sama yaitu mencegah
meluasnya (penanggulangan) dan terulangnya KLB di masa yang akan datang
(pengendalian), dengan tujuan khusus :
a. Diagnose kasus-kasus yang terjadi dan mengidentifikasi penyebab penyakit
b. Memastikan keadaan tersebut merupakan KLB
c. Mengidentifikasikan sumber dan cara penularan
d. Mengidentifikasi keadaan yang menyebabkan KLB
e. Mengidentifikasikan populasi yang rentan atau daerah yang berisiko akan terjadi KLB

Langkah-langkah Penyelidikan KLB


1. Persiapan penelitian lapangan
2. Menetapkan apakah kejadian tersebut suatu KLB
3. Memastikan Diagnose Etiologis
4. Mengidentifikasikan dan menghitung kasus atau paparan
5. Mendeskripsikan kasus berdasarkan orang, waktu, dan tempat
6. Membuat cara penanggulangan sementara dengan segera (jika diperlukan)

2
7. Mengidentifikasi sumber dan cara penyebaran
8. Mengidentikasi keadaan penyebab KLB
9. Merencanakan penelitian lain yang sistematis
10. Menetapkan saran cara pencegahan atau penanggulangan
11. Menetapkan sistim penemuan kasus baru atau kasus dengan komplikasi
12. Melaporkan hasil penyelidikan kepada Instansi kesehatan setempat dan kepada sistim
pelayanan kesehatan yang lebih tinggi

Persiapan Penelitian Lapangan


Sebelum penyelidikan KLB dilaksanakan perlu adanya persiapan dan rencana kerja. Persiapan
lapangan sebaiknya dikerjakan secepat mungkin, dalam 24 jam pertama sesudah adanya
informasi (Kelsey., 1986), Greg (1985) dan Bres (1986) mengatakan bahwa persiapan
penelitian lapangan meliputi :
1. PEMANTAPAN (KONFIRMASI) INFORMASI
Informasi awal yang didapat kadang-kadang tidak lengkap, sehingga diperlukan
pemantapan informasi untuk melengkapi informasi awal, yang dilakukan dengan kontak
dengan daerah setempat. Informasi awal yang digunakan sebagai arahan untuk membuat
rencana kerja (plan of action), yang meliputi informasi sebagai berikut :
a. Asal informasi adanya KLB. Di Indonesia informasi adanya KLB dapat berasal dari
fasilitas kesehatan primer (laporan W1), analisis sistem kewaspadaan dini di daerah
tersebut (laporan W2), hasil laboratorium, laporan Rumah sakit (Laporan KD-RS) atau
masyarakat (Laporan S-0).
b. Gambaran tentang penyakit yang sedang berjangkit, meliputi gejala klinis,
pemeriksaan yang telah dilakukan untuk menegakan diagnosis dan hasil
pemeriksaannya, komplikasi yang terjadi (misal kematian, kecacatan. Kelumpuhan
dan lainnya).
c. Keadaan geografi dan transportasi yang dapat digunakan di daerah/lokasi KLB.

2. PEMBUATAN RENCANA KERJA


Berdasar informasi tersebut disusun rencana penyelidikan (proposal), yang minimal berisi :
a. Tujuan penyelidikan KLB
b. Definisi kasus awal
c. Hipotesis awal mengenai agent penyebab (penyakit), cara dan sumber penularan
d. Macam dan sumber data yang diperlukan
e. Strategi penemuan kasus
f. Sarana dan tenaga yang diperlukan.

3
Definisi Kasus
Definisi kasus sangat berguna untuk arahan pada pencarian kasus nantinya. Mengingat
informasi yang didapat mungkin hanya merupakan persangkaan penyakit tertentu atau gejala
klinis yang ditemui, maka definisi kasus sebaiknya dibuat longgar, dengan kemungkinan
kasus-kasus lain akan masuk. Perbaikan definisi kasus akan dilakukan setelah pemastian
diagnose, pada langkah identifikasi kasus dan paparan.
Hipotesis awal, hendaknya meliputi penyakit penyebab KLB, sumber dan cara
penularan. Untuk membuat hipotesis awal ini dapat dengan mempelajari gejala klinis, ciri dan
pola epidemiologis penyakit tersangka. Hipotesis awal ini dapat berubah atau lebih spesifik
dan dibuktikan pada waktu penyelidikan (Bres, 1986).
Tujuan penyelidikan KLB selalu dimulai dengan tujuan utama mengadakan
penanggulangan dan pengendalian KLB, dengan beberapa tujuan khusus, di antaranya :
a. Memastikan diagnosis penyakit
b. Menetapkan KLB
c. Menentukan sumber dan cara penularan
d. Mengetahui keadaan penyebab KLB
Pada penyelidikan KLB diperlukan beberapa tujuan tambahan yang berhubungan
dengan penggunaan hasil penyelidikan. Misalnya untuk mengetahui pelaksanaan program
imunisasi, mengetahui kemampuan sistem surveilans, atau mengetahui pertanda
mikrobiologik yang dapat digunakan (Goodman et al., 1990).
Strategi penemuan kasus, strategi penemuan kasus ini sangat penting kaitannya
dengan pelaksanaan penyelidikan nantinya. Pada penyelidikan KLB pertimbangan penetapan
strategi yang tepat tidak hanya didasarkan pada bagaimana memperoleh informasi yang
akurat, tetapi juga harus dipertimbangkan beberapa hal yaitu :
a. Sumber daya yang ada (dana, sarana, tenaga)
b. Luas wilayah KLB
c. Asal KLB diketahui
d. Sifat penyakitnya.

Beberapa strategi penemuan kasus yang dapat digunakan pada penyelidikan KLB dengan
beberapa keuntungan dan kelemahannya (Bres, 1986) :
a. Penggunaan data fasilitas kesehatan Cepat Terjadi bias seleksi kasus
b. Kunjungan ke RS atau fasilitas kesehatan Lebih mudah untuk mengetahui kasus dan
kontak Hanya kasus-kasus yang berat
c. Penyebaran kuesioner pada daerah yang terkena Cepat, tidak ada bias menaksir
populasi Kesalahan interpretasi pertanyaan
d. Kunjungan ke tempat yang diduga sebagai sumber penularan Mudah untuk menge-
tahui hubungan kasus dan kontak Terjadi bias seleksi dan keadaan sudah spesifik

4
e. Survai masyarakat (survai rumah tanggal, total survai) Dapat dilihat keadaan yang
sebenarnya Memerlukan waktu lama, memerlukan organisasi tim dengan baik
f. Survai pada penderita Jika diketahui kasus dengan pasti Memerlukan waktu lama,
hasil hanya terbatas pada kasus yang diketahui
g. Survai agent dengan isolasi atau serologi Kepastian tinggi, di-gunakan pada penya-kit
dengan carrier Mahal, hanya dilakukan jika pemerik saan lab dapat dikerjakan.

3. PERTEMUAN DENGAN PEJABAT SETEMPAT


Pertemuan dimaksudkan untuk membicarakan rencana dan pelaksanaan penyelidikan KLB,
kelengkapan sarana dan tenaga di daerah, memperoleh izin dan pengamanan.

Pemastian Diagnosis Penyakit Dan Penetapan KLB

Pemastian Diagnosis Penyakit


Cara diagnosis penyakit pada KLB dapat dilakukan dengan mencocokan gejala/tanda penyakit
yang terjadi pada individu, kemudian disusun distribusi frekuensi gejala klinisnya. Cara
menghitung distribusi frekuensi dari tanda-tanda dan gejala-gejala yang ada pada kasus
adalah sebagai berikut :
1. Buat daftar gejala yang ada pada kasus
2. Hitung persen kasus yang mempunyai gejala tersebut
3. Susun ke bawah menurut urutan frekuensinya

Penetapan KLB
Penetapan KLB dilakukan dengan membandingkan insidensi penyakit yang tengah berjalan
dengan insidensi penyakit dalam keadaan biasa (5seudo5), pada populasi yang dianggap
berisiko, pada tempat dan waktu tertentu. Dalam membandingkan insidensi penyakit
berdasarkan waktu harus diingat bahwa beberapa penyakit dalam keadaan biasa (endemis)
dapat bervariasi menurut waktu (pola temporal penyakit). Penggambaran pola temporal
penyakit yang penting untuk penetapan KLB adalah, pola musiman penyakit (periode 12
bulan) dan kecenderungan jangka panjang (periode tahunan – pola maksimum dan minimum
penyakit). Dengan demikian untuk melihat kenaikan frekuensi penyakit harus dibandingkan
dengan frekuensi penyakit pada tahun yang sama bulan berbeda atau bulan yang sama tahun
berbeda (CDC, 1979).
KLB tersembunyi, sering terjadi pada penyakit yang belum dikenal atau penyakit yang tidak
mendapat perhatian karena dampaknya belum diketahui.
KLB palsu (5seudo-epidemic), terjadi oleh karena :
1. Perubahan cara mendiagnosis penyakit

5
2. Perubahan perhatian terhadap penyakit tersebut, atau
3. Perubahan organisasi pelayanan kesehatan,
4. Perhatian yang berlebihan.
Untuk mentetapkan KLB dapat dipakai beberapa definisi KLB yang telah disusun oleh Depkes.
Pada penyakit yang endemis, maka cara menentukan KLB bisa menyusun dengan grafik Pola
Maksimum-minimum 5 tahunan atau 3 tahunan.

Penanggulangan KLB
Penanggulangan KLB dikenal dengan nama Sistem Kewaspadaan Dini (SKD-KLB),
yang dapat diartikan sebagai suatu upaya pencegahan dan penanggulangan KLB secara dini
dengan melakukan kegiatan untuk mengantisipasi KLB. Kegiatan yang dilakukan berupa
pengamatan yang sistematis dan terus-menerus yang mendukung sikap tanggap/waspada
yang cepat dan tepat terhadap adanya suatu perubahan status kesehatan masyarakat.
Kegiatan yang dilakukan adalah pengumpulan data kasus baru dari penyakit-penyakit yang
berpotensi terjadi KLB secara mingguan sebagai upaya SKD-KLB. Data-data yang telah
terkumpul dilakukan pengolahan dan analisis data untuk penyusunan rumusan kegiatan
perbaikan oleh tim epidemiologi (Dinkes Kota Surabaya, 2002).
Berdasarkan Undang-undang No. 4 tahun 1984 tentang wabah penyakit menular
serta Peraturan Menteri Kesehatan No. 560 tahun 1989, maka penyakit DBD harus dilaporkan
segera dalam waktu kurang dari 24 jam. Undang-undang No. 4 tahun 1984 juga menyebutkan
bahwa wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat, yang
jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari keadaan yang lazim pada waktu
dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka. Dalam rangka mengantisipasi
wabah secara dini, dikembangkan istilah kejadian luar biasa (KLB) sebagai pemantauan lebih
dini terhadap kejadian wabah. Tetapi kelemahan dari sistem ini adalah penentuan penyakit
didasarkan atas hasil pemeriksaan klinik laboratorium sehingga seringkali KLB terlambat
diantisipasi (Sidemen A., 2003).
Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu
sistem surveilans dengan menggunakan teknologi informasi (computerize) yang disebut
dengan Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS). EWORS adalah suatu sistem
jaringan informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita
adanya kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS secara
cepat (Badan Litbangkes, Depkes RI). Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus
dapat diketahui dengan cepat, sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan
sedini mungkin. Dalam masalah DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal
menginformasikan data kasus DBD dari segi jumlah, gejala/karakteristik penyakit,
tempat/lokasi, dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit DATI II di Indonesia (Sidemen A.,
2003)

6
Pencegahan terjadinya wabah/KLB

a. Pencegahan tingkat pertama


1. Menurunkan faktor penyebab terjadinya wabah serendah mungkin dengan cara
desinfeksi, pasteurisasi, sterilisasi yang bertujuan untuk menghilangkan
mikroorganisme penyebab penyakit dan menghilangkan sumner penularan.
2. Mengatasi/modifikasi lingkungan melalui perbaikan lingkungan fisik seperti
peningkatan air bersih, sanitasi lingkungan, peningkatan lingkungan biologis seperti
pemberntasan serangga dan binatang pengerat serta peningkatan lingkungan sosial
seperti kepadatan rumah tangga.
3. Meningkatkan daya tahan pejamu meliputi perbaikan status gizi,kualitas hidup
penduduk, pemberian imunisasi serta peningkatan status psikologis.

b. Pencegahan tingkat kedua


Sasaran pencegahan ini terutama ditunjukkan pada mereka yang menderita atau
dianggap menderita (suspek) atau yang terancam akan menderita (masa tunas) dengan
cara diagnosis dini dan pengobatan yang tepat agar dicegah meluasnya penyakit atau
untuk mencegah timbulnya wabah serta untuk segera mencegah proses penyakit lebih
lanjut serta mencegah terjadinya komplikasi.

c. Pencegahan tingkat ketiga


Bertujuan untuk mencegah jangan sampai penderita mengalami cacat atau kelainan
permanen, mencegah bertambah parahnya suatu penyakit atau mencegah kematian
akibat penyakit tersebut dengan dilakukannya rehabilitasi.

d. Strategi pencegahan penyakit


Dilakukan usaha peningkatan derajad kesehatan individu dan masyarakat, perlindungan
terhadap ancaman dan gangguan kesehatan, pemeliharaan kesehatan, penanganan dan
pengurangan gangguan serta masalah kesehatan serta rehabilitasi lingkungan.

7
PENGUKURAN ANGKA KESAKITAN/ MORBIDITAS

INCIDENCE RATE
Incidence rate adalah frekuensi penyakit baru yang berjangkit dalam masyarakat di suatu
tempat / wilayah / negara pada waktu tertentu

PREVALENCE RATE
Prevalence rate adalah frekuensi penyakit lama dan baru yang berjangkit dalam masyarakat
di suatu tempat/ wilayah/ negara pada waktu tertentu. PR yang ditentukan pada waktu
tertentu (misal pada Juli 2000) disebut Point Prevalence Rate. PR yang ditentukan pada
periode tertentu (misal 1 Januari 2000 s/d 31 Desember 2000) disebut Periode Prevalence
Rate.

ATTACK RATE
Attack Rate adalah jumlah kasus baru penyakit dalam waktu wabah yang berjangkit dalam
masyarakat di suatu tempat/ wilayah/ negara pada waktu tertentu

8
PENGUKURAN MORTALITY RATE

CRUDE DEATH RATE


CDR adalah angka kematian kasar atau jumlah seluruh kematian selama satu tahun dibagi
jumlah penduduk pada pertengahan tahun

SPECIFIC DEATH RATE


SDR adalah jumlah seluruh kematian akibat penyakit tertentu selama satu tahun dibagi
jumlah penduduk pada pertengahan tahun

CASE FATALITY RATE


CFR adalah persentase angka kematian oleh sebab penyakit tertentu, untuk menentukan
kegawatan/ keganasan penyakit tersebut

MATERNAL MORTALITY RATE


MMR = AKI = Angka kematian Ibu adalah jumlah kematian ibu oleh sebab kehamilan/
melahirkan/ nifas (sampai 42 hari post partum) per 100.000 kelahiran hidup

9
INFANT MORTALITY RATE
IMR = AKB = angka kematian bayi adalah jumlah kematian bayi (umur <1tahun) per 1000
kelahiran hidup

NEONATAL MORTALITY RATE


NMR = AKN = Angka Kematian Neonatal adalah jumlah kematian bayi sampai umur < 4 minggu
atau 28 hari per 1000 kelahiran hidup

PERINATAL MORTALITY RATE


PMR = AKP = angka Kematian Perinatal adalah jumlah kematian janin umur 28 minggu s/d 7
hari seudah lahir per 1000 kelahiran hidup

10
LI 2. Perilaku Kesehatan Individu dan Masyarakat
Perilaku kesehatan adalah semua akitivitas atau kegiatan seseorang baik yang dapat diamati
(observable) maupun yang tidak dapat diamati (unobservable) yang berkaitan dengan
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. Pemeliharaan Kesehatan ini mencakup mencegah
atau melindungi diri dari penyakit serta masalah kesehatan lain, meningkatkan kesehatan dan
mencari penyembuhan apabila sakit.

Menurut Becker (dalam Notoadmodjo, 1979) membuat klasifikasi lain tentang perilaku
kesehatan danmembedakannya menjadi tiga yaitu :
1. Perilaku Sehat (healthy behavior) Perilaku sehat adalah perilaku yang berkaitan dengan
upaya mempertahankan dan meningkatkan kesehatan, antara lain:
a. Makan dengan menu seimbang (appropriate diet) Menu seimbang yang dimaksud
adalah pola makan sehari-hari yang memenuhi kebutuhan nutrisi baik kuantitas
maupun kualitasnya.
b. Kegiatan fisik secara teratur dan cukup Kegiatan fisik yang dimaksud adalah kegiatan
yang memenuhi gerakan-gerakan fisik secara rutin dan teratur.
c. Tidak merokok dan minum-minuman keras serta menggunakan narkoba. Merokok
adalah kebiasaan yang tidak sehat, namun di Indonesia jumlah perokok cenderung
meningkat. Hampir 50% pria dewasa di Indonesia adalah perokok, sedangkan
pengguna narkoba dan minum-minuman keras meningkat
d. Istirahat yang cukup Istirahat cukup bukan saja berguna untuk memelihara kesehatan
fisik tetapi juga untuk memelihara kesehatan mental.
e. Pengendalian dan manajemen stress Stress adalah bagian dari kehidupan setiap
orang, dan yang dapat dilakukan adalah mengatasi, mengendalikan atau mengelola
stress tersebut agar tidak mengakibatkan gangguan kesehatan baik fisik maupun
mental.
f. Perilaku atau gaya hidup positif lain untuk kesehatan Inti dari perilaku ini adalah
tindakan atau perilaku seseorang agar dapat terhindar dari berbagai masalah
kesehatan, termasuk perilaku untuk meningkatkan kesehatan.

2. Perilaku sakit (Illness Behavior) Perilaku sakit berkaitan dengan tindakan seseorang yang
sakit yang mengalami masalah kesehatannya dalam rangka mencari penyembuhan dan
untuk mengatasi masalah kesehatannya. Pada saat seseorang sakit, ada beberapa
tindakan yang dapat dilakukan, yaitu:
a. No action Sakit tersebut diabaikan dan tetap menjalankan kegiatan sehari-hari.
b. Self treatment atau Self medication Pengobatan ini terdiri dari dua bentuk yakni
dengan cara tradisional dan cara modern.

11
c. Mencari penyembuhan keluar Mencari penyembuhan atau pengobatan keluar yang
dimaksud adalah dengan mencari fasilitas pelayanan kesehatan yang dibedakan
menjadi dua yakni fasilitas pelayanan kesehatan tradisional dan fasilitas kesehatan
modern atau profesional seperti puskesmas, poliklinik, rumah sakit dan sebagainya.

3. Perilaku peran orang sakit (The Sick Role Behavior) Menurut Becker, hak dan kewajiban
orang sakit merupakan perilaku peran orang sakit yang antara lain:
a. Tindakan untuk memperoleh kesembuhan.
b. Tindakan untuk mengenal atau mengetahui fasilitas kesehatan yang tepat untuk
memperoleh kesembuhan.
b. Melakukan kewajibannya sebagai pasien antara lain melalui nasihat dokter dan
perawat untuk mempercepat kesembuhannya.
c. Tidak melakukan sesuatu yang merugikan bagi proses penyembuhannya.
d. Melakukan kewajiban agar tidak kambuh penyakitnya dan sebagainya.

Perilaku Kesehatan Individu Dalam Masyarakat


Lawrence Green menganalisis bahwa faktor perilaku sendiri ditentukan oleh tiga faktor
utama, yaitu:
a. Faktor Predisposisi (predisposing factors), yaitu faktor-faktor yang mempermudah atau
mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara lain pengetahuan, sikap,
keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi dan sebagainya.
b. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors), yaitu faktor-faktor yang memungkinkan atau
yang memfasilitasi perilaku atau tindakan. Yang dimaksud dengan faktor pemungkin
adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan.
c. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors), adalah faktor-faktor yang mendorong dan
memperkuat terjadinya perilaku.

12
LI 3. Permasalahan Gizi Pada Anak
3.1. Kriteria

3.2. Penilaian Status Gizi pada Anak

Nilai simpang baku rujukan disini maksudnya adalah selisih kasus dengan standar +1 SD
atau -1 SD. Jadi apabila BB/TB pada kasus lebih besar daripada median, maka nilai
simpang baku rujukannya diperoleh dengan mengurangi +1 SD dengan median. Tetapi
jika BB/TB kasus lebih kecil daripada median, maka nilai simpang baku rujukannya
menjadi median dikurangi dengan -1 SD.

13
LI 4. Rujukan Kesehatan

Sistem rujukan upaya keselamatan adalah suatu sistem jaringan fasilitas pelayanan kesehatan
yang memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab secara timbal-balik atas masalah
yang timbul baik secara vertikal (komunikasi antara unit yang sederajat) maupun horizontal
(komunikasi inti yang lebih tinggi ke unit yang lebih rendah) ke fasilitas pelayanan yang lebih
kompeten, terjangkau, rasional dan tidak dibatasi oleh wilayah administrasi.

Rujukan dalam pelayanan kebidanan merupakan kegiatan pengiriman orang sakit dari unit
kesehatan yang kurang lengkap ke unit yang lebih lengkap berupa rujukan kasus patologis
pada kehamilan, persalinan dan nifas masuk didalamnya, pengiriman kasus masalah
reproduksi lainnya seperti kasus ginekologi atau kontrasepsi yang memerlukan penanganan
spesialis. Termasuk juga didalamnya pengiriman bahan laboratorium. Jika penderita telah
sembuh dan hasil laboratorium telah selesai, kembalikan dan kirimkan ke unit semula,
jikaperlu disertai dengan keterangan yang lengkap (surat balasan).

Rujukan informasi medis membahas secara lengkap data-data medis penderita yang dikirim
dan advis rehabilitas kepada unit yang mengirim. Kemudian Bidan menjalin kerja sama dalam
sistem pelaporan data-data parameter pelayanan kebidanan, terutama mengenai kematian
maternal dan pranatal. Hal ini sangat berguna untuk memperoleh angka-angka secara
regional dan nasional pemantauan perkembangan maupun penelitian.

Menurut tata hubungannya, sistem rujukan terdiri dari:


 Rujukan Internal adalah rujukan horizontal yang terjadi antar unit pelayanan di dalam
institusi tersebut. Misalnya dari jejaring puskesmas (puskesmas pembantu) ke
puskesmas induk.
 Rujukan Eksternal adalah rujukan yang terjadi antar unit-unit dalam jenjang pelayanan
kesehatan, baik horizontal (dari puskesmas rawat jalan ke puskesmas rawat inap)
maupun vertikal (dari puskesmas ke rumah sakit umum daerah).

Menurut lingkup pelayanannya, sistem rujukan terdiri dari:


 Rujukan Medik adalah rujukan pelayanan yang terutama meliputi upaya penyembuhan
(kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif). Misalnya, merujuk pasien puskesmas dengan
penyakit kronis (jantung koroner, hipertensi, diabetes mellitus) ke rumah sakit umum
daerah. Jenis rujukan medik:
a. Transfer of patient. Konsultasi penderita untuk keperluan diagnostik, pengobatan,
tindakan operatif dan lain-lain.

14
b. Transfer of specimen. Pengiriman bahan untuk pemeriksaan laboratorium yang lebih
lengkap.
c. Transfer of knowledge/personel. Pengiriman tenaga yang lebih kompeten atau ahli
untuk meningkatkan mutu layanan pengobatan setempat. Pengiriman tenaga-
tenaga ahli ke daerah untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan melalui
ceramah, konsultasi penderita, diskusi kasus dan demonstrasi operasi (transfer of
knowledge). Pengiriman petugas pelayanan kesehatan daerah untuk menambah
pengetahuan dan keterampilan mereka ke rumah sakit yang lebih lengkap atau
rumah sakit pendidikan, juga dengan mengundang tenaga medis dalam kegiatan
ilmiah yang diselenggarakan tingkat provinsi atau institusi pendidikan (transfer of
personel).

 Rujukan Kesehatan adalah hubungan dalam pengiriman dan pemeriksaan bahan ke


fasilitas yang lebih mampu dan lengkap. Rujukan ini umumnya berkaitan dengan upaya
peningkatan promosi kesehatan (promotif) dan pencegahan (preventif). Contohnya,
merujuk pasien dengan masalah gizi ke klinik konsultasi gizi (pojok gizi puskesmas), atau
pasien dengan masalah kesehatan kerja ke klinik sanitasi puskesmas (pos Unit Kesehatan
Kerja).

Alur rujukan kasus kegawat daruratan:


1. Dari Kader
Dapat langsung merujuk ke:
a. Puskesmas pembantu
b. Pondok bersalin atau bidan di desa
c. Puskesmas rawat inap
d. Rumah sakit swasta / RS pemerintah
2. Dari Posyandu
Dapat langsung merujuk ke:
a. Puskesmas pembantu
b. Pondok bersalin atau bidan di desa

15
16
LI 5. Aspek Sosial Budaya Masyarakat dalam Mengakses dan Pemanfaatan Pelayanan
Kesehatan di Fasilitas Kesehatan

Aspek Sosial Budaya dalam Pencarian Pelayanan Kesehatan


Walaupun jaminan kesehatan dapat membantu banyak orang yang berpenghasilan
rendah dalam memperoleh perawatan yang mereka butuhkan, tetapi ada alasan lain
disamping biaya perawatan kesehatan, yaitu adanya celah diantara kelas sosial dan budaya
dalam penggunaan pelayanan kesehatan (Sarafino, 2002). Seseorang yang berasal dari kelas
sosial menengah ke bawah merasa diri mereka lebih rentan untuk terkena penyakit
dibandingkan dengan mereka yang berasal dari kelas atas. Sebagai hasilnya mereka yang
berpenghasilan rendah lebih tidak mungkin untuk mencari pencegahan penyakit (Sarafino,
2002).

Faktor Sosial dalam Penggunaan Pelayanan Kesehatan


a. Cenderung lebih tinggi pada kelompok orang muda dan orang tua
b. Cenderung lebih tinggi pada orang yang berpenghasilan tinggi dan berpendidikan tinggi
c. Cenderung lebih tinggi pada kelompok Yahudi dibandingkan dengan penganut agama lain.
d. Persepsi sangat erat hubungannya dengan penggunaan pelayanan kesehatan.

Faktor Budaya dalam Penggunaan Pelayanan Kesehatan


Faktor kebudayaan yang mempengaruhi penggunaan pelayanan kesehatan diantaranya
adalah:
a. Rendah penggunaan pelayanan kesehatan pada suku bangsa terpencil.
b. Ikatan keluarga yang kuat lebih banyak menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan.
c. Meminta nasehat dari keluarga dan teman-teman.
d. Pengetahuan tentang sakit dan penyakit. Dengan asumsi jika pengetahuan tentang sakit
meningkat maka penggunaan pelayanan kesehatan juga meningkat.
e. Sikap dan kepercayaan masyarakat terhadap provider sebagai pemberi pelayanan
kesehatan.

Sistem Pelyanan Kesehatan


 Input
Subsistem yang akan memberikan segala masukan untuk berfungsinya sebuah sistem,
seperti sistem pelayanan kesehatan :
- Potensi masyarakat
- Tenaga kesehatan
- Sarana kesehatan

 Proses

17
Kegiatan yg berfungsi untuk mengubah sebuah masukan menjadi sebuah hasil yg
diharapkan dari sistem tersebut, yaitu berbagai kegiatan dalam pelayanan kesehatan.

 Output
Hasil yang diperoleh dari sebuah proses, Output pelayanan kesehatan : pelayanan yang
berkualitas, efektif dan efisien serta terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat sehingga
pasien sembuh & sehat optimal.

 Dampak
Akibat yang dihasilkan sebuah hasil dari sistem, relative lama waktunya. Dampak sistem
Pelayanan kesehatan adalah masyarakat sehat, angka kesakitan & kematian menurun.

 Umpan balik (feedback)


Suatu hasil yang sekaligus menjadikan masukan dan ini terjadi dari sebuah sistem yang
saling berhubungan dan saling mempengaruhi, berupa kualitas tenaga kesehatan.

 Lingkungan
Semua keadaan di luar sistem tetapi dapat mempengaruhi pelayanan kesehatan.

Tingkat Pelayanan Kesehatan


Menurut Leavel & Clark dalam memberikan pelayanan kesehatan harus memandang pada
tingkat pelayanan kesehatan yg akan diberikan, yaitu :
 Health promotion (promosi kesehatan)
Merupakan tingkat pertama dalam memberikan pelayanan melalui peningkatan
kesehatan, Contoh : kebersihan perorangan, perbaikan sanitasi lingkungan.
 Specific protection (perlindungan khusus)
Masyarakat terlindung dari bahaya/ penyakit2 tertentu. Cth : Imunisasi, perlindungan
keselamatan kerja.
 Early diagnosis and prompt treatment (diagnosis dini & pengobatan segera)
Sudah mulai timbulnya gejala penyakit, Cth : survey penyaringan kasus.
 Disability limitation (pembatasan cacat)
Dilakukan untuk mencegah agar pasien atau masyarakat tidak mengalami dampak
kecacatan akibat penyakit yang ditimbulkan.
 Rehabilitation (rehabilitasi)
Dilaksanakan setelah pasien didiagnosa sembuh. Sering pada tahap ini dijumpai pada fase
pemulihan terhadap kecacatan seperti latihan- latihan yang diberikan pada pasien.

18
LI 6. Tujuan Syariat Islam dan Konsep KLB

Ada 5 (lima) hal pokok yang merupakan tujuan utama dari Syariat Islam, yaitu:

1. Memelihara kemaslahatan agama (Hifzh al-din)


2. Memelihara jiwa (Hifzh al-nafsi)
3. Memelihara akal (Hifzh al-’aqli)
4. Memelihara keturunan dan kehormatan (Hifzh al-nashli)
5. Memelihara harta benda (Hifzh al-mal)

KLB Dalam Pandangan Islam


Dan apa saja musibah yang menimpa kamu, maka adalah disebabkan oleh perbuatan
tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).
(Q.s. As-Syura: 30)

Al-Qur’an menyatakan dengan lugas bahwa segala kerusakan dan musibah yang menimpa
umat manusia itu disebabkan oleh “perbuatan tangan mereka sendiri”. Tentu saja kata
‘tangan’ sebatas simbol perbuatan dosa/maksiat, karena suatu perbuatan maksiat
melibatkan panca indera, dan juga dikendalikan dan diprogram sedemikian rupa oleh otak,
kehendak dan hawa nafsu manusia. Maksiat, sebagaimana taat, ada yang bersifat menentang
tasyri’ Allah seperti melanggar perkara yang haram, dan ada yang bersifat menentang takwin
Allah (sunnatullah) seperti melanggar dan merusak alam lingkungan. Bahkan sebelum dunia
mengenal karantina, Nabi Muhammad Saw. telah menetapkan dalam salah satu sabdanya,

Apabila kalian mendengar adanya wabah di suatu daerah, janganlah mengunjungi daerah
itu, tetapi apabila kalian berada di daerah itu, janganlah meninggalkannya.

LI 7. Hukum Menjaga Kesehatan dan Berobat dalam Pandangan Islam

Islam menetapkan tujuan pokok kehadirannya untuk memelihara agama, jiwa, akal, jasmani,
harta, dan keturunan. Setidaknya tiga dari yang disebut berkaitan dengan kesehatan. Paling
tidak ada dua istilah literatur keagamaan yang digunakan untuk menunjuk tentang
pentingnya kesehatan dalampandangan Islam.
1. Kesehatan, yang terambil dari kata sehat;
2. Afiat.

19
Keduanya dalam bahasa Indonesia, sering menjadi kata majemuk sehat afiat. Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesra, kata "afiat" dipersamakan dengan "sehat". Afiat diartikan sehat dan
kuat,sedangkan sehat (sendiri) antara lain diartikan sebagai keadaan baik segenap badan
serta bagian-bagiannya (bebas dari sakit).Kalau sehat diartikan sebagai keadaan baik bagi
segenap anggota badan, maka agaknya dapat dikatakan bahwa mata yang sehat adalah mata
yang dapat melihat maupun membaca tanpa menggunakan kacamata. Tetapi, mata yang
afiat adalah yang dapat melihat dan membaca objek-objek yang bermanfaat serta
mengalihkan pandangan dari objek-objek yang terlarang, karena itulah fungsi yang
diharapkan dari penciptaan mata. Dalam konteks kesehatan fisik, misalnya ditemukan sabda
Nabi Muhammad Saw.: Sesungguhnya badanmu mempunyai hak atas dirimu. Demikian
Nabi Saw. menegur beberapa sahabatnya yang bermaksud melampaui batas beribadah,
sehingga kebutuhan jasmaniahnya terabaikan dan kesehatannya terganggu.

Pembicaraan literatur keagamaan tentang kesehatan fisik, dimulai dengan meletakkan


prinsip: Pencegahan lebih baik daripada pengobatan. Karena itu dalam konteks kesehatan
ditemukan sekian banyak petunjuk Kitab Suci dan Sunah Nabi Saw. yang pada dasarnya
mengarah pada upaya pencegahan.

Islam memerintahkan umatnya untuk berobat


Berobat pada dasarnya dianjurkan dalam agama islam sebab berobat termasuk upaya
memelihara jiwa dan raga, dan ini termasuk salah satu tujuan syari’at islam ditegakkan,
terdapat banyak hadits dalam hal ini, diantaranya;

1. Dari Abu Darda berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


‘’Sesungguhnya Alloh menurunkan penyakit beserta obatnya, dan Dia jadikan setiap
penyakit ada obatnya, maka berobatlah kalian, tetapi jangan berobat dengan yang
haram.’’
(HR.Abu Dawud 3874, dan disahihkan oleh al-Albani dalam Shahih wa Dha’if al-Jami’ 2643)

2. Dari Usamah bin Syarik berkata, ada seorang arab baduwi berkata kepada Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam:
‘’Wahai Rosululloh, apakah kita berobat?,Nabi bersabda,’’berobatlah, karena
sesungguhnya Alloh tidak menurunkan penyakit, kecuali pasti menurunkan obatnya,
kecuali satu penyakit (yang tidak ada obatnya),’’ mereka bertanya,’’apa itu’’ ? Nabi
bersabda,’’penyakit tua.’’
(HR.Tirmidzi 2038, dan disahihkan oleh al-Albani dalam Sunan Ibnu Majah 3436)

20
1. Wajib
a. Jika penyakit tersebut diduga kuat mengakibatkan kematian, maka menyelamatkan jiwa
adalah wajib.
b. Jika penyakit itu menjadikan penderitanya meninggalkan perkara wajib padahal dia mampu
berobat, dan diduga kuat penyakitnya bisa sembuh, berobat semacam ini adalah untuk
perkara wajib, sehingga dihukumi wajib.
c. Jika penyakit itu menular kepada yang lain, mengobati penyakit menular adalah wajib untuk
mewujudkan kemaslahatan bersama.
d. Jika penyakit diduga kuat mengakibatkan kelumpuhan total, atau memperburuk
penderitanya, dan tidak akan sembuh jika dibiarkan, lalu mudhorot yang timbul lebih banyak
daripada maslahatnya seperti berakibat tidak bisa mencari nafkah untuk diri dan keluarga,
atau membebani orang lain dalam perawatan dan biayanya, maka dia wajib berobat untuk
kemaslahatan diri dan orang lain.

2. Sunnah/mustahab
Jika tidak berobat berakibat lemahnya badan tetapi tidak sampai membahayakan diri dan orang
lain, tidak membebani orang lain, tidak mematikan, dan tidak menular , maka berobat menjadi
sunnah baginya.

3. Mubah/ boleh
Jika sakitnya tergolong ringan, tidak melemahkan badan dan tidak berakibat seperti kondisi hukum
wajib dan sunnah untuk berobat, maka boleh baginya berobat atau tidak berobat

4.Makruh
a. Jika penyakitnya termasuk yang sulit disembuhkan, sedangkan obat yang digunakan diduga
kuat tidak bermanfaat, maka lebih baik tidak berobat karena hal itu diduga kuat akan berbuat
sis- sia dan membuang harta.
b. Jika seorang bersabar dengan penyakit yang diderita, mengharap balasan surga dari ujian ini,
maka lebih utama tidak berobat, dan para ulama membawa hadits Ibnu Abbas dalam kisah
seorang wanita yang bersabar atas penyakitnya kepada masalah ini.
c. Jika seorang fajir/rusak, dan selalu dholim menjadi sadar dengan penyakit yang diderita,
tetapi jika sembuh ia akan kembali menjadi rusak, maka saat itu lebih baik tidak berobat.
d. Seorang yang telah jatuh kepada perbuatan maksiyat, lalu ditimpa suatu penyakit, dan dengan
penyakit itu dia berharap kepada Alloh mengampuni dosanya dengan sebab kesabarannya.
e. Dan semua kondisi ini disyaratlkan jika penyakitnya tidak mengantarkan kepada kebinasaan,
jika mengantarkan kepada kebinasaan dan dia mampu berobat, maka berobat menjadi wajib.

5. Haram
Jika berobat dengan sesuatu yang haram atau cara yang haram maka hukumnya haram, seperti
berobat dengan khomer/minuman keras, atau sesuatu yang haram lainnya.

21

Anda mungkin juga menyukai