Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH FERMENTASI

“ASAM CUKA DAN WINE”

Disusun oleh :

KELOMPOK 11

ABDUL HAFIZ HIDAYAT (1607116086)

AHMAD PRATAMA (1607116081)

RAHMATUL AULIA (1707113845)

Dosen Pengampu
Dr. Said ZulAmraini, ST. MT.

PROGRAM STUDI SARJANA TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS RIAU
2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Fermentasi merupakan proses mikrobiologi yang dikendalikan oleh manusia


untuk memperoleh produk yang berguna, dimana terjadi pemecahan karbohidrat
dan asam amino secara anaerob. Pada proses fermentasi terjadi penguraian
senyawa dari kompleks menjadi sederhana dengan bantuan mikroorganisme
sehingga menghasilkan energi. Mikroba yang umum digunakan dalam industri
fermentasi termasuk dalam bakteri dan fungi tingkat rendah yaitu kapang dan
khamir.
Wine (Minuman Anggur) pada dasarnya merupakan minuman hasil
fermentasi buah-buahan. Tetapi sebagian besar masyarakat di negara-negara lain
menetapkan secara ketat difinisi Wine, yang merupakan minuman hasil fermentasi
sari buah anggur. Minuman anggur yang dibuat dari buah-buahan lain selain buah
anggur (fruit wine). Pembuatan wine merupakan satu contoh fermentasi yang
berlangsung dalam keadaan aerob dengan bantuan Saccharomyces cerevisiae.
Khamir ini mengubah gula (Subtrat ) menjadi Alkohol.
Fermentasi asam cuka dapat diperoleh dari hasil oksidasi cairan yang
mengandung alkohol oleh bakteri-bakteri tertentu. Fermentasi ini biasanya
dilakukan oleh bakteri asam cuka (Acetobacter) dengan substrat etanol. Apabila
cairan yang mengandung alkohol atau gula dibiarkan terbuka (berhubungan
dengan udara) maka dalam beberapa hari akan terbentuk selaput tipis pada
permukaan dan cairan akan menjadi asam. Jika diberikan oksigen yang cukup,
bakteri-bakteri ini dapat memproduksi cuka dari bermacam-macam bahan
makanan yang beralkohol.
Kebutuhan masyarakat mengenai asam cuka dan wine yang tinggi
membuktikan bahwa pentingnya pembelajaran tentang fermentasi dan merupakan
suatu industri yang menjanjikan.
1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah proses pembuatan wine dan cuka asam ?


2. Apa saja alat dan bahan yang dibutuhkan untuk pembuatan wine dan cuka
asam ?
3. Bakteri apa yang digunakan untuk membuat wine dan cuka asam ?
4. Bagaimanakah kualitas produk yang baik dalam pembuatan wine dan cuka
asam ?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui proses pembuatan wine dan asam cuka
2. Mengetahui alat dan bahan yang dibutuhkan untuk pembuatan wine dan
asam cuka
3. Mengetahui bakteri digunakan untuk membuat wine dan asam cuka
4. Mengerti tentang kualitas produk yang baik dalam pembuatan wine dan
asam cuka

1.4 Manfaat

Manfaat penulisan makalah ini adalah menambah pengetahuan lebih


dalam tentang fermentasi wine dan asam cuka, seperti mengetahui pemanfaatan
mikroba dalam aplikasi pembuatan wine dan asam cuka, kualitas produk yang
baik, mikroorginisme perusak pada proses pembuatan wine dan asam cuka serta
mengetahui bagaimana reaksi kimia pada saat terjadi proses fermentasi wine dan
asam cuka.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Fermentasi Wine
2.1.1 Pengertian Wine
Wine (minuman Anggur) pada dasarnya merupakan minuman hasil
fermentasi buah-buahan. Tetapi sebagian besar masyarakat di negara-negara lain
menetapkan secara ketat difinisi Wine, yang merupakan minuman hasil fermentasi
sari buah anggur. Minuman anggur yang dibuat dari buah-buahan lain selain buah
anggur / fruit wine.
Hanya varitas anggur tertentu yang dapat menghasilkan minuman anggur
bermutu tinggi, hanya beberapa Negara saja di antara negara-negara penghasil
anggur yang sekaligus mempunyai industri wine yang penting dan terkenal.
Faktor yang paling menentukan dalam produksi wine adalah iklim dimana
buah anggur tumbuh. Karena keadaan tanah dan iklimnya yang sesuai, beberapa
wilayah di dunia menghasilkan buah anggur yang bermutu baik untuk
memproduksi wine, yaitu wilayah Bordeau dan Burgundy di Perancis, Rhineland
di Jerman, Tokay di Hongaria, California dan beberapa wilayah di Spanyol,
Switzerland dan Italy.
Karakteristik dan mutu wine ditentukan oleh komposisi bahan baku, proses
fermentasi, dan perubahan-perubahan yang terjadi baik alami atau disengaja
dalam periode setelah fermentasi selesai.

2.1.2 Komposisi Buah Anggur


Buah anggur yang telah dihancurkan disebut musts, yang terdiri dari 85-95
persen sari buah, 5-12 persen kulit dan 0-4 persen biji. Komposisi musts adalah
seperti pada tabel 1dibawah ini.

Tabel 1 Komposisi Musts (Amerine, et al., 1980)


Komponen Gram/100 ml
Air 70-85
Karbohidrat 15-25

Glukosa 8-25

Fruktosa 7-12

Pentosa 0.08-0.20

Pektin 0.01-0.10

Inositol 0.02-0.08

Komposisi Gram/100 ml
Asam organik 0.3-0.08
Tartarat 0.2-1.0
Malat 0.1-0.8
Sitrat 0.1-0.05
Asetat 0.00-0.02
0.03-0.17
Senyawa-senyawa nitrogen
0.3-0.5
Mineral
Sumber : Amucine et al (1980)
Glukosa dan fruktosa merupakan karbohidrat utama adalah musts. Rasio
kedua jenis gula ini adalah musts dari buah yang matang penuh biasanya adalah
1:2. Tetapi beberapa peneliti mengemukakan bahwa rasio glukosa/fruktosa
bervariasi tergantung pada varitas, yaitu antara 0.17 – 1.45 atau 0.85-1.04 untuk
buah matang dan antara 0.53 – 0.76 untuk buah ranum. Jadi selama proses
pematangan buah anggur rasio glukosa/fruktosa mengalami penurunan.
Sedangkan sukrosa sedikit mengalami kenaikan. Varietas Vitis vinifera
mengandung sukrosa 0.019-0.18 persen. Rasio glukosa/fruktosa ini sangat penting
bagi industri wine. Karena tingkat kemanisan fruktosa hampir dua kali glukosa,
maka untuk menghasilkan sweet tabel wine lebih disukai varietas buah anggur
dengan kandungan fruktosa yang tinggi. Disamping itu supaya kandungan
fruktosa dalam wine tetap tinggi, lebih disukai galur khamir yang lambat
memfermentasi fruktosa.
Kandungan pektin buah anggur matang bervariasi antara 0.02-0.6 persen,
termasuk bahan-bahan yang mengendap oleh alkohol seperti gum dan araban.
Variasi kandungan pektin ini tergantung pada varitas buah anggur, yaitu seperti
pada tabel 2 dibawah ini:
Tabel. 2 Kandungan pektin (gr/L) Beberapa varitas buah anggur
Varitas Total pektin Gram/100 ml Gum/araban
Bebas Ester
Merlot 1.77 0.07 0.19 1.51
Gemillon 4.43 0.02 0.14 4.27
Cabernet 1.22 0.08 0.37 0.77
franc
Sumber :Amucine et al (1980)
Selama porses fermentasi, 30-90 persen pectin akan mengendap baik kerana
aktifitas pektolitik sel-sel khamir maupun karena kandungan alkohol yang
terbentuk. Sebelum proses fermentasi, kandungan pectin dalam musts mengalami
demetoxsilasi akibat aktifitas enzim pektin yang terdapat secara alami.
Pengendapan dan demetoxsilasi pektin menghasilkan wine dengan pektin yang
rendah.
Asam-asam organik utama dalam buah anggur adalah asam L (+) tartarat
dan L (-) malat. Keasaman total di hitung sebagai asam tartarat bervariasi
tergantung pada musim dan varitas, yaitu antara 0.3-1.5 gram per 100 ml. Musta
buah anggur dengan kandungan asam tartarat yang tinggi mempunyai pH yang
lebih rendah, karena asam tartarat merupakan asam yang relative kuat. Rasio
tartarat/malat bervariasi antara 0.75-6.1
Kandungan nitrogen total dalam musts bervaraisi antar 100-2000 mg/L,
biasanya sekitar 600 mg/L. Dari jumlah tersebut, 100-400 mg/L merupakan amino
nitrogen.
Disamping komponen-komponen utama diatas, komponen lain yang penting
peranannya dalam proses fermentasi wine adalah pigmen. Data kuantitatif dalam
proses fermentasi wine adalah pigmen. Data kualitatif mengenai kandungan
pigmen musts sangat terbatas. Sejumlah kecil khorofil, karoten dan xanthofil telah
diketahui terdapat dalam musts buah anggur.
Pada umumnya varitas-varitas Amerika mengandung pigmen diglukosida
malvidin, sendangkan varitas Vitis vinifera terutama mengandung monoglukosida
malvidin sebagai pigmen berwarna merah, yang terdiri dari 43 persen malvidin
monoglukosida, 32 persen delphinidin monoglukosida, 10 persen petunidin
monoglukosdia dan 5 persen penidin monoglukosida.
2.1.3 Jenis-Jenis Wine
Diantara sekian banyak jenis-jenis wine, berikut ini hanya akan diuraikan
jenis-jenis wine secara umum. Secara garis besar wine dikelompokkan kedalam 5
kelas, yaitu Red table Wine, White tabel Wine, Appetizer wine, Dessert wine dan
Sparking wine.
Sebagian besar jenis-jenis wine merupakan still wine, yaitu jenis wine
dimana gas CO2 yang terbentuk selama proses fermentasi, dikeluarkan. Sedangkan
Sparkling wine mengandung CO2 dalam konsentrasi tertentu yang terbentuk
melalui proses fermentasi kedua atau melalui proses karbonasi.
Dry wine adalah jenis wine yang mengandung sedikit atau tidak
mengandung gula sama sekali (unfermented sugar). Sedangkan Sweet wine masih
mengandung gula yang tidak terfermentasi atau sengaja ditambahkan setelah
proses fermentasi selesai.
Fortified wine adalah jenis wine yang ditambah distilat wine (Wine spirit
atau brandy), sehingga mengandung alkohol sekitar 19-21 persen. Tabel wine
adalah jenis wine yang kandungan alkoholnya rendah (9-14 persen), sedikit atau
tanpa gula. Sedangkan dessert wine adalah fortified wine yang mengandung gula
(sweet wine).
Appartizer wine adalah jenis wine dengan kandungan gula yang bervariasi
antara dry wine sampai semisweet wine. Kandungan alkoholnya berkisar antara
15-20 persen.

2.1.4 Cara Pembuatan Wine


Pada pembuatan wine tedapat tahapan-tahapan proses:
1. Penghancuran dan Perlakuan Anggur Sebelum Fermentasi
Proses pertama kali yang dilakukan adalah menghancurkan anggur. Untuk
wine putih kulit dari anggur dihilangkan, sedangkan wine merah dihancurkan
beserta kulitnya. Setelah itu dilakukan pendinginan pada suhu 5 – 10 o C dalam
waktu 24 – 48 jam dengan bantuan enzim pectolitic untuk menghancurkan
material anggur.
2. Fermentasi Alkohol
Secara tradisional fermantasi dari anggur dilakukan di dalam tangki kayu
yang besar atau tangki beton, tetapi kebanyakan wine modern sekarang
menggunakan tangki stainless steel yang canggih dengan fasilitas pengontrol
suhu, alat pembersih dan lainnya. Anggur putih secara umum difermentasi pada
suhu 10-18 derajat celcius untuk 7-14 hari atau lebih, sedangkan Anggur merah
difermentasi antara 7 hari dengan suhu antara 20-30oC. Pada fermentasi ini yeast
yang digunakan yaitu saccharomyces cerevisiae yang diinokulasi dalam jus
dengan populasi 106-107 cells/ml.
3. Fermentasi Malolactic
Fermentasi ini terjadi alami 2 sampai 3 minggu setelah fermentasi alkohol
selesai, dan berakhir 2 sampai 4 minggu Reaksi ini mengubah dekarboksilasi L-
malic acid menjadi L-lactic acid dengan menurunkan kadar keasaman wine dan
menaikkan pH antara 0,3 sampai 0,5. Penurunan kadar keasaman dengan
fermentasi ini membuat wine lebih lembut, rasa yang matang dan rasa yang lebih
menarik. Tidak semua jenis wine memerlukan proses fermentasi malolactic.
4. Proses setelah fermentasi (penyimpanan)
Kebanyakan wine putih tidak disimpan dalam jangka waktu yang lama
setelah fermentasi alkohol atau fermentasi malolactic selesai. Pada wine merah
yang sudah tua antara 1 sampai 2 tahun disimpan dalam tangki kayu (biasanya
kayu oak). Selama ini, reaksi kimia ini memberikan kontribusi pada
perkembangan rasa antara wine dan ekstrak komponen dari tangki kayu. Poin
yang penting untuk mengontrol selama penyimpanan dan penuaan adalah
pengeluaran oksigen dan penambahan dari sulfur dioksida ke level bebas antara
20 sampai 25 μg/ml. Sebelum pengemasan, wine mungkin disimpan di tempat
yang bersuhu dingin antara 5-10oC untuk mengendapkan kotoran.
5. Cita rasa wine
Wine memiliki cita rasa tersendiri yang berasal dari anggur dan proses
operasinya yang termasuk fermentasi alkohol, fermentasi malolactic dan penuaan.
Kontribusi anggur dari banyak komponen yang mudah menguap (misal terpenes)
itu memberikan wine variasi rasa.
2.1.5 Proses Pembuatan Wine
1. Pilih buah anggur yang bermutu baik dan cocok untuk diolah menjadi
minuman, seperti Delaware, Isabella atau concord dari golongan v.
labrusca. Buah anggur yang cacat (pecah, kisut, berjamur, dll) dipisahkan
untuk tidak diolah.
2. Hancurkan buah anggur dengan alat penghancur khusus (tipe blender),
kemudian masukan kedalam wadah yang terbuat dari kayu, plastic, atau
bejana anti karat. Khusus untuk membuat anggur putih, hancuran buah
(juice) tadi harus dipisahkan dari kulit buahnya dengan alat pengepres.
3. Tambahakan SO2 sebanyak 100 ppm berupa garam sulfit, yaitu Na2S2O25
atau K2S2O5S02, yang berfungsi untuk mencegah terjadinya yeast yang
tidak dikehendaki atau perubahan warna karena reaksi browning.
4. Ukur kadar gula juice anggur dengan alat refraktometer. Kadar gula yang
ideal adalah 220 Brix untuk menghasilkan alkohol 12%. Bila kadar gula
kurang dari 220 Brix, perlu ditambah gula lagi.
5. Tambahkan biakan yeast murni strain Sacharomyces cereviceaevar
sebanyak 5 gram untuk setiap 20 liter juice. Penambahan yeast bertujuan
untuk meningkatkan kemangkusan fermentasi.
6. Masukan juice anggur tadi ke dalam botol atau bejana plastic atau tong
dari kayu hingga mencapai 2/3 bagian, kemudian di tutup dengan kain
saring dan di ikat erat-erat. Biarkan jus anggur di fermentasi selama 2-3
minggu. Apabila gelembung udara bergerak makin lambat sampai tidak
ada, pertanda fermentasi sudah selesai.
7. Pindahkan endapan sel-sel yang telah mati atau kulit anggur yang terdapat
pada dasar wadah fermentasi. Proses pemisahan endapan disebut
“racking”. Pekerjaan racking dilakukan berkali-kali. Jernihkan juice murni
dengan bahan penjernih, seperti bentonite,enzim pekat atau sparkolloid
sebanyak 1 g-2 g tiap 4 liter wine.
8. Simpan wine diruang bersuhu 16oC-28oC agar terbentuk flavor dan aroma
yang khas dan kuat. Makin lama wine disimpan akan makin tinggi
mutunya.
9. Masukan wine ke dalam botol yang bersih dan steril sampai cukup penuh
(1 cm- 5 cm) di bawah tutup botol). Hasil diperoleh minuman anggur
(wine).

2.1.6 Reaksi Fermentasi


Reaksi dalam fermentasi berbeda-beda tergantung pada jenis gula yang
digunakan dan produk yang dihasilkan. Secara singkat, glukosa dengan senyawa
kimia C6H12O6 yang merupakan gula paling sederhana, melalui fermentasi akan
menghasilakn etanol dengan senyawa kimia C2H5OH. Reaksi fermentasi ini
dilakukan oleh ragi, dan digunakan pada produksi makanan. Seperti ditunjukan
pada persamaan reaksi di bawah ini.
Fermentasi alkohol, secara sederhana, berlangsung sebagai berikut:
C6H12O6 → 2C2H5OH + 2CO2 + 2 ATP (Energi yang dilepaskan:118 kJ per
mol)
Dijabarkan sebagai

Gula (glukosa, fruktosa, atau sukrosa) → Alkohol (etanol) + CO2 + Energi (ATP)

2.1.7 Faktor Pertumbuhan Mikroorganisme dalam Wine


Beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme dalam
wine, adalah sebagai berikut :
1. Keasaman (pH)
Pada pH yang rendah kecil kemungkinan terjadi kerusakan wine. pH
minimum untuk pertumbuhan mikroba bervariasi tergantung pada mikroba, jenis
wine dan kadar alkohol. Kapang, khamir dan bakteri asam asetat tidak dapat
dicegah oleh pH wine yang normal. Sebagian besar bakteri asam laktat
mempunyai toleransi pada keasaman rendah sampai pH 3.3 – 3.5, yaitu pH yang
lebih rendah dari pH kebanyakan wine (sebagian tabel wine California
mempunyai pH 3.5-4.0).
2. Kandungan gula
Dry wine yang rendah kandungan gulanya (sekitar 0.1 persen), jarang
mengalami kerusakan akibat bakteri. Kadar gula sekitar 0.5-1.0 persen atau lebih
merupakan kondisi yang sesuai bagi mikrona perusak.
3. Konsentrasi alkohol
Toleransi mikroba perusak terhadap alcohol, bervariasi. Bakteri asam
asetat dapat dihambat pada konsentrasi alcohol 14-15 persen (v/v). Bakteri-bakteri
kokus dihambat pada konsentrasi alcohol sekitar 12 persen, Leuconostoc pada
konsentrasi alcohol lebih dari 14 persen, heterofermentatif Lactobacillus sekitar
18 persen, kecuali L. trichodes yang dapat tumbuh pada kadar alcohol lebih dari
20 persen dan homofermentatif Lactobacillus sekitar 10 persen.
4. Konsentrasi senyawa faktor pertumbuhan.
Spesies Acetobacter dapat mensintesa sendiri vitamin-vitamin yang
dibutuhkannya, tetapi bakteri asam laktat membutuhkan penambahan vitamin dari
luar. Sumber utama senyawa ini didalam wine adalah sel-sel khamir (wine yeast),
yang mengeluarkan senyawa – senyawa faktor pertumbuhan tersebut pada saat
autolisis. Makin banyak jumlah senyawa ini makin besar kemungkinan ketusakan
wine oleh bakteri adam laktat.
5. Konsentrasi tannin.
Tanian yang ditambahkan bersama-sama dengan gelatin dalam proses
penjernihan dapat menghambat bakteri, tetapi jumlah yang ditambahkan biasanya
tidak cukup untuk sekaligus berfungsi sebagai inhibitor dalam wine.
6. Konsentrasi sulfur dioxide
(SO2). Makin tinggu konsentrasi SO2yang ditambahkanmakin besar daya
penghambatan terhadao mikroba perusak. Biasanya jumlah SO2yang ditambahkan
ke dalam musts adalah sekitar 75-200 ppm. Efektivitas penghambatan tergantung
pada jenis mikroba dan daya penghambatan tersebut akan meningkat dengan
menurunnya pH dan kandungan gula.
7. Suhu penyimpanan.
Kerusakan wine dapat terjadi dengan cepat pada suhu 20-35°C dan akan
menurun bila suhu mendekati suhu beku.
8. Udara.
Mikroorganisme aerobic seperti kapang, lapisan film khamir dan
Acetobacter tidak dapat tumbuh bila tidak terdapat udara (oksigen), tetapi bakteri
asam laktat tumbuh baik dalam keadaan anaerobik.

2.2 Fermentasi Asam Cuka


2.2.1 Pengertian Asam Cuka
Asam cuka merupakan senyawa kimia asam organik yang dikenal sebagai
pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam cuka memiliki empiris
C2H4O2. Rumus ini sering ditulis dalam bentuk CH 3COOH. Asam cuka murni
adalah cairan higroskopis tak berwarna dan memiliki titik beku 16,7 oC. Asam
Cuka merupakan hasil olahan makanan melalui fermentasi. Fermentasi glukosa
secara anaerob menggunakan khamir Saccharomyces cerevicae menghasilkan
etanol. Fermentasi etanol secara aerob menggunakan bacteria cetobacter.
Asam asetat dapat dibuat dari berbagai subtrat yang mengandung etanol,
yang dapat diperoleh dari berbagai macam bahan seperti buah-buahan, kulit
nanas, pulp kopi, dan air kelapa. Hasil dari fermentasi asam asetat sering disebut
vinegar yang berarti sour wine. Vinegar berasal dari bahasa Prancis, vindiger
(vin=wine, diger=sour). Pada saat ini cuka atau disebut juga vinegar dibuat dari
bahan kaya gula seperti buah anggur, apel, nira kelapa, malt, gula sendiri seperti
sukrosa dan glukosa, dimana pembuatannya melibatkan proses fermentasi alkohol
dan fermentasi asam asetat secara sinambung.
Komposisi vinegar tergantung dari bahan baku, proses fermentasi menjadi
alcohol dan fermentasi alcohol menjadi asam cuka, pengeraman, serta
penyimpanan. Dari Food ad Drugs Administrator (USA), definisi vinegar sebagai
berikut: vinegar, cider vinegar, apple vinegar dibuat dari jus apel yang
difermentasikan menjadi alcohol dan difermentasikan lebih lanjut menjadi asam
cuka. Asam cuka mengandung 4 gram vinegar dalam 100 ml, 200C. wine vinegar,
grape vinegar sama dengan di atas hanya bahan bakunya dari anggur. Selain itu,
ada yang disebut malt vinegar, sugar vinegar, glukosa vinegar.
2.2.2 Mekanisme Fermentasi Asam Asetat
Asam asetat dapat dihasilkan dari senyawa C2H5OH (etanol) atau bahan-
bahan yang mengandung senyawa tersebut melalui proses oksidasi biologis yang
menggunakan mikroorganisme. Etanol dioksidasi menjadi asetaldehid dan air.
Asetaldehid dihidrasi yang kemudian diokasidasi menjadi asam asetat dan air.
2.2.3 Reaksi Pembentukan Asam Asetat
1. Produksi asam asetat dengan cara :
a. Fermentasi Aerob

Acetobacter aceti
C6H12O6 2 C2H5OH 2 CH3COOH + H2O + 116 kal

glukosa etanol cuka asam cuka

b. Fermentasi Anaerob

Clostridium thermoaceticum
C6H12O6 CH3COOH + C4H8O4

glukosa cuka asam cuka

c. Sintetis
 Karbonilasi methanol
CH3OH + CO → CH3COOH

 Oksidasi asetaldehida
2 CH3CHO + O2 → 2 CH3COOH

Pembahasan ditekankan pada produksi asam asetat dengan cara fermentasi


aerob dan fermentasi anaerob.

2.3.4 Bahan Baku dalam Proses Fermentasi Pembuatan Asam Asetat


1. Buah-buahan, kentang, biji-bijian, bahan yang mengandung cukup banyak
gula, atau alkohol
2. Bakteri asetat (Bacterium aceti) yaitu Acetobacter untuk proses aerob dan
bakteri dari genus Clostridium
2.3.5 Jenis-jenis Vinegar
Badan urusan makanan dan obat di Amerika menggolongkan vinegar
menurut bahan baku :
a. vinegar, cider vinegar, apple vinegar dibuat dari alkohol hasil
fermentasi buah apel
b. wine vinegar, grape vinegar, produk ini dibuat dari alkohol hasil
fermentasi buah anggur
c. malt vinegar dibuat dari hasil fermentasi larutan glukosa
d. vinegar yang dibuat dengan mencampur spirit vinegar dengan
perbandingan tertentu
e. vinegar yang dibuat dari dried apple, apple cores, dan apple peels
f. white distiled vinegar dan grain vinegar dibuat dengan alkohol
yang terdestilasi
Jenis-jenis vinegar yang populer :
a. white distilled vinegar (etanol yang telah didestilasi sebagai bahan
baku)
b. cider vinegar (dibuat dari sari buah apel yang difermentasi)
c. wine vinegar (dibuat dari anggur kualitas rendah)
d. malt vinegar (dibuat dari fermentasi alkohol dan aseton terhadap
malt mush atau malt yang mengandung corn atau barley yang
ditambahkan pada malt)
2.2.6 Processing Vinegar
a. Filtrasi dan klarifikasi
Vinegar hasil destilasi dari tricking generator lebih besar dari bahan-bahan
yang tidak larut sehingga filter yang digunakan mempunyai lubang kecil. Namun
vinegar lain memerlukan filter untuk mendapatkan vinegar yang jernih. Filter
dengan kapasitas besar dengan klasifikasi bila ada zat aditif yang digunakan.
b. Pembotolan
Bertujuan untuk mencegah bakteri maka harus dipasteurisasi. Botol berisi
ditutup rapat lalu dipanaskan pada 60-65 oC. Kadang vinegar dipanaskan sampai
65-70oC dan dengan segera botol dengan vinegar panas ditutup.
c. Konsentrasi Vinegar
Vinegar dapat dikonsentrasikan dengan proses freezing. Vinegar
didinginkan bertujuan untuk mengetahui kadar alkohol. Sistem ini dapat dipakai
tutp sp 0,2% dan lalu 25% produk dapat diambil. Waktu cycle 12% vinegar
masing-masing 335 jam, vinegar yang dihasilkan dari submerged proses sangat
keruh karena berisi bakteri. Untuk filtasi kapasitas besar diperlukan filter agent
dengan tangki filtering, sebaliknya jika digunakan dalam sharing vinegar tidak
mengandung mikroorganisme karena telah tersaring dalam sharing.
2.2.7 Faktor-faktor yang Diperhatikan dalam Pembuatan Vinegar (Asam
Asetat)
a. Pemilihan Mikroba
Bakteri yang dapat memenuhi syarat yaitu yang produktifitasnya tinggi
dan mempunyai rasa enak. Sebagai contoh Bacterium schuetzen bachil/Bacterium
curvum biasanya dipakai untuk memproduksi asam cuka dari etanol dengan quick
vinegar process, sedang Bacterium orleanense pada proses Orleans (proses
lambat).
b. Kualitas Bahan Dasar
Sebagai bahan dasar, adalah semua bahan yang dapat difermentasikan
menjadi alkohol. Bisa dari juice buah-buahan seperti buah apel, buah anggur, buah
jeruk, bahan-bahan bergula, beer, anggur/wine.
c. Fermentasi oleh Yeast
Sebelum fermentasi asam cuka, gula yang berasal dari bahan dasar
difermentasikan menjadi alkohol, sehingga yeast yang dipakai harus diseleksi,
demikian juga faktor-faktor yang mempengaruhi selama fermentasi menjadi
alkohol harus diperhatikan.
d. Kadar Alkohol
Kadar alkohol terbaik dan dapat segera difermentasikan 10-13%. Bila
kadar alkohol 14% atau lebih maka oksidasi alkohol menjadi asam cuka tidak atau
kurang sempurna sebab perkembangan bakteri asam cuka terhambat. Sedang bila
kadar alkohol rendah mungkin akan banyak vinegar yang hilang bahkan pada
konsetrasi alkohol 1-2% ester dan asam cuka akan dioksidasi yang mengakibatkan
hilangnya aroma dan flavor (aroma dan flavornya menjadi jelek).
e. Keasaman
pH perlu diatur agar pertumbuhan bakter-bakteri yang lain dihambat serta
dapat menstimulir pertumbuhan dari bakteri-bakteri yang lain dihambat serta
dapat menstimulir pertumbuhan dari bakter-bakteri asam cuka. Untuk mengatur
pH ini kemungkinan ditambahkan 10-25% asam cuka pekat ke dalam media yang
akan difermentasikan. Yang perlu diperhatikan medium tidak boleh diasamkan
sebelum fermentasi alkohol selesai, hal ini disebabkan karena masih adanya gula
dalam medium yang tidak diubah menjadi alkohol setelah penambahan asam cuka
akibatnya vinegar yang dihasilkan kadar dan kualitasnya rendah.
f. Oksigen
Proses fermentasi asam cuka menjadi alkohol adalah proses oksidasi maka
perlu diaerasi.

CH3CH2OH + ½ O2 CH3CHO + H2O


etanol asetaldehid

CH3CHO + ½ O2 CH3COOH
asetaldehid asam cuka

Udara sebelum masuk tangki fermentasi harus difiltrasi untuk mencegah


masuknya serangga-serangga ataupun mikroba-mikroba lainnya.
g. Supporting Medium/Bahan penyangga
Bahan penyangga ini dimaksudkan untuk memperluas permukaan yang
berhubungan dengan udara serta untuk tempat melekatnya koloni bakteri
berhubungan dengan udara serta untuk tempat melekatnya koloni bakter-bakteri
asam cuka sehingga proses fermentasinya menjadi lebih cepat. Sebagai bahan
penyangga dapat dipakai chips/pasahan/tatal kayu, penyangga tersebut tidak boleh
bersifat racun, serta tidak boleh mempengaruhi rasa maupun warna dari hasil,
tidak boleh mengandung besi, tembaga, sulfur, atau ion-ion lainnya yang
mempengaruhi vinegar.
h. Suhu
Suhu selama fermentasi mempengaruhi pertumbuhan dari bakteri asam
cuka. Bila suhu :
1. 12 - 15oC pertumbuhan bakteri lambat, sel-selnya menjadi gemuk pendek
2. 42 - 45oC sel bakteri akan memanjang membentuk semacam mycelium
yang tidak bersekat
3. 15 - 34oC pertumbuhan sel normal dan cepat
Untuk fermentasi asam cuka suhu yang paling sesuai 26,7 – 29,4 oC, sebab
bila suhu rendah fermentasi akan berjalan lambat, sedang bila suhu tinggi akan
banyak alkohol yang menguap bersama-sama dengan bahan-bahan volatile yang
membentuk flavor dan aroma dari asam cuka, sehingga asam cuka yang
dihasilkan akan mempunyai flavor ataupun aroma yang kurang sedap/enak.
2.2.8 Kegunaan Asam Asetat
a. penambah rasa pada makanan dalam industri makanan
b. memperbaiki flavor pada pembuatan mayonnaise
c. memperbaiki flavor dan pengawet pada pembuatan acar
d. antiseptic
e. mencegah tumbuhnya jamur pada roti
2.2.9 Macam-macam Acetobacter
a. Acetobacter aceti
Kelompok bakteri yang mengoksidasi alkohol dari anggur/apel menjadi
asam asetat.
b. Acetobacter xylinum
Mengandung selulosa yang identik dengan selulosa kapas dalam
mengabaikan sinar X. Hal ini biasanya untuk mengadakan oksidasi. Adanya
makanan dapat dibuktikan dengan sejenis asam organik dan senyawa lain dalam
medium murni yang mengandung substrat zat organik seperti selulosa, bakteri
nitrogen bebas. Genus Acetobacter termasuk organisme aerob.
c. Acetobacter Sub Oxydans
Bakteri asam asetat dipakai untuk okasidasi asam gula sorbitol untuk
sarboxe yang dipakai pada produksi vitamin C dan oksidasi gliserol untuk
dehidrasi aseton. Bakteri ini mempunyai kecenderungan kecil-kecil untuk proses
yang lebih cepat.

BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
A.1 Fermentasi Asam Cuka
Proses fermentasi asam cuka, terdapat 2 proses yaitu fermentasi alkohol
dan fermentasi asam cuka. Pada tahap awal terjadi proses fermentasi gula
olehSaccharomyces cerevisiaemenjadi alkohol dan asam organik serta terbentuk
gas karbondioksida. Tahap selanjutnya adalah alkohol yang dihasilkan kemudian
difermentasikan oleh Acetobacter menjadi asam cuka. Alkohol tersebut dioksidasi
oleh oksigen dan menghasilkan asetaldehid dan air. Asetaldehid kemudian
mengalamioksidasi lebih lanjut dan menjadi asam cuka. Proses fermentasi asam
cuka terjadi dalam kondisi aerob karena membutuhkan oksigen sebagaioksidator.
Proses fermentasi cuka ini berlangsung dengan cepat dengan adanya oksigen.
Secara umum, pH air kelapa lebih rendah (asam) jika dibandingkan kadar
pH Bayerinck, dan kadar asam cuka air kelapa lebih tinggi jika dibandingkan
kadar asam cuka Bayerinck. Hal ini dikarenakan pada Bayerinck tidak terjadi
aktivitas mikrobia (fermentasi). Perubahan sifat larutan yang menjadi lebih asam
terutama pada air kelapa merupakan akibat bahwa aktifitas fermentasi asam cuka
telah terjadi. Dari hasil tersebut juga dapat dibuktikan bahwa air kelapa lebih
efektif sebagai bahan baku pembuatan asam cuka.
Bakteri Acetobacter termasuk bakteri gram negatif yang memiliki sel
berbentuk batang pendek atau bola, bergerak flagella peritrik, tidak mempunyai
endospora, tidak bersifat patogen, bersifat aerob, dan energinya diperoleh dari
oksidasi etanol menjadi asam asetat.
A.1 Fermentasi Wine
Wine (minuman Anggur) pada dasarnya merupakan minuman hasil
fermentasi buah-buahan. Faktor yang paling menentukan dalam produksi wine
adalah iklim dimana buah anggur tumbuh. Karena keadaan tanah dan iklimnya
yang sesuai. Diantara sekian banyak jenis-jenis wine, berikut ini hanya akan
diuraikan jenis-jenis wine secara umum. Secara garis besar wine dikelompokkan
kedalam 5 kelas, yaitu Red table Wine, White tabel Wine, Appetizer wine, Dessert
wine dan Sparking wine.

B. Saran
1. Dianjurkan menggunakan bahan baku air kelapa dalam industri
pembuatan asam cuka.
2. Lubang aerasi perlu diperhatikan ukuranya, karena apabila terlalu besar
maka lalat buah dapat masuk dan mencemari asam cuka yang dibuat.
3. Proses titrasi harus dilakukan secara hati-hati agar didapatkan hasil yang
sesuai.

DAFTAR PUSTAKA

Black, J. G. 1999.Microbiology Principles and Exploration. New Jersey: Hall


International Inc.
Bergey, David H., John G. Holt, Noel R. Krieg, Peter H. A. Sneath.
(1994).Bergey's Manual of Determinative Bacteriology. 9thed. Lippincott:
Williams & Wilkins.
Desroisier, N. W. 1980. Teknologi Pengawetan Makanan. Jakarta: UI-Press.
Frazier, W.C. 1958.Food Microbiology.2nded. New York: Tata Mc Graw
Hill Publishing Company, LTD.
Frazier.1978. Food Microbiology. McGraw-Hill. Amerika.
Holf, J. G., N. R. Krieg, P. H. A. Sneath, J. T. Staley and S. T. Williams. 1994.
Bergey`s Manual of Determinative Bacteriology. 9thed. Philadelphia:
Lippincott Williams and Wilkons.
Keyes, Keyes.1950. Industrial Chemicals. McGraw-Hill. Amerika.
Perry. Perry’s. 1999. Chemical Engineers’ Handbook. McGraw-Hill. Amerika.
Rahayu, K. K dan Sudarmadji, S. 1989. Mikrobiologi Pangan. Yogyakarta: Pusat
antar Universitas Pangan dan Gizi UGM.
Salle, A. J. 1961. Fundamental Principles of Bacteriology. New York: McGraw-
Hill Book Company, Inc.
Schlegel, H. G. 1994. Mikrobiologi Umum. Edisi keenam. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Soetarto, E. S, T. T. Suharni, S.Y. Nastiti, L. Sembiring. 2013. Petunjuk Praktikum
Mikrobiologi. Laboratorium.Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Anda mungkin juga menyukai