Anda di halaman 1dari 39

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan merupakan bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang

lebih kompleks dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa

serta sosialisasi dan kemandirian. Setiap anak tidak akan bisa melewati satu

tahap perkembangan sebelum melewati tahapan sebelumnnya. Tahapan

perkembangan seorang anak mengikuti pola yang teratur dan berurutan

(Kemenkes, 2010).
Perkembangan anak menggambarkan peningkatan kematangan fungsi

individual dan merupakan indikator yang penting dalam menilai kualitas hidup

anak, sehingga perkembangan anak dipantau secara berkala (IDAI, 2010).

Aspek perkembangan anak tidak terjadi secara sendiri-sendiri, melainkan

saling mempengaruhi antara satu aspek dengan aspek yang lainnya. Hambatan

pada salah satu aspek dapat menghambat aspek lainnya, oleh karena itu seluruh

aspek perkembangan harus dianngap sama pentingnya dan semuanya

diupayakan untuk berkembang secara optimal (Soetjiningsih, 2018).


Tahapan perkembangan disepanjang rentang kehidupan meliputi masa

prenatal yang dimulai sejak konsepsi, masa bayi baru lahir, masa bayi yang

dimulai akhir minggu kedua sampai 2 tahun, awal masa kanak-kanak (usia 2-6

tahun), akhir masa kanak-kanak (usia 2-6 tahun), masa pubertas atau awal

remaja (usia 10-12 tahun), masa remaja (usia 13-18 tahun), awal masa dewasa

1
2

(18-40 tahun), masa usia pertengahan (usia 40-60 tahun), dan masa tua atau

usia lanjut (usia 60 tahun sampai meninggal) (Soetjiningsih, 2018).


Dalam tahapan perkembangan, masa balita atau kanak-kanak merupakan

periode yang penting dalam perkembangan. Pada masa ini terdapat kemajuan

perkembangan motorik (gerak kasar dan halus) serta fungsi ekskresi. Setelah

lahir terutama pada 3 tahun pertama kehidupan, perkembangan sel-sel otak

masih berlangsung, dan terjadi pertumbuhan serabut-serabut syaraf dan

cabangnya, sehingga terbentuk jaringan syaraf dan otak yang lebih kompleks.

Jumlah dan pengaturan hubungan antara sel-sel ini akan memengaruhi segala

kinerja otak, mulai dari kemampuan belajar, berjalan, mengenal huruf dan

bersosialisasi (Kemenkes, 2010).


Pada masa balita, perkembangan kemampuan bicara dan bahasa,

kreativitas, kesadaran sosial, emosional dan intelegensia berjalan dengan cepat

dan merupakan landasan pada perkembangan selanjutnya. Selain itu,

perkembangan moral dan dasar-dasar kepribadian anak juga dibentuk pada

masa ini, sehingga setiap kelahiran/penyimpangan sekecil apapun apabila tidak

dideteksi apalagi tidak ditangani dengan baik, akan mengurangi kualitas

sumber daya manusia dikemudian hari (Kemenkes, 2010).


Berdasarkan data yang diperoleh dari WHO (2017), sekitar 1 dari 160

anak memiliki gangguan perkembangan seperti autis. Berdasarkan data yang

diperoleh dari IDAI sekitar 5 hingga 10% anak diperkirakan mengalami

keterlambatan perkembangan di Indonesia. Data angka kejadian keterlambatan

perkembangan umum belum diketahui dengan pasti, namun diperkirakan

sekitar 1-3% anak di bawah usia 5 tahun mengalami keterlambatan

perkembangan umum (Medise B, 2013).

2
3

Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Luwu

tahun 2016 menyatakan bahwa jumlah balita usia 1-5 tahun sebanyak 21.789

orang, dan yang mengalami penyimpangan sebanyak 89 orang. Pada tahun

2017 jumlah balita usia 1-5 tahun sebanyak 21.922 orang, dan yang mengalami

penyimpangan sebanyak 78 orang. Pada tahun 2018 jumlah balita usia 1-5

tahun sebanyak 22.144 orang, dan yang mengalami penyimpangan sebanyak

81 orang.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Puskesmas Bastem Utara pada

tahun 2016 menyatakan bahwa jumlah balita usia 24-36 bulan sebanyak 50

orang, balita yang berada dibawah garis merah (BGM) sebanyak 5 orang

(10,0%), dan yang mengalami gangguan/penyimpangan perkembangan 10

orang (20,0%). Pada tahun 2017 menyatakan bahwa jumlah balita usia 24-36

bulan sebanyak 64 orang, balita yang berada dibawah garis merah (BGM)

sebanyak 4 orang (6,25%), dan yang mengalami gangguan/penyimpangan

perkembangan sebanyak 9 orang (14,0%). Sedangkan pada tahun 2018

menyatakan bahwa jumlah balita usia 24-36 bulan sebanyak 80 orang, balita

yang berada dibawah garis merah (BGM) sebanyak 5 orang (7,04%), dan yang

mengalami gangguan/penyimpangan perkembangan sebanyak 12 orang

(16,9%).
Faktor yang mempengaruhi perkembangan anak adalah stimulasi dini

yang berkesinambungan (Soetjiningsih & Ranuh G, 2016). Perkembangan

memerlukan rangsangan/stimulasi khususnya dalam keluarga. Misalnya

penyediaan alat mainan, sosialiasi anak, keterlibatan ibu dan anggota keluarga

lainnya terhadap kegiatan anak (Kemenkes, 2010). Stimulasi adalah kegiatan

3
4

merangsang kemampuan dasar anak umur 0-6 tahun agar dapat tumbuh dan

berkembang secara optimal. Kurangnya stimulasi dapat menyebabkan

penyimpangan perkembangan pada anak bahkan penyimpangannya dapat

menetap. Kemampuan dasar anak yang dirangsang dengan stimulasi terarah

adalah kemampuan gerak kasar, gerak halus, kemapuan bicara dan bahasa

serta kemampuan bersosialisasi dan kemadirian (Kemenkes, 2010).


Ibu yang memberikan stimulasi gerakan-gerakan tertentu pada anak

cenderung memiliki perkembangan motorik anak yang baik dan cepat. Ibu

yang sering mangajak anak bicara sejak bayi hingga usia 2 tahun memiliki

pembenaran kata ± 300 kosakata dibandingan dengan ibu yang tidak mengajak

anaknya bicara (Kemenkes, 2010).


Sama halnya penelitian yang dilakukan oleh Mutiara S & Enny F (2017)

tentang hubungan status gizi dengan perkembangan balita usia 1-3 tahun

menyatakan bahwa ada hubungan status gizi dengan perkembangan balita usia

1-3 tahun di Wilayah kerja Puskesmas Jetis Kota Yogyakarta, dengan nilai ρ

value = ,000 yang berarti bahwa korelasi positif, maka hubungan antara

variabel bersifat searah. Hal ini berarti semakin baik gizi balita maka

perkembangan balita pun semakin baik.


Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fitra S, dkk (2013)

tentang pengaruh stimulasi terhadap perkembangan bicara anak 1-3 tahun di

daerah Gaky dan Non Gaky menyatakan bahwa stimulasi berpengaruh

terhadap peningkatan perkembangan bicara anak 1-3 tahun di daerah Gaki dan

Non Gaky, dengan nilai ρ = ,001.


Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Poborini A, dkk

(2017) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi keterlambatan perkembangan

4
5

anak usia 1-3 tahun menyatakan bahwa terdapat hubungan antara perilaku

pemberian stimulasi dengan perkembangan motorik halus anak usia 1-3 tahun

di Desa Cangkringsari Kecamatan Sukodono Kabupeten Sidoarjo, dengan nilai

ρ = ,000.
Berdasarkan uraian diatas, terjadi peningkatan gangguan perkembangan

anak dari tahun ke tahun. Salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan

anak adalah stimulasi yang diberikan. Oleh karena itu, perlu dilakukan

penelitian tentang hubungan stimulasi terhadap perkembangan anak usia 24-36

bulan di Puskesmas Bastem Utara Kebupaten Luwu tahun 2019.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “adakah hubungan stimulasi terhadap perkembangan anak

usia 24-36 bulan di Puskesmas Bastem Utara Kebupaten Luwu tahun 2019 ?”.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan stimulasi terhadap perkembangan anak

usia 24-36 bulan di Puskesmas Bastem Utara Kebupaten Luwu tahun 2019.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui hubungan stimulasi terhadap perkembangan anak

usia 24-36 bulan di Puskesmas Bastem Utara Kebupaten Luwu tahun

2019.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat ilmiah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi dibidang

kesehatan, khususnya kebidanan tentang perkembangan anak usia 24-36

bulan.

5
6

2. Manfaat praktis
Melalui penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman dan

wawasan penelitian dalam melakukan pengkajian terhadap masalah-

masalah kebidanan khususnya mengenai perkembangan anak usia 24-36

bulan.

3. Bagi institusi
a. Puskesmas Bastem Utara Kabupaten Luwu
Diharapkan penelitian ini memberikan informasi pada Puskesmas

Bastem Utara Kabupaten Luwu tentang perkembangan anak usia 24-36

bulan guna mencegah terjadinya penyimpangan pada anak.


b. Dinas Kesehatan Kabupaten Luwu
Diharapkan penelitian ini memberikan kontribusi pada Dinas

Kesehatan Kabupaten Luwu dalam meningkatkan mutu pelayanan

kebidanan pada balita.


c. STIKES Mega Buana Palopo.
Diharapkan penelitian ini dapat memperkaya bahan studi

kepustakaan bagi mahasiswa STIKES Mega Buana Palopo.

6
7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Perkembangan Anak


1. Pengertian
Perkembangan merupakan serangkaian perubahan progresif yang

terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman/belajar.

Perkembangan adalah pola perubahan yang dimulai sejak pembuahan dan

terus berlanjut disepanjang rentang kehidupan individu. Sebagaian besar

perkembangan melibatkan pertumbuhan, namun juga melibatkan

kemunduran/penuaan (Soetjiningsih, 2012).


Perkembangan merupakan hasil proses kematangan dan belajar.

Kematangan yang dimaksud merupakan proses intrinsik yang terjadi

dengan sendirinya, sesuai dengan potensi yang ada pada individu. Belajar

merupakan perkembangan yang berasal dari latihan dan usaha. Melalui

belajar, anak memperoleh kemampuan menggunakan sumber yang

diwariskan dan potensi anak yang dimiliki (Kemenkes, 2010).


Perkembangan adalah bertambah sempurnanya fungsi alat tubuh yang

dapat dicapai melalui tumbuh kematangan dan belajar, terdiri dari

kemampuan gerak kasar dan halus, pendengaran, penglihatan, komunikasi,

bicara, emosi-sosial, kemandirian, intelegensia, dan perkembangan moral

(Muslihatun N, 2010).

2. Ciri-ciri perkembangan
Ciri-ciri perkembangan, sebagai berikut:
a. Perkembangan selalu melibatkan proses pertumbuhan yang diikuti dari
8
perubahan fungsi, seperti perkembangan sistem reproduksi, akan diikuti

pada perubahan fungsi alat kelamin.

7
8

b. Perkembangan memiliki pola yang konstan dengan hukum yang tetap,

yaitu perkembangan dapat terjadi dari daerah kepala menuju kearah

kaudal atau bagian dari proksimal ke bagian distal.


c. Perkembangan memiliki tahapan yang berurutan mulai dari

kemampuan melakukan hal yang sederhana menuju kemampuan

melakukan hal yang sempurna.


d. Perkembangan tiap individu memiliki kecepatan perkembangan yang

berbeda.
e. Perkembangan dapat menentukan pertumbuhan tahap selanjutnya

dimana tahap perkembangan harus dilewati tahap demi tahap (Hidayat,

2009).
Ciri-ciri perkembangan Menurut Soetjiningsih & Ranuh G (2016), sebagai

berikut:
a. Perkembangan melibatkan perubahan (development involves changes).
Perubahan pertumbuhan fisik diantaranya adalah terdapat

perubahan ukuran tubuh, perubahan proporsi tubuh, ciri-ciri lama

hilang, timbul ciri-ciri baru. Terdapat perubahan terhadap

perkembangan mental yaitu bertambahnya fungsi dan keterampilan.


b. Perkembangan awal lebih kritis daripada perkembangan selanjutnya

(early development is more critical than later development).


c. Perkembangan adalah hasil maturasi dan proses belajar (development is

the product of maturation and learning).


d. Pola perkembangan mempunyai karakteristik yang dapat diramalkan

(the development pattern has predictable characteristics).


e. Terdapat perbedaan individual dalam hal perkembangan (there are

individual differences in development).


f. Terdapat periode/tahapan pada pola perkembangan (there are periods in

the developmental pattern).

8
9

g. Terdapat harapan sosial untuk setiap periode perkembangan (there are

social expectation for every developmental period).


h. Setiap area perkembangan mempunyai potensi risiko (every area of

development has potential hazards).


3. Aspek-aspek perkembangan yang dipantau
Aspek-aspek perkembangan yang dipantau, sebagai berikut :
a. Gerak kasar atau motorik kasar
Gerak kasar atau motorik kasar merupakan aspek yang

berhubungan dengan kemampuan anak melakukan pergerakan dan

sikap tubuh yang melibatkan otot-otot besar seperti duduk, berjalan,

berdiri dan sebagaiannnya (Kemenkes, 2010).


Perkembangan motorik kasar merupakan aspek perkembangan

lokomosi (gerakan) dan postur (posisi tubuh). Keahlian spesifik atau

milestone dapat digunakan untuk menandai kemajuan perkembangan

anak. Umur ketika milestone perkembangan itu terjadi bisa memantu

diagnosis perkembangan anak, dengan menentukkan apakah anak

mengalami keterampilan motorik sesuai dengan umurnya (Soetjiningsih

& Ranuh G, 2016). Berikut tahapan perkembangan motorik kasar pada

anak, yaitu:
Tabel 2.1 Tahapan perkembangan motorik kasar pada anak

Umur
Rad Flog
Kemampuan Motorik Kasar Rata-Rata
(Bulan)
(Bulan)
Berguling dari telengkup keterlentang 3,6 6-8
Berguling dari terlentang ke telengkup 4,8
Duduk disokong 5,3
Duduk tanpa disokong 6,3 8-10
Merayap 6,7
Duduk dari Posisi Berbaring 7,5
Merangkak 7,8 12
Berdiri berpegangan dari posisi duduk 8,1 12
Berjalan pegangan meja 8,8

9
10

Jalan tanpa pegangan 11,7 15-18


Jalan kebelakang 14,3
Berlari 14,8 21-24
Sumber : Soetjiningsih & Ranuh G, 2016
Milestone perkembangan motorik kasar anak berdasarkan

kelompok umur/usia 24-36 bulan yaitu:


1) Jalan menaiki tangga sendiri
Dapat bermain dan menendang bola kecil (Soetjiningsih & Ranuh G,

2016).
b. Gerak halus atau motorik halus
Gerak halus atau motorik halus merupakan aspek yang

berhubungan dengan kemampuan anak melakukan gerakan yang

melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu dan dilakukan oleh otot-otot

kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang cermat seperti mengamati

sesuatu, menjepit, menulis dan sebagainnya (Kemenkes, 2010).


Keterampilan motorik halus merupakan koordinasi halus pada

otot-otot kecil yang memainkan suatu peran utama. Kemajuan

perkembangan motorik halus, khususnya ekstermitas atas berlangsung

kearah proksimodistal, dimulai dari bahu menuju kearah distal sampai

jari. Kemampuan motorik halus dipengaruhi oleh matangnya fungsi

motorik dan koordinasi neuromuscular yang baik, fungsi visual yang

akurat dan kemampuan inteleknonverbal (Soetjiningsih & Ranuh G,

2016).
Dalam keterampilan motorik halus, suatu keterampilan menulis

huruf “a” merupakan serangkaian beratus-ratus koordinasi saraf – otot.

Pegerakan terampil merupakan proses yang sangat kompleks. Variasi

perkembangan motorik halus mencerminkan kemauan dan kesempatan

individu untuk belajar. Anak yang jarang menggunakan krayon, akan

10
11

mengalami keterlambatan pada perkembangan memegang pensil

(Soetjiningsih & Ranuh G, 2016). Berikut tahapan perkembangan

motorik halus pada anak, yaitu:


Tabel 2.3 Tahapan perkembangan motorik halus pada anak

Umur
Rad Flog
Kemampuan Motorik Halus Rata-Rata
(Bulan)
(Bulan)
Tidak mengepal 2,7 4
Memainkan jari jemari kearah garis 3
pertengahan tubuhnya
Memindahkan benda melewati garis 4,1 6-8
pertengan tubuhnya
Menggenggam dengan seluruh tangan 4,7
Overhand raking grasp 5,7
Menjepit dengan 3 jari 7,8
Memilih-milih dengan jari 9,4
Menjepit dengan dua jari 9,9 12
Melepaskan objek sesuai dengan keinginan 11 15
Membuat titik-titik dengan krayon 11,5
Memasukkan 10 kubus dalam gelas 16
Mencoret-coret 17,5
Menumpuk 3 kubus keatas 21,3 24
Membangun rangkaian secara horizontal 22,3
Melempar secara horizontal dan vertila 25,1
Membangun rangkaian balok secara 29,6
vertical
Membangun jembatan dengan 3 kubus 31,1
Menggambar lingkaran 32,6
Menggambar orang dengan kepala 35,7
ditambah 1 bagian tubuh lainnya
Sumber : Soetjiningsih & Ranuh G, 2016
Milestone perkembangan motorik kasar anak berdasarkan

kelompok umur/usia 18-36 bulan yaitu:


1) Bertepuk tangan, melambai-lambai.
2) Menumpuk empat buah kubus
3) Memungut benda kecil dengan ibu jari dan jari telunjuk
4) Menggelinding bola kearah sasaran
5) Mencoret coret pensil pada kertas (Soetjiningsih & Ranuh G, 2016).
c. Kemampuan bicara dan bahasa

11
12

Kemampuan bicara dan bahasa merupakan aspek yang

berhubungan dengan kemampuan untuk memberikan respon terhadap

suara, berbicara, berkomunikasi dan mengikuti perintah dan

sebagaiannya (Kemenkes, 2010).


Bahasa mencakup setiap sarana komunikasi dengan

menyimbolkan pikiran dan perasaan untuk menyampaikan makna

kepada orang lain. Termasuk didalamnya tulisan, bicara, bahasa simbol,

ekspresi muka, isyarat, pantomime dan seni. Sedangkan bicara

merupakan bentuk bahasa yang menggunakan artikulasi atau kata-kata

untuk menyampaikan suatu maksud (Soetjiningsih, 2018)


Sebelum dapat berbicara dengan lancar, tentunya karna

mengalami tahapan-tahapan. Adapun tahapan perkembangan bicara

pada anak yaitu:


1) Tangisan saat dilahirkan. Tangisan ini bermakna dalam

perkembangan komunikasi.
2) Tangisan dan suara yang dikeluarkan oleh bayi kemudian, untuk

menyampaikan pesan apabila perlu pertolonga. Hal ini merupakan

tahap awal bayi berkomunikasi.


3) Tawa dan suara yang signifikan dan bermakana menyatakan

kegembiraan. Tahap ini merupakan tahap komunikasi tanpa kata.


4) Anak mulai meniru suara yang didengar. Ini merupakan tahap

perkembangan awal yang penting sehingga anak dapat

berkomunikasi (Gandasetiawan RZ, 2017).


Tidak semua bunyi dan suara yang dikeluarkan anak dapat

disebut bicara. Terdapat kriteria yang dapat digunakan untuk

menyatakan apakah anak berbicara dalam artian yang sebenarnya,

yaitu:

12
13

1) Anak harus mengerti arti kata yang digunakan dan mengaitkannya

dengan objek yang diwakilinya.


2) Anak harus menghafalkan kata-kata sehingga orang lain

memahaminya dengan mudah.


Sekitar 18-24-36 bulan anak mulai mengeluarkan kalimat dua

atau tiga kata pertama. Anak sudah mempunyai kemungkinan lebih

banyak untuk menyatakan maksudnya untuk berkomunikasi walaupun

masih dengan kata-kata yang terbatas. Selain itu, anak pada usia 2 tahun

dapat mengucapkan ± 200 kosakata.


d. Sosialisasi dan kemadirian
Sosialisasi dan kemadirian merupakan aspek yang berhubungan

dengan kemapuan mandiri anak (makan sendiri, membesarkan mainan

saat selesai bermain), berpisah dengan ibu/pengasuh anak,

bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungannya (Kemenkes,

2010).
Perkembangan sosial merupakan kemampuan anak untuk

berinteraksi dan bersosialisasi dengan lingkungannya. Mula-mula anak

hanya mengenal orang-orang yang paling dekat dengan dirinya, yaitu

ibunya, selanjutnya orang-orang yang serumah. Dengan bertambahnya

usia anak, perlu diajarkan aturan-aturan, disiplin, sopan santun dan

lainnya (Soetjiningsih & Ranuh G, 2016).


Perkembangan personal-sosial adalah aspek yang berhubungan

dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi, dan berinteraksi dengan

lingkungan. Perkembangan personal meliputi berbagai kemampuan

yang dikelompokkan sebagai kebiasaan, kepribadian watak, dan emosi.

Semuanya mengalami perubahan dalam perkembangan.

13
14

Berikut tahapan perkembangan sosial dan kemandirian pada anak

± 24 bulan, yaitu:
Tabel 2.6 Tahapan perkembangan sosialisasi pada anak ± 24 bulan

Umur Tahapan Perkembangan Red Flags


18-24 1. Minum dari kedua cangkir dengan kedua Transisi buruk
bulan tangan yang menetap
2. Belajar makan sendiri kemungkinan
3. Mampu melepas kaos kaki dan bias mengalami
melepas pakaian tanpa kancing suatu kelainan
4. Belajar bernyanyi
perkembangan
5. Meniru aktivitas dirumah
6. Mencari pertolongan jika ada kesulitan pervasive
7. Mulai berbagi main dan bekerja bersama-
sama dengan anak lainnya
8. Mencium orang tua
18-24 1. Mampu makan dengan sendok dan garpu
bulan dengan tepat
2. Mampu minum dengan cangkir
3. Mampu makan sendiri
4. Melepaskan pakaian sendiri
5. Sering menceritakan pengalaman baru
6. Mampu bermain pura-pura
7. Mulai membentuk hubungan sosial
dengan baik bersama anak lainnya
8. Menggunakan bahasa untuk
berkomunikasi dengan ditambah
penggunaan isyarat

Sumber : Soetjiningsih & Ranuh G, 2016


4. Tugas perkembangan
Tugas perkembangan merupakan tugas-tugas yang muncul pada saat

atau sekitar periode tertentu dari kehidupan individu yang jika berhasil

dicapai akan menimbulkan rasa bahagia dan membawa kearah keberhasilan

dalam melaksanakan tugas-tugas berikutnya (Soetjiningsih, 2018).


Tujuan tugas perkembangan meliputi, sebagai berikut:
a. Sebagai petunjuk mengetahui taraf pencapaian perkembangan yang

diharapkan ada pada usia tertentu sehingga dapat dideteksi aspek-aspek

perkembangan apa yang belum, kurang atau sudah individu capai.

14
15

b. Sebagai motivasi bagi individu untuk melakukan apa yang diharapkan.


c. Sebagai petunjuk tentang apa yang akan dihadapi dan apa yang

diharapkan pada masa berikutnya.


Tugas perkembangan pada masa awal anak meliputi, sebagai berikut:
a. Belajar makanan padat.
b. Belajar berjalan.
c. Belajar bicara.
d. Belajar mengendalikan pembungan kotoran tubuh.
e. Mempelajari perbedaan atau aturan-aturan jenis kelamin.
f. Pembentukan pengertian sederhana, realita fisik, dan realita sosial.
g. Belajar membedakan benar-salah dan mengembangkan kata hati sebagai

dasar dalam bertindak atau melakukan sesuatu (Soetjiningsih, 2018).


5. Deteksi Dini Perkembangan
Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP) merupakan tes yang

dilakukan mulai saat anak berumur 3 bulan umur 2 tahun atau minimal 6

bulan umur 2-6 tahun. Tes ini bermanfaat untuk mengetahui perkembangan

anak sesuai umurnya atau terlambat. Cara pemeriksaan adalah sebagai

berikut:
a. Pertama hitung umur anak (tanggal, bulan dan tahun), jika lebih dari 16

hari dibulatkan menjadi 1 bulan.


b. Buka kuesioner sesuai dengan umurnya atau kuesioner yang lebih muda

dari umurnya (jika datang umur 4 sampai 5 bulan gunakan kuesioner

umur 3 bulan dahulu).


c. Jelaskan tujuan KPSP pada orang tua dan anjurkan orang tua jangan

ragu-ragu atau takut disalahkan.


d. Tanyakan isi KPSP sesuai urutan atau melaksanakan perintah sesuai

urutan.
Interpretasi KPSP sebagai berikut:
a. Bila jawaban “Ya” 9-10 maka perkembangan anak sesuai dengan

umurnya.
b. Bila jawaban anak 7-8 maka perkembangan anak meragukan.
c. Bila jawaban anak 0-6 maka kemungkinan ada penyimpangan

perkembangan.

15
16

B. Tinjauan Umum Tentang Hubungan Stimulasi Dengan Perkembangan

Anak
Pada proses tumbuh kembang anak, perkembangan merupakan awal

kehidupan atau aspek yang sangat penting, karena menentukan perkembangan

selanjutnya. Stimulasi dari lingkungan merupakan hal yang penting untuk

tumbuh dan kembang anak. Anak yang mendapatkan stimulasi yang terarah

dan teratur akan lebih cepat berkembang dibandingan dengan anak yang

kurang/tidak mendapatkan stimulasi. Stimulasi juga akan mengoptimalkan

potensi genetik yang dipunyai anak. Lingkungan yang kondusif akan

mendorong perkembangan fisik dan mental yang baik, sedangkan lingkungan

yang kurang mendukung akan mengakibatkan perkembangan anak dibawah

potensi genetiknya (Soetjiningsih & Ranuh G, 2016).


Perkembangan memerlukan rangsangan/stimulasi khususnya dalam

keluarga. Misalnya penyediaan alat mainan, sosialiasi anak, keterlibatan ibu

dan anggota keluarga lainnya terhadap kegiatan anak (Kemenkes, 2010).

Stimulasi adalah kegiatan merangsang kemampuan dasar anak umur 0-6 tahun

agar dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Kurangnya stimulasi dapat

menyebabkan penyimpangan perkembangan pada anak bahkan

penyimpangannya dapat menetap. Kemampuan dasar anak yang dirangsang

dengan stimulasi terarah adalah kemampuan gerak kasar, gerak halus,

kemapuan bicara dan bahasa serta kemampuan bersosialisasi dan kemadirian

(Kemenkes, 2010).
Stimulasi merupakan bagian dari kebutuhan dasar anak yaitu asah.

Dengan mengasah kemampuan anak secara terus menerus kemampuan anak

16
17

akan semakin meningkat. Pemberian stimulasi dapat dengan cara latihan dan

bermain. Anak yang mendapt simulasi terarah akan lebih cepat berkembang

dibandingkan dengan anak yang kurang mendapatkan stimulasi (Marmi &

Rahardjo, 2012).
Ibu yang memberikan stimulasi gerakan-gerakan tertentu pada anak

cenderung memiliki perkembangan motorik anak yang baik dan cepat. Ibu

yang sering mangajak anak bicara sejak bayi hingga usia 2 tahun memiliki

pembendaharaan kata ± 300 kosakata dibandingan dengan ibu yang tidak

mengajak anaknya bicara (Kemenkes, 2010). Berikut stimulasi yang diberikan

pada anak usia ± 24-36 bulan sebagai berikut:


1. Kemampuan gerak kasar
a. Ibu mendorong anak untuk berjalan, atau berlari.
b. Ibu menunjukkan anak cara melompat dan mengangkat kedua kaki secara

bersamaan.
c. Ibu melatih keseimbangan tubuh anak dengan cara anak berdiri dengan

satu kaki secara bergantian.

d. Ibu mendorong anak untuk mencoba mainan yang perlu didorong


dengan kakinya agar mainan dapat bergerak maju
2. Kemapuan gerak halus
a. Ibu mendorong anak agar mau main balok-balok.
b. Ibu mengajarkan anak untuk menulis atau menggambar.
c. Ibu mengajarkan anak untuk mengenal berbagai ukuran dan bentuk.
d. Ibu mengajarkan anak untuk bermain puzzle.
e. Ibu mengajarkan anak untuk berbagai bentuk dengan membuat berbagai

bentuk adonan kue atau lilin yang bisa dibentuk.


3. Kemampuan bicara dan bahasa
a. Ibu melatih anak mengucapkan kata, bercerita dan menyanyi.
b. Ibu mengajak anak melihat acara televisi sesuai dengan usianya.
c. Ibu mulai memberi perintah kepada anak.
d. Melatih anak untuk bercerita tentang apa yang dilihatnya.
4. Kemampuan bersosialisasi/kemandirian
a. Mengajak anak mengunjungi tempat bermain.
b. Membujuk anak ketika rewel.

17
18

c. Mengajarkan anak berpakaian sendiri.


d. Melatih anak untuk berinteraksi dengan teman bermainnya.
e. Melatih anak untuk memisahkan diri dengan cara meminta keluarga

untuk mengawasi anak ketika berpergian.


Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fitra S, dkk (2013)

tentang pengaruh stimulasi terhadap perkembangan bicara anak 1-3 tahun di

daerah Gaky dan Non Gaky menyatakan bahwa stimulasi berpengaruh terhadap

peningkatan perkembangan bicara anak 1-3 tahun di daerah

Gaky dan Non Gaky, dengan nilai ρ = ,001.


Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Poborini A, dkk

(2017) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi keterlambatan

perkembangan anak usia 1-3 tahun menyatakan bahwa terdapat hubungan

antara perilaku pemberian stimulasi dengan perkembangan motorik halus

anak usia 1-3 tahun di Desa Cangkringsari Kecamatan Sukodono Kabupeten

Sidoarjo, dengan nilai ρ = ,000.

C. Kerangka Konsep
Kerangka konsep merupakan bagan atau skema yang menerangkan

tentang hubungan antar konsep-konsep yang berhubungan dengan variabel

yang akan diteliti (Azwar A, Prihantono J. (2014). Kerangka konsep dalam

penelitian ini sebagai berikut :

Stimulasi Perkembangan
Anak usia 24-36
bulan
Gambar 2.1. Bagan Kerangka Konsep
Keterangan:

: Variabel independen

: Variabel dependen

18
19

D. Definisi operasional dan kriteria objektif

Definisi operasional dan kriteria objektif dalam penelitian ini, sebagai berikut:

N Variabel Definisi Alat Cara Hasil ukur Skala


o ukur ukur
Variabel Independen
1. Stimulasi Rangsangan Kuesi Wawa 1. Diberikan : Nomi
perkembangan oner ncara apabila ibu nal
yang meliputi memberikan
gerak motorik stimulasi
kasar, gerak perkembangan
motorik halus, yang meliputi
bicara dan gerak motorik
bahasa, kasar, gerak
sosialisasi/kem motorik halus,
andirian yang bicara dan
diberikan oleh bahasa,
ibu atau sosialisasi/ke
anggota mandirian atau
keluara lainnya responden
pada anak menjawab
balita usia 24- pertanyaan
36 bulan. dengan benar
minimal 17-18
nomor atau
dengan nilai
skor 89-100.
2. Kurang
diberikan :
apabila ibu
memberikan
stimulasi
perkembangan
yang meliputi
gerak motorik
kasar, gerak
motorik halus,
bicara dan

19
20

bahasa,
sosialisasi/ke
mandiriaan
atau responden
menjawab
pertanyaan
dengan benar
hanya 1-16
nomor atau
dengan nilai
skor < 89.
Variabel dependen
2. Perkemban Serangkaian Kuesi Wawa 1. Sesuai: apabila Nomil
gan anak perubahan oner ncara perubahan an
usia 24-36 progresif yang progresif yang
bulan terjadi sebagai terjadi sesuai
akibat dari dengan usia
proses terhadap
kematangan tahapan
dan perkembangan
pengalaman/be yang meliputi
lajar yang gerak motorik
dialami oleh kasar, gerak
anak balita motorik halus,
balita usia 24- bicara dan
36 bulan saat bahasa,
dilakukan sosialisasi/ke
penelitian mandiriaan
atau menjawab
pertanyaan
pada kuesioner
dengan
jawaban yang
benar minimal
9-10 nomor
atau dengan
skor 90-100.
2. Tidak sesuai:
apabila
perubahan
progresif yang
terjadi
terlambat atau
tidak sesuai
dengan usia
terhadap

20
21

tahapan
perkembangan
yang meliputi
gerak motorik
kasar, gerak
motorik halus,
bicara dan
bahasa,
sosialisasi/ke
mandiriaan
atau menjawab
pertanyaan
pada kuesioner
dengan
jawaban yang
benar hanya 1-
8 nomor atau
dengan skor <
90.

E. Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap

permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul

(Arikunto, 2013). Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini, sebagai

berikut :

1. Hipotesis Null (Ho)

a. Tidak ada hubungan stimulasi terhadap perkembangan anak usia 24-36

bulan di Puskesmas Bastem Utara Kebupaten Luwu tahun 2019.

2. Hipotesis Alternatif (Ha)

a. Ada hubungan stimulasi terhadap perkembangan anak usia 24-36 bulan

di Puskesmas Bastem Utara Kebupaten Luwu tahun 2019.

21
22

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain

penelitian “cross-sectional” yaitu suatu penelitian dimana variabel-variabel

yang termasuk faktor risiko (variabel independen) yaitu status gizi, posisi

anak dalam keluarga, stimulsi dan variabel-variabel yang termasuk efek

diobservasi (variabel dependen) yaitu perkembangan anak usia 24-36 bulan

sekaligus pada waktu yang sama (Nursalam, 2011).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Bastem

Utara Kabupaten Luwu tahun 2019.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Bastem Utara Kabupaten

Luwu pada bulan mei sampai juli 2019.

C. Populasi dan Sampel 26

22
23

1. Populasi
Populasi merupakan keseluruhan subjek yang akan diteliti dan

memenuhi karakteristik yang telah ditentukan (Agus, 2011). Populasi

dalam penelitian ini adalah seluruh anak usia 24-36 bulan di Puskesmas

Bastem Utara Kabupaten Luwu tahun 2019 sebanyak 80 orang.


2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah semua anak usia 24-36 bulan di

Puskesmas Bastem Utara Kabupaten Luwu tahun 2019. Tehnik penarikan

sampel menggunakan purposive sampling. Besar jumlah sampel dalam

penelitian ini dihitung menggunakan rumus Slovin, sebagai berikut:


n= N
N (d)2 + 1
n= 80
80 (0,05)2 + 1
n = 67
Banyak sampel dalam penelitian ini adalah 80 orang.
Keterangan
n = sampel
N= Populasi
d= nilai signifikan 5 % (0,05)
3. Kriteria Sampel
a. Kriteria inklusi
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Usia anak 24-36 bulan yang berada diwilayah Puskesmas Bastem

Utara.
2) Bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.
b. Kriteria eksklusi
Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah:
1) Usia anak diatas 36 bulan.
2) Anak sedang berpergian atau sedang tidak berada ditempat ketika

dilakukan penelitian.
3) Tidak bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.

D. Instrumen Penelitian
Instrumen dalam penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner yang

terdiri dari beberapa pertanyaan pada masing-masing variabel. Pada variabel

23
24

stimulasi terdapat 18 pertanyaan dan pada variabel perkembangan terdapat 10

pertanyaan. Kuesioner yang digunakan telah dilakukan uji validitas dan

reabilitas sebelumnya.

E. Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data melalui dua tehnik yaitu :
1. Data primer
Data primer adalah data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti

(Saryono S, 2011). Pengumpulan data primer dalam penelitian ini

kuesioner dibagikan pada 67 orang responden. Wawancara dilakukan pada

beberapa responden untuk memperkuat hasil penelitian.


2. Data sekunder
Data sekunder adalah informasi yang telah dikumpulkan oleh pihak

lain. Pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini yaitu pengambilan

data dari Kemenkes, Dinas Kesehatan wilayah setempat, Puskesmas

setempat tentang jumlah balita, jumlah balita usia 24-36 bulan, jumlah

balita yang mengalami penyimpangan perkembangan.

F. Tehnik Pengolahan Data dan Penyajian Data


1. Teknik Pengolahan Data
Dalam teknik pengelolaan data dalam penelitian ini anatara lain

sebagai berikut :

Pengolahan data dalam penelitian ini melalui beberapa hal, sebagai

berikut :

a. Editing

Kegiatan memeriksa data, kelengkapan kebenaran pengisian data,

keseragaman ukuran dan konsisten data berdasarkan tujuan penelitian.

Proses editing dilakukan setelah data yang dikumpulkan melalui

Kuesioner pra skrining perkembangan (KPSP) telah terkumpul dan

24
25

kemudian dilakukan penyuntingan atau diedit. Jika terdapat data yang

tidak lengkap atau kurang jelas dan tidak memungkinkan untuk

dilakukan pengumpulan data ulang, maka data tersebut dikeluarkan atau

dimasukkan dalam pengolahan data missing.

b. Coding

Pemberian kode pada data yang berskala nominal atau ordinal.

Kode dalam bentuk angka /neumerik/nomor dan diolah secara statistik.

Setelah kuesioner diedit, maka selanjutnya dilakukan coding atau

pengkodean, yaitu mengubah data berbentuk kalimat atau huruf

menjadi data angka. Proses pengkodean ini dilakukan di program

computer yaitu Ms.Excel 2007.

c. Entry

Memasukkan data yang telah dikoding kedalam komputer.

d. Cleaning

Mengecek kembali data yang telah dimasukkan bila terjadi

kesalahan dalam memasukkan data yaitu dengan melihat distribusi

frekuensi dan variabel yang diteliti.

e. Tabulating

Kegiatan yang dilakukan dalam tabulasi adalah menyusun dan

menghitung data hasil pengkodean, untuk kemudian disajikan dalam

bentuk tabel (Sulistyaningsih, 2011).

2. Penyajian Data
Penyadian data dalam penelitian disajikan dalam bentuk tabel.

Penyajian dalam bentuk tabel merupakan penyajian data dalam bentuk

25
26

angka yang disusun secara teratur dalam bentuk kolom dan baris

(Sulistyaningsih, 2011).

G. Analisa Data
1. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi antar

variabel yang akan diteliti (Sulistyaningsih, 2011).


2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antar variabel

independen dengan variabel dependen dengan menggunakan uji chi-

square. Maka untuk membuktikan hipotesis maka digunakan uji untuk

mengetahui hubungan dari variabel yang diteliti, maka :


a. Jika X2 Hitung ≥ X2 tabel atau nilai P ≤ nilai α = ,05 maka Ha diterima

artinya terdapat hubungan yang signifikan.


b. Jika X2 Hitung < X2 tabel atau nilai P > nilai α = ,05 maka Ho diterima

artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan.

H. Etika Penelitian
Dalam melakukan penelitian, peneliti mengajukan permohonan izin

kepada Ketua Stikes Mega Buana Palopo untuk mendapatkan persetujuan

meneliti, setelah mendapatkan persetujuan, peneliti melakukan penelitian

dengan memperhatikan kepada masalah etika dalam penelitian, masalah etika

tersebut yaitu sebagai berikut:


1. Tanpa nama (Anomymity)
Memberikan jaminan dalam penggunaan identitas responden,

dimana peneliti dengan cara tidak memberikan dan mencantumkan nama

responden di lembar psersetujuan informant consent. Dimana peneliti

hanya mencantumkan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil

penelitian yang akan disajikan.


2. Kerahasian (Convideniality)

26
27

Kerahasian informasi yang diperoleh dari responden sangat penting

untuk di jaga kerahasiannya, semua informasi atau masalah – masalah

yang dikumpulkan dijamin kerahasiannya oleh peneliti.


3. Penerapan penelitian

(Benifence)
Hasil penelitian wajib di terapkan dimana manfaat penelitian dapat

dijadikan informasi tentang perkembangan anak usia 24 bulan.


4. Meminimalisir risiko

(Nonmalefinance)
Dalam hal ini peneliti mendapatkan persetujuan etik dalam meneliti

(Azis H, 2014).

27
28

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Bastem Utara Kabupaten Luwu

tahun 2019. Penelitian dimulai pada bulan Mei-juli 2019 dengan jumlah

sampel 67 orang. Penarikan sampel menggunakan purposive sampling.

Adapun gambaran lokasi dalam penelitian ini sebagai berikut.


1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

a. Letak Geografis

Puskesmas Bastem Utara

Puskesmas Basse Sangtempe Utara terletak di Desa Pantilang,

Kecamatan Basse Sangtempe Utara, Kabupaten Luwu dengan wilayah

kerja adalah seluruh wilayah Kecamatan Basse Sangtempe Utara. Luas

wilayah Puskesmas Basse Sangtempe Utara adalah 119,32 km2 dengan

wilayah terluas terletak di Desa Karatuan (17,56 km2), jarak terjauh ke

puskesmas adalah Desa Ta’ba dengan jarak 35 km dengan waktu

tempuh selama 4 jam. Batas-batas wilayah kerja Puskesmas Basse

Sangtempe Utara adalah sebagai berikut :

1) Sebelah Utara : Wilayah Kerja Puskesmas Mungkajang, Kota

Palopo dan Kab. Tana Toraja Utara.

2) Sebelah Selatan : Wilayah Kerja Puskesmas Basse Sangtempe.

3) Sebelah Timur : Wilayah Kerja Puskesmas Basse Sangtempe dan

sebagian merupakan wilayah Kerja PKM Cendana

Kota Palopo dan PKM Bua.

4) Sebelah Barat : Wilayah Kerja Puskesmas Toraja Utara

28
29

Wilayah kerja Puskesmas Basse Sangtempe Utara,

terletak di Desa Pantilang Kecamatan Basse

Sangtempe Utara, terdiri dari 12 (dua belas) Desa yaitu :

1) Desa Bonglo

2) Desa Tede

3) Desa Barana

4) Desa Dampan

5) Desa Buntu Tallang

6) Desa Uraso

7) Desa Karatuan

8) Desa Salubua

9) Desa Pantilang

10) Desa Maindo

11) Desa Tasang Tongkonan

12) Desa Ta’ba

b. Demografis

Puskesmas Bastem Utara

Jumlah penduduk sebanyak 8.435 jiwa, dengan jumlah penduduk laki-

laki sebanyak 4.380 jiwa dan perempuan sebanyak 4.055 jiwa.

2. Analisis Univariat
a. Distribusi frekuensi

responden berdasarkan stimulasi


Tabel 4.1
Distribusi frekuensi responden berdasarkan stimulasi (N = 67)
Variabel Frekuensi Persentase
Stimulasi (F) (%)

29
30

Kurang diberikan 47 70,1


Diberikan 20 29,9
Total 67 100
Sumber : Data primer, 2019

Berdasarkan tabel 4.1 distribusi frekuensi menurut stimulasi

responden menyatakan bahwa dari 67 jumlah responden, yang kurang

diberikan stimulasi sebanyak 47 orang (70,1%) dan yang diberikan

stimulasi sebanyak 20 orang (29,9%).

b. Distribusi frekuensi

responden berdasarkan perkembangan anak umur 24-36 bulan


Tabel 4.2
Distribusi frekuensi responden berdasarkan perkembangan (N = 67)
Variabel Frekuensi Persentase
Perkembangan (F) (%)
Tidak sesuai 41 61,2
Sesuai 26 38,8
Total 67 100
Sumber : Data primer, 2019

Berdasarkan tabel 4.2 distribusi frekuensi menurut perkembangan

anak menyatakan bahwa dari 67 jumlah responden, yang memiliki

perkembangan tidak dengan umurnya sebanyak 41 orang (61,2%) dan

yang memiliki perkembangan dengan umurnya sebanyak 26 orang

(38,8%).

3. Analisis Bivariat
a. Hubungan stimulasi terhadap perkembangan anak umur 24-36 bulan
Tabel 4.3
Hubungan stimulasi terhadap perkembangan anak umur 24-36 bulan di
Puskesmas Bastem Utara Kebupaten Luwu tahun 2019 (N = 67)
Perkembangan Nilai
ρ
Tidak
Stimulasi Sesuai Total
sesuai value
n % n % n % 0,020
Kurang diberikan 33 49,3 14 20,9 47 70,1

30
31

Diberikan 8 11,9 12 17,9 20 29,9


Total 41 60,2 26 37,8 67 100
Sumber : data primer, 2019
Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa dari 67 orang jumlah

responden, yang kurang diberikan stimulasi dengan perkembangan

yang tidak sesuai sebanyak 33 orang (49,3%) dan yang kurang

diberikan stimulasi dengan perkembangan yang sesuai sebanyak 14

orang (20,9%). Sedangkan yang diberikan stimulasi dengan

perkembangan yang tidak sesuai sebanyak 8 orang (11,9%) dan yang

diberikan stimulasi dengan perkembangan yang sesuai sebanyak 12

orang (17,9%).
Berdasarkan tabel 4.3 hasil uji statistik Chi-square diperoleh nilai

ρ = ,020 < nilai α = ,05., hal tersebut berarti Ho ditolak dan Ha

diterima, dengan artian ada pengaruh stimulasi terhadap perkembangan

anak usia 24 bulan di Puskesmas Bastem Utara Kebupaten Luwu tahun

2019.

B. Pembahasan
1. Pengaruh Stimulasi terhadap Perkembangan Anak Usia 24 Bulan Di

Puskesmas Bastem Utara Kebupaten Luwu Tahun 2019.


Berdasarkan tabel 4.3 hasil uji statistik Chi-square diperoleh nilai ρ

= ,020 < nilai α = ,05., hal tersebut berarti Ho ditolak dan Ha diterima,

dengan artian ada pengaruh stimulasi terhadap perkembangan anak usia 24

bulan di Puskesmas Bastem Utara Kebupaten Luwu tahun 2019.


Hal ini disebabkan dari hasil data yang diperoleh menunjukkan bahwa

dari 67 orang jumlah responden, yang kurang diberikan stimulasi dengan

perkembangan yang tidak sesuai sebanyak 33 orang (49,3%) dan yang

kurang diberikan stimulasi dengan perkembangan yang sesuai sebanyak 14

31
32

orang (20,9%). Sedangkan yang diberikan stimulasi dengan perkembangan

yang tidak sesuai sebanyak 8 orang (11,9%) dan yang diberikan stimulasi

dengan perkembangan yang sesuai sebanyak 12 orang (17,9%).


Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan yang dilakukan

peneliti saat melakukan penelitian dilapangan, menyatakan bahwa sebagian

anak yang sering diberikan stimulasi memiliki perkembangan yang sesuai

dengan usianya. Hal ini disebabkan karena orang tua, keluarga sering

memberikan stimulasi pada anak dimulai sejak anak masih dalam

kandungan sampai pada usianya saat dilakukan penelitian. Berbeda pada

anak yang kurang diberikan stimulasi, perkembangan tidak dengan

usianya. Hal ini disebabkan karena beberapa ibu berada kondisi hamil

sehingga sang anak kurang mendapat perhatian. Selain itu, ibu disibukkan

pula dengan kesibukan diluar rumah yang bekerja sebagai petani. Mereka

sebagai orang tua tidak mempunyai waktu untuk memberikan stimulasi

terhadap anak. Sang ibu, berangkat bekerja di lading/kebun pada waktu

pagi dan kembali kerumah pada waktu petang.


Sementara terdapat pula sebagian anak yang diberikan stimulasi,

namun perkembangannya tidak sesuai dengan umurnya, dikarenakan oleh

faktor gizi dan ekonomi dari keluarga. Anak hanya diberikan makanan

seperti nasi, dan sayuran setiap harinya. Keluarga sangat jarang

mengkonsumsi makanan yang beragam, atau lauk yang mengandung

protein seperti ikan, telur, atau tempe. Selain itu, adapula sebagaian anak

yang kurang diberikan stimulasi namun perkembangannya sesuai dengan

umurnya, dikarenakan sang ibu menitipkan anak pada keluarga yang

32
33

memiliki anak balita atau bahkan sesuainya, sehingga sang anak mudah

mendapatkan stimulasi dari teman bermain atau kelurga lainnya.


Sesuai dengan teori, perkembangan memerlukan rangsangan /

stimulasi khususnya dalam keluarga. Misalnya penyediaan alat mainan,

sosialiasi anak, keterlibatan ibu dan anggota keluarga lainnya terhadap

kegiatan anak (Kemenkes, 2010).


Pada proses tumbuh kembang anak, perkembangan merupakan awal

kehidupan atau aspek yang sangat penting, karena menentukan

perkembangan selanjutnya. Stimulasi dari lingkungan merupakan hal yang

penting untuk tumbuh dan kembang anak. Anak yang mendapatkan

stimulasi yang terarah dan teratur akan lebih cepat berkembang

dibandingan dengan anak yang kurang/tidak mendapatkan stimulasi.

Stimulasi juga akan mengoptimalkan potensi genetik yang dipunyai anak.

Lingkungan yang kondusif akan mendorong perkembangan fisik dan

mental yang baik, sedangkan lingkungan yang kurang mendukung akan

mengakibatkan perkembangan anak dibawah potensi genetiknya

(Soetjiningsih & Ranuh G, 2016).


Stimulasi merupakan kegiatan merangsang kemampuan dasar anak

umur 0-6 tahun agar dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.

Kurangnya stimulasi dapat menyebabkan penyimpangan perkembangan

pada anak bahkan penyimpangannya dapat menetap. Kemampuan dasar

anak yang dirangsang dengan stimulasi terarah adalah kemampuan gerak

kasar, gerak halus, kemapuan bicara dan bahasa serta kemampuan

bersosialisasi dan kemadirian (Kemenkes, 2010).

33
34

Stimulasi merupakan bagian dari kebutuhan dasar anak yaitu asah.

Dengan mengasah kemampuan anak secara terus menerus kemampuan

anak akan semakin meningkat. Pemberian stimulasi dapat dengan cara

lahitah dan bermain. Anak yang mendapt simulasi terarah akan lebih cepat

berkembang dibandingkan dengan anak yang kurang mendapatkan

stimulasi (Marmi & Rahardjo, 2012).


Ibu yang memberikan stimulasi gerakan-gerakan tertentu pada anak

cenderung memiliki perkembangan motorik anak yang baik dan cepat. Ibu

yang sering mangajak anak bicara sejak bayi hingga usia 2 tahun memiliki

pembendaharaan kata ± 300 kosakata dibandingan dengan ibu yang tidak

mengajak anaknya bicara (Kemenkes, 2010).


Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fitra S, dkk (2013)

tentang pengaruh stimulasi terhadap perkembangan bicara anak 1-3 tahun di

daerah Gaky dan Non Gaky menyatakan bahwa stimulasi berpengaruh terhadap

peningkatan perkembangan bicara anak 1-3 tahun di daerah

Gaky dan Non Gaky, dengan nilai ρ = ,001.


Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Poborini A, dkk

(2017) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi keterlambatan

perkembangan anak usia 1-3 tahun menyatakan bahwa terdapat hubungan

antara perilaku pemberian stimulasi dengan perkembangan motorik halus

anak usia 1-3 tahun di Desa Cangkringsari Kecamatan Sukodono Kabupeten

Sidoarjo, dengan nilai ρ = ,000.


Asumsi dalam penelitian ini adalah semakin sering seorang anak

mendapatkan stimulasi dari ibu atau anggota keluarga lainnya maka

34
35

semakin baik pula perkembangan anak dan berjalan sesuai dengan

usianya.

35
36

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan tujuan, hasil penelitian dan pembahasan dengan

menggunakan desain penelitian cross-sectional dan tekhnik penarikan sampel

menggunakan purposive sampling, maka kesimpulan dalam penelitian ini

sebagai berikut :
1. Ada hubungan stimulasi terhadap perkembangan anak usia 24-36 bulan di

Puskesmas Bastem Utara Kebupaten Luwu tahun 2019, dengan nilai ρ = ,

020 < nilai α = ,05.

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka dapat diberikan saran sebagai

rekomendasi sebagai berikut :


1. Bagi ibu yang memiliki balita dapat menjadikan hasil penelitian ini

sebagai bahan acuan dalam dalam meningkatkan status gizi balita,

menjalin kasih sayang pada anak dan meningkatkan pemberian stimulasi

pada anak sehingga perkembangan anak usia 24 bulan dapat berjalan

dengan usianya.
2. Bagi petugas kesehatan khususnya bidan dapat menjadikan hasil penelitian

tersebut sebagai bahan acuan dalam meningkatkan kualitas asuhan

kebidanan pada balita.


3. Bagi instansi Puskesmas Bastem Utara khususnya pengelola program yang

terkait dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk memberikan pelayanan


41
kebidanan pada balita.
4. Bagi peneliti selanjutnya perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan

menggunakan variabel-variabel lain yang berhubungan dengan

perkembangan pada anak.

36
37

DAFTAR PUSTAKA

Agus R. (2011). Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta. Medical


Book.

Arikunto. (2013). Prosedur Penelitian. Jakarta. Rineka Cipta.

Azis H. (2014). Metode Penelitian Kebidanan dan Tehnik Analisis Data. Jakarta.
Salemba Medika.

Azwar A, Prihantono J. (2014). Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan


Masyarakat. Tanggerang. Binarupa Aksara Publisher.

Buchari. (2015). Metodologi Penelitian. Jakarta. Buku Obor.

Dines Kesehatan Kabupaten Luwu . (2015). Profil Dines Kesehatan Kabupaten


Luwu Tahun 2015. Luwu . Dines Kesehatan Kabupaten Luwu .

Dines Kesehatan Kabupaten Luwu . (2016). Profil Dines Kesehatan Kabupaten


Luwu Tahun 2016. Luwu . Dines Kesehatan Kabupaten Luwu .

Dines Kesehatan Kabupaten Luwu . (2017). Profil Dines Kesehatan Kabupaten


Luwu Tahun 2017. Luwu . Dines Kesehatan Kabupaten Luwu .

Fitra S, dkk. (2013). Pengaruh Stimulasi terhadap Perkembangan Bicara Anak 1-


3 Tahun di daerah Gaky dan Non Gaky. Jakarta. Sari Pediatric, Vol. 15
No.1. Hal 10-16.

Gandasetiawan RZ. (2017). Sensorik-Motorik Metode Belajar yang


Mengasyikkan. Jakarta. Libri.

Hidayat A. (2008) Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikan Kebidanan.


Jakarta. Salemba Medika.

IDAI. (2010). Buku Pelatihan DENVER II. Jakarta. IDAI.

Hardinsyah, Supariasa. (2017). Ilmu Gizi, Teori dan Aplikasinya. Jakarta. EGC.

Kemenkes RI. (2010). Pedoman Penanganan Kasus Rujukan Kelainan Tumbuh


Kembang Balita. Jakarta. Kemenkes RI.

37
38

Lindawati. (2013). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perkembangan


Motorik Anak Usia Pra Sekolah. Jurnal Health Quality Vol. 4 No. 1,
Nopember 2013, Hal. 1 – 76.

Marmi, Rahardjo. (2012). Asuhan Neonatus Bayi, Balita dan Anak Prasekolah.
Yogyakarta. Pustaka Pelajar.

Medise B E. (2013). Mengenal Keterlambatan Perkembangan Umum pada Anak.


Jakarta. IDAI.

Muslihatun N. (2010). Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Yogyakarta. Salemba


Medika.

Mutiara S, Enny F. (2017). Hubungan Status Gizi Dengan Perkembangan Balita


Usia 1-3 Tahun di Wilayah kerja Puskesmas Jetis Kota Yogyakarta. Skripsi.
Program Studi Bidan Pendidik Jenjang Diploma IV Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta. Yogyakarta. Universitas
‘Aisyiyah Yogyakarta.

Nursalam. (2011). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan Edisi 2. Jakarta. Salemba Medika.

Poborini A, dkk. (2017). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keterlambatan


Perkembangan Anak Usia 1-3 Tahun di Desa Cangkringsari Kecamatan
Sukodono Kabupeten Sidoarjo. Journal of Issues in Midwifery, Vol. 1 No. 1,
1-18. Malang. Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.

Puskesmas Bastem Utara Kabupaten Luwu . (2015). Profil Puskesmas Bastem


Utara Kabupaten Luwu . Puskesmas Bastem Utara Kabupaten Luwu .

Puskesmas Bastem Utara Kabupaten Luwu . (2016). Profil Puskesmas Bastem


Utara Kabupaten Luwu . Puskesmas Bastem Utara Kabupaten Luwu .

Puskesmas Bastem Utara Kabupaten Luwu . (2017). Profil Puskesmas Bastem


Utara Kabupaten Luwu . Puskesmas Bastem Utara Kabupaten Luwu .

Ridha N. (2014). Buku Ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.

Saryono S. (2011). Metodologi Penelitian Kebidanan DIII, DIV, S1 dan S2.


Yogyakarta. Nuhmed.

Soetjiningsih. (2012). Perkembangan Anak Sejak Pembuahan Sampai dengan


Kanak-Kanak Akhir. Depok. Prenadamedia Group.

Soetjiningsih, Ranuh G. (2016). Tumbuh Kembang Anak Edisi II. Jakarta. EGC.

38
39

Soetjiningsih. (2019). Perkembangan Anak Sejak Pembuahan Sampai dengan


Kanak-Kanak Akhir. Depok. Prenadamedia Group.

Sulistyaningsih. (2011). Metodologi. Penelitian Kebidanan Kualitatif-Kuantitatif.


Yogyakarta. Graha Ilmu.

WHO. 2017. Autism spectrum disorders. WHO. who.int/news-room/fact-


sheets/detail/autism-spectrum-disorders - 71k.

39

Anda mungkin juga menyukai