Anda di halaman 1dari 6

Rumah Adat Jawa Tengah JOGLO

Disusun oleh

Lukman Hakim Huda (2411416051)

Jurusan Seni Rupa Konsentrasi Desain Komunikasi Visual

Fakultas Bahasa dan Seni

Universitas Negeri Semarang


PENDAHULUAN
Pulau Jawa dikenal sebagai jantung Indonesia sejak zaman dahulu kala. Dalam perjalanan
sejarah pulau Jawa, pulau yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia ini dikenal
sebagai munculnya peradaban modern di Indonesia. Selain memiliki kerajaan yang cukup
berpengaruh dalam perjalanan Indonesia di zaman kuno, pulau Jawa juga menjadi wilayah
yang mengalami perkembangan paling pesat jika dibandingkan dengan pulau atau wilayah
lain. Sejak zaman penjajahan, pulau Jawa sudah digunakan oleh penjajah sebagai tempat
untuk melakukan aktivitas perdagangan. Sedangkan pada zaman Kemerdekaan, pulau Jawa
kembali menjadi jantung aktivitas dan operasional negara Indonesia.
Nama Rumah Adat Jawa Tengah adalah Joglo. Meski zaman terus berkembang dan berubah
mengikuti perubahan yang ada, rumah adat Jawa Tengah tetap menjadi sebuah simbol yang
kuat. Terbukti bahwa di zaman modern seperti sekarang ini, rumah Joglo masih lestari dan
digunakan oleh masyarakat yang tinggal di pedesaan. Rumah adat Jawa Tengah juga
memiliki
PEMBAHASAN
Rumah joglo adalah rumah tradisional Jawa yang umum dibuat dari kayu jati. Atap joglo
berbentuk tajug, semacam atap piramidal yang mengacu pada bentuk gunung. Dari sinilah
nama joglo tersebut muncul. Istilah joglo berasal dari dua kata, 'tajug' dan 'loro' yang
bermakna 'penggabungan dua tajug'. Bentuk atap tajug ini dipilih karena menyerupai bentuk
gunung. Sedangkan masyarakat Jawa meyakini bahwa gunung merupakan simbol segala hal
yang sakral. Diantaranya adalah karena gunung merupakan tempat tinggal para dewa.

Desain arsitektur yang digunakan untuk membuat rumah Joglo terlihat unik. Hal ini bisa
dilihat dari bagian atap yang menjulang tinggi di bagian tengah. Masyarakat Jawa Tengah
sendiri menyebut desain ini sebagai Bubungan, yakni sebuah atap yang menjulang tinggi
dengan rongga di bagian dalam. Tujuannya agar panas matahari tidak langsung ‘jatuh’ ke
dalam rumah yang bisa membuat suasana interior menjadi lebih panas. Ruang kosong di
bagian bubungan akan menyerap sinar matahari sehingga bagian dalam rumah tidak terlalu
panas di siang hari.

Sedangkan jika diperhatikan bagian depan rumah, maka setiap rumah adat Jawa Tengah
memiliki 4 tiang penyangga yang terbuat dari kayu. Pun di bagian tengah ruangan yang
menyangga bubungan, terdapat 4 tiang penyangga berukuran lebih panjang dari pada bagian
depan. Tiang penyangga ini disebut dengan Soko Guru, yakni saka (tiang) yang menyangga
bubungan dan lebih tinggi dari tiang lain sebagai simbol bahwa pemilik rumah harus bisa
menjadi Guru bagi anggota keluarga di rumah.

Secara umum, bahan bangunan dan arsitektur yang digunakan untuk membuat rumah Joglo
terbuat dari kayu. Kayu ini dipilih dari berbagai jenis tanaman yang ada seperti kayu Jati,
kayu Sengon, dan juga batang pohon kelapa yang dipotong-potong menjadi tiang penyangga.
Di zaman dulu kala, kayu Jati menjadi bahan utama karena dikenal memiliki kualitas yang
lebih baik daripada kayu lain. Selain awet, kayu jati juga sangat kuat sehingga tidak gampang
keropos atau dimakan rayap.

Untuk bagian atap, rumah Joglo menggunakan genteng yang terbuat dari tanah liat. Desain
genteng pun bermacam-macam karena pada beberapa tepian genteng memiliki bentuk
segitiga, sedangkan pada bagian bubungan memiliki desain seperti sisik ikan. Opsi yang
kerap digunakan oleh masyarakat tradisional zaman dulu adalah jerami, bahan ijuk, ataupun
daun alang-alang yang dianyam untuk menyerupai bentuk atap. Penggunaan material alam
dan desain yang membumbung tinggi inilah yang membuat rumah Joglo terasa sejuk dan
nyaman untuk ditempati.

Berdasarkan bentuk keseluruhan tampilan dan bentuk kerangka, bangunan joglo dapat
dibedakan menjadi 4 bagian :

- Muda (Nom) : Joglo yang bentuk tampilannya cenderung memanjang dan meninggi
(melar).
- Tua (Tuwa) : Joglo yang bentuk tampilannya cenderung pendek (tidak memanjang)
dan atapnya tidak tegak dan cenderung rebah (nadhah).
- Laki-laki (lanangan) : Joglo yang terlihat kokoh karena rangkanya relatif tebal.
- Perempuan (wadon / padaringan kebak) : Joglo yang rangkanya relatif tipis dan pipih.

Di bagian tengah pendapa terdapat empat tiang utama yang dinamakan sakaguru. Ukurannya
harus lebih tinggi dan lebih besar saka yang lain. Di kedua ujung tiang-tiang ini terdapat
ornamen dan ukiran. Bagian atas sakaguru saling dihubungkan oleh penghubung yang
dinamakan tumpang dan sunduk. Posisi tumpang di atas sunduk. Dalam bahasa Jawa, kata
“sunduk” itu sendiri berarti “penusuk”. Di bagian paling atas tiang sakaguru inilah biasanya
terdapat beberapa lapisan balok kayu yang membentuk lingkaran-lingkaran bertingkat yang
melebar ke arah luar dan dalam. Pelebaran ke bagian luar ini dinamakan elar. Elar dalam
bahasa Jawa berarti ‘sayap,. Sedangkan pelebaran ke bagian dalam disebut ‘tumpang-sari’.
Elar ini menopang bidang atap, sementara Tumpang-sari menopang bidang langit langit joglo
(pamidhangan).

Untuk lebih lengkapnya, detail dari rangka joglo adalah sebagai berikut : sumber :
Ismunandar, 2001

- Molo (mulo / sirah / suwunan), balok yang letaknya paling atas, yang dianggap
sebagai “kepala” bangunan.
- Ander (saka-gini), Balok yang terletak di atas pengeret yang berfungsi sebagai
penopang molo.
- Geganja, konstruksi penguat / stabilisator ander.
- Pengeret (pengerat), Balok penghubung dan stabilisator ujung-ujung tiang; kerangka
rumah bagian atas yang terletak melintang menurut lebarnya rumah dan ditautkan
dengan blandar.
- Santen, Penyangga pengeret yang terletak di antara pengeret dan kili.
- Sunduk, Stabilisator konstruksi tiang untuk menahan goncangan / goyangan.
- Kili (Sunduk Kili), Balok pengunci cathokan sunduk dan tiang.
- Pamidhangan (Midhangan), Rongga yang terbentuk dari rangkaian balok / tumpang-
sari pada brunjung.
- Dhadha Peksi (dhadha-manuk), Balok pengerat yang melintang di tengah tengah
pamidhangan.
- Penitih / panitih.
- Penangkur.
- Emprit-Ganthil, Penahan / pengunci purus tiang yang berbentuk tonjolan; dudur yang
terhimpit.
- Kecer, Balok yang menyangga molo serta sekaligus menopang atap.
- Dudur, Balok yang menghubungkan sudut pertemuan penanggap, penitih dan
penangkur dengan molo.
- Elar (sayap), Bagian perluasan keluar bagian atas sakaguru yang menopang atap.
- Songgo-uwang, Konstruksi penyiku / penyangga yang sifatnya dekoratif

Berikut beberapa bagian ruangan dan fungsi masing-masing:

PENDAPA

Bagian ini terletak di bagian depan rumah yang biasanya digunakan untuk menjamu para
tamu yang datang. Tak hanya itu saja, pada rumah orang-orang yang punya status sosial
tinggi biasanya memiliki Pendapa dengan ukuran yang besar, sebagai tempat untuk
menggelar berbagai pertemuan besar dan juga pertunjukan seni. Aktivitas upacara adat juga
kerap dilakukan di Pendapa yang dihadiri oleh banyak orang.

PRINGITAN

Bagian ini pada dasarnya adalah sebuah ruangan yang terletak di antara Pendapa dan rumah
bagian dalam. Biasanya berbentuk seperti setapak kecil yang digunakan sebagai jalan masuk.
Saat pertunjukan wayang dilakukan, Pringitan biasanya menjadi tempat untuk si Dalang.

EMPERAN
Ini merupakan sebuah teras rumah yang biasanya hanya berukuran luas 2 meter dan panjang
menyesuaikan rumah. Di bagian Emperan biasanya terdapat sepasang kursi dan sebuah meja
yang kerap digunakan untuk menerima tamu atau sekedar bersantai oleh anggota keluarga.

OMAH JERO
Istilah lain menyebut bagian ini dengan nama Dalem Ageng, Omah Mburi, atau hanya
sebutan Omah. Dalam istilah Jawa sendiri, Omah berarti Rumah secara umum. Yakni seluruh
ruangan yang berada di bagian dalam rumah.

SENTHONG KIWA

Ini merupakan sebuah ruangan yang berada di sebelah kiri rumah. Ruangan ini difungsikan
tergantung pemilik rumah, bisa sebagai gudang, tempat tidur, atau tempat persediaan
makanan.

SENTHONG TENGEN

Ini merujuk pada bagian dalam rumah sebelah kanan, fungsinya sama dengan ruangan
Senthong Kiwa.

SENTHONG TENGAH
Berbeda dengan Senthong Kiwa ataupun Tengen, Senthong Tengah digunakan untuk
memajang barang-barang antik di bagian dinding. Biasanya terdapat kursi dan meja untuk
menerima tamu.

Tak hanya pembagian ruangan, beberapa fitur Joglo juga melambangkan nilai filosofis yang
dalam. Sebut saja bagian pintu rumah Joglo yang berjumlah tiga. Pintu utama di tengah, dan
pintu lainnya ada di kedua sisi (kanan dan kiri) rumah.Tata letak pintu ini tidak sembarangan.
Ia melambangkan kupu-kupu yang sedang berkembang dan berjuang di dalam sebuah
keluarga besar.

Selain itu, di dalam Joglo juga dikenal sebuah ruangan khusus yang diberi nama Gedongan.
Ia berperan sebagai tempat perlindungan, tempat kepala keluarga mencari ketangan batin,
tempat beribadah dan masih banyak lagi kegiatan sakral lainnya. Di beberapa rumah Joglo
Gedongan biasa digunakan multirangkap sebagai ruang istirahat atau tidur. Di lain waktu, ia
juga bisa dialih fungsikan sebagai kamar pengantin yang baru saja menikah.
Joglo juga bisa dijadikan acuan untuk menakar status sosial seseorang. Meski diakui sebagai
rumah adat Jawa Tengah, tapi tidak semua rakyat atau masyarakat Jawa Tengah memiliki
rumah ini. Karena walaupun tampilannya cukup sederhana, namun kerumitan bahan baku
serta pembuatan menjadikan proses pembangunan Joglo memakan biaya juga waktu yang
melimpah. Dahulu, hanya kalangan priyayi dan bangsawan yang memiliki rumah apin ini.
Kini, mereka yang bukan bangsawan tapi berduit bisa saja membangun rumah elegan dan
klasik tersebut.

Joglo sebagai rumah tradisional dikenal memiliki desain yang tidak sembarangan. Desain
juga struktur ini kemudian mengerucut pada pembagian rumah Joglo itu sendiri, antara lain:

 Rumah Joglo Pangrawit.


 Rumah Joglo Jompongan.
 Rumah Joglo Limasan Lawakan.
 Rumah Joglo Semar Tinandhu.
 Rumah Joglo Mangkurat.
 Rumah Joglo Sinom.
 Rumah Joglo Hageng.

Oleh karena cita rasa seni yang tinggi tercermin dari rumah adat Jawa Tengahtersebut, tidak
heran jika ia menjadi salah satu aset budaya yang wajib untuk dilestarikan dari generasi yang
satu hingga generasi selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai