Anda di halaman 1dari 47

I .

AKUNTANSI DAN KEGIATAN PERUSAHAAN

1. Hubungan Pajak dengan Akuntansi.


Pada dasarnya pajak dikenakan atas-kegiatan-kegiatan ekonomi yang dikelola
perusahaan. Sementara itu akuntansi bertugas melaporkan kegiatan-kegiatan
tersebut dalam rangka pertanggungjawaban kepada pemangku kepentingan
( stakeholders). Dalam sistem self assessment, Wajib Pajak diberikan kepercayaan
untuk menghitung besarnya jumlah pajak yang terutang, memperhitungkan jumlah
pajak yang telah dibayar sendiri atau jumlah pajak yang dipotong/dipungut pihak
lain, membayar sendiri pajak yang terutang, dan melaporkannya sendiri ke kantor
Direktorat Jenderal Pajak. Dalam sistem self assessment ini akuntansi mempunyai
peranan yang sangat strategis. Agar dapat mengisi SPT dengan baik,lengkap dan
benar diperlukan sarana pembukuan yang tertib, lengkap, dan benar, yang
merupakan suatu proses akuntansi dari waktu ke waktu

2. Definisi/Pengertian Akuntansi.
a. American Institute of Certified Public Accountant ( AICPA )
Akuntansi adalah seni pencatatan, penggolong-golongan, dan pengikhtisaran
dengan cara tertentu dan dalam suatu ukuran moneter transaksi dan kejadian
yang pada umumnya bersifat keuangan, dan penginterpretasian hasil-hasilnya.
b. American Accounting Association ( AAA )
Akuntansi adalah proses mengidentifikasikan, mengukur, dan melaporkan
informasi ekonomi, untuk memungkinkan adanya penilaian dan keputusan yang
jelas dan tegas bagi mereka yang menggunakan informasi tersebut.
c. Accounting Principle Board (APB)
Akuntansi adalah suatu kegiatan jasa. Fungsinya adalah memberikan informasi
kuantitatif,umumnya dalam ukuran uang, mengenai suatau badan usaha
ekonomi yang dimaksudkan untuk digunakan dalam pengambilan keputusan
ekonomi sebagai dasar memilih di antara beberapa alternatif.
Kesimpulan :
1. Akuntansi bersangkutan dengan kejadian/peristiwa keuangan dalam suatu
kesatuan usaha.
2. Akuntansi berkaitan dengan pemprosesan informasi kuantitatif tentang
transaksi keuangan sebagai dasar pengambilan keputusan ekonomi.
3. Informasi yang dihasilkan akuntansi bermanfaat baik bagi pihak manajemen
( intern ) maupun bagi pihak luar ( ekstern ) yang berkepentingan terhadap
kesatuan usaha tersebut.
4. Dalam memenuhi fungsinya sebagai sumber informasi, maka akuntansi
membutuhkan bahasa pelaporan, aturan-aturan permainan atas praktik yang
dilaksanakan.

3. Asumsi Dasar dan Prinsip-prinsip Akuntansi.


a. Asumsi Dasar.
 Kesatuan Usaha ( Economic Entity )

1
Asumsi ini memandang perusahaan sebagai kesatuan usaha atau entitas
yang berdiri sendiri, terpisah dari pemiliknya. Dengan demikian maka
seluruh pencatatan dan dan laporan dibuat untuk perusahaan terpisah dari
transaksi pemilik.

 Kesinambungan Usaha ( Going Concern )


Asumsi ini menganggap bahwa jika tidak ada bukti yang menyatakan
sebaliknya, maka perusahaan akan hidup terus. Berbagai metode penilaian
dan pengalokasian dalam akuntansi didasarkan atas asumsi ini.

 Transaksi yang Wajar ( Arm’s Length Transaction)


Transaksi dianggap dilakukan oleh pihak-pihak yang independen di mana
masing-masing pihak melindungi kepentingannya sendiri.

 Nilai Uang Stabil ( Stable Monetary Unit )


Semua transaksi yang terjadi dinyatakan dan dicatat dengan satuan nilai
uang pada saat terjadinya transaksi .Daya beli ( purchasing power ) uang
adalah stabil dan tidak berubah.

 Periode Waktu ( Time Period )


Kegiatan perusahaan berjalan terus dari suatu periode ke periode yang lain
dengan volume dan laba yang berbeda. Laporan keuangan menyajikan
informasi untuk tanggal tertentu, atau jangka waktu tertentu.

b. Prinsip-prinsip Akuntansi.
 Prinsip Biaya ( The Cost Principle)
Prinsip biaya atau biaya historis (historical cost ) yaitu dasar penilaian untuk
mencatat perolehan barang, jasa, harga pokok ,beban, pendapatan, dan
ekuitas, atau dengan perkataan lain penilaian yang didasarkan pada harga
pertukaran atau harga perolehan saat tanggal perolehan.

 Prinsip Pendapatan ( The Revenue Principle )


Prinsip pendapatan ini lebih menjelaskan tentang sifat dan komponen,
pengukuran, maupun waktu pengakuan pendapatan sebagai salah satu
komponen penyusunan laporan laba rugi.

 Prinsip Penandingan ( The Matching Principle )


Prinsip penandingan adalah menandingkan beban dengan pendapatan yang
didatangkan oleh beban tersebut artinya pembebanan biaya harus
dilakukan dalam periode yang sama dengan periode pengakuan penghasilan.

 Prinsip Objektivitas ( The Objectivity Principle )


Kegunaan informasi keuangan sangat tergantung pada keandalan prosedur
pengukuran yang digunakan. Karena sangat sulit meningkatkan keyakinan
pada informasi keuangan, maka akuntan menggunakan prinsip objektivitas
untuk membenarkan pemilihan prosedur pengukuran yang digunakan.

2
Namun demikian prinsip objektivitas ini memiliki penafsiran yang berbeda-
beda.

 Prinsip Konsistensi ( Consistency Principle )


Prinsip ini menekankan bahwa kejadian atau peristiwa ekonomi yang serupa
harus dilaporkan secara konsisten dari suatu periode ke priode lainnya,
artinya prosedur dan prinsip akuntansi yang sama atas peristiwa ekonomi
yang serupa sepanjang waktu. Penerapan prinsip ini akan membuat laporan
keuangan lebih komparabel dan lebih berguna.

 Prinsip Pengungkapan Penuh ( The Full Disclosure Principle )


Laporan keuangn harus disajikan secara lengkap ( full) , wajar atau jujur
( fair ), cukup atau memadai ( adequate ). Prinsip ini menyaratkan bahwa
laporan keuangan disusun dan disajikan untuk merepresentasikan secara
akurat peristiwa ekonomi yang telah mempengaruhi perusahaan untuk
suatu periode dan memuat informasi yang memadai agar laporan keuangan
berguna dan tidak menyesatkan masyarakat umum dan investor.

 Prinsip Konservatisme ( The Conservatism Principle )


Prinsip ini merupakan prinsip pengecualian atau prinsip yang mengubah
konsensus umum. Disebutkan demikian karena prinsip ini membuat
pembatasan pada penyajian data akuntansi yang relevan dan terpercaya.
Menurut prinsip ini apabila dihadapkan untuk memilih antara dua atau lebih
prinsip atau teknik akuntansi yang sama-sama diterima maka harus
diutamakan pilihan yang memberikan pengaruh keuntungan yang paling
kecil pada ekuitas pemilik; Salah satu contoh penerapan prinsip ini adalah
penyajian persediaan pada nilai terendah antara harga perolehan dan harga
pasar ( lower of cost or market---locom )

 Prinsip Materialitas ( Materiality Principle )


Sama seperti prinsip konservatisme, prinsip materialitas ini juga termasuk
prinsip pengecualian atau prinsip yang mengubah konsensus umum.
Menurut prinsip ini transaksi atau kejadian yang memiliki pengaruh ekonomi
yang tidak signifikan dapat dicatat dengan cara yang dipermudah tanpa
mempertimbangkan apakah sesuai dengan prinsip akuntansi dan tidak perlu
diungkapkan.

 Prinsip Keseragaman dan Komparabilitas. ( The Uniformity and


Comparability Principle )
Prinsip ini menekankan pada keseragaman dan komparabilitas yang
merupakan salah satu tujuan yang hendak dicapai dalam penyusunan prinsip
akuntansi.

4. Akuntansi Keuangan (Financial Accounting ) dan Akuntansi Pajak (Tax Accounting )


a. Akuntansi Keuangan.
“Bidang akuntansi yang berkaitan dengan pencatatan transaksi dari suatu
perusahaan atau unit ekonomi dan penyusunan berbagai laporan secara berkala

3
atas transaksi yang dicatat tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang
berlaku umum”.
b. Akuntansi Pajak.
“Bidang akuntansi yang menekankan pada perhitungan pajak terutang dan
penyusunan surat pemberitahuan serta konsekuensi perpajakan atas transaksi
atau kegiatan perusahaan.”
Peranan atau fungsi akuntansi pajak dalam perusahaan :
1.Membuat perencanaan dan strategi;
2.Memberikan analisis dan prediksi tentang potensi pajak di masa yang akan
datang;
3.Dapat menerapkan perlakuan akuntansi atas kejadian perpajakan mulai dari
penilaian/penghitungan, pencatatan (pengakuan) pajak dan dapat
menyajikannya baik dalam laporan keuangan komersial maupun dalam
laporan keuangan fiskal;
4.Dapat melalukakan pengarsipan dan pendokumentasian perpajakan denga
lebih baik sebagai bahan untuk melakukan pemeriksaan dan evaluasi.

5. Proses Akuntansi.
Kegiatan akuntansi meliputi :
1. Pengidentifikasian dan pengukuran data relevan untuk pengambilan
keputusan;
2. Pemprosesan data dan pelaporan informasi yang dihasilkan;
3. Pengomunikasian informasi kepada pemakai laporan.

Kegiatan-kegiatan di atas merupakan suatu proses yang berulang sehingga


membentuk siklus. Secara ringkas proses akuntnasi dapat digambarkan sebagai
berikut :

. Mengana-
Pemakai
Pencatatan Penggolongan Pengikhti- Laporan lisis dan
Transakaksi informasi
saran akuntansi menginter-
akuntansi
pretasikan

Pengidenti- Pemprosesan dan pelaporan Pengomu-


fikasian dan nikasian
pengukuran informasi
data

6 .Kegiatan Perusahaan dan Akuntansi.


a. Pengertian Perusahaan.
“Suatu organisasi yang didirikan oleh seseorang atau sekelompok orang atau badan
lain yang kegiatannya adalah melakukan produksi dan distribusi guna memenuhi
kebutuhan manusia.
b. Berdasarkan kegiatan utama yang dijalankan, secara garis besar jenis perusahaan
dapat digolongkan menjadi
 Perusahaan jasa.
 Perusahaan dagang.

4
 Perusahaan pabrik ( manufaktur )

Kegiatan perusahaan sehubungan dengan usaha yang dilakukan dapat digambarkan


sebagai berikut :

Pemilik

Kreditur

Perusahaan memperoleh Perusahaan membagikan


setoran modal dari laba kepada pemilik dan
pemilik dan pinjaman mengembalikan pinjaman
dari kreditur kepada kreditur

Uang Tunai

Perusahaan menjual
Perusahaan mengubah barang atau jasa kepada
uang tunai menjadi aset pelanggan. Pada akhirnya
produktif akan diterima uang tunai

Perusahaan
menghasilkan barang
atau jasa

5
7.Transaksi Usaha dan Pencatatannya
Transaksi usaha adalah kejadian atau peristiwa yang mempengaruhi posisi keuangan
perusahaan, artinya mengakibatkan berubahnya jumlah atau komposisi persamaan
antara kekayaan dan sumber pembelanjaan. Transaksi usaha dapat berupa transaksi
intern dan transaksi ekstern.
Transaksi tersebut harus diidentifikasi terlebih dahulu, kemudian diukur dan dicatat.
Ukuran yang digunakan dalam akuntansi adalah satuan uang.

8.Persamaan Akuntansi.
Analisis akuntansi berlangsung dalam kerangka acuan yang disebut persamaan
akuntansi ( accounting equation ). Persamaan akuntansi menyatakan bahwa sumber-
sumber daya ekonomi dari kesatuan /entitas tertentu adalah sama dengan klaim-
klaim atas sumber-sumber daya tersebut. Persamaan akuntansi menyajikan aset-aset
perusahaan dan hak-hak atas aset-aset tersebut. Persamaan akuntansi memberikan
landasan untuk pemahaman sistem akuntansi konvensional perusahaan.
Aset = Liabilitas+ Modal
Setiap transaksi usaha dapat dinyatakan dalam bentuk dampaknya terhadap
persamaan akuntansi. Oleh karena itu, maka persamaan tersebut dapat digunakan
untuk mencatat semua transaksi yang terjadi dalam perusahaan.

Ketentuan yang perlu dipahami dari persamaan akuntansi ini adalah :


a.Pengaruh setiap transaksi usaha dapat dinyatakan dalam penambahan dan atau
pengurangan dua atau lebih pos dalam persamaan akuntansi.
b. Persamaan akuntansi harus selalu seimbang.

9. Laporan Keuangan.
Produk akhir dari proses akuntansi adalah Laporan Keuangan ( Financial Statement )
Laporan Keuangan terdiri dari :
a. Laposisi Keuangan ( Statement of Financial Position)
b. Laporan Laba-Rugi ( Income Statement)
c. Laporan Arus Kas ( Statement of Cash Flows)
d. Laporan Perubahan Ekuitas ( Statement of Stockholder’s Equity )
e. Catatan atas Laporan Keuangan ( Notes to Financial Statement )

6
II. SIKLUS AKUNTANSI.

Secara skematis dapat digambarkan sebagai berikut :

Transaksi

Laporan Keuangan Pencatatan

Pengikhtisaran Penggolongan

Siklus akuntansi terdiri dari kegiatan kegiatan sebagai berikut


I. Tahap Pencatatan.
1. Pembuatan atau penerimaan bukti transaksi.
2. Pencatatan dalam jurnal ( buku harian )
3. Pemindahbukuan ( posting ) ke buku besar

II. Tahap Pengikhtisaran


4.Pembuatan neraca saldo ( trial balance )
5. Pembuatan neraca lajur dan jurnal penyesuaian (adjustment )
6. Penyusunan laporan keuangan.
7. Pembuatan jurnal penutup ( closing entries )
8. Pembuatan neraca saldo penutup ( post closing trial balance )
9. Pembuatan jurnal balik ( reversing entries )

I.Tahap Pencatatan.
1. Bukti transaksi.
Setiap transaksi perlu ada buktinya untuk memastikan keabsahan transaksi yang
dicatat, dan sebagai rujukan apabila terjadi masalah di kemudian hari. Bukti transaksi
dapat berasal dari perusahaan sendiri ( bukti intern ) atau diperoleh dari pihak luar
( bukti ekstern )

2. Pencatatan dalam jurnal ( buku harian )


Buku harian dapat berupa Buku Harian Umum dan atau Buku Harian Khusus. Buku
Harian Khusus terdiri dari :
a. Buku Harian Pembelian.
Dalam Buku Harian Pembelian ini dicatat semua transaksi pembelian yang
dilakukan secara kredit

7
Buku Pembelian
Bulan Januari 200A

Halaman : ............
Debet Kredit
Tanggal Nomor Faktur Keterangan Ref.
Pembelian Serba-serbi Utang Dagang

b. Buku Harian Pengeluaran Kas


Buku Harian ini digunakan untuk mencatat semua pengeluaran uang yang
dilakukan perusahaan.
Banyaknya kolom khusus yang harus disediakan tergantung pada sifat dan
frekuensi terjadinya transaksi.

Buku Pengeluaran Kas


Bulan Januari 200A
Halaman : ........
Nomor Bukti Nomor Debet Kredit
Tgl. Pengeluaran Check Keterangan Ref. Serba- Utang Pot. Kas
Kas serbi Dagang Pembelian

c. Buku Harian Penjualan


Buku Harian ini digunakan untuk mencatat penjualan barang dagangan yang
dilakukan secara kredit.

Buku Penjualan
Bulan Januari 200A
Halaman : ........
Tanggal Nomor Faktur Ref. Jumlah

d. Buku Harian Penerimaan Kas


Buku harian ini digunakan untuk mencatat semua transaksi yang menambah uang
kas.

Buku Penerimaan Kas


Bulan Januari 200A
Halaman : .......
Debet Kredit
Nomor
Tgl. Keterangan Ref. Pot. Serba- Piutang
Bukti Kas Penjualan
Penjualan serbi Dagang

8
3. Pemindah Bukuan (Posting)
a. Akun dan Buku Besar
Transaksi-transaksi yang telah dicatat dalam Buku Harian secara berkala
dipindahkan ke akun yaitu formulir khusus yang digunakan untuk mencatat dan
menggolongkan transaksi sejenis. Kumpulan akun yang saling berhubungan dan
merupakan satu kesatuan, misalnya semua akun yang digunakan dalam sebuah
perusahaan disebut buku besar (General Ledger).

Di bawah ini dijelaskan hubungan antara akun dan persamaan akuntansi :

Aset = Kewajiban + Modal


Kas + Perlengkapan + Kendaraan = Utang Bank + Utang Dagang + Modal Tono

Bentuk akun yang paling sederhana terdiri dari 3 bagian, yaitu :


(1) Nama akun  menjelaskan tentang jenis aset, kewajiban, modal, pendapatan,
beban.
(2) Tempat untuk mencatat penambahan yang terjadi pada akun yang
bersangkutan.
(3) Tempat untuk mencatat pengurangan.

Nama Akun
Sisi sebelah kiri (debit) Sisi sebelah kanan (kredit)

b. Klasifikasi Akun
Akun dalam Buku Besar biasanya diklasifikasikan menurut sifat-sifatnya sebagai
aset, kewajiban, modal, pendapatan dan beban.
Pengklasifikasian akun-akun dilakukan sesuai dengan ketentuan bahwa transaksi
akuntansi disamping dicatat, harus digolong-golongkan. Penggolong-golongan
transaksi berarti bahwa transaksi yang mempunyai sifat yang sama harus
dilaporkan sebagai satu kesatuan, misal : perlengkapan.

Akun-akun yang terdapat dalam suatu perusahaan dapat digolongkan :


a) Akun Neraca (Real / Permanent Account)
Akun aset, kewajiban, dan modal disebut akun-akun Neraca, karena aset,
kewajiban, dan modal merupakan unsur-unsur dari Neraca.
Akun Aset = Tanah, Bangunan, Mesin, Kendaraan, dan sebagainya.
Akun Liabilitas = Utang Dagang, Utang Bank, Utang Bunga, dan
sebagainya
Akun Modal = Modal Tn. X dan Prive Tn. X

b) Akun Laba Rugi (Nominal / Temporary Account)


Dalam persamaan akuntansi dijelaskan bahwa transaksi pendapatan dan
beban dicatat sebagai penambahan dan pengurangan modal. Akun-akun

9
pendapatan dan beban disebut akun-akun laba rugi atau akun
nominal/temporer.
Akun-akun nominal ini secara berkala ditutup, sedangkan akun neraca tidak.
Ketentuan umum yang diberlakukan untuk akun ini adalah sebagai berikut :
1. Akun Aset dan Akun Beban
Setiap penambahan Aset dan Beban, akan dicatat di sebelah debit, dan setiap
pengurangan akan dicatat di sebelah kredit.
2. AkunLiabilitas, Modal, dan Pendapatan
Setiap penambahan Liabilitas, Modal, dan Pendapatan akan dicatat di sebelah
kredit, dan setiap pengurangan akan dicatat di sebelah debit.

II. Tahap Pengikhtisaran


4. Pembuatan Neraca Saldo
Dari waktu ke waktu, kesamaan antara debit dan kredit dalam buku besar harus
selalu diperiksa. Pada setiap akhir periode akuntansi, hasil pemeriksaan ini
diperlihatkan dengan membuat Neraca Saldo (Trial Balance).
Kesamaan debit dan kredit dalam Neraca Saldo tidak selalu berarti bahwa
pencatatan telah dilakukan dengan benar, misalnya pemindahbukuan ke akun
yang salah tidak akan mempengaruhi keseimbangan debit dan kredit, walaupun
hal itu tetap merupakan kesalahan. Neraca Saldo merupakan titik awal yang baik
untuk penyusunan laporan keuangan. Sebagian dari jumlah yang dicantumkan
dalam Neraca Saldo dapat langsung disajikan dalam Neraca, laporan laba rugi, dan
perubahan modal.

5. Neraca Lajur dan Jurnal Penyesuaian


Jumlah-jumlah dalam Neraca Saldo yang telah benar, belum menyajikan saldo
yang benar dan lengkap untuk semua akun. Oleh karena itu, jurnal penyesuaian
perlu dibuat agar akun-akun yang ada mencerminkan keadaan aset, kewajiban,
pendapatan, beban, dan modal yang sebenarnya.

Ada dua macam jurnal penyesuaian, yaitu :


a. Jurnal penyesuaian untuk transaksi yang belum dicatat.
b. Jurnal penyesuaian untuk mengoreksi saldo akun yang sudah tidak
mencerminkan keadaan yang sebenarnya.

Dilihat dari pengaruhnya terhadap akun Neraca dan Laporan Laba Rugi, jurnal
penyesuaian dapat digolongkan sebagai berikut :
(1) Jurnal penyesuaian yang mempengaruhi akun beban dan utang.
Jurnal penyesuaian ini perlu dibuat karena adanya beban yang telah terjadi
tetapi belum dicatat. Beban-beban ini disebut beban harus dibayar (accrued
expenses).
(2) Jurnal penyesuaian yang mempengaruhi akun beban dan aset.
Jurnal penyesuaian ini perlu dibuat karena saldo akun yang ada sudah tidak
mencerminkan keadaan akun dan aset yang sebenarnya. Beban-beban ini
disebut beban yang dibayar di muka (prepaid expenses).
(3) Jurnal penyesuaian yang mempengaruhi akun pendapatan dan aset.

10
Jurnal penyesuaian ini berhubungan dengan pendapatan yang telah dihasilkan
tetapi belum dicatat. Kadang-kadang pendapatan ini disebut pendapatan yang
masih harus diterima (accrued revenues).

(4) Jurnal penyesuaian yang mempengaruhi pendapatan dan utang.


Jurnal penyesuaian ini berhubungan dengan saldo akun pendapatan atau
utang yang sudah tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya.
Pendapatan jenis ini disebut pendapatan diterima di muka (unearned
revenues).

Dalam suatu perusahaan dagang, jurnal penyesuaian yang biasanya dilakukan


pada akhir tahun adalah :
a) Pemakaian beban dibayar di muka;
b) Pemakaian aset tetap;
c) Pengakuan beban terutang;
d) Koreksi persediaan

Contoh jurnal penyesuaian adalah sebagai berikut :


a) Beban asuransi Rp 300.000
Asuransi dibayar di muka Rp 300.000

b) Beban penyusutan peralatan Rp 150.000


Akumulasi penyusutan peralatan Rp 150.000

c) Beban bunga Rp 15.000


Utang bunga Rp 15.000

d) Ikhtisar laba rugi Rp


Persediaan barang dagangan Rp
Persediaan barang dagangan Rp
Ikhtisar laba rugi Rp

(5) Neraca Saldo Disesuaikan.


Setelah semua ayat jurnal penyesuaian dicatat, maka setiap saldo akun di
kolom Neraca Saldo ditambah atau dikurangi dengan jurnal penyesuaian yang
ada sehingga akan diperoleh saldo yang telah disesuaikan dalam Neraca Saldo
Disesuaikan.
Saldo-saldo itu kemudian dipindahkan ke kolom Neraca atau Laporan Laba
Rugi, tergantung pada jenis akun yang bersangkutan. Laporan keuangan
dibuat dari kolom Neraca dan Laporan Laba Rugi.

6. Laporan Keuangan.
(a) Laporan Posisi Keuangn ( Statement of Financial Position)
Laporan posisi Keuangan disusun berdasarkan angka-angka yang tercantum
dalam Neraca Lajur. Secara garis besar aset dikelompokkan menjadi aset lancar,
investasi jangka panjang, dan aset tetap. Sedangkan sisi kewajiban dalam
neraca dikelompokkan menjadi liabilitas jangka pendek dan liabilitas jangka

11
panjang. Selisih antara aset liabilitas adalah ekuitas, yang merupakan hak
pemilik atau kekayaan perusahaan. Dalam perusahaan berbentuk perseroan
terbatas, modal terdiri dari modal disetor dan saldo laba ditahan ( retained
earning ).Laporan Posisi Keuangan ini dapat disusun dalam bentuk akun
(account form) atau bentuk laporan ( report form )Laporan posisi keuangan
dalam bentuk akun, sisi kiri atau debit adalah aset dan sisi kanan atau kredit
adalah liabilitas dan ekuitas . Laporan Posisi Keuangan dalam bentuk laporan,
kelompok aset diurutkan sebelah atas, liabilitas dan ekuitas diurutkan sesudah
aset.

(b) Laporan Laba Rugi ( Income Statement )


Laporan laba rugi dapat dibuat dalam bentuk langsung ( single step ) atau dalam
bentuk bertahap/berjenjang ( multiple step ). Dalam bentuk langsung, semua
pendapatan digabungkan jadi satu, dan beban digabungkan jadi satu dan
kemudian dikurangkan dari pendapatan.
Dalam bentuk bertahap/berjenjang, Laporan Laba Rugi disusun dengan urutan :
Penjualan, Harga Pokok Penjualan, Beban Usaha, Pendapatan ( Beban ) Lain-
lain, Laba Neto.

7. Jurnal Penutup ( Closing Entries )


Saldo akhir akun-akun yang bersifat sementara ( nominal account ) harus
dipindahkan ke akun-akun tetap/permanen ( real account ).
Dengan demikian, akun-akun sementara tersebut dapat digunakan untuk
mengumpulkan data periode berikutnya. Pemindahan ini dilakukan melalui satu seri
ayat jurnal yang disebut Jurnal Penutup ( Closing Entries )
Jurnal penutup ini terdiri dari :
a) Jurnal penutup untuk pendapatan
b) Jurnal penutup untuk beban
c) Jurnal penutup untuk ikhtisar laba rugi
d) Jurnal penutup untuk dividen

8. Neraca Saldo Penutup ( Post Closing Trial Balance )


Setelah jurnal penyesuaian dan jurnal penutup dicatat, tahap selanjutnya adalah
penyusunan neraca saldo penutup.
Tujuan dibuatnya neraca saldo penutup adalah untuk memastikan bahwa buku
besar telah seimbang sebelum memulai pencatatan data akuntansi periode
berikutnya. Neraca Saldo Penutup hanya akan terdiri dari akun-akun neraca saja,
karena akun-akun nominal/sementara ( pendapatan, beban, prive/dividen ) telah
ditutup dan bersaldo nol. Neraca Saldo Penutup disusun dengan mengambil saldo-
saldo di akun buku besar setelah jurnal penutup dibukukan.

9. Jurnal Balik ( Reversing Entries )


Jurnal balik ( reversing entries) adalah jurnal yang dibuat pada awal suatu periode
akuntansi untuk membalik jurnal penyesuaian yang dibuat pada periode
sebelumnya. Jurnal ini sebenarnya bukan merupakan suatu keharusan. Jurnal balik
ini dibuat agar pencatatan dalam periode berikutnya dapat dilakukan dengan lebih

12
mudah. Hal ini tidak lepas dari pengaruh sistem akuntansi yang diterapkan dan demi
kepraktisan.

Pada dasarnya ada 4 macam jurnal penyesuaian yang memerlukan jurnal balik :
a. Beban yang harus dibayar ( accrued expenses )
b. Beban dibayar di muka ( prepaid expenses ) apabila beban tersebut mula-mula
dicatat pada akun beban ( bukan akun aset)
c. Pendapatan yang masih harus diterima ( accrued revenues )
d. Pendapatan diterima di muka ( unearned revenues ) apabila pendapatan
tersebut mula-mula dicatat pada akun pendapatan ( bukan akun utang )

13
III . POS – POS LAPORAN POSISI KEUANGAN.

Dalam pos-pos laporan posisi keuangan ini yang akan dibahas adalah pos-pos tertentu
yang erat kaitannya dengan laporan laba rugi.

A. Surat-surat Berharga Jangka Pendek ( Marketable Securities )


Surat-surat berharga adalah saham, obligasi, dan surat-surat berharga lainnya yang
dimiliki perusahaan dalam rangka investasi sementara untuk memanfaatkan dana
selama tidak digunakan.

Surat-surat berharga jangka pendek mempunyai sifat sebagai berikut :


(1) Mempunyai pasar, sehingga dapat diperjual belikan dengan segera.
(2) Pemilikannya dimaksudkan untuk dijual kembali dalam waktu dekat apabila
terdapat kebutuhan dana.
(3) Pemilikannya bukan dimaksudkan untuk menguasai perusahaan lain.

Surat-surat berharga ini pada akhir tahun buku dinilai pada harga yang lebih rendah
antara harga perolehan ( cost ) dan harga pasar ( market ) ( Lower Of Cost Or Market
– LOCOM ). atau ada yang menyebut Cost Or Market Whichever Is Lower ( COMWIL)
Apabila ternyata harga pasar lebih rendah daripada harga pokok/perolehan, maka
harga saham harus diturunkan dengan dengan melakukan jurnal sebagai berikut :
( D ) Kerugian penurunan harga surat-surat berharga Rp.....................
(K) Surat-surat berharga Rp.................
atau dapat dibentuk akun penyisihan penurunan harga surat-surat
berharga,sehingga jurnalnya adalah sebagai berikut:
( D ) Kerugian penurunan harga surat-surat berharga Rp...................
(K) Penyisihan penurunan harga surat-surat berharga Rp.................

Menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, penilaian surat-


surat berharga berdasarkan LOCOM tidak dibenarkan ( Harus berdasarkan harga
pokok/perolehan – Pasal 10 ayat (6) UU PPh ).
Apabila surat-surat berharga yang dimiliki dijual melalui Bursa Efek Indonesia,
pengenaan pajakya bersifat final yaitu 0,1 % dari harga jual, sehingga laba yang
diperoleh atau rugi yang diderita atas penjualan surat-surat berharga tersebut tidak
digabungkan lagi dengan penghasilan lainnya yang pengenaan pajaknya berdasarkan
tarif umum ( Pasal 17 UU PPh ).

B, Piutang
Piutang disajikan di neraca dalam jumlah neto setelah dikurangi penyisihan piutang
tak tertagih ( allowance method ). Pada dasarnya terdapat dua cara untuk menaksir
jumlah penyisihan piutang tak tertagih, yaitu :
a. Berdasarkan saldo piutang;
b. Berdasarkan jumlah penjualan neto.
Jurnal penyesuaian untuk pembentukan penyisihan piutang tak tertagih adalah :
( D ) Beban piutang tak tertagih Rp..........................
(K) Penyisihan piutang tak tertagih Rp.........................

14
Jika telah dapat dipastikan bahwa piutang kepada debitur tertentu tidak dapat
ditagih misalnya debitur telah pailit, bangkrut atau tidak diketahui lagi
keberadaannya maka piutang tersebut harus dihapusbukukan.
Piutang yang telah dihapusbukukan, akan dikeluarkan dari catatan perusahaan dan
dibuat jurnal sebagai berikut :
( D ) Penyisihan piutang tak tertagih Rp...........................
(K) Piutang dagang Rp.....................................

Sekiranya yang telah dihapusbukukan tersebut ternyata di kemudian hari dapat


ditagih seluruhnya atau sebagian, maka akan dilakukan jurnal sebagai berikut :
( D ) Piutang dagang Rp..........................
( K ) Penyisihan piutang tak tertagih Rp..................................

( D ) Bank Rp............................
(K) Piutang dagang Rp.................................

Kadang-kadang suatu perusahaan tidak melakukan penyisihan untuk piutang yang


mungkin tidak tertagih. Apabila pada suatu waktu, karena sesuatu sebab piutang
tidak akan tertagih dan diputuskan untuk menghapusbukukannya, maka baru pada
saat itu dicatat kerugian karena tidak tertagihnya piutang. Metode ini disebut
metode penghapusbukuan langsung atau “ direct write off method “

Jika ternyata kemudian piutang dagang yang telah dihapusbukukan ternyata


sebagian atau seluruhnya dapat ditagih, maka akan dilakukan jurnal sebagai berikut:
( D ) Piutang dagang Rp...........................
(K) Beban piutang tak tertagih Rp...................................

( D ) Bank Rp............................
( K ) Piutang dagang Rp...................................

Berdasarkan Pasal 6 ayat ( 1 ) huruf h UU PPh ( ketentuan terbaru, mulai berlaku 1


Januari 2009 ) , piutang yang nyata- nyata tidak dapat ditagih dapat dibebankan
sebagai biaya dengan syarat :
( 1 ) telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
( 2 ) Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada
Direktorat Jenderal Pajak;
( 3 ) telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi
pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis
mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan
debitur yang bersangkutan;atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum ;
atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk
jumlah utang tertentu;
( 4 ) syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan
piutang tak tertagih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf k UU
PPh.

15
Pembentukan penyisihan piutang tak tertagih tidak diperkenankan untuk
kepentingan pajak kecuali untuk usaha tertentu, karena pembentukan penyisihan
piutang tak tertagih termasuk dalam pengertian pembentukan atau pemupukan
dana cadangan.
Pembentukan atau pemupukan dana cadangan tidak diperkenankan dalam pajak,
namun demikian terdapat pengecualian ( Pasal 9 ayat (1) huruf c ) yaitu :
1. cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang
menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi. perusahaan pembiayaan
konsumen, dan perusahaan anjak piutang ;
2. cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk
oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
3. cadangan jaminan untuk Lembaga Penjaminan Simpanan;
4. cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;
5. cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan
6. cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah
industri untuk usaha pengolahan limbah industri.

yang ketentuan dan syarat syaratnya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan.

C. Persediaan.
Persediaan barang dagangan ( merchandise inventory ) adalah barang-barang
perusahaan untuk dijual kembali. Persediaan barang dagangan pada umumnya dinilai
pada harga terendah antara harga pokok/perolehan dan harga pasar (LOCOM) atau
nilai yang diharapkan dapat direalisasikan (net realizable value - selling price less
estimated cost to complete and sell )
Dalam laporan keuangan, persediaan barang dagangan disajikan baik dalam neraca
maupun dalam laporan laba rugi jika perusahaan mengadministrasikan persediaan
berdasarkan sistem persediaan periodik ( periodic inventory system ) . Persediaan
barang dagangan yang yang tercantum di neraca mencerminkan nilai barang
dagangan yang ada pada tanggal neraca, sedangkan dalam laporan laba rugi
persediaan barang dagangan muncul dalam harga pokok penjualan. Terdapat saling
hubungan antara persediaan barang dagangan pada tahun berjalan dengan tahun
sebelumnya dan tahun yang akan datang. Oleh karena itu kesalahan dalam
menentukan nilai persediaan barang dagangan akan mempengaruhi tidak saja
laporan laba rugi dan neraca tahun berjalan, tetapi juga neraca dan laporan laba rugi
tahun yang akan datang.
Dalam menetapkan harga pokok persediaan, dapat digunakan metode sebagai
berikut:
a. Pertama Masuk Pertama Keluar ( First In First Out = FIFO
b. Rata-rata ( Average ) :
 Rata-rata sederhana ( Simple Average )
 Rata-rata tertimbang ( Weighted Average )
 Rata-rata gerak ( Moving Average )

Metode lainnya dalam penetapan harga pokok persediaan :


a. Identifikasi Khusus ( Special Identification )

16
b. Metode Taksiran ( Estimated Method )
 metode eceran ( retail method )
 metode laba bruto ( gross profit method )

Dalam mengadmistrasikan persediaan dapat dilakukan berdasarkan sistem persediaan


periodik ( periodic inventory system ) atau berdasarkan sistem persediaan perpetual
( perpetual inventory system ). Antara kedua sistem ini terdapat perbedaan dalam
melakukan pencatatan atas pembelian dan penjualan dan jurnal penutup pada akhir
tahun buku.

Berdasarkan Pasal 10 angka 6 UU PPh, persediaan dan pemakaian persediaan untuk


perhitungan harga pokok adalah berdasarkan harga perolehan yang dilakukan secara
rata-rata atau dengan cara mendahulukan persediaan yang diperoleh pertama.

D. Aset Tetap ( Fixed Assets )


(1) Pengertian.
Aset tetap adalah aset berwujud yang :
a. dimiliki dan digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa,
untuk direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif; dan
b. diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode.

(2) Biaya perolehan.


Biaya perolehan aset tetap harus diakui sebagai aset jika dan hanya jika :
a. besar kemungkinan manfaat ekonomis di masa depan berkenaan dengan
aset tersebut akan mengalir ke perusahaan.
b. biaya perolehan dapat diukur dengan andal.

Biaya perolehan aset tetap meliputi:


a. harga perolehannya, termasuk bea impor dan Pajak Pertambahan Nilai yang
tidak boleh dikreditkan setelah dikurangi diskon pembelian dan potongan-
potongan lain’;
b. biaya-biaya yang dapat diatribusikan secara langsung untuk membawa aset
ke lokasi dan kondisi yang diinginkan agar aset siap digunakan sesuai dengan
keinginan dan maksud manajemen;
c. estimasi awal biaya pembongkaran dan pemindahan aset tetap dan restorasi
lokasi aset. Kewajiban atas biaya tersebut timbul ketika aset tersebut
diperoleh atau karena entitas menggunakan aset tersebut selama periode
tertentu untuk tujuan selain untuk menghasilkan persediaan

(3) Pengukuran Setelah Pengakuan Awal.


Suatu entitas harus memilih model biaya ( cost model ) atau model revaluasi
( revaluation model) sebagai kebijakan akuntansinya dan menetapkan kebijakan
tarsebut terhadap seluruh aset tetap dalam kelompok yang sama.
Dalam model biaya, setelah diakui sebagai aset, suatu aset tetap dicatat
sebesar biaya perolehan dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi
penurunan nilai aset. Dalam model revaluasi, setelah diakui sebagai aset, suatu
aset tetap yang nilai wajarnya dapat diukur secara andal harus diukur pada

17
jumlah revaluasian, yaitu nilai wajar pada tanggal revaluasi dikurangi akumulasi
penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai yang terjadi setelah tanggal
revaluasi. Revaluasi harus dilakukan dengan keteraturan yang cukup reguler
untuk memastikan bahwa jumlah tercatat tidak berbeda secara material dari
jumlah yang ditentukan dengan menggunakan nilai wajar pada tanggal neraca.
Jika jumlah tercatat aset meningkat akibat revaluasi, kenaikan tersebut
langsung dikredit ke ekuitas pada bagian surplus revaluasi. Namun kenaikan
tersebut harus diakui dalam laporan laba rugi hingga sebesar jumlah penurunan
nilai aset akibat revaluasi yang pernah diakui sebelumnya dalam laporan laba
rugi.
Jika jumlah tercatat aset turun akibat revaluasi, penurunan tersebut diakui
dalam laporan laba rugi. Namun, penurunan nilai akibat revaluasi tersebut
langsung didebit ke ekuitas pada bagian surplus revaluasi selama penurunan
tersebut tidak melebihi saldo kredit surplus revaluasi untuk aset tersebut.

(4) Penyusutan.
a.Pengertian.
Penyusutatan atau depresiasi bukanlah proses di mana perusahaan
mengakumulasikan dana untuk mengganti aset tetapnya. Penyusutan bukan
pula cara untuk menghitung nilai yang berlaku dari aset tetap. Penyusutan
adalah alokasi yang sistematis dari harga perolehan aset selama periode-
periode berbeda yang memperoleh manfaat dari penggunaan suatu aset.
Akumulasi penyusutan bukanlah dana penggantian aset, melainkan jumlah
seluruh harga perolehan aset yang telah dipergunakan selama periode-periode
sebelumnya.
b.Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam menentukan jumlah beban
penyusutan tahunan yang tepat adalah :
* Harga perolehan aset.
* Nilai sisa atau nilai residu
* Masa manfaat
* Metode penyusutan.
c. Metode Penyusutan.
Terdapat beberapa metode penyusutan, yaitu:
(1) metode garis lurus ( straight line method)
(2) metode pembebanan yang menurun ( decreasing charge methods )
a) metode jumlah angka tahun ( sum of years digit method )
b) metode saldo menurun ( declining balance method)
(3) metode berdasarkan penggunaan ( activity method )
a) metode jam jasa ( service hours method )
b) metode jumlah unit produksi ( production output method )
(4) metode penuyusutan khusus ( special depreciation method )
a) jenis dan kelompok ( group and composite method )
b) anuitas ( annuity )

18
Dalam Pasal 11 UU PPh ditentukan :
1) Harta yang dapat disusutkan adalah harta berwujud yang mempunyai masa manfaat
lebih dari satu tahun kecuali tanah yang berstatus hak milik, hak guna bangunan,hak
guna usaha, dan hak pakai, yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan ,
menagih dan memelihara penghasilan,
2) Penyusutan dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk harta yang
masih dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai pada bulan selesainya
pengerjaan harta tersebut.
3) Metode penyusutan yang digunakan adalah :
a.Bangunan : metode garis lurus.
b.Harta berwujud lainnya: metode garis lurus atau metode saldo menurun.
4) Masa manfaat ditentukan sebagai berikut :
Bukan bangunan:
* kelompok 1 : 4 tahun
* kelompok 2 : 8 tahun
* kelompok 3 : 16 tahun
* kelompok 4 : 20 tahun
Bangunan :
 Permanen : 20 tahun
 Tidak permanen : 10 tahun
Pengelompokan harta berwujud yang dapat disusutkan diatur dengan Peraturan Menteri
Keuangan.
5) Nilai sisa buku
Pada akhir masa penyusutan nilai sisa buku harus nol.
Harta berwujud yang masih dalam proses sewa guna usaha ( leasing ) untuk sewa
pembiayaan ( financial lease ) tidak boleh disusutkan baik oleh lessee maupun oleh
lessor. Karena lessee tidak boleh melakukan penyusutan atas harta yang masih dalam
proses leasing, maka seluruh sewa guna usaha yang dibayar oleh lessee merupakan
beban fiskal yang dapat dikurangkan.

E. Aset Tidak Berwujud


1.Pengertian.
Aset tidak berwujud adalah aset nonmoneter yang dapat diidentifikasi dan tidak
mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam menghasilkan atau
menyerahkan barang atau jasa, disewakan kepada pihak lainnya, atau untuk tujuan
administratif.
2.Biaya perolehan.
Aset tidak berwujud diakui jika, dan hanya jika :
(a) kemungkinan besar perusahaan akan memperoleh manfaat ekonomis masa
depan dari aset tersebut; dan
(b) biaya perolehan aset tersebut dapat diukur secara andal.

Suatu aset tidak berwujud pada awalnya harus diakui sebesar biaya perolehan.
Biaya perolehan adalah jumlah uang kas atau setara kas yang dibayarkan atau nilai
wajar sumber daya yang dikeluarkan untuk mendapatkan aset pada saat perolehan
atau saat produksi.

19
3.Pengeluaran Setelah Perolehan.
Pengeluaran setelah aset tidak berwujud diperoleh diakui sebagai beban pada saat
terjadinya pengeluaran, kecuali :
a. pengeluaran tersebut besar kemungkinannya akan meningkatkan manfaat
ekonomis masa depan sehingga menjadi lebih besar daripada standar kinerja
yang diperkirakan semula; dan
b. pengeluaran tersebut dapat diukur dan dikaitkan dengan aset secara andal

Jika persyaratan-persyaratan di atas dapat dipenuhi, maka pengeluaran setelah


perolehan harus ditambahkan kepada biaya perolehan aset tidak berwujud.

4.Amortisasi
a. Pengertian.
Amortisai adalah alokasi sistematis dari nilai aset tidak berwujud yang dapat
didepresiasi selama masa manfaat aset tersebut.Jumlah yang dapat diamortisasi
dari aset tidak berwujud harus dialokasikan secara sistematis berdasarkan
perkiraan terbaik dari masa manfaatnya. Pada umumnya masa manfaat suatu
aset tidak berwujud tidak akan melebihi 20 tahun sejak tanggal aset siap
digunakan. Amortisasi harus mulai dihitung saat aset siap untuk digunakan.
b.Metode.
Metode amortisasi harus mencerminkan pola konsumsi manfaat ekonomis oleh
perusahaan. Metode ini meliputi metode garis lurus, metode saldo menurun dan
metode jumlah unit produksi. Jika pola tersebut tidak dapat ditentukan secara
andal, maka harus digunakan metode garis lurus. Biaya amortisasi setiap periode
harus diakui sebagai beban kecuali diperkenankan untuk dimasukkan ke dalam
nilai tercatat aset lain seperti amortisasi aset tidak berwujud yang digunakan
dalam proses produksi dimasukkan ke dalam nilai tercatat persediaan.

Dalam Pasal 11 A UU PPh ditentukan bahwa :


1) Amortisasi dilakukan atas pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud dan
pengeluaran lainnya termasuk biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak guna
usaha, hak pakai, dan muhibah ( goodwill ) yang mempunyai masa manfaat lebih
dari satu tahun yang dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghaslilan.
2) Amortisasi dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk bidang
usaha tertentu yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan.
3) Masa manfaat :
Kelompok 1 : 4 tahun
Kelompok 2 : 8 tahun
Kelompok 3 : 16 tahun
Kelompok 4 : 20 tahun
4) Metode penyusutan:
a. Metode garis lurus
b. Metode saldo menurun
c. Sekaligus dibebankan pada tahun terjadinya untuk biaya pendirian/biaya
perluasan modal
d. Metode satuan produksi untuk hak penambangan migas

20
e. Metode satuan produksi secara terbatas untuk hak pengusahaan hutan, hak
penambangan selain migas dan hak pengusahaan alam lainnya.
f. Metode garis lurus dengan jangka waktu amortisasi sesuai dengan masa
kontraknya untuk kontrak bangun guna serah ( build, operate, transfer )

21
IV. PENGAKUAN PENGHASILAN DAN BEBAN

A. PENGHASILAN.
1. Pengertian.
a. Menurut akuntansi .
Menurut pragarf 6 Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 23
“ pendapatan adalah arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari
aktivitas normal perusahaan selama satu periode bila arus masuk itu
mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanam
modal”
Selanjutnya dalam Kerangka Dasar dan Penyajian Laporan Keuangan, penghasilan
(income) didefinisikan sebagai peningkatan manfaat ekonomi selama satu periode
akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan aset atau penurunan
kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari
kontribusi penanam modal. Penghasilan meliputi pendapatan ( revenues) dan
keuntungan (gains). Pendapatan (revenues ) adalah penghasilan yang timbul dari
aktivitas perusahaan yang biasa (normal) dan dikenal dengan sebutan yang
berbeda seperti penjualan, penghasilan jasa (fees), bunga, dividen, royalti, dan
sewa.
Keuntungan (gains) mencerminkan pos lainnya yang memenuhi definsi
penghasilan yang mungkin timbul atau mungkin tidak timbul dalam pelaksanaan
aktivitas perusahaan yang biasa. Keuntungan mencerminkan kenaikan manfaat
ekonomi, dengan demikian pada hakikatnya tidak berbeda dengan pendapatan.
Keuntungan meliputi misalnya pos yang timbul dari pengalihan aset tidak lancar.
Jika diakui galam laporan laba-rugi, keuntungan biasanya dicantumkan terpisah
karena informasi mengenai pos tersebut berguna dalam pengambilan keputusan
ekonomi. Keuntungan biasanya dilaporkan dalam jumlah bersih setelah dikurangi
dengan beban yang bersangkutan.

b.Menurut pajak.
Menurut Pasal 4 ayat (1) UU PPh, penghasilan adalah “setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang
berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk
konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan
nama atau dalam bentuk apapun, termasuk...”
Berdasarkan definisi di atas penghasilan mengandung unsur-unsur :
a). setiap tambahan kemampuan ekonomis,
b). yang diterima atau diperoleh,
c). baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia ( global income),
d). yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan,
e). dengan nama atau dalam bentuk apapun.

Tidak seluruh penghasilan menjadi objek Pajak Penghasilan. Dalam Pasal 4 ayat (3)
UU PPh ditentukan jenis-jenis penghasilan yang bukan merupakan objek pajak
diantaranya dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan
terbatas sebagai Wajib Pajak dam negeri, koperasi, badan usaha milik negara,

22
badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang
didirikan atau atau berkedudukan di Indonesia dengan syarat :
a) dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
b) bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik
daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang
memberikan dividen paling rendah 25 % dari jumlah modal yang disetor.
Selain itu dalam Pasal 4 ayat (2) ditentukan bahwa penghasilan tertentu dapat
dikenai pajak yang bersifat final yang diatur atau berdasarkan Peraturan
pemerintah.

2. Pembentukan dan Realisasi Pendapatan.


Pembentukan pendapatan berkaitan dengan kapan pendapatan dianggap terbentuk,
sedangkan realisasi berkaitan dengan kapan pendapatan dianggap terealisasi dalam
suatu transaksi.
a) Pembentukan Pendapatan ( Earning Process)
Pembentukan pendapatan adalah suatu konsep yang menjelaskan proses
terjadinya pendapatan. Secara konseptual, pendapatan dianggap terbentuk
bersamaan dengan seluruh proses berlangsungnya kegiatan perusahaan. Jadi
proses pembentukan pendapatan dimulai dari kegiatan pembelian bahan baku,
produksi, penjualan dan pengumpulan/penagihan piutang. Hal ini berarti bahwa
apabila sejumlah potensi jasa tertentu yang melekat pada aset telah terbentuk
selama kegiatan produksi, otomatis telah terbentuk pendapatan, meskipun belum
terjadi penjualan.
b) Realisasi Pendapatan.
Konsep realisasi berbeda dengan konsep pendapatan. Realisasi merupakan teknik
akuntansi yang dijadikan dasar untuk menandai pengakuan pendapatan. Atas
dasar konsep ini, pendapatan baru terbentuk setelah produksi selesai dikerjakan
dan terealisasi melalui penjualan baik secara langsung maupun kontrak penjualan.
Diterimanya kas atau kesanggupan membayar dari pihak pembeli merupakan
proses realisasi pendapatan. Dengan demikian proses realisasi pendaptan ditandai
oleh dua kegiatan berikut :
1) Adanya kepastian perubahan produk menjadi bentuk aset lain ( potensi jasa)
melalui kegiatan penjualan yang sah.
2) Diperolehnya aset lain ( biasanya aset lancar) sebagai pengesahan terhadap
transaksi penjualan tersebut.
Dari kedua kejadian di atas, dapat dikatakan bahwa proses realisasi pada dasarnya
merupakan pengesahan terhadap proses pembentukan pendapatan.

3. Pengakuan Pendapatan
Pengakuan adalah proses untuk mencatat atau memasukkan secara formal suatu
pos dalam akun dan laporan keuangan entitas. Pengakuan ini meliputi penjelasan
suatu pos baik dengan kata-kata maupun angka, dan jumlah itu termasuk dalam
angka total laporan keuangan. Untuk aset dan kewajiban, pengakuan menyangkut
pencatatan bukan hanya perolehan atau terjadinya pos itu tetapi juga perubahan
sesudahnya, termasuk penghapusan dari laporan keuangan yang sebelumnya diakui.

23
a) Kriteria.
Secara umum ada dua kriteria yang dapat dijaikan dasar untuk mengakui
pendapatan, yaitu :
1. Telah terealisasi (realized), yaitu bila terjadi transaksi pertukaran antara barang
yang dihasilkan perusahaan dengan kas atau klaim untuk menerima kas, atau
ada kepastian akan segera terealisasi ( realizable), di mana barang hasil
pertukaran dapat segera diubah ( dikonversi) menjadi kas atau klaim untuk
menerima kas.
Syarat barang yang mudah dikonversi adalah :
* Memiliki harga per unit yang pasti dan barang tersebut tidak terpengaruh
oleh perubahan bentuk dan ukuran barang, misalnya logam mulia.
* Mudah dijual tanpa memerlukan biaya besar.
2. Pendapatan terbentuk (earned) yaitu bila kegiatan menghasilkan barang dan
jasa telah berjalan dan secara substansial telah selesai.

b. Saat Pengakuan.
1. Selama kegiatan produksi.
Pendapatan dapat diakui selama kegiatan produksi, meskipun produk yang
dihasilkan masih dalam proses produksi. Contohnya adalah perusahaan
konstruksi yang memerlukan penyelesaian dalam beberapa periode akuntansi.
Taksiran pendapatan dilakukan dengan dua pendekatan :
* Persentase biaya.
* Persentase penyelesaian pisik.

2. Saat produksi selesai.


Saat pengakuan ini pada umumnya dilakukan terhadap produk yang memiliki
harga yang sudah pasti dan pemasarannya terjamin, misalnya emas, perak,
timah, gandum, dan sebagainya.
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi pengakuan pendapatan saat
produksi selesai, yaitu :
a. Harga jual dapat ditentukan dengan cukup tepat;
b.Tidak diperlukan kegiatan/biaya pemasaran yang cukup material untuk
menjual produk tersebut.
c. Harga pokok sulit ditentukan.
d.Satuan-satuan persediaan dapat saling dipertukarkan ( barang tidak
terpengaruh oleh perubahan bentuk dan ukuran)

3. Saat penjualan.
Pada umumnya perusahaan mengakui pendapatan pada saat penjualan yang
merupakan dasar yang paling jelas dan objektif. Kapan saat yang tepat
dijadikan dasar yang menandai terjadinya penjualan ?
Menurut pragraf 13 PSAK 23 ditentukan bahwa pendapatan dari penjualan
barang harus diakui bila seluruh kondisi berikut dipenuhi:
a.perusahaan telah memindahkan risiko secara signifikan dan telah
memindahkan manfaat kepemilikan kepada pembeli;
b.perusahaan tidak lagi mengelola atau pengendalian efektif atas barang yang
dijual;

24
c.jumlah pendapatan tersebut dapat diukur secara andal;
d.besar kemungkinan manfaat ekonomi yang dihubungkan dengan transaksi
akan mengalir kepada perusahaan tersebut; dan
e.biaya yang terjadi atau akan terjadi sehubungan dengan transaksi penjualan
dapat diukur dengan andal.

4. Saat kas diterima.


Digunakan dalam hal terdapat ketidakpastian yang besar mengenai
kolektibilitas piutang yang timbul dari penjualan barang dan jasa, pengakuan
pendapatan dapat ditunda sampai saat diterimanya kas.

Menurut Pasal 4 ayat (1) UUPPh dinyatakan bahwa penghasilan adalah setiap tambahan
kemapuan ekonomis yang diterima atau diperoleh .......
Kata-kata yang menyatakan “diterima atau diperoleh” mengandung arti bahwa
penghasilan baru diakui setelah ada realisasi.

Dalam memori penjelasan Pasal 28 ayat (5) UU KUP dikemukakan sebagai berikut:
“Pengertian diperoleh merujuk kepada stelsel akrual (accrual basis) yaitu suatu metode
penghitungan penghasilan dan biaya dalam arti bahwa penghasilan diakui pada waktu
diperoleh dan biaya diakui pada waktu terutang. Jadi tidak tergantung kapan
penghasilan itu diterima atau kapan biaya itu dibayar secara tunai. Termasuk dalam
pengertian stelsel akrual adalah pengakuan penghasilan berdasarkan metode
persentase tingkat penyelesaian pekerjaaan yang umumnya dipakai dalam bidang
konstruksi dan metode lain yang digunakan dalam bidang usaha tertentu seperti build,
operate, and transfer (bot) dan real estat. Perlu dikemukakan bahwa terhitung mulai 1
Januari 2009 berdasarkan PP Nomor 40 Tahun 2009 ttg perubahan PP Nomor 51 Tahun
2008, pengenaan Pajak Penghasilan atas jasa konstruksi adalah bersifat final.

Pengertian diterima merujuk kepada stelsel kas (cash basis) yaitu penghasilan baru
dianggap sebagai penghasilan apabila telah benar-benar diterima secara tunai dalam
suatu periode tertentu serta biaya baru dianggap sebagai biaya apabila benar-benar
telah dibayar secara tunai dalam suatu periode tertentu. Stelsel kas biasanya digunakan
oleh perusahaan kecil orang pribadi atau perusahaan jasa, misalnya transportasi,
hiburan, restoran, yang tenggang waktu antara penyerahan jasa dan pembayarannya
tidak berlangsung lama. Dalam stelsel kas murni, penghasilan dari penyerahan barang
atau jasa ditetapkan pada saat pembayaran diterima dari pelanggan, dan biaya-biaya
ditetapkan pada saat barang , jasa , dan biaya operasi lain dibayar. Dengan demikian
pemakaian stelsel kas dapat mengakibatkan penghitungan yang mengaburkan terhadap
penghasilan yaitu besarnya penghasilan dari tahun ke tahun disesuaikan dengan
mengatur penerimaan kas dan pengeluaran kas. Oleh karena itu untuk penghitungan
Pajak Penghasilan, pemakaian stelsel kas harus memperhatikan hal-hal antara lain
sebagai berikut :
1) Penghitungan jumlah penjualan dalam suatu periode harus meliputi seluruh
penjualan, baik yang tunai maupun yang bukan. Dalam menghitung harga pokok
penjualan harus diperhitungkan seluruh pembelian dan persediaan.

25
2) Dalam memperoleh harta yang dapat disusutkan dan hak-hak yang dapat
diamortisasi, biaya-biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan hanya dapat
dilakukan melalui penyusutan dan amortisasi.
3) Pemakaian stelsel kas harus dilakukan secara taat asas atau konsisten.

Berdasakan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-184/PJ/2002 tanggal 11


April 2002 bahwa penghasilan bank berupa bunga dari kredit non-performing diakui
pada saat penghasilan bunga tersebut diterima oleh bank ( cash basis)

4. Pengukuran
Penghasilan diukur dalam satuan nilai tukar produk/jasa dalam suatu transaksi yang
wajar ( arm’s length transaction ). Nilai tukar tersebut menunjukkan ekuivalen kas atau
nilai diskonto tunai dari uang yang diterima atau akan diterima dari transaksi penjualan.

B. BEBAN (EXPENSES)
1. Pengertian
Menurut pragraf 70 butir b Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan
Keuangan, beban (expenses) adalah “penurunan manfaat ekonomi selama periode
akuntansi dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya aset atau timbulnya kewajiban
yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada
penanam modal “ Beban mencakup baik kerugian (loss) maupun beban yang timbul
dalam pelaksanaan aktivitas perusahaan yang biasa. Beban yang timbul dari
pelaksanaan aktivitas perusahaan yang biasa meliputi misalnya beban pokok penjualan,
gaji, dan penyusutan. Beban ini biasanya berbentuk arus keluar atau berkurangnya aset
seperti kas atau setara kas, persediaan, dan aset tetap.
Kerugian mencerminkan pos lain yang memenuhi definisi beban yang mungkin
timbul atau mungkin tidak timbul dari aktivitas perusahaan yang biasa. Kerugian
mencerminkan berkurangnya manfaat ekonomi dan pada hakekatnya tidak berbeda
dari beban lain. Kerugian dapat timbul misalnya dari bencana kebakaran, banjir, seperti
juga yang timbul dari pelepasan aset tidak lancar. Definisi beban juga mencakup
kerugian yang belum direalisasi misalnya kerugian yang timbul dari pengaruh kenaikan
kurs valuta asing dalam hubungannya dengan pinjaman perusahaan dalam mata uang
tersebut. Kalau kerugian diakui dalam laporan laba rugi, biasanya disajikan secara
terpisah karena pengetahuan mengenai pos tersebut berguna untuk tujuan
pengambilan keputusan ekonomi. Kerugian sering kali dilaporkan dalam jumlah bersih
setelah dikurangi dengan penghasilan yang bersangkutan.

2. Pengakuan ( Recognition)
Beban diakui dalam laporan laba rugi jika penurunan manfaat ekonomi masa depan
yang berkaiatan dengan penurunan aset atau peningkatan kewajiban telah terjadi dan
dapat diukur dengan andal. Hal ini berarti bahwa pengakuan beban terjadi bersamaan
dengan pengakuan kenaikan kewajiban atau penurunan aset, misalnya akrual hak
karyawan atau penyusutan aset tetap.
Beban diakui dalam laporan laba rugi atas dasar hubungan langsung antara biaya
yang timbul dan pos penghasilan tertentu yang diperoleh. Proses yang bisanya disebut
pengaitan biaya dengan pendapatan ( matching of cost with revenues) ini melibatkan
pengakuan penghasilan dan beban secara gabungan atau bersamaan yang dihasilkan

26
secara langsung dan bersama-sama dari transaksi dan peristiwa lain yang sama;
misalnya berbagai komponen beban yang membentuk beban pokok penjualan ( cost or
expense of good sold ) diakui pada saat yang sama sebagai penghasilan yang diperoleh
dalam penjualan barang.
Jika manfaat ekonomi yang diharapkan timbul selama beberapa periode akuntansi
dan hubungannya dengan penghasilan hanya dapat ditentukam secara luas atau tidak
langsung, beban diakui dalam laporan laba rugi atas dasar alokasi yang sistematis dan
rasional. Hal ini sering diperlukan dalam pengakuan beban yang berkaitan dengan
penggunaan aset seperti aset tetap, goodwill, paten, merek dagang. Dalam kasus
semacam ini, beban ini disebut penyusutan atau amortisasi. Prosedur alokasi ini
dimaksudkan untuk mengakui beban dalam periode akuntansi yang menikmati manfaat
ekonomi yang bersangkutan.
Beban diakui dalam laporan laba rugi jika pengeluaran tidak menghasilkan manfaat
ekonomi masa depan atau jika sepanjang manfaat ekonomi masa depan tidak
memenuhi syarat, atau tidak lagi memenuhi syarat untuk diakui dalam neraca sebagai
aset
Beban juga diakui dalam laporan laba rugi pada saat timbul kewajiban tanpa
pengakuan aset, seperti jika timbul kewajiban akibat garansi produk.

3. Pengukuran.
Dasar pengukuran yang lazim digunakan dalam penyusunan laporan keuangan adalah
biaya historis ( historical cost). Ini biasanya digabungkan dengan dasar pengukuran yang
lain. Misalnya persediaan biasanya dinyatakan sebesar nilai terendah dari biaya historis
atau nilai realisasi bersih ( lower cost or net realizable value). Menurut biaya historis aset
dicatat sebesar kas atau setara kas atau nilai wajar dari imbalan yang diberikan untuk
memperoleh aset tersebut pada saat perolehan. Kewajiban dicatat sebesar jumlah yang
diterima sebagai penukar atau kewajiban (obligation) atau keadaan tertentu ( misalnya
pajak penghasilan ) dalam jumlah kas atau setara kas yang diharapkan kan dibayarkan
untuk memenuhi kewajiban dalam pelaksanaan usaha yang normal.

27
V. LAPORAN KEUANGAN.

1. Pengertian.
Laporan keuangan adalah keluaran atau hasil akhir dari proses akuntansi. Laporan
keuangan ini berfungsi sebagai bahan informasi bagi pemakainya dalam
pengambilan keputusan. Laporan keuangan juga berfungsi sebagai
pertanggungjawaban atau akuntabilitas dan sebagai indikator kesuksesan
perusahaan dalam mencapai tujuannya.

Agar laporan keuangan dapat disusun dengan baik maka perusahaan harus
menyelenggarakan pembukuan. Menurut Pasal 1 angka 26 UU KUP disebutkan
bahwa pembukuan adalah suatu proses pencatatan secara teratur untuk
mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban,
modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan
barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca
dan laporan laba rugi pada setiap tahun pajak berakhir.

2. Penyelenggaraan Pembukuan
Dalam Pasal 28 UU KUP ditentukan bahwa wajib pajak orang pribadi yang
melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan wajib pajak badan wajib
menyelenggarakan pembukuan berlandaskan itikad baik dan dan mencerminkan
keadaan atau kegitan usaha yang sebenarnya.
Dikecualikan dari kewjiban menyelenggarakan pembukuan tetapi wajib
menyelenggarakan pencatatan adalah :
a ) wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
yang diperkenankan menghitung penghasilan neto dengan Norma Penghitungan
Penghasilan Neto.
b ) wajib pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas.

3. Laporan Keuangan
Setiap tahun buku berakhir wajib pajak menyusun laporan keuangan yang disebut
laporan keuangan komersial. Laporan keuangan ini adalah merupakan produk akhir
dari proses akuntansi yang diselenggarakan perusahaan sesuai dengan prinsip-
prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Pada dasarnya laporan keuangan
komersial ini tidak harus mencerminkan seluruh pertimbangan-pertimbangan
perpajakan. Dalam Pasal 28 ayat (7) UU KUP ditentukan bahwa pembukuan harus
diselenggarakan berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum, kecuali
peraturan perundang-undangan perpajakan menentukan lain. Dengan demikian
atas laporan keuangan komersial yang telah disusun perusahaan masih perlu
dilakukan penyesuaian atau rekonsiliasi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan agar dapat digunakan atau dijadikan sebagai
dasar pengisian SPT Tahunan PPh. Laporan Keuangan yang telah direkonsiliasi
tersebut disebut laporan keuangn fiskal.

28
4. Perbedaan Tetap ( Permanent Differences ) dan Perbedaan Sementara
( Temporary Differences)
a. Perbedaan Tetap.
Perbedaan tetap adalah perbedaan antara laba akuntansi/komersial dan laba
fiskal yang timbul karena administrasi pajak menghitung laba fiskal berbeda dari
laba menurut akuntansi tanpa koreksi di kemudian hari. Hal ini mengakibatkan
adanya perbedaan total laba selama masa hidup perusahaan antara laba yang
dihitung menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dan
laba yang dihitung menurut ketentuan PSAK ( Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan ).
Perbedaan tetap ini meliputi :
(1) Penghasilan yang telah dipotong PPh yang bersifat final tidak dilaporkan
sebagai bagian dari penghitungan laba rugi fiskal. Contoh : penghasilan dari
penjualan transaksi saham di bursa efek, dan penghasilan bunga deposito.
(2) Penghasilan yang bukan objek pajak tidak dimasukkan sebagai penghasilan
dalam penghitungan laba rugi fiskal. Contoh : dividen yang diterima
perusahaan atas penyertaan modal pada perusahaan lain sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat ( 3 ) huruf f UU PPh.
(3) Pemberian natura merupakan kenikmatan kepada karyawan, bukan
penghasilan bagi pihak yang menerima dan tidak boleh dibebankan sebagai
pengurang penghasilan untuk tujuan fiskal.
(4) Biaya representase yang tidak dipertanggungjawabkan dalam daftar
nominatif berdasarkan ketentuan yang berlaku tidak boleh dibebankan
sebagai pengurang penghasilan.
(5) Pajak Penghasilan, sanksi administrasi pajak berupa bunga, denda dan
kenaikan, tidak boleh dibebankan sebagai pengurang penghasilan.
(6) Sumbangan dalam bentuk apapun tidak dapat dibebankan sebagai
pengurang penghasilan kecuali yang ditentukan dalam PP 93 Tahun 2010
(7) Rugi yang timbul dari penarikan aset tetap yang tidak digunakan untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan tidak boleh
dibebankan sebagai pengurang penghasilan.
(8) Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham
atau kepada pihak lain yang mempunyai hubungan istimewa sebagai
imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan, tidak dapat
dikurangkan dari penghasilan karena pada dasarnya pengeluaran untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang dapat
dikurangkan dari penghasilan adalah pengeluaran yang jumlahnya wajar
sesuai kelaziman usaha.
(9) Dalam hal terjadi kompensasi timbal balik ( offset ) utang piutang di antara
Wajib Pajak yang melakukan pengalihan dalam rangka penggabungan atau
peleburan usaha, maka penghapusan utang bagi debitur bukan merupakan
penghasilan, sedangkan penghapusan piutang bagi debitur bukan
merupakan biaya.
b. Perbedaan Sementara.
Perbedaan sementara merupakan perbedaan waktu pengakuan penghasilan dan
biaya tertentu menurut PSAK dan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan yang mengakibatkan pergeseran pengakuan penghasilan dan beban

29
antara satu tahun ke tahun pajak lainnya. Perbedaan ini akan terkoreksi secara
otomatis.
Perbedaan sementara ini meliputi :
(1) Piutang Usaha.
Untuk tujuan fiskal pengakuan kerugian atas piutang pada hakekatnya
digunakan penghapusan langsung ( direct write off ) sedangkan untuk tujuan
komersial digunakan metode penyisihan ( allowance method )
(2) Persediaan
Untuk tujuan fiskal persediaan hanya boleh dinilai berdasarkan harga
perolehan dengan metode rata-rata atau metode pertama masuk pertama
keluar secara taat asas, sedangkan untuk komersial meskipun menggunakan
metode rata-rata atau metode masuk pertama keluar pertama,tetapi apabila
harga pasar turun sampai di bawah harga perolehan, harus dikoreksi
menjadi harga pasar. Untuk tujuan fiskal tidak diperkenankan melakukan
penyisihan penurunan harga atau kerugian karena keusangan persediaan,
sedangkan untuk tujuan komersial, penyisihan berdasarkan masa yang lalu
atau keadaan yang diketahui merupakan keharusan.
(3) Harta Berwujud
Untuk harta berwujud perbedaan waktu dapat disebabkan saat mulai
dilakukan penyusutan, metode penyusutan, nilai sisa, dan masa manfaat
Untuk tujuan fiskal penyusutan dimulai pada bulan dilakukannya
pengeluaran kecuali untuk harta yang masih dalam proses pengerjaan,
penyusutannya dimulai pada bulan selesainya pengerjaan harta tersebut.
Sedangkan untuk tujuan komersial penyusutan dimulai pada saat siap atau
mulai digunakan. Metode penyusutan yang digunakan untuk tujuan fiskal
adalah metode garis lurus atau metode saldo menurun, sedangkan untuk
tujuan komersial dapat juga digunakan metode penyusutan lainnya. Untuk
tujuan fiskal nilai sisa buku pada akhir masa penyusutan harus nol,
sedangkan untuk tujuan komersial tergantung pada kebijakan perusahaan.
Demikian juga masa manfaat harta berwujud untuk tujuan fiskal ditentukan
dengan Peraturan Menteri Keuangan, sedangkan untuk tujuan komersial
ditentukan sesuai dengan kebijakan perusahaan.
(4) Harta Tak Berwujud
Untuk tujuan fiskal, amortisasi harta tak berwujud yang mempunyai masa
manfaat lebih dari satu tahun dilakukan dengan metode garis lurus atau
metode saldo menurun, sedangkan untuk tujuan komersial dapat juga
dilakukan metode jumlah unit produksi. Masa manfaat dan tarif amortisasi
untuk tujuan fiskal ditentukan dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan, sedangkan untuk tujuan komersial ditentukan sendiri
oleh perusahaan.
(5) Biaya Pendirian dan Biaya Perluasan Modal.
Untuk tujuan fiskal, pengeluaran untuk biaya pendirian dan biaya perluasan
modal, diamortisasi sesuai dengan masa manfaat dan tarif yang telah
ditentukan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
atau dibebankan pada tahun terjadinya, sedangkan untuk tujuan komersial,
biaya-biaya ini dapat ditangguhkan dan diamortisasi dengan tarif sesuai
taksiran masa manfaat.

30
(6) Pembentukan atau Pemupukan Dana Cadangan.
Untuk tujuan fiskal, pembentukan atau pemupukan dana cadangan tidak
diperkenankan untuk dikurangkan dari penghasilan kecuali yang ditentukan
dalam Pasal 9 huruf c UU PPh.

Kriteria Pengeluran yang Dapat Dikurangkan Dalam Menghitung Penghasilan Kena


Pajak :
(1) Pengeluran penghasilan ( revenue expenditure ) dibebankan pada tahun
pengeluaran, sedangkan pengeluran kapital ( capital expenditure ) dibebankan
melalui penyusutan dan amortisasi.
(2) Terdapat hubungan langsung dengan usaha dan kegiatan.
(3) Tidak terkait dengan bukan objek pajak atau penghasilan yang pengenaan
pajaknya bersifat final.
(4) Pengeluaran kas bukan natura atau kenikmatan.
(5) Dalam batas kewajaran dan sesuai dengan adat pedagang yang baik ( sound
business practice)

Beban/Biaya yang Tidak Boleh Dikurangkan ( Tidak Diakui ) Dalam Menghitung


Penghasilan Kena Pajak
(1) Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen,
termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang
polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
(2) Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang bukan
objek pajak;
(3) Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang
pengenaan pajaknya bersifat final;
(4) Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan untuk Wajib
Pajak orang pribadi yang diperkenankan menghitung penghasilan neto dengan
Norma Penghitungan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14
UU PPh dan Norma Penghitungan Khusus untuk Wajib Pajak tertentu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 UU PPh;
(5) Pajak Penghasilan yang terutang oleh Wajib Pajak yang bersangkutan;
(6) Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki tetapi tidak
digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki tetapi tidak digunakan untuk
mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan;
(7) Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana
berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di
bidang perjakan;
(8) Pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali :
a.cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang
menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan
pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang;
b.cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang
dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
c.cadangan jaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan;
d.cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;
e.cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan;

31
f.cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah
industri untuk usaha pengolahan limbah industri;
yang ketentuan dan syarat-syaratnya diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan;
(9) Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna,
yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi
kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan Wajib Pajak yang
bersangkutan;
(10) Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan
dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam
bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan
pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan;
(11) Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham
atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan
sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan;
(12) Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan , dan warisan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b UU PPh, kecuali
sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i sampai
dengan huruf m serta zakat yang yang diterima badan amil zakat;
(13) Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak
atau orang menjadi tanggungannya;
(14) Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham;
(15) Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang
saham. sekutu atau anggota.

32
VI. SEWA ( LEASING)

1. Pendahuluan
Pada hakikatnya perluasan usaha membutuhkan ketersediaan dana dan peralatan
modal. Dalam hal penyediaan dana, selain melalui sistem perbankan dan lembaga
keuangan non bank yang sudah lama dikenal, belakangan ini dikenal sistem pembiayaan
alternatif lainnya yaitu bisnis “sewa guna usaha” yang dalam bahasa asing dikenal
dengan nama “leasing”. Dibandingkan dengan negara maju seperti Amerika Serikat
yang sudah mengenal bisnis sewa guna usaha sebelum Perang Dunia II, di Indonesia
bisnis sewa guna usaha masih relatif baru yaitu mulai tahun 1974 setelah
diterbitkannya Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, dan Menteri Perdagangan
dan Menteri Perindustrian Nomor: Kep 122/MK/2/1974, Nomor32/M/SK/2/1974 dan
Nomor 30/Kpb/I/ 1974 tanggal 7 Februari 1974 tentang Perizinan Usaha Leasing.
Sejak saat itu dan utamanya sejak tahun 1980 jumlah perusahaan leasing makin
bertambah dan meningkat dari tahun ke tahun untuk membiayai penyediaan barang –
barang modal dunia usaha.
Apa sebenarnya yang dimaksud dengan leasing.? Agar memperoleh gambaran yang
lebih jelas di bawah ini diberikan beberapa pengertian sebagai berikut :
a. SKB Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan dan Menteri Perindustrian
“ Leasing adalah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan
barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk suatu jangka
waktu tertentu berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala serta disertai
dengan hak pilih (optie) bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang
modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan
nilai sisa yang telah disepakati bersama”.

Definisi tersebut hanya menampung satu jenis leasing yang lazim disebut finance
lease atau sewa guna usaha pembiayaan. Namun demikian dengan diterbitkannya
Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 1251/KMK.013/1988 tanggal 20 Desember
1988, jenis sewa guna usaha telah diperluas menjadi finance lease yaitu kegiatan
sewa guna usaha, di mana Penyewa Guna Usaha (Lessee) pada akhir masa kontrak
mempunyai hak opsi untuk membeli objek sewa guna usaha berdasarkan nilai sisa
yang disepakati bersama, dan operating lease yaitu kegiatan sewa guna usaha di
mana Penyewa Guna Usaha (Lessee) tidak mempunyai hak opsi untuk membeli
objek sewa guna usaha.

b. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991


Sewa guna usaha (leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan
barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease)
maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh
lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.

c. Kieso, Weygant, Warfield ( Intermediate Accounting)


Sewa guna usaha (lease) adalah perjanjian konraktual antara lessor dan lessee yang
memberikan hak kepada lessee untuk menggunakan properti tertentu, yang dimiliki
oleh lessor selama periode waktu tertentu dengan membayar sejumlah uang
(sewa) yang sudah ditentukan, yang umumnya dilakukan secara periodik. Unsur

33
utama dari perjanjian sewa guna usaha adalah bahwa hak kepemilikan lessor atas
properti yang disewa guna usahakan menjadi berkurang.

d. International Accounting Standards


Sewa (lease) adalah perjanjian antara lessor dan lessee di mana lessor menerima
balas jasa berupa sewa dari lessee sebagai imbalan atas pemberian hak kepada
lessee untuk menggunakan suatu aset dalam jangka waktu yang telah disepakati.
(A lease is an agreement whereby the lessor conveys to lessee in return for rent the
right to use an asset for agreed period of time).

e. PSAK 30 ( Revisi 2012)


Sewa (lease) adalah suatu perjanjian yang mana lessor memberikan hak kepada
lessee untuk menggunakan suatu aset selama periode waktu yang disepakati.
Sebagai imbalannya, lessee melakukan pembayaran atau serangkaian pembayaran
kepada lessor.
Dari pengertian sewa guna usaha yang dikemukakan di atas pada prinsipnya sewa
guna usaha mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
(a) adanya pihak lessor,
(b) adanya pihak lessee,
(c) pembiayaan perusahaan,
(d) penyediaan barang modal,
(e) jangka waktu tertentu,
(f) pembayaran secara berkala,
(g) adanya hak opsi,
(h) adanya nilai sisa yang disepakati bersama. Unsur g dan h hanya ada jika
perjanjian sewa guna usaha berupa sewa guna usaha pembiayaan ( finance
lease).
Perjanjian sewa guna usaha ( lease) tidak sama dengan sewa beli (hire purchase),
sewa (renting), dan jual beli angsuran ( installment sales).

Berdasarkan Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi Nomor : 34/KP/II/80


tanggal 1 Februari 1980 tentang Perizinan Kegiatan Usaha Sewa Beli (Hire Purchase),
Jual Beli dengan Angsuran (Installment Sales) dan Sewa (Renting) ditentukan sebagai
berikut :
(1). “Renting adalah kegiatan di bidang sewa menyewa atas barang, di mana hak
milik atas barang yang disewakan tetap berada pada pemilik barang”
Berdasarkan ketentuan tersebut di atas dalam perjanjian sewa menyewa,
kewajiban dari pihak menyewakan adalah menyerahkan barang yang akan
dinikmati oleh pihak penyewa, sehingga barang yang diserahkan itu tidak untuk
dimiliki, tetapi hanya dinikmati kegunaannya. Jadi unsur terpenting dalam
perjanjian sewa menyewa adalah kenikmatan dari suatu barang yang disewakan
dan harga sewa.
(2). “Sewa Beli (Hire Purchase) adalah jual beli barang di mana penjual
melaksanakan penjualan barang dengan cara memperhitungkan setiap
pembayaran yang dilakukan oleh pembeli dengan pelunasan atas harga barang
yang telah disepakati bersama dan yang diikat dalam suatu perjanjian, serta hak

34
milik atas barang tersebut baru beralih dari penjual kepada pembeli setelah
jumlah harganya dibayar lunas pembeli kepada penjual.”

Menurut Amin Wijaya Tunggal dan Arif Djohan Tunggal dalam bukunya “
Akuntansi Leasing” dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa :
(a) Pada sewa guna usaha, lessor biasanya adalah penyedia dana dan membiayai
pembelian barang tersebut seluruhnya dan bertindak sebagai lembaga
keuangan, sedangkan pada sewa beli, penjual adalah produsen atau penjual
yang berusaha menjual barangnya.
(b) Masa sewa guna usaha biasanya ditetapkan sesuai dengan kegunaan barang
yang diperkirakan, dan angsuran imbalan jasa disesuaikan dengan hasil usaha
lessee yang diperkirakan oleh lessor, sedangkan dalam sewa beli tidak selalu
demikian halnya, karena masa pembayaran angsuran ditetapkan atas dasar
kemampuan pembeli.
(c) Dalam sewa beli pembeli bermaksud untuk memiliki barang tersebut,
sedangkan dalam sewa guna usaha belum tentu ada tujuan tersebut pada
lessee. Dalam sewa beli, pada akhir masa sewa beli, hak milik atas barang
dengan sendirinya beralih kepada pembeli, sedangkan dalam sewa guna
usaha, lessee-lah yang memutuskan apakah akan menggunakan hak opsinya
untuk membeli, memperpanjang atau mengembalikan barang tersebut
kepada lessor, dan hanya setelah pembayaran harga pembelian, hak milik
atas barang tersebut beralih kepada lessee.
(3). Jual Beli dengan Angsuran ( Installment Sales) adalah jual beli barang di mana
penjual melaksanakan penjualan dengan cara menerima pelunasan pembayaran
yang dilakukan oleh pembeli dalam beberapa kali angsuran atas barang yang
telah disepakati bersama dan diikat dalam suatu perjanjian serta hak milik atas
barang tersebut beralih dari penjual kepada pembeli pada saat barangnya
diserahkan oleh penjual kepada pembeli.
Perbedaan sewa guna usaha dengan jual beli angsuran adalah:
(a) Pada jual beli dengan angsuran, hak milik berpindah pada saat barang
diserahkan penjual kepada pembeli, sedangkan pada sewa guna usaha, hak
milik atas barang tetap berada pada lessor.
(b) Pada sewa guna usaha, jangka waktunya disesuaikan dengan masa manfaat
dari barang yang disewa guna usahakan, sedangkan pada jual beli dengan
angsuran ditetapkan sepihak oleh penjual.

2. Keunggulan Sewa
Jika dibandingkan antara sewa dengan membeli tunai melalui utang bank, maka
sewa memiliki beberapa keuntungan sebagai berikut : (Dwi Martani et al, 2015)
a. Pendanaan 100%. Pembiayaan dengan sewa mencakup 100% atas nilai aset,
sedangkan pembiayaan melalui bank biasanya hanya mencakup 80% dari nilai aset,
sehingga dengan pembiayaan bank, perusahaan harus mencari dana tambahan
sebesar 20% agar dapat membeli aset tersebut.
b. Bunga tetap. Walaupun tidak menutup kemungkinsn tingkat bunga sewa
berfluktuasi, namun sebagian sewa menawarkan tingkat bunga tetap sehingga
pembayaran sewa juga tetap. Pembayaran sewa yang tetap lebih memberikan
kepastian pada pengelolaan arus kas masa depan perusahaan.

35
c. Perlindungan terhadap keusangan. Perjanjian sewa terkadang memberikan opsi
kepada lessee untuk mengajukan kepada lessor untuk mengganti aset sewaan
yang sudah usang atau ketinggalan teknologi dengan aset yang lebih baru. Hal ini
menjamin lessee untuk mendapatkan aset yang baik dan terkini.
d. Fleksibel. Perjanjian sewa lebih fleksibel dan tidak seketat perjanjian pinjaman
pada bank sehingga lebih menjangkau banyak kalangan termasuk UKM. Lessor yang
khusus berbisnis penyewaan, tentunya telah menyediakan berbagai skema jangka
waktu dan besaran cicilan yang diinginkan.
e. Bunga lebih rendah. Rata-rata tingkat bunga (leasing) lebih rendah dibandingkan
suku bunga pinjaman bank. Hal ini akan menguntungkan lessee karena
mendapatkan pendanaan dengan biaya lebih rendah.
f. Keuntungan pajak. Dalam sewa pembiayaan, penyerahan aset sewaan tidak
dikenakan PPN dan lessee tidak memotong PPh Pasal 23 atas pembayaran sewa
kepada lessor.
g. Pembiayaan off balance sheet. Dengan menyewa, memungkinkan bagi lessee
untuk tidak mengakui aset dan liabilitas sewaan di Laporan Posisi Keuangan,
sehingga perusahaan dapat menghindari peningkatan leverage. Sedangkan
pembelian yang berasal dari pembiayaan bank, perusahaan tidak mungkin
menghindari pengakuan aset dan liabilitas yang timbul dari transaksi tersebut.

3. Klasifikasi Sewa
Berdasarkan PSAK 30 (Revisi 2012) Leasing diterjemahkan sebagai “Sewa”.
Pengklasifikasian sewa didasarkan pada substansi transaksi dan bukan pada bentuk
kontraknya. Sewa diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Sewa pembiayaan ( finance lease ) yaitu sewa yang mengalihkan secara substansial
seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan suatu aset. Hak milik
pada akhirnya dapat dialihkan, dapat juga tidak dialihkan.
Contoh dari situasi yang secara individual atau gabungan dalam kondisi normal
mengarah pada sewa yang diklasifikasikan sebagai sewa pembiayaan adalah :
(1) sewa mengalihkan kepemilikan aset kepada lessee pada akhir masa sewa;
(2) lessee memiliki opsi untuk membeli aset pada harga yang diperkirakan cukup
rendah dibandingkan dengan nilai wajar pada tanggal opsi mulai dapat
dilaksanakan, sehingga pada awal sewa dapat dipastikan bahwa opsi tersebut
akan dilaksanakan;
(3) masa sewa adalah untuk sebagian besar umur ekonomis aset meskipun hak
milik tidak dialihkan;
(4) pada awal sewa, nilai kini dari jumlah pembayaran sewa minimum secara
substansial mendekati nilai wajar aset sewaan; dan
(5) aset sewaan bersifat khusus dan di mana hanya lessee yang dapat
menggunakannya tanpa perlu modifikasi secara material.

Indikator dari situasi yang secara individual ataupun gabungan dapat juga
menunjukkan bahwa sewa diklasifikasikan sebagai sewa pembiayaan adalah :
(1) jika lessee dapat membatalkan sewa, maka kerugian lessor yang terkait
dengan pembatalan ditanggung oleh lessee;

36
(2) keuntungan atau kerugian dari fluktuasi nilai wajar residu dibebankan kepada
lessee ( misalnya, dalam bentuk potongan harga rental yang sama dengan
sebagian besar hasil penjualan residu pada akhir sewa); dan
(3) lessee memiliki kemampuan untuk melanjutkan sewa untuk periode kedua
dengan nilai rental yang secara substansial lebih rendah daripada nilai pasar
rental.

Pada awal masa sewa, lessee mengakui sewa pembiayaan sebagai aset dan
liabilitas dalam laporan posisi keuangan sebesar nilai wajar aset sewaan atau
sebesar nilai kini dari pembayaran sewa minimum, jika nilai kini tersebut lebih
rendah daripada nilai wajar. Tingkat diskonto yang digunakan dalam perhitungan
nilai kini dari pembayaran sewa minimum adalah suku bunga implisit dalam sewa,
jika dapat digunakan secara praktis. Jika tidak digunakan suku bunga pinjaman
inkremental lessee yaitu suku bunga yang harus dibayar lessee dalam sewa yang
serupa atau, jika suku bunga tersebut tidak dapat ditentukan, suku bunga pada
awal sewa yang ditanggung lessee ketika meminjam dana yang diperlukan untuk
membeli aset yang mana pinjaman ini mencakup periode dan jaminan yang serupa.
Sewa pembiayaan menimbulkan beban penyusutan untuk aset tersusutkan dan
beban keuangan pada setiap periode akuntansi. Kebijakan penyusutan untuk aset
sewaan konsisten dengan aset yang dimiliki sendiri, dan penghitungan penyusutan
yang diakui berdasarkan PSAK 16. Jika tidak ada kepastian yang memadai bahwa
lessee akan mendapatkan hak kepemilikan pada akhir masa sewa, maka aset
sewaan disusutkan secara penuh selama jangka waktu yang lebih pendek antara
masa sewa dan umur manfaatnya. (Umur manfaat adalah estimasi periode tersisa
dari awal masa sewa, tanpa dibatasi masa sewa, selama masa manfaat ekonomi
aset diperkirakan digunakan oleh entitas).

Menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 1169/KMK.01/1991 tanggal 27


November 1991 kriteria sewa guna usaha pembiayaan adalah :
(a) jumlah pembayaran sewa guna usaha selama masa sewa guna usaha pertama
ditambah dengan nilai sisa barang modal, harus dapat menutup harga
perolehan barang modal ditambah keuntungan lessor;
(b) masa sewa guna usaha ditetapkan sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun untuk
barang modal Golongan I, 3 (tiga) tahun untuk barang modal Golongan II dan
III, dan 7 ( tuju) tahun untuk Golongan Bangunan;
(c) perjanjian sewa guna usaha memuat ketentuan opsi bagi lessee.

Sedangkan menurut Kieso, Weygant, Warfield kriteria sewa pembiayaan adalah:


(a) lessor mengalihkan kepemilikan properti kepada lessee;
(b) lessee memiliki opsi untuk membeli dengan harga khusus;
(c) jangka waktu lease adalah untuk sebagian besar dari estimasi umur ekonomi
aset yang disewa;
(d) Nilai sekarang dari pembayaran sewa guna usaha minimum ( tidak termasuk
biaya eksekusi) sama dengan nilai wajar properti yang disewa guna usaha.

37
b. Sewa operasi
Menurut PSAK 30 (revisi 2012) sewa operasi adalah sewa selain sewa pembiayaan.
Suatu sewa diklasifikasikan sebagai sewa operasi jika sewa tidak mengalihkan
secara substansial seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan aset.
Lessor menyajikan aset untuk sewa operasi dalam laporan posisi keuangan.
Pendapatan sewa dari sewa operasi diakui sebagai pendapatan dengan dasar garis
lurus selama masa sewa, kecuali terdapat dasar sistematis lain yang lebih
menceminkan pola waktu yang mana penggunaan manfaat aset sewaan menurun.
Biaya, termasuk penyusutan yang terjadi untuk memperoleh pendapatan sewa
diakui sebagai beban.

Sedangkan menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 1169/KMK.01/1991 tanggal


27 November 1991 kriteria sewa operasi adalah :
(a) jumlah pembayaran sewa guna usaha selama masa sewa guna usaha tidak dapat
menutupi harga perolehan barang modal lessor yang disewa guna usahakan
ditambah keuntungan yang diperhitungkan lessor;
(b) perjanjian sewa guna usaha tidak memuat ketentuan mengenai hak opsi bagi
lessee. Menurut Kieso, Weygant, dan Warfield kriteria sewa operasi adalah bila
sewa tidak memenuhi kriteria salah satu kriteria sewa pembiayaan

4. Perlakuan Akuntasi atas Sewa


4.1. Sewa Pembiayaan
4.1.1. Lessee
a. Pengakuan awal
Pada awal masa sewa, lessee mengakui sewa pembiayaan sebagai aset
dan liabilitas dalam neraca sebesar nilai wajar aset sewaan atau
sebesar nilai kini dari pembayaran sewa minimum, jika nilai kini lebih
rendah dari nilai wajar. Penilaian ditentukan pada awal kontrak.
Tingkat diskonto yang digunakan dalam perhitungan nilai kini dari
pembayaran sewa minimum adalah tingkat suku bunga implisit dalam
sewa, jika dapat ditentukan secara praktis; jika tidak, digunakan
tingkat suku bunga pinjaman inkremental lessee. Biaya langsung awal
yang dikeluarkan lessee ditambahkan ke dalam jumlah yang diakui
sebagai aset. (tingkat bunga inkremental lessee adalah tingkat bunga
yang harus dibayar lessee dalam sewa yang serupa, atau jika tingkat
bunga tersebut tidak dapat ditentukan, tingkat bunga yang pada awal
sewa yang harus ditanggung oleh lessee ketika meminjam dana yang
diperlukan untuk membeli aset tersebut yang mana pinjaman ini
mencakup periode dan jaminan yang serupa).
b. Pengukuran Setelah Pengakuan Awal
Pembayaran sewa minimum harus dipisahkan antara bagian yang
merupakan beban keuangan dan bagian yang merupakan pelunasan
liabilitas. Beban keuangan harus dialokasikan ke setiap periode
selama masa sewa sedemikian rupa sehingga menghasilkan suatu
tingkat suku bunga periodik yang konstan atas saldo liabilitas. Rental
kontinjen dibebankan pada awal terjadinya. (rental kontinjen adalah
bagian dari pembayaran sewa yang jumlahnya tidak tetap tetapi

38
didasarkan pada faktor tertentu di masa depan, selain faktor
perjalanan waktu, misalnya persentase dari penjualan masa depan,
jumlah penggunaan masa depan, indeks harga masa depan, tingkat
bunga pasar masa depan).
c. Penyusutan
Suatu sewa pembiayaan menimbulkan beban penyusutan untuk aset
yang dapat disusutkan dan beban keuangan dalam setiap periode
akuntansi. Kebijakan penyusutan untuk aset sewaan harus konsisten
dengan aset yang dimiliki sendiri. Jika tidak ada kepastian yang
memadai bahwa lessee akan mendapatkan hak kepemilikan pada
akhir masa sewa, aset sewaan harus disusutkan secara penuh selama
jangka waktu yang lebih pendek antara periode masa sewa dan umur
manfaatnya. ( umur manfaat adalah estimasi periode tersisa, mulai
dari awal masa sewa hingga manfaat ekonomis habis, tanpa
memperhatikan saat masa sewa berakhir.
4.1.2. Lessor
a. Pengakuan awal
Dalam sewa pembiayaan, lessor mengakui aset berupa piutang sewa
pembiayaan di neraca sebesar jumlah yang sama dengan investasi
sewa neto tersebut.Pada hakikatnya dalam sewa pembiayaan semua
risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan legal dialihkan
oleh lessor kepada lessee , dan dengan demikian penerimaan piutang
sewa diperlakukan oleh lessor sebagai pembayaran pokok dan
penghasilan pembiayaan (finance income) yang diterima lessor
sebagai penggantian dan imbalan atas investasi dan jasanya.
b. Pengukuran Setelah Pengakuan Awal
Pengakuan penghasilan pembiayaan didasarkan pada suatu pola yang
mencerminkan suatu tingkat pengembalian periodik yang konstan atas
investasi bersih lessor dalam sewa pembiayaan.Lessor mengalokasikan
penghasilan pembiayaan selama masa sewa dengan dasar yang
sistematis dan rasional. Alokasi penghasilan ini didasarkan pada suatu
pola yang mencerminkan suatu tingkat pengembalian periodik yang
konstan atas investasi bersih lessor dalam sewa pembiayaan.
Pembayaran sewa dalam suatu periode, di luar biaya jasa,
dikurangkan dari investasi sewa bruto untuk mengurangi pokok dan
penghasilan pembiayaan tangguhan.Estimasi nilai residu yang tidak
dijamin yang digunakan dalam perhitungan lessor dikaji ulang secara
reguler. Jika telah terjadi penurunan dalam estimasi nilai residu yang
tidak dijamin, alokasi penghasilan selama masa sewa harus direvisi
dan penurunan yang terkait dengan jumlah yang telah diakru diakui
segera.

4.2. Sewa Operasi


4.2.1. Lessee
Pembayaran sewa dalam sewa operasi diakui sebagai beban dengan dasar
garis lurus selama masa sewa kecuali terdapat dasar sistematis lain yang

39
dapat lebih mencerminkan pola waktu dari manfaat aset yang dinikmati
pengguna.
4.2.2. Lessor
Lessor menyajikan aset untuk sewa operasi di neraca sesuai sifat aset
tersebut. Pendapatan sewa dari sewa operasi diakui sebagai pendapatan
dengan dasar garis lurus selama masa sewa, kecuali terdapat dasar
sistematis lain yang lebih mencerminkan pola waktu di mana manfaat
penggunaan aset sewaan menurun.
Biaya-biaya, termasuk biaya penyusutan, yang terjadi untuk memperoleh
pendapatan sewa diakui sebagai beban. Pendapatan sewa diakui dengan
dasar garis lurus selama masa sewa walaupun penerimaan sewa tidak
dengan dasar hal tersebut, kecuali jika terdapat dasar sistematis lain yang
lebih mencerminkan pola waktu di mana manfaat penggunaan dari aset
menurun.
Kebijakan penyusutan untuk aset sewaan harus konsisten dengan
kebijakan penyusutan normal untuk aset sejenis.

4.3. Transaksi Jual dan Sewa-balik (Sales and Leaseback)


Transaksi jual dan sewa-balik meliputi penjualan suatu aset dan penyewaan
kembali aset yang sama.Pembayaran sewa dan harga jual biasanya saling terkait
karena keduanya dinegosiasikan sebagai suatu paket. Perlakuan akuntansi untuk
transaksi jual dan sewa-balik tergantung pada jenis sewanya.
Jika suatu transaksi jual dan sewa-balik merupakan sewa pembiayaan, selisih
lebih hasil penjualan dari nilai tercatat tidak dapat diakui segera sebagai
pendapatan oleh penjual-lessee, tetapi ditangguhkan dan diamortisasi selama
masa sewa. Transaksi ini merupakan alat bagi lessor memberikan pembiayaan
bagi lessee dengan aset sebagai jaminan, sehingga tidak tepat jika selisih lebih
hasil penjualan dari nilai tercatat diakui sebagai penghasilan.
Jika transaksi jual dan sewa-balik merupakan sewa operasi dan jelas bahwa
transaksi tersebut terjadi pada nilai wajar, maka laba atau rugi harus diakui
segera. Jika harga jual di bawah nilai wajar, maka laba atau rugi harus diakui
segera, kecuali rugi tersebut dikompensasikan dengan pembayaran sewa di masa
depan yang lebih rendah dari harga pasar, maka rugi tersebut harus ditangguhkan
dan diamortisasi secara proporsional dengan pembayaran sewa selama periode
penggunaan aset. Apabila harga jual di atas nilai wajar, maka selisih lebih dari nilai
wajar tersebut ditangguhkan dan diamortisasi selama periode penggunaan aset.
Berbeda dengan perlakuan akuntansi, perlakuan fiskal atas selisih lebih hasil
penjualan dari nilai tercatat dalam transaksi jual dan sewa balik baik berupa sewa
pembiayaan maupun sewa operasi diakui segera sebagai pendapatan oleh penjual
lessee pada tahun terjadinya transaksi jual dan sewa balik.

Di bawah ini diberikan ilustrasi jual dan sewa balik (sale and leaseback)
sebagai berikut :
PT A pada tanggal 1 Januari 2012 menjual seperangkat mesin yang harga
perolehannya Rp 100.000.000 dan harga buku komersialnya Rp 75.000.000, serta
nilai buku fiskalnya Rp 68.750.000 kepada PT B suatu perusahaan leasing seharga

40
Rp 90.000.000, dan langsung menyewa mesin tersebut dengan syarat sebagai
berikut :
a. Jangka waktu sewa guna usaha adalah 10 tahun tidak dapat dibatalkan,
dengan pembayaran sewa ( rental payment) yang sama besar setiap tahun
sebesar Rp14.221.941.
b. Harga wajar mesin Rp 90.000.000 pada tanggal 1 Januari 2012, dan taksiran
umur ekonomis 10 tahun.
c. PT A menyusutkan mesin yang sama miliknya selama 10 tahun dengan
metode garis lurus.
d. Tingkat bunga implisit yang diperhitungkan PT B adalah 12 % per tahun.
e. Tingkat bunga inkremental PT A adalah 12 % per tahun.

Atas peristiwa di atas akan dilakukan pembukuan sebagai berikut :


1. Tanggal 1 Januari 2012 penjualan mesin dan sewa kembali oleh PT A.
PT A PT B
Kas 90.000.000 Mesin 90.000.000
Ak.Peny.Mesin 25.000.000 Kas 90.000.000
Mesin 100.000.000
Laba.Dit.di Muka 15.000.000

Mesin Sewa 90.000.000 Piutang Sewa 90.000.000


Liabilitas Sewa 90.000.000 Mesin 90.000.000

2. Pembayaran Sewa pertama 1 Januari 2012


Liabilitas Sewa 14.221.941 Kas 14.221.941
Kas 14.221.941 Piutang Sewa 14.221.941

3. Beban Penyusutan Mesin 31 Desember 2012


Beban Dit. di Muka 9.000.000
Ak. Peny. Mesin Sewa 9.000.000

4. Amortisasi Laba atas Jual Sewa Balik Mesin


Laba Dit. di Muka 1.500.000
Pend.Jual Sewa Balik 1.500.000

5. Bunga Tahun 2013


Beban Bunga 9.093.367 * Piutang Bunga 9.093.367
Utang Bunga 9.093.367 Pen. Bunga 9.093.367

* 12% x (90.000.000 -/- 14.221.941) = 9.093.367


Untuk kepentingan fiskal laba penjualan mesin sebesar 21.250.000 ( 90.000.000-/-
68.750.000.000) seluruhnya diakui sebagai laba oleh PT A untuk tahun 2012, dan PT A
tidak boleh menyusutkan mesin Sewa.

41
5. Perlakuan Fiskal atas Sewa
5.1. Sewa Pembiayaan
5.1.1. Lessee
a. selama masa sewa guna usaha, lessee tidak boleh melakukan
penyusutan atas barang modal yang disewa guna usaha, hingga lessee
menggunakan hak opsi untuk membeli.
b. setelah lessee menggunakan hak opsi untuk membeli barang modal
tersebut, lessee melakukan penyusutan dan dasar penyusutannya
adalah nilai sisa barang modal yang bersangkutan.
c. sewa guna usaha yang dibayar atau terutang oleh lessee kecuali
pembebanan atas tanah, merupakan biaya yang dapat dikurangkan
dari penghasilan bruto lessee sepanjang transaksi sewa guna usaha
tersebut memenuhi ketentuan.
d. dalam hal masa sewa guna usaha lebih pendek dari masa yang
ditentukan, Direktur Jenderal Pajak melakukan koreksi atas
pembebanan biaya sewa guna usaha.
e. lessee tidak memotong Pajak Penghasilan Pasal 23 atas sewa guna
usaha yang dibayar atau terutang berdasarkan perjanjian sewa sewa
guna usaha.
5.1.2. Lessor
a. penghasilan lessor yang dikenakan Pajak Penghasilan adalah sebagian
dari pembayaran sewa guna usaha berupa imbalan sewa guna usaha.
b. lessor tidak boleh menyusutkan barang modal yang disewa guna
usahakan.
c. dalam hal masa sewa guna usaha lebih pendek dari masa yang
ditentukan, Direktur Jenderal Pajak melakukan koreksi atas pengakuan
penghasilan pihak lessor.
d. lessor dapat membentuk cadangan penghapusan piutang-ragu-ragu
yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya
2,5 % dari rata-rata saldo awal dan saldo akhir piutang sewa guna
uasaha.
e. kerugian yang diderita karena piutang sewa guna usaha yang nyata-
nyata tidak dapat ditagih lagi dibebankan pada cadangan piutang
ragu-ragu yang dibentuk pada awal tahun pajak yang bersangkutan.
f. dalam hal cadangan piutang ragu-ragu tersebut tidak atau tidak
sepenuhnya dibebani untuk menutupi kerugian dimaksud, maka
sisanya dihitung sebagai penghasilan, sedangkan apabila cadangan
tersebut tidak mencukupi maka kekurangannya dapat dibebankan
sebagai biaya yang dikurangkan dari penghasilan.
5.2. Sewa Operasi
5.2.1. Lessee
a. sewa guna usaha yang dibayar atau terutang oleh lessee adalah biaya
yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
b. lessee wajib memotong Pajak Penghasilan Pasal 23 atas sewa guna
yang dibayarkan atau terutang kepada lessor.

42
5.2.2. Lessor
a. seluruh pembayaran sewa guna usaha yang diterima atau diperoleh
lessor merupakan objek Pajak Penghasilan.
b. lessor membebankan biaya penyusutan atas barang modal yang
disewa guna usahakan sesuai dengan ketentuan Pasal 11 UU PPh
beserta peraturan pelaksanaannya.

Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas tentang sewa pembiayaan , di bawah ini
diberikan ilustrasi sebagai berikut :

PT A ( Lessor ) menyewakan seperangkat mesin kepada PT B (Lessee) yang diikat


dengan suatu perjanjian pada tanggal 1 Januari 2012 sebagai berikut :
1. Harga pasar mesin yang disewakan adalah Rp 30.000.000
2. Pembayaran sewa dilakukan setiap tanggal 1 Januari dan 1 Juli sebesar 3.630.602
selama 5 tahun.
3. Nilai sisa pada akhir masa sewa adalah 3.000.000 dan lessee diberikan opsi untuk
membeli atau memperpanjang sewa setelah masa sewa berakhir.
4. Tingkat bunga implisit yang diperhitungkan lessor adalah 12 % per tahun, dan
tingkat bunga tersebut adalah sama dengan tingkat bunga inkremental lessee.

Berdasarkan infomasi di atas maka dapat disusun skedul pembayaran sewa sebagai
berikut.
Tgl Pembayaran Bunga Pengurangan Liabilitas Sewa
Sewa Liabilitas
1/1-2012 30.000.000
1/1-2012 3.630.602 --- 3.630.602 26.369.398
1/7-2012 3.630.602 1.582.164 2.048.438 24.320.960
1/1-2013 3.630.602 1.459.258 2.171.344 22.149.616
1/7-2013 3.630.602 1.328.977 2.301.625 19.847.991
1/1-2014 3.630.602 1.190.879 2.439.723 17.408.268
1/7-2014 3.630.602 1.044.496 2.586.106 14.822.162
1/1-2015 3.630.602 889.330 2.741.272 12.088.890
1/7-2015 3.630.602 724.853 2.905.749 9.175.141
1/1-2016 3.630.602 550.508 3.080.094 6.095.047
1/7-2016 3.630.602 365.703 3.264.899 2.830.148
31/12-2016 3.000.000 169.852* 2.830.148 0
39.306.020 9.306.020 30.000.000
*6 % x 2.830.148 = 169.809.Terdapat perbedaan 43, karena pembulatan-pembulatan

Pada tanggal 1/1-2012 Lessor dan Lessee akan membukukan sebagai berikut :
Lessor Lessee
Piutang Sewa 30.000.000 Mesin Sewa 30.000.000
Mesin 30.000.000 Liabilitas Sewa 30.000.000

Pembukuan atas pembayara Sewa tanggal 1/1-2012


Kas 3.630.602 Liabilitas Sewa 3.630.602
Piutang Sewa 3.630.602 Kas 3.630.602

43
Pembukuan atas pembayaran Sewa tanggal 1/7- 2012
Kas 3.630.602 Liabilitas Sewa 2.048.438
Piutang Sewa 2.048.438 Beban Bunga 1.582.164
Pendapatan Bunga 1.582.164 Kas 3.630.602

Pembukuan atas pembayaran Sewa tanggal 1/1- 2013


Kas 3.630.602 Liabilitas Sewa 2.171.344
Piutang Sewa 2.171.344 Beban Bunga 1.459.258
Pendapatan Bunga 1.459.258 Kas 3.630.602

Pembukuan atas pembayaran Sewa tanggal 1/7-2013


Kas 3.630.602 Liabilitas Sewa 2.301.625
Piutang Sewa 2.301.625 Beban Bunga 1.328.977
Pendapatan Bunga 1.328.977 Kas 3.630.602

Pembukuan Pembayaran Sewa tanggal 1/1-2014


Kas 3.630.602 Liabilitas Sewa 2.439.723
Piutang Sewa 2.439.723 Beban Bunga 1.190.879
Pendapatan Bunga 1.190.879 Kas 3.630.602

Pembukuan Pembayaran Sewa tanggal 1/7-2014


Kas 3.630.602 Liabilitas Sewa 2.586.106
Piutang Sewa 2.586.106 Beban Bunga 1.044.496
Pendapatan Bunga 1.044.496 Kas 3.630.602

Pembukuan Pembayaran SGU tanggal 1/1- 2015


Kas 3.630.602 Liabilitas Sewa 2.741.272
Piutang Sewa 2.741.272 Beban Bunga 889.330
Pendapatan Bunga 889.330 Kas 3.630.602

Pembukuan Pembayaran Sewa tanggal 1/7-2015


Kas 3.630.602 Liabilitas Sewa 2.905.749
Piutang Sewa 2.905.749 Beban Bunga 724.853
Pendapatan Bunga 724.853 Kas 3.630.602

Pembukuan Pembayaran Sewa tanggal 1/1- 2016


Kas 3.630.602 Liabilitas Sewa 3.080.094
Piutang Bunga 3.080.094 Beban Bunga 550.508
Pendapatan Bunga 550.508 Kas 3.630.602

44
Pembukuan Pembayaran Sewa tanggal 1/7- 2016
Kas 3.630.602 Liabilitas Sewa 3.264.899
Piutang Sewa 3.264.899 Beban Bunga 365.703
Pendapatan Bunga 365.703 Kas 3.630

Jika lessee menyusutkan aset selama 5 tahun dengan metode garis lurus maka beban
penyusutan setiap tahun adalah 1/5 x 27.000.000 = 5.400.000. Selain itu lessee juga
akan membebankan bunga untuk tahun 2012 sebesar 1.582.164 + 1.459.258 =
3.041.422 sehingga jumlah beban untuk tahun 2012 menjadi 5.400.000 + 3.041.422 =
8.441.422. Sedangkan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan,
beban pajak adalah seluruh pembayaran sewa yang untuk tahun 2012 yaitu sebesar
3.630.602 + 3.630.602 = 7.261.204, sedangkan beban penyusutan tidak diperkenankan
untuk dibiayakan.Walaupun terdapat perbedaan jumlah beban setiap tahun antara
akuntansi dan pajak, namun pada akhir tahun kelima jumlah keseluruhan beban adalah
sama. Beban menurut akuntansi adalah 27.000.000 (total beban penyusutan) +
9.306.020 ( beban bunga) = 36.306.020 ,sedangkan menurut pajak juga adalah
36.306.020 ( jumlah seluruh pembayaran yaitu sebesar 39.306.020 dikurangi 3.000.000
nilai sisa).
Bagi lessor yang menjadi objek PPh adalah seluruh penghasilan pembiayaan (finance
income) yaitu total seluruh penerimaan dikurangi dengan jumlah investasi dalam mesin,
yaitu sebesar 9.306.020.

6. Pelaksanaan Sewa Guna Usaha yang Lebih Pendek Dari Masa Sewa Guna Usaha yang
Dipersyaratkan
Dalam pelaksanaannya suatu perjanjian SGU dengan hak opsi kadang-kadang
terputus; sehingga masa sewa guna usaha menjadi lebih pendek dari masa semula yang
diperjanjikan. Hal ini dapat terjadi karena :
a. force majeur, yaitu terputusnya transaksi SGU karena bencana alam seperti
kebakaran, gempa bumi dan lain-lain, sehingga barang modal yang diperoleh secara
SGU pembiayaan mengalami rusak berat dan tidak dapat dipakai lagi.
b. default (gagal bayar), yaitu terputusnya transakasi SGU karena lessee tidak dapat
memenuhi pembayaran sewa ( lease peyment) dan kewajiban lainnya sehingga
kontrak sewa pembiayaan berakhir lebih cepat.
c. ekonomi, yaitu lessee mengakhiri masa sewa sebelum waktunya karena
pertimbangan ekonomis semata-mata, dengan membayar sekaligus kewajiban yang
tersisa.

Perlakuan fiskal atas hal-hal yang disebutkan di atas ditentukan sebagai berikut:
a. Alasan force majeur
Pemutusan sewa pembiayaan karena force majeur di mana sebagian atau
seluruhnya aset perusahaan ( termasuk barang modal sewa pembiayaan) rusak
berat dan lessor menderita kerugian besar, maka perlakuan fiskalnya adalah
sebagai berikut:
1. Apabila barang modal tersebut diasuransikan, maka penggantian asuransi yang
diterima merupakan penghasilan.

45
2.Barang modal yang rusak dimasukkan sebagai kerugian sebesar harga
perolehan barang modal tersebut dikurangi dengan jumlah angsuran pokok
pembiayaan (principal) SGU yang telah diterima.
3. Hasil penjualan barang modal yang rusak, merupakan penghasilan dalam tahun
transaksi penjualan Bagi lessee, jika kegiatan usaha dihentikan setelah
terjadinya force majeur, maka kewajiban-kewajiban yang masih belum dilunasi
atas transaksi sewa pembiayaan sampai terjadinya force majeur dianggap
sebagai utang perusahaan atau ditiadakan, tergantung pada perjanjian yang
telah disepakati.
b. Alasan default (gagal bayar)
Dalam pemutusan SGU sewa pembiayaan karena gagal bayar, maka lessor akan
bertindak sebagai berikut :
1. Barang modal akan ditarik kembali.
2. Tagihan berupa pembayaran sewa ( lease payment) sampai dengan saat
terjadinya gagal bayar yang belum diterima, dibukukan sebagai piutang.
3. Jika setelah dilakukan upaya terakhir penagihan piutang ternyata tidak dapat
lagi ditagih, maka piutang tersebut dihapuskan dan dibukukan sebagai
kerugian.
Untuk menghindari penyalahgunaan, baik oleh lessor maupun lessee, pemutusan
kontrak SGU karena gagal bayar hanya dapat dibenarkan jika lessor sudah
melakukan upaya hukum sesuai dengan perjanjian SGU. Apabila upaya hukum
tersebut belum dilakukan maka pemutusan kontrak SGU karena alasan gagal bayar
tidak dapat dibenarkan dan SGU dianggap tetap berjalan sebagaimana biasa
seolah-olah tidak terjadi gagal bayar.
Bagi lessee, jika kegiatan usaha masih dilanjutkan setelah pemutusan SGU, maka
kewajiban yang belum dilunasi harus dibukukan sebagai utang perusahaan.

c. Alasan ekonomis
Dalam pemutusan perjanjian SGU karena sebab ekonomis, harus terdapat
kesepakatan antara lessor dan lessee.

Lessor:
1. Akan timbul akumulasi penerimaaan pembayaran sewa (lease payment) yang
terdiri dari angsuran pokok pembiayaan dan imbalan jasa SGU ( lease fee).
2. Pelunasan pembelian barang modal karena lessee menggunakan hak opsi juga
akan diterima lebih cepat oleh lessor.
3. Keuntungan fiskal yang diperoleh lessor dihitung berdasarkan akumulasi jasa
SGU ( lease fee) yang diterima pada tahun yang bersangkutan ditambah penalti
yang dibebankan lessor kepada lessee akibat dipercepatnya masa SGU.

Lessee:
Pengeluaran sekaligus berupa (1) akumulasi sisa angsuran SGU, (2) penalti akibat
dipercepatnya masa SGU dan (3) nilai residu yang harus dibayar jika lessee
menggunakan hak opsinya untuk membeli barang modal yang bersangkutan, harus
diperhitungkan sebagai harga perolehan barang modal yang bersangkutan.

46
Dalam hal antara pihak lessor dan pihak lessee terdapat hubungan istimewa maka
atas terjadinya keputusan perubahan masa sewa pembiayaan (finance lease)
menjadi lebih singkat dari perjanjian semula, kecuali karena force majeur ,
perlakuan perpajakan atas kontrak sewa pembiayaan tersebut harus diubah dan
diperlakukan sebagai sewa operasi (operating lease).

1. Masa yang lebih singkat karena gagal bayar


a. Baik lessor maupun lessee harus membetulkan SPT Tahunan PPh yang
telah disampaikan dengan melakukan pembetulan atas penghasilan atau
biaya sebagai akibat perubahan perlakuan dari sewa pembiayaan menjadi
sewa operasi.
b. Lessor melakukan penyusutan atas harta yang disewa guna usahakan
Lessee tidak boleh melakukan penyusutan.
c. Atas masa sewa guna usaha yang telah lewat, lessee harus memotong PP
Pasal 23 sebesar pembayaran bruto berupa sewa (lease payment).

2. Masa yang lebih singkat karena sebab ekonomis


a. Baik lessor maupun lessee harus membetulkan SPT Tahunan PPh yang
telah disampaikan dengan melakukan pembetulan atas penghasilan atau
biaya sebagai akibat perubahan perlakuan dari sewa pembiayaan mejadi
sewa operasi sampai dengan saat opsi dilaksanakan. Perlakuan PPh atas
pelaksanaan opsi adalah sama dengan perlakuan jual beli aset biasa.
b. Lessor melakukan penyusutan atas harta yang disewa guna usahakan
sampai dengan hak opsi dilakukan oleh lessee. Lesse melakukan
penyusutan atas aset tersebut sejak opsi dilakukan dan dasar penyusutan
adalah nilai perolehan yang terdiri dari akumulasi sisa angsuran, penalti
dan nilai residu yang dibayar.
c. Atas masa sewa guna usaha yang telah lewat, lessee harus memotong PPh
Pasal 23 sebesar pembayaran bruto berupa sewa (lease payment).

47

Anda mungkin juga menyukai