Anda di halaman 1dari 49

HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :

Nama : Muhammad Rizal, S.Ked K1A1 14 030


Nur Syifa Rahmatika, S.Ked K1A1 15 036
Alinda Ratna Suryandari, S.Ked K1A1 15 005
Nisda, S.Ked K1A1 15 033
Isma, S.Ked K1A1 12 082
Sici Arifuddin, S.Ked K1A1 14 131
Judul : Upaya Penanganan Congestive Heart Failure (CHF) dengan Pendekatan
Kedokteran Keluarga

Telah menyelesaikan tugas laporan dalam rangka kepanitraan klinik pada


Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Komunitas Fakultas
Kedokteran Universitas Halu Oleo.

Kendari, Agustus 2019

Mengetahui,
Pembimbing

Dr. dr. Asriati, M.Kes


NIP. 19700501 200212 2 007

1
Daftar Isi
Sampul
Halaman Pengesahan 1
Daftar isi 2
Bab I PENDAHULUAN 4
A. Latar Belakang 4
B. Tujuan 6
C. Manfaat 7
Bab II. TINJAUAN PUSTAKA 8
A. Definisi 8
B. Epidemiologi 8
C. Etiologi 9
D. Patofisiologi 10
E. Manifestasi Klinis 12
F. Klasifikasi 13
G. Algoritma Penatalaksanaan 14
H. Teknik Diagnosis 14
I. Tatalaksana 17
J. Komplikasi 21
Bab III HASIL KUNJUNGAN RUMAH 22
A. Kunjungan Rumah 22
B. Identitas Pasien 22
C. Genogram keluarga 23
D. Interaksi Keluarga 24
E. Anamnesis 24
F. Pemeriksaan Fisik 25
G. Diagnosis 26
H. Penyelesaian Masalah 27
I. Diagnosis Holistik 28
J. Data Sarana Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan Kehidupan keluarga
29

2
K. Diagnosis Sosial Ekonomi, Pencarian, Pelayanan Kesehatan 29
L. Lingkungan Tempat Tinggal 30
M. Intervensi Pada Keluarga 34
N. Data Pola Hidup Keluarga 35
O. Identifikasi Fungsi-Fungsi dalam Keluarga 35
P. Daftar Masalah 40
Bab IV PENUTUP 41
A. Simpulan Holistik 41
B. Saran 41
Daftar Pustaka 43
LAMPIRAN 45

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit jantung dan pembuluh darah merupakan salah satu masalah

kesehatan utama di negara maju maupun berkembang. Penyakit ini menjadi

penyebab nomor satu kematian di dunia dengan diperkirakan akan terus

meningkat hingga mencapai 23,3 juta pada tahun 2030. Masalah tersebut juga

menjadi masalah kesehatan yang progresif dengan angka mortalitas dan

morbiditas yang tinggi di Indonesia. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)

Kemenkes RI Tahun 2013, prevalensi penyakit gagal jantung di Indonesia

mencapai 0,13% dan yang terdiagnosis dokter sebesar 0,3% dari total

penduduk berusia 18 tahun ke atas. Prevalensi gagal jantung tertinggi

berdasarkan diagnosis dokter berada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

yaitu sebesar 0,25%. Prevelensinya yang terus meningkat akan memberikan

masalah penyakit, kecacatan dan masalah sosial ekonomi bagi keluarga

penderita, masyarakat, dan Negara (Nirmalasari, 2017).

Congestive Heart Failure (CHF) diperkirakan akan menjadi penyebab

utama kematian secara menyeluruh dalam waktu lima belas tahun mendatang,

meliputi Amerika, Eropa, dan sebagian besar Asia. Hal tersebut menjadi dasar

angka prevalensi penyakit kardiovaskuler secara cepat di negara-negara

berkembang dan Negara Eropa Timur. Selain itu, gagal jantung merupakan

penyakit yang paling sering memerlukan perawatan ulang di Rumah Sakit

(Redmission) meskipun pengetahuan rawat jalan telah diberikan secara

4
optimal. Pada penelitian di Amerika resiko berkembangnya penyakit

Congestive Heart Failure (CHF) yaitu mencapai 20% untuk usia ≥ 40 tahun

dengan kejadian > 650.000 kasus baru yang diagnosis Congestive Heart

Failure (CHF) selama beberapa dekade terahir. Kejadian Congestive Heart

Failure (CHF) meningkat dengan bertambahnya usia. Tingkat kematian untuk

Congestive Heart Failure (CHF) sekitar 50% dalam waktu lima tahun.

Prevalensi Congestive Heart Failure (CHF) di Indonesia menurut Riskesdas

(2013) sebesar 0,3 data prevalensi penyakit ditentukan berdasarkan hasil

wawancara pada reponden umur ≥ 15 tahun merupakan gabungan dari kasus

penyakit yang pernah di diagnosis dokter atau kasus yang mempunyai gejala

penyakit Congestive Heart Failure (CHF) (Asmoro, 2017).

Tanda dan gejala yang muncul pada pasien CHF antara lain dyspnea,

fatigue dan gelisah. Dyspnea merupakan gejala yang paling sering dirasakan

oleh penderita CHF. Hasil wawancara dengan 8 orang pasien di rumah sakit

menyatakan bahwa 80% pasien menyatakan bahwa dyspnea mengganggu

mereka seperti aktivitas sehari-hari menjadi terganggu. CHF mengakibatkan

kegagalan fungsi pulmonal sehingga terjadi penimbunan cairan di alveoli. Hal

ini menyebabkan jantung tidak dapat berfungsi dengan maksimal dalam

memompa darah. Dampak lain yang muncul adalah perubahan yang terjadi

pada otot-otot respiratori. Hal-hal tersebut mengakibatkan suplai oksigen ke

seluruh tubuh terganggu sehingga terjadi dyspnea (Nirmalasai, 2017).

Kualitas hidup pasien dengan CHF dipengaruhi oleh beberapa faktor

yaitu umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, dan derajat NYHA (New

5
York Heart Assosiation). Umur dan jenis kelamin merupakan faktor yang

sangat penting pada pasien CHF. Semakin bertambah tua umur seseorang,

maka penurunan fungsi tubuh akan terjadi baik secara psikologis maupun

fisik (Nurchayati, 2011). Begitu juga dengan jenis kelamin, pria lebih

cenderung memiliki kemampuan fungsi tubuh yang lebih baik daripada

wanita terutama fisik (Juenger et al, 2002). Dampak dari kemampuan fungsi

fisik yang menurun akan mempengaruhi derajat CHF seseorang (Akhmad

dkk, 2016).

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mengetahui dan Melakukan pendekatan kedokteran keluarga terhadap

pasien CHF.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui karakteristik (fungsi keluarga, bentuk keluarga, dan siklus

keluarga) keluarga pasien CHF.

b. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya masalah

kesehatan pada pasien CHF dan keluarganya.

c. Mendapatkan pemecahan masalah kesehatan pasien CHF dan

keluarganya.

6
C. Manfaat

1. Bagi Penulis

Menerapkan dan memperkaya ilmu pengetahuan yang diperoleh dari

perkuliahan yang diterapkan dalam kedokteran keluarga secara langsung

kepada pasien.

2. Bagi Tenaga Kesehatan

Sebagai bahan yangdapat dimanfaatkan dan digunakan oleh instansi

terkait sebagai bahan evaluasi dan bahan pertimbangan mengenai kasus

hipertensi dalam pencegahan dan diagnosis secara holistik yang

mempertimbangkan faktor keluarga dalam pengobatan dan

pencegahannya.

3. Bagi Pasien dan Keluarga

Memberikan informasi dan pemahaman tidak hanya untuk pasien tetapi

juga keluarga pasien mengenai peranan keluarga dalam menangani

penyakit yang diderita.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Gagal jantung adalah kumpulan gejala yang kompleks dimana
seorang pasien harus memiliki tampilan berupa: Gejala gagal jantung (nafas
pendek yang tipikal saat istrahat atau saat melakukan aktifitas disertai / tidak
kelelahan); tanda retensi cairan (kongesti paru atau edema pergelangan
kaki); adanya bukti objektif dari gangguan struktur atau fungsi jantung saat
istrahat (Perki, 2015).
B. Epidemiologi
Penyakit kardiovaskular merupakan salah satu masalah kesehatan
utama di negara maju maupun berkembang. Di dunia, 17,5 juta jiwa (31%)
dari 58 juta angka kematian disebabkan penyakit jantung (Nugraha dan
Ramdhanie, 2018). Data yang diperoleh World Health Organization (WHO)
tahun 2012 menunjukan bahwa pada tahun 2008 terdapat 17 juta atau sekitar
48% dari total kematian disebabkan oleh gagal jantung kongestif. Pada
penelitian di Amerika risiko berkembangnya gagal jantung adalah 20% untuk
usia ≥40 tahun dengan kejadian >650.000 kasus baru yang diagnosis gagal
jantung selama beberapa dekade terakhir. kejadian gagal jantung meningkat
dengan bertambahnya usia. Tingkat kematian untuk gagal jantung sekitar
50% dalam waktu lima tahun (Suratinoyo dkk, 2016).
Benua asia menempati peringkat tertinggi akibat penyakit jantung
dengan jumlah 712.1 ribu jiwa. Prevalensi gagal jantung di Asia Tenggara
mencapai 3 kali lipat jika dibandingkan dengan negara Eropa dan Amerika
yaitu sebesar 4.5–6.7% : 0.5–2% (prihatiningsing dan sudyasih, 2018).
Sedangkan di asia tenggara Indonesia menduduki peringkat kedua dengan
jumlah 371 ribu jiwa (Nugraha dan Ramdhanie, 2018).
Masalah tersebut juga menjadi masalah kesehatan yang progresif
dengan angka mortalitas dan morbiditas yang tinggi di Indonesia

8
(Perhimpunan Dokter Kardiovaskuler, 2015). Hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) Kemenkes RI Tahun 2013, prevalensi penyakit gagal jantung di
Indonesia mencapai 0,13% dan yang terdiagnosis dokter sebesar 0,3% dari
total penduduk berusia 18 tahun ke atas (Nirmalasari, 2017). Meskipun
manajemen farmakologis dan medis sudah meningkat dengan pesat, namun
angka kematian akibat gagal jantung tetap tinggi yaitu mencapai 50% dalam 5
tahun sejak diagnosa ditegakkan. Di Indonesia, angka mortalitas gagal
jantung di Rumah Sakit berkisar antara 6%-12%. Selain itu, gagal jantung
merupakan penyakit yang paling sering memerlukan perawatan ulang di
rumah sakit dengan angka rehospitalisasi gagal jantung di Indonesia sebesar
29%. Tingginya angka hospitalisasi ini berdampak pada tingginya
pengeluaran kesehatan pada penderita gagal jantung (prihatiningsing dan
sudyasih, 2018).
C. Etiologi
Gagal jantung kongestif (CHF) merupakan sindrom klinis yang
kompleks yang disebabkan oleh ketidakmampuan jantung dalam memompa
darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh akibat dari gangguan
struktural atau fungsional jantung yang dimulai dari gangguan pengisian
ventrikel (disfungsi diastolik) sampai kontraktilitas miokard (disfungsi
sistolik) (Nugraha dan Ramdhanie, 2018).
Menurut Hudak dan Gallo (2000) dalam Austaryani (2012), penyebab
kegagalan jantung yaitu:
1. Disritmia, seperti: brakikardi, takikardi dan kontraksi premature yang
sering dapat menurunkan curah jantung.
2. Malfungsi katub dapat menimbulkan kegagalan pompa baik oleh
kelebihan beban tekanan (obstruksi pada pengaliran keluar dari pompa
ruang, seperti stenosis katub aortik atau stenosis pulmonal), atau dengan
kelebihan beban volume yang menunjukkan peningkatan volume darah ke
ventrikel kiri.
3. Abnormalitas Otot Jantung: Menyebabkan kegagalan ventrikel meliputi
infark miokard, aneurisma ventrikel, fibrosis miokard luas (biasanya dari

9
aterosklerosis koroner jantung atau hipertensi lama), fibrosis
endokardium, penyakit miokard primer (kardiomiopati), atau hipertrofi
luas karena hipertensi pulmonal, stenosis aorta atau hipertensi sistemik.
4. Ruptur Miokard: terjadi sebagai awitan dramatik dan sering
membahayakan kegagalan pompa dan dihubungkan dengan mortalitas
tinggi. Ini biasa terjadi selama 8 hari pertama setelah infark.
Sementara itu, menurut Smeltzer (2002) dalam Austaryani (2012),
penyebab gagal jantung kongestif yaitu:
1. Kelainan otot jantung
2. Aterosklerosis koroner
3. Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload) d
4. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif
5. Penyakit jantung lain
D. Patofisiologi
Menurut Price (2005) dalam Austaryani (2012), beban pengisian preload
dan beban tahanan afterload pada ventrikel yang mengalami dilatasi dan
hipertrofi memungkinkan adanya peningkatan daya kontraksi jantung yang
lebih kuat sehingga curah jantung meningkat. Pembebanan jantung yang lebih
besar meningkatkan simpatis sehingga kadar katekolamin dalam darah
meningkat dan terjadi takikardi dengan tujuan meningkatkan curah jantung.
Pembebanan jantung yang berlebihan dapat meningkatkan curah jantung
menurun, maka akan terjadi redistribusi cairan dan elektrolit (Na) melalui
pengaturan cairan oleh ginjal dan vasokonstriksi perifer dengan tujuan untuk
memperbesar aliran balik vena ke dalam ventrikel sehingga meningkatkan
tekanan akhir diastolik dan menaikan kembali curah jantung. Dilatasi,
hipertrofi, takikardi, dan redistribusi cairan badan merupakan mekanisme
kompensasi untuk mempertahankan curah jantung dalam memenuhi
kebutuhan sirkulasi badan. Bila semua kemampuan makanisme kompensasi
jantung tersebut di atas sudah dipergunakan seluruhnya dan sirkulasi darah
dalam badan belum juga terpenuhi maka terjadilah keadaan gagal jantung.

10
Smeltzer (2002) dalam Austaryani (2012) menyatakan gagal jantung kiri
atau gagal jantung ventrikel kiri terjadi karena adanya gangguan pemompaan
darah oleh ventrikel kiri sehingga curah jantung kiri menurun dengan akibat
tekanan akhir diastol dalam ventrikel kiri dan volume akhir diastole dalam
ventrikel kiri meningkat. Keadaan ini merupakan beban atrium kiri dalam
kerjanya untuk mengisi ventrikel kiri pada waktu diastolik, dengan akibat
terjadinya kenaikan tekanan rata-rata dalam atrium kiri. Tekanan dalam
atrium kiri yang meninggi ini menyebabkan hambatan aliran masuknya darah
dari vena-vena pulmonal. Bila keadaan ini terus berlanjut maka bendungan
akan terjadi juga dalam paru-paru dengan akibat terjadinya edema paru
dengan segala keluhan dan tanda-tanda akibat adanya tekanan dalam sirkulasi
yang meninggi. Keadaan yang terakhir ini merupakan hambatan bagi
ventrikel kanan yang menjadi pompa darah untuk sirkuit paru (sirkulasi
kecil). Bila beban pada ventrikel kanan itu terus bertambah, maka akan
merangsang ventrikel kanan untuk melakukan kompensasi dengan mengalami
hipertrofi dan dilatasi sampai batas kemampuannya, dan bila beban tersebut
tetap meninggi maka dapat terjadi gagal jantung kanan, sehingga pada
akhirnya terjadi gagal jantung kirikanan. Gagal jantung kanan dapat pula
terjadi karena gangguan atau hambatan pada daya pompa ventrikel kanan
sehingga isi sekuncup ventrikel kanan tanpa didahului oleh gagal jantung kiri.
Dengan menurunnya isi sekuncup ventrikel kanan, tekanan dan volume akhir
diastol ventrikel kanan akan meningkat dan ini menjadi beban atrium kanan
dalam kerjanya mengisi ventrikel kanan pada waktu diastol, dengan akibat
terjadinya kenaikan tekanan dalam atrium kanan. Tekanan dalam atrium
kanan yang meninggi akan menyebabkan hambatan aliran masuknya darah
dalam vena kafa superior dan inferior kedalam jantung sehingga
mengakibatkan kenaikan dan adanya bendungan pada vena-vena sistemik
tersebut (bendungan pada vena jugularis yang meninggi dan hepatomegali).
Bila keadaan ini terus berlanjut, maka terjadi bendungan sistemik yang berat
dengan akibat timbulnya edema tumit dan tungkai bawah dan asites

11
E. Manifestasi Klinis
Gagal jantung merupakan kumpulan gejala klinis pasien dengan tampilan
seperti (PERKI, 2015):
1. Gejala khas gagal jantung : Sesak nafas saat istrahat atau aktifitas,
kelelahan, edema tungkai
2. Tanda khas Gagal Jantung : Takikardia, takipnu, ronki paru, efusi
pleura, peningkatan tekanan vena jugularis, edema perifer, hepatomegali
3. Tanda objektf : gangguan struktur atau fungsional jantung saat
istrahat, kardiomegali, suara jantung ke tiga, murmur jantung,
abnormalitas dalam gambaran ekokardiografi, kenaikan konsentrasi
peptida natriuretik

Tabel 1. Manifestasi klinis gagal jantung (PERKI, 2015)


Gejala Tanda
Tipikal Spesifik
1) Sesak nafas 7) Peningkatan JVP
2) Ortopneu 8) Refluks hepatojugular
3) Paroxysmal nocturnal dyspnoe 9) Suara jantung S3 (gallop)
4) Toleransi aktifitas yang 10) Apex jantung bergeser ke
berkurang lateral
5) Cepat lelah 11) Bising jantung
6) Begkak di pergelangan kaki
Kurang tipikal Kurang tipikal
12) Batuk di malam / dini hari 21) Edema perifer
13) Mengi 22) Krepitasi pulmonal
14) Berat badan bertambah > 2 23) Sura pekak di basal paru pada
kg/minggu perkusi
15) Berat badan turun (gagal 24) Takikardia
jantung stadium lanjut) 25) Nadi ireguler
16) Perasaan kembung/ begah 26) Nafas cepat
17) Nafsu makan menurun 27) Heaptomegali

12
18) Perasaan bingung (terutama 28) Asites
pasien usia lanjut) 29) Kaheksiav
19) Depresi - Berdebar
20) Pingsan

F. Klasifikasi
Klasifikasi gagal jantung berdasarkan kelainan struktural jantung atau
berdasarkan gejala yang berkaitan dengan kapasitas fungsional NYHA
(PERKI, 2015)
Tabel 2. Klasifikasi gagal jantung (PERKI, 2015)
Klasifikasi berdasarkan kelainan Klasifikasi berdasarkan kapsitas
struktural jantung fungsional (NYHA)

Stadium A Kelas I
Memiliki risiko tinggi untuk berkembang Tidak terdapat batasan dalam melakukan
menjadi gagal jantung. Tidak terdapat aktifitas fisik. Aktifitas fisik sehari-hari
gangguan struktural atau fungsional tidak menimbulkan kelelahan, palpitasi
jantung, tidak terdapat tanda atau gejala atau sesak nafas

Stadium B Kelas II
Telah terbentuk penyakit struktur jantung Terdapat batasan aktifitas ringan. Tidak
yang berhubungan dengan perkembangan terdapat keluhan saat istrahat, namun
gagal jantung, tidak terdapat tanda atau aktifitas fisik sehari-hari menimbulkan
gejala kelelahan, palpitasi atau sesak nafas

Stadium C Kelas III


Gagal jantung yang simtomatik Terdapat batasan aktifitas bermakna. Tidak
berhubungan dengan penyakit struktural terdapat keluhan saat istrahat, tetapi
jantung yang mendasari aktfitas fisik ringan menyebabkan
kelelahan, palpitasi atau sesak

Stadium D Kelas IV
Penyakit jantung struktural lanjut serta Tidak dapat melakukan aktifitasfisik tanpa
gejala gagal jantung yang sangat bermakna keluhan. Terdapat gejala saat istrahat.
saat istrahat walaupun sudah mendapat Keluhan meningkat saat melakukan
terapi medis maksimal (refrakter) aktifitas

13
G. Algoritma diagnosis gagal jantung
Penilaian klinis yang teliti diperlukan untuk mengetahui penyebab
gagal jantung, karena meskipun terapi gagal jantung umumnya sama bagi
sebagain besar pasien, namun keadaan tertentu memerlukan terapi
spesifik dan mungkin penyebab dapat dikoreksi (PERKI,2015).

Curiga gagal jantung

Onset akut Onset selain akut

EKG, X-Ray dada EKG, kemungkinan X-


Ray dada

Ekokardiografi BNP/NT Pro BNP* BNP/NT Pro BNP* Ekokardiografi

EKG normal dan NT- EKG abnormal dan NT- EKG abnormal dan NT- EKG normal dan NT-
BNP < 300 pg/ml atau BNP ≥ 300 pg/mlb atau BNP ≥ 125 pg/mla atau BNP < 125 pg/ml atau
BNP <100 PG/ml BNP ≥100 PG/mlb BNP ≥35 PG/mla BNP <35 PG/ml

Gagal jantung unlikely Gagal jantung unlikely

ekokardiografi

Jika gagal jantung sudah


dipastikan, tentukan etiologi dan
mulai terapi yang tepat

Gambar 1. Algoritma diagnosis gagal jantung (PERKI, 2015)

H. Teknik Diagnostik
Uji diagnostik biasanya paling sensitif pada pasien gagal jantung dengan
fraksi ejeksi rendah.Uji diagnostik sering kurang sensitf pada pasien gagal
jantung dengan fraksi ejeksi normal. Ekokardiografi merupakan metode yang
paling berguna dalam melakukan evaluasi disfungsi sistolik dan diastolic
(PERKI, 2015)

14
1. Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan elektrokardiogram harus dikerjakan pada semua
pasien diduga gagal jantung.Abnormalitas EKG sering dijumpai pada
gagal jantung (Tabel 4).Abnormalitas EKG memiliki nilai prediktif yang
kecil dalam mendiagnosis gagal jantung, jika EKG normal, diagnosis
gagal jantung khususnya dengan disfungsi sistolik sangat kecil (< 10%).
2. Foto Toraks
Merupakan komponen penting dalam diagnosis gagal jantung.
Rontgen toraks dapat mendeteksi kardiomegali, kongesti paru, efusi pleura
dan dapat mendeteksi penyakit atau infeksi paru yang menyebabkan atau
memperberat sesak nafas (Tabel 5). Kardiomegali dapat tidak ditemukan
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin pada pasien diduga gagal jantung
adalah darah perifer lengkap (hemo-globin, leukosit, trombosit), elektrolit,
kreatinin, laju filtrasi glomerulus (GFR), glukosa, tes fungsi hati dan
urinalisis. Pemeriksaan tambahan laindipertimbangkan sesuai tampilan
klinis. Gangguan hematologis atau elektrolit yang bermakna jarang
dijumpai pada pasien dengan gejala ringan sampai sedang yang belum
diterapi, meskipun anemia ringan, hiponatremia, hiperkalemia dan
penurunan fungsi ginjal sering dijumpai terutama pada pasien dengan
terapi menggunakan diuretik dan/atau ACEI (Angiotensin Converting
Enzime Inhibitor), ARB (Angiotensin Receptor Blocker), atau antagonis
aldosterone.
4. Peptida Natriuretik
Terdapat bukti - bukti yang mendukung penggunaan kadar
plasma peptidanatriuretik untuk diagnosis, membuat keputusan merawat
atau memulangkan pasien, dan mengidentifikasi pasien pasien yang
berisiko mengalami dekompensasi. Konsentrasi peptida natriuretik yang
normal sebelum pasien diobati mempunyai nilai prediktif negatif yang
tinggi dan membuat kemungkinan gagal jantung sebagai penyebab
gejalagejala yang dikeluhkan pasien menjadi sangat kecil

15
Kadar peptida natriuretik yang tetap tinggi walaupun terapi optimal
mengindikasikan prognosis buruk.Kadar peptidanatriuretik meningkat
sebagai respon peningkatan tekanan dinding ventrikel. Peptida natriuretik
mempunyai waktu paruh yang panjang, penurunan tiba-tiba tekanan
dinding ventrikel tidak langsung menurunkan kadar peptida natriuretik.
5. Troponin I atau T
Pemeriksaan troponin dilakukan pada penderita gagal jantung
jika gambaran klinisnya disertai dugaan sindroma koroner akut.
Peningkatan ringan kadar troponin kardiak sering pada gagal jantung
berat atau selama episode dekompensasi gagal jantung pada penderita
tanpa iskemia miokard.
6. Ekokardiografi
Istilah ekokardiograf digunakan untuk semua teknik pencitraan
ultrasound jantung termasuk pulsed and continuous wave Doppler, colour
Doppler dan tissue Doppler imaging (TDI). Konfirmasi diagnosis gagal
jantung dan/atau disfungsi jantung dengan pemeriksaan ekokardiografi
adalah keharusan dan dilakukan secepatnya pada pasien dengan dugaan
gagal jantung. Pengukuran fungsi ventrikel untuk membedakan antara
pasien disfungsi sistolik dengan pasien dengan fungsi sistolik normal
adalah fraksi ejeksi ventrikel kiri (normal > 45 - 50%)
7. Ekokardiografi transesofagus
Direkomendasikan pada pasien dengan ekokardiografi transtorakal
tidak adekuat (obesitas, pasien dengan ventlator), pasien dengan kelainan
katup, pasien endokardits, penyakit jantung bawaan atau untuk
mengeksklusi trombus di left atrial appendagepada pasien fibrilasi atrial
8. Ekokardiografi beban
Ekokardiografi beban (dobutamin atau latihan) digunakan untuk
mendeteksi disfungsi ventrikel yang disebabkan oleh iskemia dan
menilai viabilitas miokard pada keadaan hipokinesis atau akinesis berat

16
I. Tatalaksana Gagal Jantung Kongestif
1. Non-Farmakologi
a. Manajemen Perawatan Mandiri
Manajemen perawatan mandiri mempunyai peran dalam
keberhasilan pengobatan gagal jantung dan dapat memberi dampak
bermakna perbaikan gejala gagal jantung, kapasitas fungsional,
kualitas hidup, morbiditas dan prognosis. Manajemen perawatan
mandiri dapat didefnisikan sebagai tindakan-tindakan yang bertujuan
untuk menjaga stabilitas fisik, menghindari perilaku yang dapat
memperburuk kondisi dan mendeteksi gejala awal perburukan gagal
jantung.
b. Ketaatan pasien berobat
Ketaatan pasien berobat menurunkan morbiditas, mortalitas dan
kualitas hidup pasien. Berdasarkan literatur, hanya 20 - 60% pasien
yang taat pada terapi farmakologi maupun non-farmakologi
c. Pemantauan berat badan mandiri
Pasien harus memantau berat badan rutin setap hari, jika terdapat
kenaikan berat badan > 2 kg dalam 3 hari, pasien harus menaikan dosis
diuretik atas pertmbangan dokter
d. Asupan cairan
Restriksi cairan 1,5 - 2 Liter/hari dipertimbangkan terutama pada
pasien dengan gejala berat yang disertai hiponatremia. Restriksi cairan
rutin pada semua pasien dengan gejala ringan sampai sedang tidak
memberikan keuntungan klinis
e. Pengurangan berat badan
Pengurangan berat badan pasien obesitas (IMT > 30 kg/m2)
dengan gagal jantung dipertimbangkan untuk mencegah perburukan
gagal jantung, mengurangi gejala dan meningkatkan kualitas hidup
f. Kehilangan berat badan tanpa rencana
Malnutrisi klinis atau subklinis umum dijumpai pada gagal jantung
berat.Kaheksia jantung (cardiac cachexia) merupakan prediktor

17
penurunan angka kelangsungan hidup.Jika selama 6 bulan terakhir
berat badan > 6 % dari berat badan stabil sebelumnya tanpa disertai
retensi cairan, pasien didefinisikan sebagai kaheksia. Status nutrisi
pasien harus dihitung dengan hati-hati
g. Latihan fisik
Latihan fisik direkomendasikan kepada semua pasien gagal jantung
kronik stabil. Program latihan fisik memberikan efek yang sama baik
dikerjakan di rumah sakit atau di rumah
h. Aktvitas seksual
Penghambat 5-phosphodiesterase (contoh: sildenafil) mengurangi
tekanan pulmonal tetapi tidak direkomendasikan pada gagal jantung
lanjut dan tidak boleh dikombinasikan dengan preparat nitrat
2. Farmakologi
a. Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitors (ACEI)
ACEI memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi
perawatan rumah sakit karenaperburukan gagal jantung, dan
meningkatkan angka kelangsungan hidup.
Indikasi pemberian ACEI Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %, dengan
atau tanpa gejala
Kontraindikasi pemberian ACEI
1) Riwayat angioedema
2) Stenosis renal bilateral
3) Kadar kalium serum > 5,0 mmol/L
4) Serum kreatinin > 2,5 mg/dL
5) Stenosis aorta berat
b. Β blocker
Indikasi pemberian penyekat β
1) Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %
2) Gejala ringan sampai berat (kelas fungsional II - IV NYHA)
3) ACEI / ARB (dan antagonis aldosteron jika indikasi) sudah
diberikan

18
4) Pasien stabil secara klinis (tidak ada perubahan dosis diuretik,
tidak ada kebutuhan inotropik i.v. dan tidak ada tanda retensi
cairan berat)
Kontraindikasi pemberian β blocker
1) Asma
2) Blok AV (atrioventrikular) derajat 2 dan 3, sindroma sinus sakit
(tanpa pacu jantung permanen), sinus bradikardia (nadi < 50
x/menit)
c. Antagonis Aldosteron
Indikasi pemberian antagonis aldosteron
1) Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %
2) Gejala sedang sampai berat (kelas fungsional III- IV NYHA)
3) Dosis optimal penyekat β dan ACEI atau ARB (tetapi tidak ACEI
dan ARB)
Kontraindikasi pemberian antagonis aldosteron
1) Konsentrasi serum kalium > 5,0 mmol/L
2) Serum kreatinin> 2,5 mg/dL
3) Bersamaan dengan diuretik hemat kalium atau suplemen kalium
4) Kombinasi ACEI dan ARB
d. Angiotensin Receptor Blockers (ARB)
Indikasi pemberian ARB
1) Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %
2) Sebagai pilihan alternatif pada pasien dengan gejala ringan
sampai berat (kelas fungsional II - IV NYHA) yang intoleran
ACEI
3) ARB dapat menyebabkan perburukan fungsi ginjal, hiperkalemia,
dan hipotensi simtomatik sama sepert ACEI, tetapi ARB tidak
menyebabkan batuk
Kontraindikasi pemberian ARB
1) Sama seperti ACEI, kecuali angioedema
2) Pasien yang diterapi ACEI dan antagonis aldosteron bersamaan

19
3) Monitor fungsi ginjal dan serum elektrolit serial ketika ARB
digunakan bersama ACEI
e. Hydralazine Dan Isosorbide Dinitrate (H-ISDN)
Indikasi pemberian kombinasi H-ISDN
1) Pengganti ACEI dan ARB dimana keduanya tidak dapat
ditoleransi
2) Sebagai terapi tambahan ACEI jika ARB atau antagonis
aldosteron tidak dapat ditoleransi
3) Jika gejala pasien menetap walaupun sudah diterapi dengan ACEI,
penyekat β dan ARB atau antagonis aldosteron
Kontraindikasi pemberian kombinasi H-ISDN
1) Hipotensi simtomatik
2) Sindroma lupus
3) Gagal ginjal berat
f. Digoksin
Indikasi
1) Fibrilasi atrial
a) dengan irama ventrikular saat istrahat > 80 x/menit atau saat
aktifitas> 110 - 120 x/menit Irama sinus
b) Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %
c) Gejala ringan sampai berat (kelas fungsional II-IV NYHA)
d) Dosis optimalACEI dan/atau ARB, penyekat β dan antagonis
aldosteron jika ada indikasi
Kontraindikasi
1) Blok AV derajat 2 dan 3 (tanpa pacu jantung tetap); hat-hat jika
pasien diduga sindroma sinus sakit
2) Sindroma pre-eksitasi
3) Riwayat intoleransi digoksin
g. Diuretik
Diuretik direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan tanda
klinis atau gejala kongesti . Tujuan dari pemberian diuretik adalah

20
untuk mencapai status euvolemia (kering dan hangat) dengan dosis
yang serendah mungkin, yaitu harus diatur sesuai kebutuhan pasien,
untuk menghindari dehidrasi atau reistensi
J. Komplikasi
Menurut Smeltzer (2002) dalam Austaryani (2012), komplikasi dari CHF
adalah :
1. Edema pulmoner akut
2. Hiperkalemia: akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme
dan masukan diit berlebih.
3. Perikarditis: Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produk sampah
uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
4. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem
renin-angiotensin-aldosteron.
5. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah
merah

21
BAB III
HASIL KUNJUNGAN RUMAH

A. Kunjungan Rumah
1. Kunjungan Pertama: 1 Agustus 2019, Dokter Muda melakukan kunjungan
rumah pada pukul 16.00 WITA
2. Kunjungan Kedua: 3 Agustus 2019, Dokter Muda melakukan kunjungan
rumah pada pukul 15.00 WITA
B. Identitas Pasien
1. Nama : Ny. G
2. Umur : 50 tahun
3. Status : Menikah
4. Agama : Islam
5. Suku : Bugis
6. Alamat: : Kelurahan Talia, Kecamatan Abeli
7. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
8. Tgl pemeriksaan/Jam : Kamis, 1 Agustus 2019 / 16.00
9. Puskesmas : Abeli
Tabel 3. Daftar Anggota Keluarga yang tinggal dalam 1 rumah
Kedudukan Umur
Pendidikan Status
No Nama dalam (thn)/ Ket.
terakhir Imunisasi
Keluarga JK
Tidak
1. Tn. A Suami 52/L S2 Sehat
diketahui
Tidak
2. Ny. G Istri 50/P SMA Sakit
diketahui
Anak
3 A 18/P SMA Lengkap Sehat
Perempuan
4. B Anak Laki-laki 13/L SD Lengkap Sehat
Sumber :Data primer, 2019

22
- Spin the mouse w heel to zoom-in and zoom-o

Each keyboard shortcut is available by right-cl


Each toolbar button and menu item has a desc

C. Genogram Keluarga Ny. G

D. 1998 D. 2008
70

Tn. X Ny. A

1959 D. 2015 D. 2016 1965 1970


60 54 49

Ny. B Ny. C Ny. E Ny. F Ny. H

1967 1969
52 50

Tn. A Ny. G

2001 2006
18 13

A B

Gambar 2. Genogram keluarga pasien

Keterangan:

= Laki-laki

= Perempuan

= Keluarga dengan penyakit jantung

= Keluarga dengan hipertensi


= Pasien dengan penyakit jantung
= Keluarga dengan dispepsia

= Pasien

23
D. Interaksi Keluarga
Hubungan antar Ny. G dan keluarga baik. Interaksi Ny. G kepada anak-
anak dan saudara-saudaranya senantiasa tetap terjalin.
E. Anamnesis
1. Keluhan Utama : Nyeri dada saat olahraga
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengeluh nyeri dada saat sedang melakukan senam secara
tiba-tiba. Tekanan darah pasien tinggi dan pasien memiliki riwayat
keluarga dengan hipertensi.
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien mengaku memiliki riwayat hipertensi sejak lama.
4. Riwayat pengobatan:
Hingga sekarang Pasien mengaku sering mengkonsumsi obat anti
hipertensi seperti amlodipin dan sering mengkonsumsi obat herbal seperti
daun srikaya dan daun salam untuk anti hipertensi.
5. Riwayat Penyakit/keluhan yang sama dikeluarga:
Terdapat riwayat orang tua meninggal dengan penyakit jantung,
dan kedua kakak meninggal dengan hipertensi. Semua saudara memiliki
penyakit jantung dan hipertensi.
6. Riwayat Alergi makanan dan obat: tidak ada riwayat.
7. Riwayat Merokok: Pasien menyangkal aktif merokok dan tidak ada
keluarga yang merokok.
8. Riwayat Alkohol : tidak ada riwayat
9. Riwayat Sosial: Hubungan sosal pasien dengan anak dan suaminya baik.
10. Riwayat Ekonomi: Status ekonomi pasien termasuk golongan ekonomi
menengah ke atas.
11. Riwayat Penggunaan pelayanan kesehatan: Pasien apabila sakit selalu
datang ke pustu di dekat rumah pasien atau ke puskesmas terdekat
(Puskesmas Abeli) untuk mendapatkan pengobatan.
12. Riwayat perilaku yang tidak menunjang kesehatan: olahraga rutin
belum maksimal.

24
F. Pemeriksaan Fisik Lengkap
Tabel 4. Hasil Pemeriksaan Pasien
Keadaan Umum
Sakit : Sedang
Kesadaran/GCS Score : E4V5M6 = 15, Compos mentis
Status gizi (IMT):
BB= 70 Kg, TB= 165 cm
 IMT = 70 Kg /2,72 cm2
 IMT= 26,1 Kg/m2 (Berat Badan Lebih)
Tanda Vital
TD Nadi Pernafasan Suhu
180/100 mmHg 76 x/Menit 22 x/Menit 36,70C

Status Generalisata

Kepala Inspeksi : Normosefal, simetris, deformitas (-),

Mata Inspeksi :
o Eksoftalmus(-)
o Konjungtiva sinistra hiperemis: (-)
o Sklera :Ikterus (-)
o Pupil :isokor (+)
Palpasi :tidak ada udem dan nyeri tekan
Telinga Inspeksi :
o Bentuk: normal simetris antara kiri dan kanan.
o Lubang telinga :dalam batas normal, secret (-/-).
o Otore : (-/-)
o Peradangan pada telinga (-/-).
Palpasi :Nyeri tekan: (-/-).
Hidung Inspeksi :
o Perdarahan (-/-)
o Sekret (-/-)
Palpasi :
o Deviasi septum: (-)
Mulut Inspeksi :
o Bibir : dalam batas normal
o Tonsil: tidak ada pembesaran, dalambatas normal
o Pharyng : Hiperemis (-)
o Gusi : tidak ada luka atau perdarahan
o Lidah : Papil edem (-) lidahkotor (-)
o Mukosa : normal
Leher Inspeksi:Kaku kuduk (-),
Palpasi:Pembesaran kelenjar getah bening ataupumn kelenjar tiroid
(-), Trakea terletak di tengah, JVP : tidak meningkat,

Thoraks Inspeksi
Normochest, bentuk simtetris kiri dan kanan, pergerakan dinding

25
dada simetris, retraksi dindidng dada (-), tipe pernafasan torako-
abdominal
Palpasi
Nyeri tekan (-), massa (-), vokal fremitus meningkat (-)
Perkusi
Sonor pada kedua lapang paru, nyeri ketok (-)
Auskultasi
Bunyi nafas Vesikuler, Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Jantung Inspeksi
Iktus kordis tidak tampak, deformitas (-)
Palpasi
Nyeri tekan (-), massa (-), ictus cordis teraba, thrill (-)
Perkusi
Batas jantung kanan : ICS II linea parasternalis dextra (kesan
normal)
Batas jantung kiri : ICS V linea axilaris anterior sinistra
Auskultasi (kesan terdapat pembesaran jantung)
Bising jantung S1-S2 tunggal regular, BJ III / Murmur (-)

Abdomen Inspeksi
Perut datar, ikut gerak napas, asites (-), striae (-)
Auskultasi
Bising usus (+), kesan normal
Palpasi
Nyeri tekan epigastrium (-),pembesarhepar dan lien (-), distensi
abdomen (-), nyeri supra pubik (-), pemeriksaan ballottement dalam
batas normal. Pemeriksaan nyeri ketuk
(-/-)
Perkusi : Timpani di seluruh regio abdomen

Ekstremitas o Ekstremitas atas : gerakan bebas, edema tungkai bawah (-)


/(-), jaringan parut (-), pigmentasi normal, telapak tangan
pucat (-), jari tabuh (-), sianosis (-), peteki (-)/()
o Ekstremitas bawah : gerakan bebas, edema pitting tungkai
bawah (-),jaringan parut (-), pigmentasi normal, telapak
kaki pucat (-), jari tabuh (-), peteki
o Kekuatan otot :

5 5 Ekstremitas atas

5 5 Ekstremitas bawah

G. Diagnosis kerja
Congestive Heart Failure (CHF)
Catatan : Pasien telah di rujuk dan melakukan konsultasi rutin di Puseksmas
Abeli dan RSUD Bahteramas

26
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan
1. EKG: EKG dilakukan untuk mengrtahui adanya gangguan sumbatan
pembuluh darah, pembesaran jantung, dan gangguan hantaran atau ritme
jantung
2. Foto Thoraks: Foto Thoraks dilakukan untuk mengetahui apakah pasien
mengalami pembesaran jantung.
3. Echocardiography: Echocardiography dilakukan untuk mengetahui
ukuran ruang jantung apakah membesar atau tidak sebagai konfirmasi foto
thoraks dada
4. Pemeriksaan kimia darah: Pemeriksaan kimia darah dilakukan untuk
mengetahu kadar GDS, asam urat dan kolesterol
5. Pemeriksaan darah rutin: Pemeriksaan darah lengkap dilakukan untuk
mengetahui kadar hemoglobin, leukosit, eritrosit, trombosit dan hematokrit
darah
H. Penyelesaian masalah
Penyelesaian masalah yang dapat dilakukan pasien secara umum adalah
sebagai berikut:
1. Aktif melakukan pemeriksaan rutin di puskesmas minimal 1 bulan sekali
atau di puskesmas keliling dan posyandu lansia
2. Meminum obat sesuai anjuran dokter secara rutin
3. Berhenti merokok dan pola hidup bersih dan sehat
4. Rajin memeriksa tekanan darah minimal 1 kali dalam seminggu
5. Menjaga pola makan yang baik dan benar dengan mengurangi konsumsi
tinggi natrium dan lemak
6. Mengontrol stress dan menyelesaikan masalah prbadi dengan bijaksana
Penyuluhan yang di lakukan pada pasien dan keluarganya.
1. Definisi hipertensi dan CHF
2. Etiologi
3. Gejala klinis
4. Terapi
5. Edukasi

27
Upaya pencegahan yang disampaikan pada keluarganya (pencegahan
primer, pencegahan sekunder dan pencegahan tertier)
1. Pencegahan primer
a. Upaya promotif, penyuluhan tentang CHF, hipertensi dan faktor resiko
b. Upaya preventif dengan menghindari faktor resiko yang dapat
dimodifikasi.
2. Pencegahan sekunder
a. Pemeriksaan tekanan darah secara berkala.
b. Kontrol rutin di puskesmas dan rumah sakit
3. Pencegahan tersier
a. Menurunkan tekanan darah ketingkat yang wajar sehingga kualitas
hidup penderita dapat dipertahankan.
b. Mencegah komplikasi dari tekanan darah tinggi sehingga tidak
menimbulkan kerusakan pada jaringan organ otak yang mengakibatkan
stroke (kelumpuhan organ badan) atau organ lain.
c. Memulihkan kerusakan target organ dengan obat anti hipertensi
I. Diagnosis Holistik
Tabel 5. Diagnosis Holistik
1 Aspek personal
a) Pasien datang berobat dengan harapan rasa sakit yang dirasakan
dapat berkurang dengan bantuan dokter di puskesmas
b) Pasien juga merasa khawatir terjadi komplikasi.
2 Aspek klinis: Pasien mengalami nyeri dada saat sedang melakukan
senam dan memiliki tekanan darah tinggi
3 Aspek faktor risiko internal: pasien senang mengkonsumsi ikan asin,
sering merasa stress akibat mengurus anak
4 Aspek risiko eksternal: anak-anak masih usia sekolah sehingga semua
keperluan masih di urus oleh orang tua
5 Derajat fungsional: Pasien masih kuat berjalan kaki kerumah- rumah
lainnya dan melakukan aktivitas seperti biasanya.

28
J. Data Sarana Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan Kehidupan keluarga
Tabel 6. Sarana Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan Kehidupan keluarga
Kesimpulan tentang faktor
Faktor Keterangan
pelayanan kesehatan
Sarana pelayanan
Puskesmas, Pustu,
kesehatan yang
RSUD Memuaskan
digunakan oleh
Bahteramas
keluarga
Cara mencapai sarana Motor, Grab
-
pelayanan kesehatan tsb
Tarif pelayanan (sangat mahal,
kesehatan yang mahal, terjangkau, Gratis (BPJS)
dirasakan murah, gratis)
Kualitas pelayanan (sangat baik, baik,
kesehatan yang biasa, kurang Baik
dirasakan baik, buruk)

K. Diagnosis Sosial Ekonomi, Ekonomi, Pencarian Pelayanan Kesehatan dan


Perilaku
Tabel 7. Diagnosis Sosial Ekonomi, Ekonomi, Pencarian Pelayanan
Kesehatan dan Perilaku
1 Sosial : Hubungan dengan keluarga dan masyarakat sekitar baik.
Saling membantu jika ada kesulitan.
2 Ekonomi: Dari segi ekonomi pasien termasuk golongan ekonomi
menengah ke atas.
3 Penggunaan pelayanan kesehatan: Apabila pasien sakit, pasien
selalu memeriksakan diri ke Pelayanan Kesehatan Masyarakat
4 Perilaku yang tidak menunjang kesehatan.
Olahraga belum maksimal

29
L. Lingkungan Tempat Tinggal
Tabel 8. Kondisi Tempat Tinggal
Kesimpulan tentang faktor
Karakteristik rumah dan lingkungan
lingkungan tempat tinggal
Luas rumah : 9x7 m
Bertingkat / tidak Bertingkat
Jumlah penghuni rumah : 4 orang
Kondisi halaman : Bersih
Lantai rumah dari : Keramik
Ruang tamu 4mx3m
Ruang keluarga 3mx3m
Kamar tidur 2 ruang
Kamar mandi/ WC Ada
Ventilasi rumah Baik
Septic tank Ada
Dapur Ada
Dinding rumah dari: Batu
Kondisi dalam rumah: Bersih
Kepemilikan rumah: Milik sendiri
Daerah perumahan:
Padat
(kumuh, padat, berjauhan, bersih, mewah)
Sumber Air PDAM

Persyaratan kesehatn rumah tinggal berdasarkan Keputusan Menteri


Kesehatan RI No. 829/Menkes/SK/VII/1999 sebagai berikut.
1. Bahan bangunan
a. Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepas zat-zat yang dapat
mebahayakan kesehatan, antara lain sbb.
1) Debu total tidak boleh > 150 ug/m3
2) Asbes bebas tidak melebihi 0,5 fiber/m3/4 jam

30
3) Timah hitam tidak melebihi 300 mg/kg
b. Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadui tumbuh dan
berkembangnya mikroorganisme pathogen
2. Komponen dan penataan ruang rumah
Komponen ruang rumah harus memenuhi persyaratan fisik dan biologis
sebagai berikut:
a. Lantai kedap air dan mudah dibersihkan
b. Dinding: ruang keluarga dilengkapi dengan saranan ventilasiuntuk
pengaturan siklus udara. Di kamar mandi dan tempat cuci harus kedap
air dan mudah dibersihkan
c. Langit-langit harus mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan
d. Bumbungan rumah yang memiliki tinggi 10 meter atau lebih harus
dilengkapi dengan penangkal petir
e. Ruang di dalam rumah harus di tata agar berfungsi sebagai ruang tamu,
ruang keluarga, ruang makan, ruang tidur, ruang dapur, ruang mandi
dan ruang bermain anak.
f. Ruang dapur harus dilengkapi sarana pembuangan asap
3. Pencahayaan
Pencahayaan alam dan atau buatan yang langsung maupun tidak langsung
dapat menerangi seluruh ruangan minimal intensitasnya 60 lux dan tidak
menyilaukan
4. Kualitas udara
Kualitas udara didalam rumah tidak melebihi ketentuan sebagai berikut :
a. Suhu udara nyaman berkisar 18 ̊-30 ̊ C.
b. Kelembaban udara berkisar antara 40 % sampai 70 %
c. Konsentrasi gas SO2 tidak melebihi 0,10 ppm/24 jam
d. Pertukaran udara (air exchange rate) 5 kaki kubik /menit per penghuni
e. Konsentrasi gas CO tidak melebihi 100 ppm/8 jamkonsentrasi gas
formaldehid tidak melebihi 120 mg/m3
5. Ventilasi: Luas penghawaan atau ventilasi alamiah yang permanen
minimal 10 % dari luas lantai

31
6. Binatang penular penyakit:Tidak ada tikus bersarang diluar rumah.
7. Air
a. Tersedia sarana air bersih dengan kapasitas minimal 60 liter/hari/orang
b. Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih dan/ atau
air minum sesuai dengan peraturanperundang-undangan yang berlaku.
8. Tersedianya saranan penyimpanan makanan yang aman
9. Limbah
a. Limbah cair yang berasal dari rumah tidak mencemarisumber air, tidak
menimbulkan bau dan tidak mencemari permukaan tanah
b. Limbah padat harus dikelola agar tidak menimbulkan bau, pencemaran
terhadap permukaan tanah serta air tanah
10. Kepadatan hunian rumah tidur
Luas ruang tidur minimal 8 meter, dan tidak dianjurkan digunakan
lebih dari 2 orang tidur dalam satu ruang tidur, kecuali anak dibawah umur
5 tahun. Berdasarkan krtiteria rumah sehat tersebut keadaan rumah dan
lingkungan pasien sebagai berikut.
a. Ukuran rumah ( lebar 7 x panjang 12 m)
b. Ruang tamu (lebar 4 x panjang 4 m)
c. Ruang keluarga (lebar 3 x panjang 3 m)
d. Kamar tidur (lebar 3 x panjang 3 m)
e. Kamar mandi (lebar 3 x panjang 1,5 m)
Bahan dinding bangunan terbuat dari semen polos. Lantai dari
bahan semen poles tanpa keramik, kedap air dan mudah dibersihkan.
Dinding rumah terbuat dari semen polos. Ruang rumah dilengkapi
dengan ventilasi. Ruang tamu memiliki 3 jendela, ruang keluarga
memiliki 2 jendela dan tiap kamar tidur memiliki maing-masing 2
jendela untuk pengaturan siklus udara. Di kamar mandi dan tempat
cuci kedap air lantai dan dinding yang memiliki bahan dasar semen
polos yang dilapisi keramik dan mudah dibersihkan. Pencahayaan
rumah menggunakan lampu listrikyang dapat menerangi seluruh
ruangan dan tidak menyilaukan.

32
f. Dapur (lebar 3 x panjang 4 meter)
Dinding dapur terbuat dari semen, dan lantai dapur juga terbuat
dari semen. Tidak ada tempat pengeluaran asap dari tempat memasak
karena keluarga menggunakan kompor gas dalam rumah. Dapur tidak
memiliki langit-langit rumah.
g. Sumur / sumber air : menggunakan air PDAM .
h. Septi tank: terdapat satu buah septi tank
i. Denah rumah

Teras

Ruang Tidur 1 Ruang Tidur 2


Ruang Tamu

Ruang Keluarga Ruang


Penyimpanan

Tempat
Cuci
Piring
Ruang Makan & Dapur
WC

Gambar 3. Denah Rumah Pasien

33
M. Intervensi Pada Keluarga
Tabel 9. Intervensi pada Keluarga Pasien
Hari /
Intervensi yang dilakukan dan rencana tindak lanjut
tanggal
Kunjungan - Memantau kondisi dan lingkungan rumah.
pertama, 1 - Menyarankan kepada pasien agar minum obat teratur yang
Agustus telah diberikan oleh dokter puskesmas kelilin, selalu
2019 berkonsultasi ke dokter atau puskesmas terdekat.
- Menyarankan kepada pasien agar mengontrol emosi dan
stresnya
- Menyarankan kepada pasien agar rajin memeriksa tekanan
darahnya
- Menyarankan pasien agar mengurangi aktivitas berat
Kunjungan - Melakukan edukasi dan diskusi bersama pasien dan keluarga
Kedua, 3 mengenai definisi, penyebab, pemeriksaan yang dibutuhkan,
Agustus terapi dengan gaya hidup dan obat, serta komplikasi dari
2019 penyakit yang diderita.
- Melakukan edukasi agar pasien menerapkan pola hidup sehat,
menjaga pola makan yang baik mengihindari makanan tinggi
lemak, mengontrol stresnya
- Menyarankan kepada pasien untuk memeriksakan diri sesuai
instruksi dari petugas puskesmas
- Menyarankan kepada pasien agar minum obat teratur dan
selalu berkonsultasi ke dokter atau memeriksa kesehatan ke
puskesmas terdekat.
- Menggali informasi tentang keluarga pasien dan melakukan
pendekatan pada pasien dan anggota keluarga
- Mencari informasi tentang penyakit pasien yang sekarang
maupun yang terdahulu dengan anamnesis dan pemeriksaan
fisik.

34
- Menyarankan kepada pasien agar rajin memeriksa tekanan
darahnya
- Melmberikan obat amlodipin tablet 5 sekali sehari, pada
malam hari sebelum tidur selama 2 hari , lalu memeriksakan
kesehatan pasien ke pusat kesehatan terdekat

N. Data Pola Hidup Keluarga


1. Pola kesehatan
a. Anggota keluarga berolahraga ±3x setiap 1 minggu
b. Tidak ada yang merokok di dalam rumah
c. Berobat menggunakan BPJS
2. Pola kebiasaan sehari-hari
a. Pola makan dan makanan
1) Semua anggota keluarga makan 3x sehari
a) Sarapan: nasi putih, ikan, sayur
b) Makan siang: nasi putih, ikan, sayur
c) Makan malam: nasi putih, ikan, sayur
2) Penyediaan makanan : Tumis dan rebus
3) Air minum : air masak sendiri (PDAM)
b. Pola kebersihan
1) Mandi 2x/ hari. Ganti baju 2x/ hari.
2) Keluarga sering cuci tangan saat mau makan
3) Membersihkan rumah setiap hari
4) Sumber air untuk mencuci dan mandi yaitu PDAM
O. Identifikasi Fungsi-Fungsi dalam Keluarga
a. Fungsi biologis
Keluarga Ny.G terdapat satu orang yang sakit yaitu Ny.G 50 tahun dengan
diagnosis CHF. anggota keluarga Ny.G lainnya yang tinggal serumah
mengaku tidak pernah menderita sakit yang berat sampai harus dirawat
inap di rumah sakit.

35
b. Fungsi sosial
Hubungan Ny.G dengan keluarga dan masyarakat sekitar baik. Saling
membantu jika ada kesulitan.
c. Fungsi psikologis
Dari segi psikologis, Ny.G tidak ada masalah.
d. Fungsi ekonomi
Saat ini Ny.G tinggal bersama dengan suami, dan kedua anaknya. Dari
segi ekonomi pasien termasuk golongan ekonomi menengah ke atas
dengan jumlah penghasilan yang tetap.
e. Fungsi fisiologis dengan APGAR score
a. Adaptation: kemampuan anggota keluarga beradaptasi dengan anggota
keluarga yang lain, serta penerimaan, dukungan dan saran dari anggota
keluarga yang lain.
b. Partnership: menggambarkan komunikasi, saling membagi, saling
mengisi antara anggota keluarga dalam segala masalah yang dialami
oleh keluarga tersebut.
c. Growth: menggambarkan dukungan keluarga terhadap hal-hal baru
yang dilakukan anggota keluarga lain.
d. Affection: menggambarkan hubungan kasih saying dan interaksi antar
anggota
e. Resolve: menggambarkan kepuasan anggota keluarga tentang
kebersamaan dan waktu yang dihabiskan bersama anggota keluarga
yang lain.
Penilaian:
Hampir selalu : 2 poin
Kadang-kadang : 1 poin
Hampir tak pernah : 0 poin
Penyimpulan
Nilai rata-rata ≤5 : kurang
Nilai rata-rata 6-7 : cukup/sedang
Nilai rata-rat 8-10 : baik

36
Tabel 10. APGAR Score Tn. A (52 Tahun)

APGAR terhadap Keluarga 2 1 0

Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga √


A bila menghadapi masalah
Saya puas dengan cara keluarga saya membahas √
P dan membagi masalah dengan saya
Saya puas dengan cara keluarga saya menerima √
dan mendukung keinginan saya untuk melakukan
G
kegiatan baru atau arah hidup yang baru
Saya puas dengan cara keluarga saya √
mengekspresikan kasih sayangnya dan merespon
A
emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll
Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya √
R membagi waktu bersama-sama

Tabel 11. APGAR Score Ny. G (50 Tahun)

APGAR terhadap Keluarga 2 1 0

Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga √


A bila menghadapi masalah
Saya puas dengan cara keluarga saya membahas √
P dan membagi masalah dengan saya
Saya puas dengan cara keluarga saya menerima √
dan mendukung keinginan saya untuk melakukan
G
kegiatan baru atau arah hidup yang baru
Saya puas dengan cara keluarga saya √
mengekspresikan kasih sayangnya dan merespon
A
emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll
Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya √
R membagi waktu bersama-sama

37
Tabel 12. APGAR Score A (18 Tahun)

APGAR terhadap Keluarga 2 1 0

Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga √


A bila menghadapi masalah
Saya puas dengan cara keluarga saya membahas √
P dan membagi masalah dengan saya
Saya puas dengan cara keluarga saya menerima √
dan mendukung keinginan saya untuk melakukan
G
kegiatan baru atau arah hidup yang baru
Saya puas dengan cara keluarga saya √
mengekspresikan kasih sayangnya dan merespon
A
emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll
Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya √
R membagi waktu bersama-sama

Tabel 13. APGAR Score B (13 Tahun)

APGAR terhadap Keluarga 2 1 0

Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga √


A bila menghadapi masalah
Saya puas dengan cara keluarga saya membahas √
P dan membagi masalah dengan saya
Saya puas dengan cara keluarga saya menerima √
dan mendukung keinginan saya untuk melakukan
G
kegiatan baru atau arah hidup yang baru
Saya puas dengan cara keluarga saya √
mengekspresikan kasih sayangnya dan merespon
A
emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll
Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya √
R membagi waktu bersama-sama

38
Untuk Tn. A dan Ny. G, A dan B, APGAR Score dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Adaptation: Tn. A dan B puas terhadap dukungan dan saran yang
diberikan keluarganya jika menghadapi masalah, sedangkan Ny. G
dan A sangat puas terhadap dukungan dan saran yang diberikan
keluarganya jika menghadapi masalah.
2. Partnership: komunikasi Tn. A dan Ny. G, A dan B tergolong baik.
3. Growth: keluarga Tn. A, Ny. G, A dan B tidak memberi batasan
terhadap segala aktifitas Tn. A, Ny. G, A dan B baik dalam hal
pekerjaan atau kegiatan sehari-hari.
4. Affection: Tn. A, Ny. G, A dan B cukup puas dengan kasih sayang
dan perhatian yang diberikan keluarganya.
5. Resolve: Tn. A, Ny. G, A dan B merasa puas dengan cara
keluarganya membagi waktu bersama-sama.
Total APGAR Score Tn. A = 7, Ny. G = 8, A = 8, B = 5.
f. Fungsi Patologis dengan Alat SCREEM Score
Fungsi Patologis keluarga Fungsi Patologis keluarga dinilai
dengan menggunakan SCREEM score dengan rincian sebagai berikut:
1. Social: melihat bagaimana interaksi dengan tetangga sekitar.
2. Cultural: melihat bagaimana kepuasan keluarga terhadap budaya,
tata karma dan perhatian terhadap sopan santun.
3. Religious: melihat ketaatan anggota keluarga dalam menjalankan
ibadah sesuai dengan ajaran agamanya.
4. Economic: melihat status ekonomi anggota keluarga.
5. Educational: melihat tingkat pendidikan anggota keluarga
6. Medical: melihat apakah anggota keluarga ini mampu
mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai.

39
Tabel 14. SCREEM Keluarga

Sumber Patologis

Ny.G masih sering berkomunikasi dengan -


Social tetangga dan bersosialisasi dengan baik.
Menggunakan bahasa Indonesia secara sopan -
Culture

Fungsi agama Ny.G baik. -


Religious
Kondisi ekonomi keluarga Ny.G tergolong -
Economic menengah ke atas.
Tingkat pendidikan Tn. LB dan keluarga -
Educational tergolong baik.

Dalam pembiayaan kesehatan Tn. LB dan -


Medical keluarga menggunakan BPJS

g. Kesimpulan permasalahan fungsi keluarga


Ny.G sering berkomunikasi dengan tetangga dan bersosialisasi
dengan baik. Hubungan Ny. G dengan keluarga juga baik. Tetapi
terkadang Ny. G merasa stress saat mengurus anak-anaknya. Aspek
ekonomi Ny. G menengah keatas. Penghasilan Ny. G didapatkan dengan
dari suaminya yang bekerja sebagai Lurah.
P. Daftar Masalah
1. Masalah Medis
a. Hipertensi Grade II
b. CHF
2. Masalah Non-Medis
Pasien stress mengurus anak-anak

40
BAB IV
PENUTUP

A. Simpulan Holistik
1. Aspek personal
1) Pasien datang berobat dengan harapan rasa sakit yang dirasakan dapat
berkurang dengan bantuan dokter di puskesmas
2) Pasien juga merasa khawatir terjadi komplikasi.
2. Aspek klinis: Pasien menderita hipertensi dan CHF
3. Aspek faktor risiko internal: Pasien sering merasa stress saat mengurus
anak-anak
4. Aspek risiko eksternal: anak-anak masih usia sekolah sehingga semua
keperluan masih di urus oleh orang tua
5. Derajat fungsional: Pasien masih kuat berjalan kaki kerumah- rumah
lainnya dan melakukan aktivitas seperti biasanya.
B. Saran
1. Saran kepada pasien
a. Rajin memeriksa tekanan darah
b. Rajin mengontrol kesehatan pasien di puskesmas
c. Patuh meminum obat sesuai anjuran petugas kesehatan
d. Pasien dapat mengontrol emosi dan stress pasien
e. Pasien mangambil rujukan di puskesmas agar berobat lebih lanjut
kepada dokter spesialis jantung
f. Pasien dapat menjalani pola hidup sehat
2. Saran kepada keluarga
a. Kelurga pasien tetap sabar untuk mengingatkan kesehatan pasien
terkait pengontrolan emosi pasien, pola makan yang baik, pola hidup
bersih dan sehat, patuh minum obat dan rajin memeriksakan tekanan
darah
b. Keluarga pasien tetap waspada terhadap komplikasi yang dapat
muncul tiba-tiba

41
c. Keluarga tetap berhubungan baik dengan pasien
d. Keluarga pasien membantu pasien untuk menyelesaikan masalahnya
e. Keluarga pasien memberikan dukungan untuk pasien agar memiliki
semangat untuk sembuh
3. Saran kepada petugas kesehatan
Melakukan penyuluhan tentang pengetahuan faktor risiko hipertensi,
pencegahan dan penanganan dini pada pasien hipertensi

42
DAFTAR PUSTAKA

Akhmad, A. N., Primanda, Y., Istanti, Y., P. 2016. Kualitas Hidup Pasien Gagal
Jantung Kongestif (CHF) Berdasarkan Karakteristik Demografi. Jurnal
Keperawatan Soedirman 11(1):2

Asmoro, D. A. 2017. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Congestive Heart Failure


(Chf) Dengan Penurunan Curah Jantung Melalui Pemberian Terapi
Oksigen Di Ruang Icu Pku Muhammadiyah Gombong. STIKES
Muhammadiyah: Gombong

Austaryani, N.P. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Tn.J Dengan Congestive Heart
Failure (Chf) Di Ruang Intensive Cardio Vascular Care Unit (Icvcu)
Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta. Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta: Surakarta

Juenger J., Schellberg D., Kreamer S., Haunstetter A., Zugck C., Herzog W.,
Haass M. 2002. Health related quality of life in patients with congestive
heart failure: comparison with other chronic diseases and relation to
functional variables. Heart 87(3): 235-241

Julia, I. S., Gresty, V. R., Massi, N. 2016. Hubungan Tingkat Kecemasan Dengan
Mekanisme Koping Pada Pasien Gagal Jantung Kongestif Diruangan Cvbc
(Cardio Vaskuler Brain Centre) Lantai Iii Di Rsup. Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado. ejournal Keperawatan 4(1):2

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 829/Menkes/SK/VII/1999.


Tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan.

Nirmalasari, N. 2017. Deep Breathing Exercise Dan Active Range Of Motion


Efektif Menurunkan Dyspnea Pada Pasien Congestive Heart Failure.
NurseLine Journal 2(2): 2

Nugraha, B. A., Ramdhanie, G. G. 2018. Gambaran Tingkat Kecemasan Pada


Pasien Gagal Jantung Kongestif Kelas Fungsional I Dan Ii Di Ruang
Rawat Inap Rsu Dr. Slamet Garut. Surya 10(1):1

43
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2015. Pedoman
Tatalaksana Gagal Jantung edisi pertama. PERKI: Jakarta

Prihatiningsih, D., Sudyasih, T. 2018. Perawatan Diri Pada Pasien Gagal Jantung.
Jurnal Pendidikan Keperawatan Indonesia 4(2):3

44
LAMPIRAN
DOKUMENTASI KUNJUNGAN RUMAH PASIEN CHF

Gambar 1. Anamnesis pasien

Gambar 2.pemeriksaan fisik pasien

45
Gambar 3. Menggali informasi mengenai keluarga dan Memberikan edukasi
kepada pasien

Gambar 4. Ruang keluarga

46
Gambar 5. Ruang tamu

Gambar 6. Ruang makan dan dapur

47
Gambar 7. WC di rumah pasien

48
Gambar 8. Keadaan rumah pasien

Gambar 9. Bersama pasien

49

Anda mungkin juga menyukai