Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagai suatu Negara merdeka dan berdaulat pemerintah Indonesia


dalam menjalankan roda pemerintahan selalu mengacu pada prinsif-prinsif
demokrasi. Dimana semenjak jatuhnya era orde baru dan bergulirnya era
reformasi, prinsip demokrasi terus menjadi perbincangan disegala lapisan
masyarakat. Hal ini didasarkan pada pengertian demokrasi itu sendiri seperti
apa yang digulirkan oleh Abraham Lincoln bahwa pemerintahan dari rakyat
,oleh rakyat dan untuk rakyat.

Sebagai bentuk perwujudan dari sistem demokrasi di Indonesia adalah


otonomi daerah, yang mana otonomi daerah dalam bentuk hak, wewenang
dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus sendiri baik itu urusan
pemerintahan maupun urusan kepentingan masyarakat setempat sesuai
dengan peraturan perundangundangan otonomi daerah.

Dalam hal ini undang –undang yang mengatur pelaksanaan otonomi itu
sendiri adalah UU. No.32 tahun 2004, yang mana peraturan ini merupakan
revisi dari peraturan sebelumnya yang juga mengatur hal yang
sama. Dengan demikian , masyarakat suatu daerah memperoleh kebebasan
dalam mengatur dan membangun daerahnya sendiri. Jadi pelaksanaan sistem
pemerintahan setelah berlangsungnya otonomi daerah ini berbanding terbalik
dengan jaman orde baru, jika orde baru menerapkan sistem pemerintahan
secara sentralistik kepada pemerintahan pusat, maka pada era reformasi
sekarang ini dengan adanya otonomi daerah sistem pemerintahan menjadi
desentralisasi. Jadi tujuan diberlakukannya otonomi daerah secara umum
adalah agar pembangunan dan pembagian kekayaan alam disetiap daerah
merata sehingga tidak terjadi kesenjangan sosial antar daerah.

1
Penterapan undang - undang ini dipandang perlu dalam rangka
menghadapi perkembangan global baik tantangan dari dalam maupun luar.
Otonomi daerah ini memberikan kewenangan yang luas dan nyata dan
Pertanggung jawaban pada daerah secara proporsional dalam bentuk
pengaturan, pembagian serta pemanfaatan sumber daya nasional serta
perimbangan keuangan pusat dan daerah. Ini semua harus dilakukan sesuai
prinsip-prinsip demokrasi dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari otonomi daerah?

2. Sejarah munculnya otonomi daerah?

3. Apa manfaat dari otonomi daerah?

4. Apa Undang-undang yang mengatur tentang otonomi daerah?

5. Apa permasalahan yang timbul setelah pelaksanaan otonomi daerah?

6. Bagaimana antisipasi dan solusi terhadap berbagai problem yang timbul


setelah pelaksanaan otonomi daerah?

C. Tujuan

- Untuk memenuhi tugas mata kuliah Civic Education


- Agar dapat memudahkan pembaca untuk memahami maksud dari isi
materi mengenai “Otonomi Daerah”. Insya Allah. Dan agar dapat
menambah pengetahuan dan manfaat serta inspirasi kepada pembaca.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian dari Otonomi Daerah

Kata otonomi daerah berasal dari bahasa Yunani yaitu autos yang berarti
berdiri sendiri dan nomos yang berarti peraturan. Oleh karena itu secara
harfiah otonomi berarti peraturan sendiri atau undang-undang sendiri yang
selanjutnya berkembang menjadi pemerintahan sendiri. Otonomi daerah
adalah suatu pemberian hak dan kewenangan kepada daerah dalam
penyelenggaraan pemerintahan. Kewenangan tersebut diberikan secara
proporsional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan
pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan
keuangan pusat dan daerah sesuai dengan ketetapan MPR-RI nomor
XV/MPR/1998.1

Menurut Wayong “ Otonomi daerah sebenarnya merupakan bagian dari


pendewasaan politik rakyat ditingkat local dan proses mensejahtrakan rakyat
“. Menurut UU NO.32/2004 mengatakan otonomi daerah adalah
hak,wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan rakyat setempat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.

Menurut Suparmoko mengartikan otonomi daerah adalah kewenangan


daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat. Menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Sesuai
dengan penjelasan UU No. 32 tahun 2004, bahwa pemberian kewenangan

1
Murjana, I Made.Pelaksanaan dan Permasalahan Otonomi Daerah Menurut Undang-
Undang No. 32 Tahun 2004 (Tinjauan Teoritis).Dalam Jurnal Ganec Swara, Vol. 10, No. 1 Maret
2016. Hlm. 145

3
otonomi daerah dan kabupaten/kota didasarkan kepada desentralisasi dalam
wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab.2

B. Sejarah Munculnya Otonomi Daerah

Usulan otonomi daerah muncul sebagai suatu perlawanan terhadap


sistem sentralisasi yang sangat kuat atas pemerintahan di jaman orde baru.
Berpuluh-puluh tahun sistem sentralisasi diterapkan oleh pusat ternyata tidak
membawa perubahan atau manfaat apa-apa baik bagi pemerintahan daerah
maupun masyarakat daerah. Ketergantungan pemerintah daerah terhadap
pemerintahaan pusat sangatlah tinggi karena semua keuangan diharuskan
meminta ke jakarta sehingga sama sekali tidak ada perencanaan murni dari
pemerintahan daerah pada saat itu

Ketika krisis ekonomi tahun 1997 menghantam perekonomian Indonesia,


ternyata sistem pemerintahan sentralistik orde baru tersebut ternyata tidak
mampu mengatasi berbagai persoalan yang ada. Karena aparat pemerintahan
pusat terlalu sibuk mengurusi daerah secara berlebihan dengan melakukan
perjalanan dan mengurusi proyek-proyek di daerah. Dari proyek yang ada
saat itu diperkirakan terjadi arus balik uang ke Jakarta antara 10 – 20% dalam
bentuk komisi, dll sehingga dari prilaku buruk itu disinyalir menyebabkan
terjadinya keboocoran 20-30% anggaran APBN. Akibat lebih lanjut dari
permasalahan ini adalah tingkat ketergantungan daerah-daerah terhadap
pemerintahan pusat sangat besar dan otonomi daerah adalah solusi jawaban
terhadap persoalan sentralisasi yang terlalu kuat ini. Caranya adalah dengan
mengalihkan sebagian kewenangan ke daerah. Paradigma ini dihakekatkan
bahwa daerah sudah ada sebelum Negara Republik ini berdiri. Prinsipnya
daerah ini ada bukanlah bentukan dari pemerintahan pusat, tetapi sudah ada
sebelum negara ini berdiri, sehingga semua kewenangan yang bukan
kewenangan pemerintah pusat, asumsinya adalah menjadi kewenangan

2
Safitri, Sani.Sejarah Perkembangan Otonomi Daerah di Indonesia.Dalam Jurnal Criksetra,
Vol. 5, No. 9, Februari 2016. Hlm. 79

4
daerah. Dengan demikian sejatinya dalam kebijakan otonomi daerah tidak ada
penyerahan kewenangan yang ada hanyalah pengakuan kewenangan.

UU Nomor 22/1999 dan UU no.25/1999 merupakan titik awal terpenting


dari sejarah sitem desentralisasi di Indonesia, dimana kedua undang –undang
tersebut mengatur tentang pemerintahan daerah dan perimbangan keuangan
pusat sebagai suatu control atas undang-undang terdahulu yaitu UU No.5
/1974 yang sudah tidak sesuai dengan prinsip-prinsip penyelenggaraan
pemerrintahan dan perkembangan keadaan.

Jadi kedua undang-undang diatas merupakan skema terwujudnya


otonomi daerah yang diharapkan dapat diterapkan mulai tahun 2001 guna
dapat menciptakan pola hubungan yang demokratis antara pusat dan daerah.
Seiring berjalannya waktu Undang-Undang No.22/1999 dirasa kurang sesuai
lagi dengan perkembangan jaman dan tuntutan penyelenggaraan otonomi
daerah maka digantilah dengan aturan baru yaitu Undang-Undang No.32
tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. Diharapkan dari undang-undang ini
pemerintah daerah lebih mampu melaksanakan pebangunan, pemberdayaan
dan pelayanan yang lebih prima. Prakarsa dan inovasi kreatifvitas daerah
akan terpacu karena telah diberikan kewenangan untuk mengurusi daerahnya.
Sementara disisi lain pemerintah pusat akan dapat lebih fokus berkonsentrasi
dalam perumusan kebijakan makro yang lebih strategis serta lebih punya
waktu untuk memplajari,memahami, merespon berbagai permasalahan global

Peraturan perundang-undangan pertama kali yang mengatur tentang


pemerintahan daerah pasca proklamasi kemerdekaan adalah UU Nomor 1
tahun 1945. Ditetapkannnya undang-undang ini erupakan hasil (resultante)
dari berbagai pertimbangan tentang sejarah pemerintahan dimasa kerajaan-
kerajaan serta pada masa pemerintahan kolonialisme. Undang-undang ini
menekankan pada aspek cita-cita kedaulatan rakyat melalui pengaturan
pembentukan badan perwakilan tiap daerah. Dalam undang-undang ini
ditetapkan tiga jenis daerah otonom, yaitu karesidenan, kabupaten, dan kota.

5
Periode berlakunya undang-undang ini sangat terbatas. Sehingga dalam kurun
waktu tiga tahun belum da peraturan pemerintahan yang mengatur mengenai
penyerahan urusan (desentralisasi) kepada daerah. Undang-undang ini
berumur lebih kurang tiga gtahun karena diganti dengan Undang-undang
Nomor 22 tahun 1948.3

Undang-undang Nomor 22 tahun 1948 berfokus pada pengaturan tentang


susunan pemerintahan daerah yang demokratis. Di dalam undang-undang ini
ditetapkan dua jenis daerah otonom, yaitu daerah otonom biasa dan daerah
otonom istimewa, serta tiga tingkatan daerah yaitu provinsi, kabupaten/kota
besar dan desa/kota kecil. Mengacu pada ketentuan Undang-undang Nomor
22 tahun 1948, penyerahan sebagian urusan pemerintahan kepada daerah
telah mendapat perhatian pemerintah. Pemberian otonomi kepada daerah
berdasarkan Undang-undang tentang pembentukan, telah dirinci lebih lanjut
pengaturannya melalui peraturan pemerintahan tentang penyerahan sebagaian
urusan pemerintahan tertentu kepada daerah.

Perjalanan sejarah otonomi daerah di Indonesia selalu ditandai dengan


lahirnya suatu produk perundang-undangan yang menggantikan produk
sebelumnya. Perubahan tersebut pada suatu sisi menandai dinamika orientasi
pembangunan daerah di Indoneia dari masa kemasa. Tapi disisi lain hal ini
dapat pula dipahami sebagai bagian dari “eksperimen politik” penguasa
dalam menjalankan kekuasaannya. Periode otonomi daerah di Indonesia
pasca UU Nomor 22 tahun 1948 diisi dengan munculnya beberapa UU
tentang pemerintahan daerah yaitu UU Nomor 1 tahun 1957 (sebagai
pngaturan tunggal pertama yang berlaku seragam untuk seluruh Indonesia),
UU Nomor 18 tahun 1965 ( yang menganut sistem otonomi yang
seluasluasnya) dan UU Nomor 5 tahun 1974.

UU yang disebut terakhir mengatur pokok-pokok penyelenggara


pemerintahan yang menjadi tugas Pemerintah Pusat di daerah. Prinsip yang

3
Safitri, Sani.Sejarah Perkembangan Otonomi Daerah di Indonesia.Dalam Jurnal Criksetra,
Vol. 5, No. 9, Februari 2016. Hlm. 80

6
dipakai dalam pemberian otonomi kepada daerah bukan lagi “otonomi yang
riil dan luas-luasnya” tetapi “otonomi yang nyata dan bertanggung jawab”.
Alasannya, pandangan otonomi daerah yang seluas-luasnya dapat
menimbulkan kecenderungan pemikiran yang dapat membahayakan keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tidak serasi dengan maksud dan
tujuan pemberian otonomi kepada daerah sesuai dengan prinsip-prinsip yang
digariskan dalam GBHN yang berorientasi pada pembangunan dalam arti
luas. Undang-undang ini berumur paling panjang yaitu 25 tahun, dan baru
diganti dengan Undang-undang nomor 22 tahun 1999 dan Undang-undang
nomor 25 tahun 1999 setelah tuntunan reformasi dikumandangkan.

Kehadiran Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tidak terlepas dari


perkembangan situasi yang terjadi pada masa itu, dimana rezim otoriter orde
baru lengser dan semua pihak berkehendak untuk melakukan reformasi
disemua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Berdasarkan kehendak
reformasi itu, sidang Istimewa MPR tahun 1998 yang lalu menetapkan
ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang penyelenggaraan otonomi
daerah; pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional, yang
berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah dalam kerangka
Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Satu hal yang paling menonjol dari pergantian Undang-undang Nomor 5


tahun 1974 dengan Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 adalah adanya
perubahan mendasar pada format otonomi daerah dan substansi
desentralisasi. Perubahan tersebut dapat diamati dari kandungan materi yang
tertuang dalam rumusan pasal demi pasal pada undangundang tersebut.
Beberapa butir yang terkandung di dalam kedua undang-undang
tersebut (UU No. 22 tahun 1999 dan No. 25 tahun 1999) secara teoritis akan
menghasilkan suatu kesimpulan bahwa desentralisasi dalam
Undang-undang Nomor 5 tahun 1974 lebih cenderung pada corak
dekonsentrasi. Sedangkan desentralisasi dalam Undangundang Nomor 22
tahun 1999 lebih cenderung pada corak devolusi. Hal ini akan lebih nyata

7
jika dikaitkan dengan kedudukan kepala daerah. Berdasarkan Undang-undang
Nomor 5 tahun 1974, kepala daerah adalah sekaligus kepala wilayah yang
merupakan kepangjangan tangan dari pemerintah. Dalam praktik
penyelenggaraan pemerintahan di daerah, kenyataan menunjukkan peran
sebagai kepala wilayah yang melaksanakan tugastugas dekonsentrasi lebih
dominan dibanding sebagai kepala daerah. Hal ini dimungkinkan
karena kepala daerah bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri
Dalam Negeri, dan bukan kepada DPRD sebagai representasi dari rakyat di
daerah yang memilihnya.4

Dengan demikian yang melatarbelakangi dilaksanankannnya otonomi


daerah secara nyata di Indonesia adalah ketidakpuasan masyarakat yang
berada di daerah yang kaya sumber daya alam namun kehidupan
masyarakatnya tetap berada dibawah garis kemiskinan.Walaupun secara
Undang-Undang sudah sering diterbitkan namun dalam kenyataannya
pengelolaan kekayaan alam dan sumber daya alam daerah masih diatur oleh
pusat.Sehingga masyarakat daerah yang kaya sumber daya alamnya merasa
sangat dirugikan.Akhirnya,pada masa reformasi mereka menuntut
dilaksanakannya otonomi daerah. Sehingga lahirlah UU no 22
tahun 1999 dan pelaksanaan otonomi daerah mulai terealisasi sejak tahun
2000 secara bertahap.

Setelah dilaksanakannya otonomi daerah maka perimbangan keuangan


sesuai UU no 25 tahun 1999 memberikan peluang kepada daerah untuk
mendapatkan 70% dari hasil pengelolaan kekayaan alamnya sendiri untuk
dimanfaatkan bagi kemajuan daerahnya sendiri. Pelaksanaan otonomi daerah
ini diperbarui menurut UU no.32 tahun 2004 dan perimbangan keuangan
diperbarui juga menurut UU no.33 tahun 2004. Sehingga dengan adanya
otonomi daerah ini , daerah yang memiliki potensi sumber daya alam

4
Safitri, Sani.Sejarah Perkembangan Otonomi Daerah di Indonesia.Dalam Jurnal Criksetra,
Vol. 5, No. 9, Februari 2016. Hlm. 81

8
mengalami kemajuan Dalam pembangunan sedangkan daerah yang tidak
memiliki kekayaan alam mengalami kesulitan untuk memajukan wilayahnya.

C. Manfaat dari Otonomi Daerah

Sebenarnya otonomi daerah memang lebih baik dari sistem sentralistik,


dimana pengambilan keputusan bisa dilakukan lebih cepat, luwes dan
menghasilkan keputusan yang lebih baik serta berkualitas. Chema dan
Rodinelli sebagaimana dikutip oleh iskandar memaparkan ada beberapa
manfaat dari sistem desentralisasi dari otonomi daerah ini sebagai berikut5 :

1. Dapat mengurangi korupsi dan prosedur birokrasi yang ruwet

2. Dapat mengurangi keterbatasan dalam pengawasan oleh pusat dengan


mendelegasikan wewenang kepada pejabat yang dekat dengan masalah.

3. Pejabat daerah dapat meningkatkan pengetahuannya dan sensitivitasnya


atas masalah daerah.

4. Dapat melancarkan informasi mengenai kebijakan pemerintah pusat


kedaerah-daerah terpencil.

5. Menambah jumlah perwakilan daerah, suku, keagamaan dan lain-lain


dalam proses pengambilan keputusan.

6. Dapat menambah manajerial kemampuan pejabat daerah.

7. Dapat menambah efisiensi pengelolaan sumber daya daerah.

8 Otonomi daerah diperlukan untuk menambah partisipasi warga Negara


dan memudahkan tukar menukar informasi mengenai kebutuhan daerah

9. Mengurangi kemungkinan tantangan dari elit local terhadap pusat.

10. Menciptakan manaqjemen yang lebih fleksibel, inovatif dan kreatif.

5
Murjana, I Made.Pelaksanaan dan Permasalahan Otonomi Daerah Menurut Undang-
Undang No. 32 Tahun 2004 (Tinjauan Teoritis).Dalam Jurnal Ganec Swara, Vol. 10, No. 1 Maret
2016. Hlm.145

9
11. Memungkinkan kkepemimpinan daerah untuk memberikan jasa
pelayanan proyek-proyek secara lebih efektif daripada perencanaan yang
terpusat.

12. Meningkatkan partisipasi dalam pengambilan keputusan.

13. Meningkatkan jumlah barang dan jasa yang dihasilkan oleh daerah-
daerah.

D. Undang-undang yang Mengatur Tentang Otonomi Daerah

1. Undang-undang nomor 32 tahun 2004

Undang-undang Republik Indonesia nomor 32 tahun 2004 tentang


pemerintah daerah dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa, Presiden Republik
Indonesia menimbang,6

a. Bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah sesuai dengan


amanat Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
pemerintah daerah, yang mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan
untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui
peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta
peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip
demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dam kakhususan suatu
daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

b. Bahwa efesiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintah daerah


perluu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan
antar susunan pemerintahan dan antar pemerintahan daerah, potensi dan
keanekaragaman daerah, peluang dan tantangan persaingan global
dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah

6
Ristianti, Yulia Devi dan Handoyo, Eko.Undang-Undang Otonomi Daerah Dan
Pembangunan Ekonomi Daerah.Dalam Jurnal Riset Akutansi Keuangan, Vol. 2, No. 2, April
2017. Hlm. 117

10
disertai dengan pemberian hak dan kwajiban menyelnggarakan otonomi
daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara.

c. Bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a, huruf b, dan huruf c


perlu ditetapkan undang-undang tentang pemerintah daerah.

Mengingat,

1. Pasal 1, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 20, Pasal
21, Pasal 22D, Pasal 23E Ayat 2, Pasal 24A ayat (1), Pasal 31 ayat (4),
Pasal 33, dan pasal 34 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia
tahun 1945.

2. Undang-undang Nomor 28 tahun 1999 tentang penyelenggara Negara


yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, kolusi, dan Nepotisme (lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3851)’

3. Undang-undang Nomor 17 Tahu 2003 tentang Keuangan Negara


(Lembaran Nrgara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286)

4. Undang-undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Sususan Kedudukan


Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran
Negara Repulik Indonesia Nomor 4310)

5. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355)

6. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan


dan Tanggung jawab Keuangan Negara ( Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4389)

11
7. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan
dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4400).7

Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 angka 5 memberikan definisi


Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Mengacu
pada definisi normatif dalam UU No 32 Tahun 2004, maka unsur otonomi
daerah adalah :

1. Hak

2. Wewenang

3. Kewajiban daerah otonom

Dilihat dari ketiga aspek yang yang ada pada undang-undang no 32 tahun
2004 ini maka pemerintah daerah dijawibkan untuk mengatur dan mengurus
sendiri tentang ursan yang ada di masyarakat daerah masing-masing sesuai
dengan Undangundang yang telah ditetapkan. Hak otonom yang dimaksud
disini adalah sesuai dengan pasal 21 tentang penyelenggaraan otonomi daerah
yang mempunyai hak:

1. Mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya.

2. Memilih pimpinan daerah.

3. Mengelola aparatur daerah.

4. Mengelola kekayaan daerah.

5. Memungut pajak daerah dan retribusi daerah.

7
Ristianti, Yulia Devi dan Handoyo, Eko.Undang-Undang Otonomi Daerah Dan
Pembangunan Ekonomi Daerah.Dalam Jurnal Riset Akutansi Keuangan, Vol. 2, No. 2, April
2017. Hlm. 118

12
6. Mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber
daya lainnya yang berada di daerah.

7. Mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah.

8. Mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-


undangan.

Selain Hak yang ada di dalam Undang-undang yang mengatur tentang


otonomi daerah ada juga wewenang yang diberikan pleh pemerintah pada
daerah otonom. Wewenang ada pada pasal 1 ayat 6 yaitu daerah otonom
selanjutnya disebut daerah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakara sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Selain itu daerah berhak mengurus pemerintahannya di cantumkan
pada Pasal 12 UU No 32 Tahun 2004 yang berisi: (1) Urusan pemerintahan
yang diserahkan kepada daerah disertai dengan sumber pendanaan,
pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian sesuai dengan urusan
yang didesentralisasikan. (2) Urusan pemerintahan yang dilimpahkan kepada
Gubernur disertai dengan pendanaan sesuai dengan urusan yang
didekonsentrasikan. 8

Selanjutnya pemerintah daerah sebagai daerah otonom mempunyai


kewajiban sesuai pasal 32 UU No 32 yaitu: (1) Urusan wajib yang menjadi
kewenangan pemerintah daerah provinsi merupakan urusan dalam skala
provinsi yang meliputi: a. Perencanaan dan pengendalian pembangunan, b.
Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang, c. penyelenggaraan
ketertiban umum dan ketentraman masyarakat, d. Penyediaan sarana dan
prasarana umum, e. Penanganan bidang kesehatan, f. Penyelenggaraan
pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensia, g. Penanggulangan
8
Ristianti, Yulia Devi dan Handoyo, Eko.Undang-Undang Otonomi Daerah Dan
Pembangunan Ekonomi Daerah.Dalam Jurnal Riset Akutansi Keuangan, Vol. 2, No. 2, April
2017. Hlm. 119

13
masalah sosial lintas kabupaten, h. Pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas
kabupaten, i. Fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah
termaasuk lintas kabupaten/kota, j. Pengendalian lingkungan hidup, k.
Pelayanan pertahanan termasuk lintas kabupaten/kota, l. Pelayanan
kependudukan, dan catatan sipil, m. Pelayanan administrasi umum
pemerintah, n. Pelayanan adminiistrasi penanaman modal termasuk lintas
kabupaten/kota, o. Penyenggaraan dasar lainnya yang belum dapat
dilaksanakan oleh kabupaten/kota, p. Urusan wajib yang dimanfaatkan oleh
peraturan perundang-undangan. (2) Urusan pemerintah provinsi yang bersifat
pilihan meliputi urusan pemerintah yang secara nyata ada dan berpotensi
untuk meningkatkan kesejahteraan mayarakat sesuai dengan kondisi,
kekhassan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.

2. Undang-undang No 23 Tahun 2014

Berdasarkan UU No. 23 Tahun 2014 mengenai pemerintah daerah dan


pembagian wilaya sebagai ruang lingkup kerja pemerintah daerah tercantum
pada Pasal 2 yaitu: (1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas
daerah provinsi dan daerah itu dibagi atas kabupaten dan kota. (2) Daerah
kabupaten/kota dibagi atas Kecamatan dan Kecamatan dibagi atas kelurahan
dan/atau Desa.

Hak atas otonomi daerah ini juga tercatum pada UU No. 23 Tahun 2014
Pasal 4 yaitu: (1) Daerah pdivinsi selain berstatus sebagai juga merupakan
Wilayah 120 Administratif yang menjadi wilayah kerja bagi gubernur sebagai
wakil Pemerintah Pusat dan wilayah kerja agi gubernur dalam
penyelenggaraan urusan pemerintahan umum di wilayah daerah provinsi. (2)
Daerah kabupaten/kota selain berstatus sebagai daerah juga merupakan
wilayah Administratif yang menjadi wilayah kerja bagi bupati/ wali kota

14
dalam menyelenggarakan urusan pemerintah umum di wilayah daerah
kabupaten/kota.9

3. Undang-undang Pendukung Otonomi Daerah

Berdasarkan pada pasal 18 UUD 1945 yang berbunyi: “Pembagian


daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk dan susunan
pemerintahannya ditetapkan dengan UU, dengan memandang dan mengingat
dasar pemerintahan negara, dan hak-hak asal-usul dalam daerah yang bersifat
istimewa. 10

Pasal 18 UUD 1945 menegaskan bahwa pengaturan pemerintah negara


ini adalah melalui desentralisasi kekuasaan yang diberlakukan otonomi bagi
daerah-daerah. Esensi dari Undang-undang tersebut adalah Indonesia dibagi
ke dalam daerah Propinsi dan daerah propinsi dibagi lagi ke dalam daerah
yang lebih kecil. Di daerah-daerah yang bersifat otonom diadakan badan
perwakilan rakyat. Esensi lainnya adalah terwujudnya pemerintahan yang
demokratis sehingga kekuasaan yang bersifat sentralistik dapat dapat
dihindarkan. Hal tersebut sangat penting mengingat begitu luasnya Indonesia
dan sangat bergamnya masyarakatnya baik dari segi etnik, agama, adat
istiadat, bahasa dan sebagainya.

Dalam sejarah perkembangan penyelenggaraan pemerintah daerah sesuai


dengan pasal 18 UUD 1945 tersebut, telah lahirkan beberapa UU yaitu: (1)
Undang-Undang No.1 Tahun 1945; (2) Undang-undang No. 22 Tahun 1948;
(3) Undang-undang No. 1 Tahun 1957; (4) Undang-undang No. 18 Tahun
1965; (5) Undang-undang No. 5 Tahun 1974; (6) Undang-undang No. 22
Tahun 1999.

9
Ristianti, Yulia Devi dan Handoyo, Eko.Undang-Undang Otonomi Daerah Dan
Pembangunan Ekonomi Daerah.Dalam Jurnal Riset Akutansi Keuangan, Vol. 2, No. 2, April
2017. Hlm.120
10
Kambo, Gustiana. A.Etnisitas dalam Otonomi Daerah.Dalam Jurnal The Politics: Jurnal
Magister Ilmu PolitikUniversitas Hasanuddin, Vol. 1, No. 1, January 2015.Hlm. 2

15
E. Permasalahan-permasalahan yang Timbul dalam Pelaksanaan Otonomi
Daerah

Implementasi dari diberlakukannya kebijakan otonomi daerah bukanlah


tanpa masalah. Ternyata banyak persoalan-persoalan yang muncul setelah
diaplikasikan di lapangan. Banyaknya permasalahan yang muncul ini
menandakan kebijakan ini menemui kendala-kendala dan harus cepat
dievaluasi dan disempurnakan agar tujuan yang ingin dituju dari kebijakan
otonomi daerah ini dapat tercapai. Permasalahan-permasalahan yang muncul
antara lain :11

a. Masalah Kewenangan yang tumpang tindih. Pelaksanaan otonomi


daerah masih diwarnai oleh kewenangan yang tumpang tindih antar
institusi pemerintahan maupun aturan yang berlaku baik antar aturan
yang lebih tinggi ata atau aturan yangu aturan yangu aturan yang leb leb
lebih rendah. Begitu pula masalah kewenangan juga masih menjadi
pekerjaan rumah bagi pemerintah daerah. Apakah kewenangan itu ada di
pemerintah kota atau propinsi. Dengan pemberlakuan yang mendadak
atas otonomi daerah ini banyak daerah –daerah yang sebenarnya belum
siap karena tidak memiliki sumber saya manusia kualitatif sehingga
mereka mengartikulasikan otonomi daerah hanya pada aspek-aspek
financial semata.

b. Masalah Anggaran. Permasalahan keuangan menjadi sangat urgen


karenadapatmenghambat jalannya pembangunan, sementar dipihak lain
pemerintah daerah sangat lemah dalam menarik para investor agar mau
menanamkan modalnya di daerah. Disamping itu pula ada persoalan
kurang transparasi dan akuntabilitas pemerintah daerah dalam menyusun
APBD yang merugikan rakyat, dimana paradigma penyusunan anggaran

11
Murjana, I Made.Pelaksanaan dan Permasalahan Otonomi Daerah Menurut Undang-
Undang No. 32 Tahun 2004 (Tinjauan Teoritis).Dalam Jurnal Ganec Swara, Vol. 10, No. 1 Maret
2016. Hlm. 146

16
awalnya demi untuk kepentingan masyarakat banyak bergeser kearah
anggaran untuk kepentingan elit semata.

c. Masalah Pelayanan Publik. Konsep pemerintah sebagai pelayan


masyarakat masih rendah . Ini dikarenakan rendahnya kompetensi PNS
daerah serta tidak jelasnya standar pelayanan yang diberikan. Disamping
itu banyak terjadi pula di pemerintahan daerah pengelolaan PNS yang
tidak manajerial misalnya ada kelebihan PNS dengan kompetensi tidak
memadai disisi lain ada kekurangan PNS dengan kualifikasi terbaik.
Yang lebih memprihatinkan lagi tidak sedikit ada gejala mengedepankan
“ Putra asli Daerah “ untuk menduduki jabatan strategis dan
menngabaikan profesionalisasi jabatan

d. Masalah Orientasi Kekuasaan. Kebijakan otonomi daerah menjadi isu


pergeseran kekuasaan dikalangan para elit dari pada isu melayani
masyarakat secara lebih efektif, hal ini diwarnai oleh kepentingan elit
local yang mencoba memanfaatkan otonomi daerah ini sebagai
momentum untuk mencapai kepentingan politiknya dengan cara
memobilisasi masa dan mengembangkan sentiment kedaerahan seperti “
putra daerah “ dalam pemilihan kepala daerah.

e. Masalah Pemekaran wilayah. Pemekaran wilayah menjadi masalah


serius karena tidak dilakukan dengan grand desain dari pemerintah pusat.
Semestinya ini menjadi pertimbangan utama guna menjamin kepentingan
nasional secara keseluruhan. Jadi intinya prakarsa pemekaran itu
seharusnya muncul dari pemerintah pusat, tetapi kenyataannya justru
prakarsa datang dari masyarakat daerah yang didominasi oleh
kepentingan elit daerah dengan tidak mempertimbangankan kepentingan
nasional secara keseluruhan.

f. Masalah Politik Identitas Diri. Pelaksanaan otonomi daerah mendorong


menguatnya politik identitas diri yang berusaha untuk melepaskan diri
dari induknya yang sebenarnya menyatu. Potensi ini lama kelamaan jika

17
dibiarkan akan dapat memunculkan adanya komplik horizontal yang
bernuansa etnis, agama dan golongan atau bangkitnya egosentris yang
bersifat kedaerahan.

g. Masalah Pilkada Langsung. Masalah pemilihan langsung yang diatur


dalam UUD hanyalah pemilihan presiden, dalam kenyataannya konsep
ini juga diberlakukan dalam pemilihan kepala daerah yang akhirnya
banyak menimbulkan persoalan. Persoalan besar dalam pelaksanaan
suksesi kepemimpinan ini adalah besarnya biaya yang harus dikeluarkan,
padahal kondisi sosial masyarakat masih terjebak kemiskinan. Disamping
itu pemilihan langsung kepala daerah juga menimbulkan moral azard
yang luas akibat politik uang yang beredar serta dalam kenyataannya
pemilihan kepala daerah secara langsung tidak menjamin lebih baik
dibanding sebelumnya.12

F. Antisipasi dan Solusi terhadap Berbagai Problem Yang Timbul Setelah


Pelaksanaan Otonomi Daerah

1. Antisipasi

Untuk dapat mencapai tujuan yang ingin diharapkan dari pelaksanaan


otonomi daerah, ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh pemerintah
daerah.

a. Memperkuat fungsi control terhadap jalannya pemerintahaan daerah baik


dilakukan oleh DPRD sebagai badan legislatif mauPun dari masyarakat.

b. Memberdayakan politik kepada masyarakat tentang arti pentingnya


otonomi daerah bagi kelangsungan pembangunan di daerah.

c. Meningkatkan mutu pendidikan sehingga mampu mencetak sumber daya


manusia yang unggul dan berkualitas.

12
Murjana, I Made.Pelaksanaan dan Permasalahan Otonomi Daerah Menurut Undang-
Undang No. 32 Tahun 2004 (Tinjauan Teoritis).Dalam Jurnal Ganec Swara, Vol. 10, No. 1 Maret
2016. Hlm. 147

18
d. Memperkuat pemahaman system pemerintahan yang baik dengan
berazaskan : kebersamaan, kepastian hukum, kecermatan, kepercayaan,
dll.

2. Solusi dan Peran serta Masyarakat

Pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah yang setengah hati dan


berada dipersimpangan jalan tentu saja harus dikembalikan ke koridor yang
sesungguhnya. Untuk inilah, peran lembaga mediasi seperti Partnership for
Governance Reform (PGR) dibutuhkan untuk membangun kapasitas
masyarakat agar dapat berpartisipasi dalam pembangunan. Selain itu,
partnership juga dapat memberi tekanan agar agenda desentralisasi dan
otonomi daerah tetap berjalan sesuai dengan yang diamanatkan. Intervensi
yang bertujuan memperkuat masyarakat sipil dilakukan melalui program yang
berkesinambungan dan terukur serta bukan berorientasi pada proyek yang
bersifat jangka pendek (Kaho,2000:12). Ada beberapa solusi yang bisa
dilakukan untuk mengembalikan desentralisasi atau otonomi daerah agar
sesuai dengan tujuan semula. Program tersebut antara lain:13

1. Menata kembali peraturan perundangundangan mengenai desentralisasi


dan otonomi daerah untuk memperbaiki hubungan vertikal dalam
pemerintahan.

2. Meningkatkan pelaksanaan kerjasama antar pemerintah daerah


termasuk peningkatan peran pemerintah provinsi.

3. Menyusun kelembagaan pemerintah daerah yang disesuaikan dengan


kebutuhan daerah dan potensi daerah yang perlu dikelola.

4. Memfasilitasi penyediaan, menyusun rencana pengelolaan serta


meningkatkan kapasitas aparat pemerintah daerah dalam rangka
peningkatan pelayanan masyarakat, penyelenggaraan pemerintahan, serta

13
Safitri, Sani.Sejarah Perkembangan Otonomi Daerah di Indonesia.Dalam Jurnal Criksetra,
Vol. 5, No. 9, Februari 2016. Hlm. 82

19
penciptaan aparatur pemerintah daerah yang kompeten dan
profesional.

5. Meningkatkan dan mengembangkan kapasitas keuangan pemerintah


daerah dalam rangka peningkatan pelayanan masyarakat,
penyelenggaraan otonomi daerah, dan penciptaan pemerintahan daerah
yang baik.

6. Menata dan melaksanakan kebijakan pembentukan daerah otonom baru


sehingga tidak memberikan beban bagi keuangan negara dalam kerangka
upaya meningkatkan pelayanan masyarakat dan percepatan
pembangunan wilayah.

7. Transparansi pengelolaan keuangan dan kesadaran bagi seluruh pejabat


daerah serta masyarakat untuk mendukung penuh pelaksanaan otonomi
daerah dalam rangka mencapai kesejahteraan masyarakat.

Dengan demikian tujuan utama pembentukan daerah otonom ialah


memberikan kemandirian kepada daerah untuk mengurus rumah tangga
sendiri dan mampu membangun pertumbuhan ekonomi dalam rangka
mewujudkan kesejahteraan rakyat. Proses pemekaran wilayah ternyata
memunculkan kerajaan-kerajaan kecil yang dikuasai sekumpulan elite di
daerah. Mayoritas dana yang seharusnya dikelola daerah untuk kesejahteraan
masyarakat habis untuk anggaran belanja rutin pegawai. Dengan pendekatan
lintas sektor pemerintah dapat mengatur keuangan daerah yang harus
digunakan secara efektif dan efisien, agar kehidupan masyarakat menjadi
sejahtera.14

14
Safitri, Sani.Sejarah Perkembangan Otonomi Daerah di Indonesia.Dalam Jurnal Criksetra,
Vol. 5, No. 9, Februari 2016. Hlm. 83

20
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pemberian otonomi daerah yang tergesa-gesa akan mengakibatkan


artikulasi otonomi daerah pada aspek-aspek financial semata tanpa
pemahaman yang cukup terhadap hakekat otonomi daerah itu sendiri.

2. Berkenaan dengan tersedianya sumber daya manusia berkualitas di


daerah sangat sedikit karena terdistribusi ke pusat, ini akan memaksakan
daerah akan melakukan apa saja untuk menyiapkannya dan pemerintah
pusat melepaskan tanggung jawab untuk membantu dan membina daerah.
Sehingga dengan demikian masalah otonomi daerah pelaksanaannya
perlu ditinjau kembali demi pemerataan pembangunan disemua daerah.
Pemerintah pusat harus memberikan wewenang sepenuhnya kepada
daerah

3. Dengan adanya otonomi daerah, maka setiap daerah akan diberi


kebebasan dalam menyusun program dan mengajukannya
kepada pemerintahan pusat. Hal ini sangat akan berdampak positif dan
bisa memajukan daerah tersebut apabila Orang/badan yang
menyusun memiliki kemampuan yang baik dalam merencanan suatu
program serta memiliki analisis mengenai hal-hal apa saja yang akan
terjadi dikemudian hari. Tetapi sebaliknya akan berdamapak kurang baik
apabila orang /badan yang menyusun program tersebut kurang
memahami atau kurang mengetahui mengenai bagaimana cara
menyusun perencanaan yang baik serta analisis dampak yang akan
terjadi.

21
B. Saran

Tidak lupa kami menyampaikan bahwasannya sebagai seorang muslim


kami menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam diri kami dan
terbatasnya pengetahuan serta pengalaman kami. Tentunya terdapat banyak
sekali kekurangan di dalam makalah ini, maka dari itu kami mengharapkan
saran serta kritik pembaca untuk kedepannya dapat kami perbaiki maupun
menambah isi demi kesempurnaan makalah ini. Lebih dan kurangnya kami
mohon maaf.

22
DAFTAR PUSTAKA

- Kambo, Gustiana. A.Etnisitas dalam Otonomi Daerah.Dalam Jurnal The


Politics: Jurnal Magister Ilmu PolitikUniversitas Hasanuddin, Vol. 1, No.
1, January 2015

- Murjana, I Made.Pelaksanaan dan Permasalahan Otonomi Daerah Menurut


Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 (Tinjauan Teoritis).Dalam Jurnal
Ganec Swara, Vol. 10, No. 1 Maret 2016

- Ristianti, Yulia Devi dan Handoyo, Eko.Undang-Undang Otonomi Daerah


Dan Pembangunan Ekonomi Daerah.Dalam Jurnal Riset Akutansi
Keuangan, Vol. 2, No. 2, April 2017

- Safitri, Sani.Sejarah Perkembangan Otonomi Daerah di Indonesia.Dalam


Jurnal Criksetra, Vol. 5, No. 9, Februari 2016

23

Anda mungkin juga menyukai