Pelajaran Akutansi Perpajakan 1
Pelajaran Akutansi Perpajakan 1
2. Definisi/Pengertian Akuntansi.
a. American Institute of Certified Public Accountant ( AICPA )
Akuntansi adalah seni pencatatan, penggolong-golongan, dan pengikhtisaran
dengan cara tertentu dan dalam suatu ukuran moneter transaksi dan kejadian
yang pada umumnya bersifat keuangan, dan penginterpretasian hasil-hasilnya.
b. American Accounting Association ( AAA )
Akuntansi adalah proses mengidentifikasikan, mengukur, dan melaporkan
informasi ekonomi, untuk memungkinkan adanya penilaian dan keputusan yang
jelas dan tegas bagi mereka yang menggunakan informasi tersebut.
c. Accounting Principle Board (APB)
Akuntansi adalah suatu kegiatan jasa. Fungsinya adalah memberikan informasi
kuantitatif,umumnya dalam ukuran uang, mengenai suatau badan usaha
ekonomi yang dimaksudkan untuk digunakan dalam pengambilan keputusan
ekonomi sebagai dasar memilih di antara beberapa alternatif.
Kesimpulan :
1. Akuntansi bersangkutan dengan kejadian/peristiwa keuangan dalam suatu
kesatuan usaha.
2. Akuntansi berkaitan dengan pemprosesan informasi kuantitatif tentang
transaksi keuangan sebagai dasar pengambilan keputusan ekonomi.
3. Informasi yang dihasilkan akuntansi bermanfaat baik bagi pihak manajemen
( intern ) maupun bagi pihak luar ( ekstern ) yang berkepentingan terhadap
kesatuan usaha tersebut.
4. Dalam memenuhi fungsinya sebagai sumber informasi, maka akuntansi
membutuhkan bahasa pelaporan, aturan-aturan permainan atas praktik yang
dilaksanakan.
1
Asumsi ini memandang perusahaan sebagai kesatuan usaha atau entitas
yang berdiri sendiri, terpisah dari pemiliknya. Dengan demikian maka
seluruh pencatatan dan dan laporan dibuat untuk perusahaan terpisah dari
transaksi pemilik.
b. Prinsip-prinsip Akuntansi.
Prinsip Biaya ( The Cost Principle)
Prinsip biaya atau biaya historis (historical cost ) yaitu dasar penilaian untuk
mencatat perolehan barang, jasa, harga pokok ,beban, pendapatan, dan
ekuitas, atau dengan perkataan lain penilaian yang didasarkan pada harga
pertukaran atau harga perolehan saat tanggal perolehan.
2
Namun demikian prinsip objektivitas ini memiliki penafsiran yang berbeda-
beda.
3
atas transaksi yang dicatat tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang
berlaku umum”.
b. Akuntansi Pajak.
“Bidang akuntansi yang menekankan pada perhitungan pajak terutang dan
penyusunan surat pemberitahuan serta konsekuensi perpajakan atas transaksi
atau kegiatan perusahaan.”
Peranan atau fungsi akuntansi pajak dalam perusahaan :
1.Membuat perencanaan dan strategi;
2.Memberikan analisis dan prediksi tentang potensi pajak di masa yang akan
datang;
3.Dapat menerapkan perlakuan akuntansi atas kejadian perpajakan mulai dari
penilaian/penghitungan, pencatatan (pengakuan) pajak dan dapat
menyajikannya baik dalam laporan keuangan komersial maupun dalam
laporan keuangan fiskal;
4.Dapat melalukakan pengarsipan dan pendokumentasian perpajakan denga
lebih baik sebagai bahan untuk melakukan pemeriksaan dan evaluasi.
5. Proses Akuntansi.
Kegiatan akuntansi meliputi :
1. Pengidentifikasian dan pengukuran data relevan untuk pengambilan
keputusan;
2. Pemprosesan data dan pelaporan informasi yang dihasilkan;
3. Pengomunikasian informasi kepada pemakai laporan.
. Mengana-
Pemakai
Pencatatan Penggolongan Pengikhti- Laporan lisis dan
Transakaksi informasi
saran akuntansi menginter-
akuntansi
pretasikan
4
Perusahaan pabrik ( manufaktur )
Pemilik
Kreditur
Uang Tunai
Perusahaan menjual
Perusahaan mengubah barang atau jasa kepada
uang tunai menjadi aset pelanggan. Pada akhirnya
produktif akan diterima uang tunai
Perusahaan
menghasilkan barang
atau jasa
5
7.Transaksi Usaha dan Pencatatannya
Transaksi usaha adalah kejadian atau peristiwa yang mempengaruhi posisi keuangan
perusahaan, artinya mengakibatkan berubahnya jumlah atau komposisi persamaan
antara kekayaan dan sumber pembelanjaan. Transaksi usaha dapat berupa transaksi
intern dan transaksi ekstern.
Transaksi tersebut harus diidentifikasi terlebih dahulu, kemudian diukur dan dicatat.
Ukuran yang digunakan dalam akuntansi adalah satuan uang.
8.Persamaan Akuntansi.
Analisis akuntansi berlangsung dalam kerangka acuan yang disebut persamaan
akuntansi ( accounting equation ). Persamaan akuntansi menyatakan bahwa sumber-
sumber daya ekonomi dari kesatuan /entitas tertentu adalah sama dengan klaim-
klaim atas sumber-sumber daya tersebut. Persamaan akuntansi menyajikan aset-aset
perusahaan dan hak-hak atas aset-aset tersebut. Persamaan akuntansi memberikan
landasan untuk pemahaman sistem akuntansi konvensional perusahaan.
Aset = Liabilitas+ Modal
Setiap transaksi usaha dapat dinyatakan dalam bentuk dampaknya terhadap
persamaan akuntansi. Oleh karena itu, maka persamaan tersebut dapat digunakan
untuk mencatat semua transaksi yang terjadi dalam perusahaan.
9. Laporan Keuangan.
Produk akhir dari proses akuntansi adalah Laporan Keuangan ( Financial Statement )
Laporan Keuangan terdiri dari :
a. Laposisi Keuangan ( Statement of Financial Position)
b. Laporan Laba-Rugi ( Income Statement)
c. Laporan Arus Kas ( Statement of Cash Flows)
d. Laporan Perubahan Ekuitas ( Statement of Stockholder’s Equity )
e. Catatan atas Laporan Keuangan ( Notes to Financial Statement )
6
II. SIKLUS AKUNTANSI.
Transaksi
Pengikhtisaran Penggolongan
I.Tahap Pencatatan.
1. Bukti transaksi.
Setiap transaksi perlu ada buktinya untuk memastikan keabsahan transaksi yang
dicatat, dan sebagai rujukan apabila terjadi masalah di kemudian hari. Bukti transaksi
dapat berasal dari perusahaan sendiri ( bukti intern ) atau diperoleh dari pihak luar
( bukti ekstern )
7
Buku Pembelian
Bulan Januari 200A
Halaman : ............
Debet Kredit
Tanggal Nomor Faktur Keterangan Ref.
Pembelian Serba-serbi Utang Dagang
Buku Penjualan
Bulan Januari 200A
Halaman : ........
Tanggal Nomor Faktur Ref. Jumlah
8
3. Pemindah Bukuan (Posting)
a. Akun dan Buku Besar
Transaksi-transaksi yang telah dicatat dalam Buku Harian secara berkala
dipindahkan ke akun yaitu formulir khusus yang digunakan untuk mencatat dan
menggolongkan transaksi sejenis. Kumpulan akun yang saling berhubungan dan
merupakan satu kesatuan, misalnya semua akun yang digunakan dalam sebuah
perusahaan disebut buku besar (General Ledger).
Nama Akun
Sisi sebelah kiri (debit) Sisi sebelah kanan (kredit)
b. Klasifikasi Akun
Akun dalam Buku Besar biasanya diklasifikasikan menurut sifat-sifatnya sebagai
aset, kewajiban, modal, pendapatan dan beban.
Pengklasifikasian akun-akun dilakukan sesuai dengan ketentuan bahwa transaksi
akuntansi disamping dicatat, harus digolong-golongkan. Penggolong-golongan
transaksi berarti bahwa transaksi yang mempunyai sifat yang sama harus
dilaporkan sebagai satu kesatuan, misal : perlengkapan.
9
pendapatan dan beban disebut akun-akun laba rugi atau akun
nominal/temporer.
Akun-akun nominal ini secara berkala ditutup, sedangkan akun neraca tidak.
Ketentuan umum yang diberlakukan untuk akun ini adalah sebagai berikut :
1. Akun Aset dan Akun Beban
Setiap penambahan Aset dan Beban, akan dicatat di sebelah debit, dan setiap
pengurangan akan dicatat di sebelah kredit.
2. AkunLiabilitas, Modal, dan Pendapatan
Setiap penambahan Liabilitas, Modal, dan Pendapatan akan dicatat di sebelah
kredit, dan setiap pengurangan akan dicatat di sebelah debit.
Dilihat dari pengaruhnya terhadap akun Neraca dan Laporan Laba Rugi, jurnal
penyesuaian dapat digolongkan sebagai berikut :
(1) Jurnal penyesuaian yang mempengaruhi akun beban dan utang.
Jurnal penyesuaian ini perlu dibuat karena adanya beban yang telah terjadi
tetapi belum dicatat. Beban-beban ini disebut beban harus dibayar (accrued
expenses).
(2) Jurnal penyesuaian yang mempengaruhi akun beban dan aset.
Jurnal penyesuaian ini perlu dibuat karena saldo akun yang ada sudah tidak
mencerminkan keadaan akun dan aset yang sebenarnya. Beban-beban ini
disebut beban yang dibayar di muka (prepaid expenses).
(3) Jurnal penyesuaian yang mempengaruhi akun pendapatan dan aset.
10
Jurnal penyesuaian ini berhubungan dengan pendapatan yang telah dihasilkan
tetapi belum dicatat. Kadang-kadang pendapatan ini disebut pendapatan yang
masih harus diterima (accrued revenues).
6. Laporan Keuangan.
(a) Laporan Posisi Keuangn ( Statement of Financial Position)
Laporan posisi Keuangan disusun berdasarkan angka-angka yang tercantum
dalam Neraca Lajur. Secara garis besar aset dikelompokkan menjadi aset lancar,
investasi jangka panjang, dan aset tetap. Sedangkan sisi kewajiban dalam
neraca dikelompokkan menjadi liabilitas jangka pendek dan liabilitas jangka
11
panjang. Selisih antara aset liabilitas adalah ekuitas, yang merupakan hak
pemilik atau kekayaan perusahaan. Dalam perusahaan berbentuk perseroan
terbatas, modal terdiri dari modal disetor dan saldo laba ditahan ( retained
earning ).Laporan Posisi Keuangan ini dapat disusun dalam bentuk akun
(account form) atau bentuk laporan ( report form )Laporan posisi keuangan
dalam bentuk akun, sisi kiri atau debit adalah aset dan sisi kanan atau kredit
adalah liabilitas dan ekuitas . Laporan Posisi Keuangan dalam bentuk laporan,
kelompok aset diurutkan sebelah atas, liabilitas dan ekuitas diurutkan sesudah
aset.
12
mudah. Hal ini tidak lepas dari pengaruh sistem akuntansi yang diterapkan dan demi
kepraktisan.
Pada dasarnya ada 4 macam jurnal penyesuaian yang memerlukan jurnal balik :
a. Beban yang harus dibayar ( accrued expenses )
b. Beban dibayar di muka ( prepaid expenses ) apabila beban tersebut mula-mula
dicatat pada akun beban ( bukan akun aset)
c. Pendapatan yang masih harus diterima ( accrued revenues )
d. Pendapatan diterima di muka ( unearned revenues ) apabila pendapatan
tersebut mula-mula dicatat pada akun pendapatan ( bukan akun utang )
13
III . POS – POS LAPORAN POSISI KEUANGAN.
Dalam pos-pos laporan posisi keuangan ini yang akan dibahas adalah pos-pos tertentu
yang erat kaitannya dengan laporan laba rugi.
Surat-surat berharga ini pada akhir tahun buku dinilai pada harga yang lebih rendah
antara harga perolehan ( cost ) dan harga pasar ( market ) ( Lower Of Cost Or Market
– LOCOM ). atau ada yang menyebut Cost Or Market Whichever Is Lower ( COMWIL)
Apabila ternyata harga pasar lebih rendah daripada harga pokok/perolehan, maka
harga saham harus diturunkan dengan dengan melakukan jurnal sebagai berikut :
( D ) Kerugian penurunan harga surat-surat berharga Rp.....................
(K) Surat-surat berharga Rp.................
atau dapat dibentuk akun penyisihan penurunan harga surat-surat
berharga,sehingga jurnalnya adalah sebagai berikut:
( D ) Kerugian penurunan harga surat-surat berharga Rp...................
(K) Penyisihan penurunan harga surat-surat berharga Rp.................
B, Piutang
Piutang disajikan di neraca dalam jumlah neto setelah dikurangi penyisihan piutang
tak tertagih ( allowance method ). Pada dasarnya terdapat dua cara untuk menaksir
jumlah penyisihan piutang tak tertagih, yaitu :
a. Berdasarkan saldo piutang;
b. Berdasarkan jumlah penjualan neto.
Jurnal penyesuaian untuk pembentukan penyisihan piutang tak tertagih adalah :
( D ) Beban piutang tak tertagih Rp..........................
(K) Penyisihan piutang tak tertagih Rp.........................
14
Jika telah dapat dipastikan bahwa piutang kepada debitur tertentu tidak dapat
ditagih misalnya debitur telah pailit, bangkrut atau tidak diketahui lagi
keberadaannya maka piutang tersebut harus dihapusbukukan.
Piutang yang telah dihapusbukukan, akan dikeluarkan dari catatan perusahaan dan
dibuat jurnal sebagai berikut :
( D ) Penyisihan piutang tak tertagih Rp...........................
(K) Piutang dagang Rp.....................................
( D ) Bank Rp............................
(K) Piutang dagang Rp.................................
( D ) Bank Rp............................
( K ) Piutang dagang Rp...................................
15
Pembentukan penyisihan piutang tak tertagih tidak diperkenankan untuk
kepentingan pajak kecuali untuk usaha tertentu, karena pembentukan penyisihan
piutang tak tertagih termasuk dalam pengertian pembentukan atau pemupukan
dana cadangan.
Pembentukan atau pemupukan dana cadangan tidak diperkenankan dalam pajak,
namun demikian terdapat pengecualian ( Pasal 9 ayat (1) huruf c ) yaitu :
1. cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang
menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi. perusahaan pembiayaan
konsumen, dan perusahaan anjak piutang ;
2. cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk
oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
3. cadangan jaminan untuk Lembaga Penjaminan Simpanan;
4. cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;
5. cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan
6. cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah
industri untuk usaha pengolahan limbah industri.
yang ketentuan dan syarat syaratnya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan.
C. Persediaan.
Persediaan barang dagangan ( merchandise inventory ) adalah barang-barang
perusahaan untuk dijual kembali. Persediaan barang dagangan pada umumnya dinilai
pada harga terendah antara harga pokok/perolehan dan harga pasar (LOCOM) atau
nilai yang diharapkan dapat direalisasikan (net realizable value - selling price less
estimated cost to complete and sell )
Dalam laporan keuangan, persediaan barang dagangan disajikan baik dalam neraca
maupun dalam laporan laba rugi jika perusahaan mengadministrasikan persediaan
berdasarkan sistem persediaan periodik ( periodic inventory system ) . Persediaan
barang dagangan yang yang tercantum di neraca mencerminkan nilai barang
dagangan yang ada pada tanggal neraca, sedangkan dalam laporan laba rugi
persediaan barang dagangan muncul dalam harga pokok penjualan. Terdapat saling
hubungan antara persediaan barang dagangan pada tahun berjalan dengan tahun
sebelumnya dan tahun yang akan datang. Oleh karena itu kesalahan dalam
menentukan nilai persediaan barang dagangan akan mempengaruhi tidak saja
laporan laba rugi dan neraca tahun berjalan, tetapi juga neraca dan laporan laba rugi
tahun yang akan datang.
Dalam menetapkan harga pokok persediaan, dapat digunakan metode sebagai
berikut:
a. Pertama Masuk Pertama Keluar ( First In First Out = FIFO
b. Rata-rata ( Average ) :
Rata-rata sederhana ( Simple Average )
Rata-rata tertimbang ( Weighted Average )
Rata-rata gerak ( Moving Average )
16
b. Metode Taksiran ( Estimated Method )
metode eceran ( retail method )
metode laba bruto ( gross profit method )
17
jumlah revaluasian, yaitu nilai wajar pada tanggal revaluasi dikurangi akumulasi
penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai yang terjadi setelah tanggal
revaluasi. Revaluasi harus dilakukan dengan keteraturan yang cukup reguler
untuk memastikan bahwa jumlah tercatat tidak berbeda secara material dari
jumlah yang ditentukan dengan menggunakan nilai wajar pada tanggal neraca.
Jika jumlah tercatat aset meningkat akibat revaluasi, kenaikan tersebut
langsung dikredit ke ekuitas pada bagian surplus revaluasi. Namun kenaikan
tersebut harus diakui dalam laporan laba rugi hingga sebesar jumlah penurunan
nilai aset akibat revaluasi yang pernah diakui sebelumnya dalam laporan laba
rugi.
Jika jumlah tercatat aset turun akibat revaluasi, penurunan tersebut diakui
dalam laporan laba rugi. Namun, penurunan nilai akibat revaluasi tersebut
langsung didebit ke ekuitas pada bagian surplus revaluasi selama penurunan
tersebut tidak melebihi saldo kredit surplus revaluasi untuk aset tersebut.
(4) Penyusutan.
a.Pengertian.
Penyusutatan atau depresiasi bukanlah proses di mana perusahaan
mengakumulasikan dana untuk mengganti aset tetapnya. Penyusutan bukan
pula cara untuk menghitung nilai yang berlaku dari aset tetap. Penyusutan
adalah alokasi yang sistematis dari harga perolehan aset selama periode-
periode berbeda yang memperoleh manfaat dari penggunaan suatu aset.
Akumulasi penyusutan bukanlah dana penggantian aset, melainkan jumlah
seluruh harga perolehan aset yang telah dipergunakan selama periode-periode
sebelumnya.
b.Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam menentukan jumlah beban
penyusutan tahunan yang tepat adalah :
* Harga perolehan aset.
* Nilai sisa atau nilai residu
* Masa manfaat
* Metode penyusutan.
c. Metode Penyusutan.
Terdapat beberapa metode penyusutan, yaitu:
(1) metode garis lurus ( straight line method)
(2) metode pembebanan yang menurun ( decreasing charge methods )
a) metode jumlah angka tahun ( sum of years digit method )
b) metode saldo menurun ( declining balance method)
(3) metode berdasarkan penggunaan ( activity method )
a) metode jam jasa ( service hours method )
b) metode jumlah unit produksi ( production output method )
(4) metode penuyusutan khusus ( special depreciation method )
a) jenis dan kelompok ( group and composite method )
b) anuitas ( annuity )
18
Dalam Pasal 11 UU PPh ditentukan :
1) Harta yang dapat disusutkan adalah harta berwujud yang mempunyai masa manfaat
lebih dari satu tahun kecuali tanah yang berstatus hak milik, hak guna bangunan,hak
guna usaha, dan hak pakai, yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan ,
menagih dan memelihara penghasilan,
2) Penyusutan dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk harta yang
masih dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai pada bulan selesainya
pengerjaan harta tersebut.
3) Metode penyusutan yang digunakan adalah :
a.Bangunan : metode garis lurus.
b.Harta berwujud lainnya: metode garis lurus atau metode saldo menurun.
4) Masa manfaat ditentukan sebagai berikut :
Bukan bangunan:
* kelompok 1 : 4 tahun
* kelompok 2 : 8 tahun
* kelompok 3 : 16 tahun
* kelompok 4 : 20 tahun
Bangunan :
Permanen : 20 tahun
Tidak permanen : 10 tahun
Pengelompokan harta berwujud yang dapat disusutkan diatur dengan Peraturan Menteri
Keuangan.
5) Nilai sisa buku
Pada akhir masa penyusutan nilai sisa buku harus nol.
Harta berwujud yang masih dalam proses sewa guna usaha ( leasing ) untuk sewa
pembiayaan ( financial lease ) tidak boleh disusutkan baik oleh lessee maupun oleh
lessor. Karena lessee tidak boleh melakukan penyusutan atas harta yang masih dalam
proses leasing, maka seluruh sewa guna usaha yang dibayar oleh lessee merupakan
beban fiskal yang dapat dikurangkan.
Suatu aset tidak berwujud pada awalnya harus diakui sebesar biaya perolehan.
Biaya perolehan adalah jumlah uang kas atau setara kas yang dibayarkan atau nilai
wajar sumber daya yang dikeluarkan untuk mendapatkan aset pada saat perolehan
atau saat produksi.
19
3.Pengeluaran Setelah Perolehan.
Pengeluaran setelah aset tidak berwujud diperoleh diakui sebagai beban pada saat
terjadinya pengeluaran, kecuali :
a. pengeluaran tersebut besar kemungkinannya akan meningkatkan manfaat
ekonomis masa depan sehingga menjadi lebih besar daripada standar kinerja
yang diperkirakan semula; dan
b. pengeluaran tersebut dapat diukur dan dikaitkan dengan aset secara andal
4.Amortisasi
a. Pengertian.
Amortisai adalah alokasi sistematis dari nilai aset tidak berwujud yang dapat
didepresiasi selama masa manfaat aset tersebut.Jumlah yang dapat diamortisasi
dari aset tidak berwujud harus dialokasikan secara sistematis berdasarkan
perkiraan terbaik dari masa manfaatnya. Pada umumnya masa manfaat suatu
aset tidak berwujud tidak akan melebihi 20 tahun sejak tanggal aset siap
digunakan. Amortisasi harus mulai dihitung saat aset siap untuk digunakan.
b.Metode.
Metode amortisasi harus mencerminkan pola konsumsi manfaat ekonomis oleh
perusahaan. Metode ini meliputi metode garis lurus, metode saldo menurun dan
metode jumlah unit produksi. Jika pola tersebut tidak dapat ditentukan secara
andal, maka harus digunakan metode garis lurus. Biaya amortisasi setiap periode
harus diakui sebagai beban kecuali diperkenankan untuk dimasukkan ke dalam
nilai tercatat aset lain seperti amortisasi aset tidak berwujud yang digunakan
dalam proses produksi dimasukkan ke dalam nilai tercatat persediaan.
20
e. Metode satuan produksi secara terbatas untuk hak pengusahaan hutan, hak
penambangan selain migas dan hak pengusahaan alam lainnya.
f. Metode garis lurus dengan jangka waktu amortisasi sesuai dengan masa
kontraknya untuk kontrak bangun guna serah ( build, operate, transfer )
21
IV. PENGAKUAN PENGHASILAN DAN BEBAN
A. PENGHASILAN.
1. Pengertian.
a. Menurut akuntansi .
Menurut pragarf 6 Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 23
“ pendapatan adalah arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari
aktivitas normal perusahaan selama satu periode bila arus masuk itu
mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanam
modal”
Selanjutnya dalam Kerangka Dasar dan Penyajian Laporan Keuangan, penghasilan
(income) didefinisikan sebagai peningkatan manfaat ekonomi selama satu periode
akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan aset atau penurunan
kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari
kontribusi penanam modal. Penghasilan meliputi pendapatan ( revenues) dan
keuntungan (gains). Pendapatan (revenues ) adalah penghasilan yang timbul dari
aktivitas perusahaan yang biasa (normal) dan dikenal dengan sebutan yang
berbeda seperti penjualan, penghasilan jasa (fees), bunga, dividen, royalti, dan
sewa.
Keuntungan (gains) mencerminkan pos lainnya yang memenuhi definsi
penghasilan yang mungkin timbul atau mungkin tidak timbul dalam pelaksanaan
aktivitas perusahaan yang biasa. Keuntungan mencerminkan kenaikan manfaat
ekonomi, dengan demikian pada hakikatnya tidak berbeda dengan pendapatan.
Keuntungan meliputi misalnya pos yang timbul dari pengalihan aset tidak lancar.
Jika diakui galam laporan laba-rugi, keuntungan biasanya dicantumkan terpisah
karena informasi mengenai pos tersebut berguna dalam pengambilan keputusan
ekonomi. Keuntungan biasanya dilaporkan dalam jumlah bersih setelah dikurangi
dengan beban yang bersangkutan.
b.Menurut pajak.
Menurut Pasal 4 ayat (1) UU PPh, penghasilan adalah “setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang
berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk
konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan
nama atau dalam bentuk apapun, termasuk...”
Berdasarkan definisi di atas penghasilan mengandung unsur-unsur :
a). setiap tambahan kemampuan ekonomis,
b). yang diterima atau diperoleh,
c). baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia ( global income),
d). yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan,
e). dengan nama atau dalam bentuk apapun.
Tidak seluruh penghasilan menjadi objek Pajak Penghasilan. Dalam Pasal 4 ayat (3)
UU PPh ditentukan jenis-jenis penghasilan yang bukan merupakan objek pajak
diantaranya dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan
terbatas sebagai Wajib Pajak dam negeri, koperasi, badan usaha milik negara,
22
badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang
didirikan atau atau berkedudukan di Indonesia dengan syarat :
a) dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
b) bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik
daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang
memberikan dividen paling rendah 25 % dari jumlah modal yang disetor.
Selain itu dalam Pasal 4 ayat (2) ditentukan bahwa penghasilan tertentu dapat
dikenai pajak yang bersifat final yang diatur atau berdasarkan Peraturan
pemerintah.
3. Pengakuan Pendapatan
Pengakuan adalah proses untuk mencatat atau memasukkan secara formal suatu
pos dalam akun dan laporan keuangan entitas. Pengakuan ini meliputi penjelasan
suatu pos baik dengan kata-kata maupun angka, dan jumlah itu termasuk dalam
angka total laporan keuangan. Untuk aset dan kewajiban, pengakuan menyangkut
pencatatan bukan hanya perolehan atau terjadinya pos itu tetapi juga perubahan
sesudahnya, termasuk penghapusan dari laporan keuangan yang sebelumnya diakui.
23
a) Kriteria.
Secara umum ada dua kriteria yang dapat dijaikan dasar untuk mengakui
pendapatan, yaitu :
1. Telah terealisasi (realized), yaitu bila terjadi transaksi pertukaran antara barang
yang dihasilkan perusahaan dengan kas atau klaim untuk menerima kas, atau
ada kepastian akan segera terealisasi ( realizable), di mana barang hasil
pertukaran dapat segera diubah ( dikonversi) menjadi kas atau klaim untuk
menerima kas.
Syarat barang yang mudah dikonversi adalah :
* Memiliki harga per unit yang pasti dan barang tersebut tidak terpengaruh
oleh perubahan bentuk dan ukuran barang, misalnya logam mulia.
* Mudah dijual tanpa memerlukan biaya besar.
2. Pendapatan terbentuk (earned) yaitu bila kegiatan menghasilkan barang dan
jasa telah berjalan dan secara substansial telah selesai.
b. Saat Pengakuan.
1. Selama kegiatan produksi.
Pendapatan dapat diakui selama kegiatan produksi, meskipun produk yang
dihasilkan masih dalam proses produksi. Contohnya adalah perusahaan
konstruksi yang memerlukan penyelesaian dalam beberapa periode akuntansi.
Taksiran pendapatan dilakukan dengan dua pendekatan :
* Persentase biaya.
* Persentase penyelesaian pisik.
3. Saat penjualan.
Pada umumnya perusahaan mengakui pendapatan pada saat penjualan yang
merupakan dasar yang paling jelas dan objektif. Kapan saat yang tepat
dijadikan dasar yang menandai terjadinya penjualan ?
Menurut pragraf 13 PSAK 23 ditentukan bahwa pendapatan dari penjualan
barang harus diakui bila seluruh kondisi berikut dipenuhi:
a.perusahaan telah memindahkan risiko secara signifikan dan telah
memindahkan manfaat kepemilikan kepada pembeli;
b.perusahaan tidak lagi mengelola atau pengendalian efektif atas barang yang
dijual;
24
c.jumlah pendapatan tersebut dapat diukur secara andal;
d.besar kemungkinan manfaat ekonomi yang dihubungkan dengan transaksi
akan mengalir kepada perusahaan tersebut; dan
e.biaya yang terjadi atau akan terjadi sehubungan dengan transaksi penjualan
dapat diukur dengan andal.
Menurut Pasal 4 ayat (1) UUPPh dinyatakan bahwa penghasilan adalah setiap tambahan
kemapuan ekonomis yang diterima atau diperoleh .......
Kata-kata yang menyatakan “diterima atau diperoleh” mengandung arti bahwa
penghasilan baru diakui setelah ada realisasi.
Dalam memori penjelasan Pasal 28 ayat (5) UU KUP dikemukakan sebagai berikut:
“Pengertian diperoleh merujuk kepada stelsel akrual (accrual basis) yaitu suatu metode
penghitungan penghasilan dan biaya dalam arti bahwa penghasilan diakui pada waktu
diperoleh dan biaya diakui pada waktu terutang. Jadi tidak tergantung kapan
penghasilan itu diterima atau kapan biaya itu dibayar secara tunai. Termasuk dalam
pengertian stelsel akrual adalah pengakuan penghasilan berdasarkan metode
persentase tingkat penyelesaian pekerjaaan yang umumnya dipakai dalam bidang
konstruksi dan metode lain yang digunakan dalam bidang usaha tertentu seperti build,
operate, and transfer (bot) dan real estat. Perlu dikemukakan bahwa terhitung mulai 1
Januari 2009 berdasarkan PP Nomor 40 Tahun 2009 ttg perubahan PP Nomor 51 Tahun
2008, pengenaan Pajak Penghasilan atas jasa konstruksi adalah bersifat final.
Pengertian diterima merujuk kepada stelsel kas (cash basis) yaitu penghasilan baru
dianggap sebagai penghasilan apabila telah benar-benar diterima secara tunai dalam
suatu periode tertentu serta biaya baru dianggap sebagai biaya apabila benar-benar
telah dibayar secara tunai dalam suatu periode tertentu. Stelsel kas biasanya digunakan
oleh perusahaan kecil orang pribadi atau perusahaan jasa, misalnya transportasi,
hiburan, restoran, yang tenggang waktu antara penyerahan jasa dan pembayarannya
tidak berlangsung lama. Dalam stelsel kas murni, penghasilan dari penyerahan barang
atau jasa ditetapkan pada saat pembayaran diterima dari pelanggan, dan biaya-biaya
ditetapkan pada saat barang , jasa , dan biaya operasi lain dibayar. Dengan demikian
pemakaian stelsel kas dapat mengakibatkan penghitungan yang mengaburkan terhadap
penghasilan yaitu besarnya penghasilan dari tahun ke tahun disesuaikan dengan
mengatur penerimaan kas dan pengeluaran kas. Oleh karena itu untuk penghitungan
Pajak Penghasilan, pemakaian stelsel kas harus memperhatikan hal-hal antara lain
sebagai berikut :
1) Penghitungan jumlah penjualan dalam suatu periode harus meliputi seluruh
penjualan, baik yang tunai maupun yang bukan. Dalam menghitung harga pokok
penjualan harus diperhitungkan seluruh pembelian dan persediaan.
25
2) Dalam memperoleh harta yang dapat disusutkan dan hak-hak yang dapat
diamortisasi, biaya-biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan hanya dapat
dilakukan melalui penyusutan dan amortisasi.
3) Pemakaian stelsel kas harus dilakukan secara taat asas atau konsisten.
4. Pengukuran
Penghasilan diukur dalam satuan nilai tukar produk/jasa dalam suatu transaksi yang
wajar ( arm’s length transaction ). Nilai tukar tersebut menunjukkan ekuivalen kas atau
nilai diskonto tunai dari uang yang diterima atau akan diterima dari transaksi penjualan.
B. BEBAN (EXPENSES)
1. Pengertian
Menurut pragraf 70 butir b Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan
Keuangan, beban (expenses) adalah “penurunan manfaat ekonomi selama periode
akuntansi dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya aset atau timbulnya kewajiban
yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada
penanam modal “ Beban mencakup baik kerugian (loss) maupun beban yang timbul
dalam pelaksanaan aktivitas perusahaan yang biasa. Beban yang timbul dari
pelaksanaan aktivitas perusahaan yang biasa meliputi misalnya beban pokok penjualan,
gaji, dan penyusutan. Beban ini biasanya berbentuk arus keluar atau berkurangnya aset
seperti kas atau setara kas, persediaan, dan aset tetap.
Kerugian mencerminkan pos lain yang memenuhi definisi beban yang mungkin
timbul atau mungkin tidak timbul dari aktivitas perusahaan yang biasa. Kerugian
mencerminkan berkurangnya manfaat ekonomi dan pada hakekatnya tidak berbeda
dari beban lain. Kerugian dapat timbul misalnya dari bencana kebakaran, banjir, seperti
juga yang timbul dari pelepasan aset tidak lancar. Definisi beban juga mencakup
kerugian yang belum direalisasi misalnya kerugian yang timbul dari pengaruh kenaikan
kurs valuta asing dalam hubungannya dengan pinjaman perusahaan dalam mata uang
tersebut. Kalau kerugian diakui dalam laporan laba rugi, biasanya disajikan secara
terpisah karena pengetahuan mengenai pos tersebut berguna untuk tujuan
pengambilan keputusan ekonomi. Kerugian sering kali dilaporkan dalam jumlah bersih
setelah dikurangi dengan penghasilan yang bersangkutan.
2. Pengakuan ( Recognition)
Beban diakui dalam laporan laba rugi jika penurunan manfaat ekonomi masa depan
yang berkaiatan dengan penurunan aset atau peningkatan kewajiban telah terjadi dan
dapat diukur dengan andal. Hal ini berarti bahwa pengakuan beban terjadi bersamaan
dengan pengakuan kenaikan kewajiban atau penurunan aset, misalnya akrual hak
karyawan atau penyusutan aset tetap.
Beban diakui dalam laporan laba rugi atas dasar hubungan langsung antara biaya
yang timbul dan pos penghasilan tertentu yang diperoleh. Proses yang bisanya disebut
pengaitan biaya dengan pendapatan ( matching of cost with revenues) ini melibatkan
pengakuan penghasilan dan beban secara gabungan atau bersamaan yang dihasilkan
26
secara langsung dan bersama-sama dari transaksi dan peristiwa lain yang sama;
misalnya berbagai komponen beban yang membentuk beban pokok penjualan ( cost or
expense of good sold ) diakui pada saat yang sama sebagai penghasilan yang diperoleh
dalam penjualan barang.
Jika manfaat ekonomi yang diharapkan timbul selama beberapa periode akuntansi
dan hubungannya dengan penghasilan hanya dapat ditentukam secara luas atau tidak
langsung, beban diakui dalam laporan laba rugi atas dasar alokasi yang sistematis dan
rasional. Hal ini sering diperlukan dalam pengakuan beban yang berkaitan dengan
penggunaan aset seperti aset tetap, goodwill, paten, merek dagang. Dalam kasus
semacam ini, beban ini disebut penyusutan atau amortisasi. Prosedur alokasi ini
dimaksudkan untuk mengakui beban dalam periode akuntansi yang menikmati manfaat
ekonomi yang bersangkutan.
Beban diakui dalam laporan laba rugi jika pengeluaran tidak menghasilkan manfaat
ekonomi masa depan atau jika sepanjang manfaat ekonomi masa depan tidak
memenuhi syarat, atau tidak lagi memenuhi syarat untuk diakui dalam neraca sebagai
aset
Beban juga diakui dalam laporan laba rugi pada saat timbul kewajiban tanpa
pengakuan aset, seperti jika timbul kewajiban akibat garansi produk.
3. Pengukuran.
Dasar pengukuran yang lazim digunakan dalam penyusunan laporan keuangan adalah
biaya historis ( historical cost). Ini biasanya digabungkan dengan dasar pengukuran yang
lain. Misalnya persediaan biasanya dinyatakan sebesar nilai terendah dari biaya historis
atau nilai realisasi bersih ( lower cost or net realizable value). Menurut biaya historis aset
dicatat sebesar kas atau setara kas atau nilai wajar dari imbalan yang diberikan untuk
memperoleh aset tersebut pada saat perolehan. Kewajiban dicatat sebesar jumlah yang
diterima sebagai penukar atau kewajiban (obligation) atau keadaan tertentu ( misalnya
pajak penghasilan ) dalam jumlah kas atau setara kas yang diharapkan kan dibayarkan
untuk memenuhi kewajiban dalam pelaksanaan usaha yang normal.
27
V. LAPORAN KEUANGAN.
1. Pengertian.
Laporan keuangan adalah keluaran atau hasil akhir dari proses akuntansi. Laporan
keuangan ini berfungsi sebagai bahan informasi bagi pemakainya dalam
pengambilan keputusan. Laporan keuangan juga berfungsi sebagai
pertanggungjawaban atau akuntabilitas dan sebagai indikator kesuksesan
perusahaan dalam mencapai tujuannya.
Agar laporan keuangan dapat disusun dengan baik maka perusahaan harus
menyelenggarakan pembukuan. Menurut Pasal 1 angka 26 UU KUP disebutkan
bahwa pembukuan adalah suatu proses pencatatan secara teratur untuk
mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban,
modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan
barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca
dan laporan laba rugi pada setiap tahun pajak berakhir.
2. Penyelenggaraan Pembukuan
Dalam Pasal 28 UU KUP ditentukan bahwa wajib pajak orang pribadi yang
melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan wajib pajak badan wajib
menyelenggarakan pembukuan berlandaskan itikad baik dan dan mencerminkan
keadaan atau kegitan usaha yang sebenarnya.
Dikecualikan dari kewjiban menyelenggarakan pembukuan tetapi wajib
menyelenggarakan pencatatan adalah :
a ) wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
yang diperkenankan menghitung penghasilan neto dengan Norma Penghitungan
Penghasilan Neto.
b ) wajib pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas.
3. Laporan Keuangan
Setiap tahun buku berakhir wajib pajak menyusun laporan keuangan yang disebut
laporan keuangan komersial. Laporan keuangan ini adalah merupakan produk akhir
dari proses akuntansi yang diselenggarakan perusahaan sesuai dengan prinsip-
prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Pada dasarnya laporan keuangan
komersial ini tidak harus mencerminkan seluruh pertimbangan-pertimbangan
perpajakan. Dalam Pasal 28 ayat (7) UU KUP ditentukan bahwa pembukuan harus
diselenggarakan berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum, kecuali
peraturan perundang-undangan perpajakan menentukan lain. Dengan demikian
atas laporan keuangan komersial yang telah disusun perusahaan masih perlu
dilakukan penyesuaian atau rekonsiliasi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan agar dapat digunakan atau dijadikan sebagai
dasar pengisian SPT Tahunan PPh. Laporan Keuangan yang telah direkonsiliasi
tersebut disebut laporan keuangn fiskal.
28
4. Perbedaan Tetap ( Permanent Differences ) dan Perbedaan Sementara
( Temporary Differences)
a. Perbedaan Tetap.
Perbedaan tetap adalah perbedaan antara laba akuntansi/komersial dan laba
fiskal yang timbul karena administrasi pajak menghitung laba fiskal berbeda dari
laba menurut akuntansi tanpa koreksi di kemudian hari. Hal ini mengakibatkan
adanya perbedaan total laba selama masa hidup perusahaan antara laba yang
dihitung menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dan
laba yang dihitung menurut ketentuan PSAK ( Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan ).
Perbedaan tetap ini meliputi :
(1) Penghasilan yang telah dipotong PPh yang bersifat final tidak dilaporkan
sebagai bagian dari penghitungan laba rugi fiskal. Contoh : penghasilan dari
penjualan transaksi saham di bursa efek, dan penghasilan bunga deposito.
(2) Penghasilan yang bukan objek pajak tidak dimasukkan sebagai penghasilan
dalam penghitungan laba rugi fiskal. Contoh : dividen yang diterima
perusahaan atas penyertaan modal pada perusahaan lain sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat ( 3 ) huruf f UU PPh.
(3) Pemberian natura merupakan kenikmatan kepada karyawan, bukan
penghasilan bagi pihak yang menerima dan tidak boleh dibebankan sebagai
pengurang penghasilan untuk tujuan fiskal.
(4) Biaya representase yang tidak dipertanggungjawabkan dalam daftar
nominatif berdasarkan ketentuan yang berlaku tidak boleh dibebankan
sebagai pengurang penghasilan.
(5) Pajak Penghasilan, sanksi administrasi pajak berupa bunga, denda dan
kenaikan, tidak boleh dibebankan sebagai pengurang penghasilan.
(6) Sumbangan dalam bentuk apapun tidak dapat dibebankan sebagai
pengurang penghasilan kecuali yang ditentukan dalam PP 93 Tahun 2010
(7) Rugi yang timbul dari penarikan aset tetap yang tidak digunakan untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan tidak boleh
dibebankan sebagai pengurang penghasilan.
(8) Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham
atau kepada pihak lain yang mempunyai hubungan istimewa sebagai
imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan, tidak dapat
dikurangkan dari penghasilan karena pada dasarnya pengeluaran untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang dapat
dikurangkan dari penghasilan adalah pengeluaran yang jumlahnya wajar
sesuai kelaziman usaha.
(9) Dalam hal terjadi kompensasi timbal balik ( offset ) utang piutang di antara
Wajib Pajak yang melakukan pengalihan dalam rangka penggabungan atau
peleburan usaha, maka penghapusan utang bagi debitur bukan merupakan
penghasilan, sedangkan penghapusan piutang bagi debitur bukan
merupakan biaya.
b. Perbedaan Sementara.
Perbedaan sementara merupakan perbedaan waktu pengakuan penghasilan dan
biaya tertentu menurut PSAK dan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan yang mengakibatkan pergeseran pengakuan penghasilan dan beban
29
antara satu tahun ke tahun pajak lainnya. Perbedaan ini akan terkoreksi secara
otomatis.
Perbedaan sementara ini meliputi :
(1) Piutang Usaha.
Untuk tujuan fiskal pengakuan kerugian atas piutang pada hakekatnya
digunakan penghapusan langsung ( direct write off ) sedangkan untuk tujuan
komersial digunakan metode penyisihan ( allowance method )
(2) Persediaan
Untuk tujuan fiskal persediaan hanya boleh dinilai berdasarkan harga
perolehan dengan metode rata-rata atau metode pertama masuk pertama
keluar secara taat asas, sedangkan untuk komersial meskipun menggunakan
metode rata-rata atau metode masuk pertama keluar pertama,tetapi apabila
harga pasar turun sampai di bawah harga perolehan, harus dikoreksi
menjadi harga pasar. Untuk tujuan fiskal tidak diperkenankan melakukan
penyisihan penurunan harga atau kerugian karena keusangan persediaan,
sedangkan untuk tujuan komersial, penyisihan berdasarkan masa yang lalu
atau keadaan yang diketahui merupakan keharusan.
(3) Harta Berwujud
Untuk harta berwujud perbedaan waktu dapat disebabkan saat mulai
dilakukan penyusutan, metode penyusutan, nilai sisa, dan masa manfaat
Untuk tujuan fiskal penyusutan dimulai pada bulan dilakukannya
pengeluaran kecuali untuk harta yang masih dalam proses pengerjaan,
penyusutannya dimulai pada bulan selesainya pengerjaan harta tersebut.
Sedangkan untuk tujuan komersial penyusutan dimulai pada saat siap atau
mulai digunakan. Metode penyusutan yang digunakan untuk tujuan fiskal
adalah metode garis lurus atau metode saldo menurun, sedangkan untuk
tujuan komersial dapat juga digunakan metode penyusutan lainnya. Untuk
tujuan fiskal nilai sisa buku pada akhir masa penyusutan harus nol,
sedangkan untuk tujuan komersial tergantung pada kebijakan perusahaan.
Demikian juga masa manfaat harta berwujud untuk tujuan fiskal ditentukan
dengan Peraturan Menteri Keuangan, sedangkan untuk tujuan komersial
ditentukan sesuai dengan kebijakan perusahaan.
(4) Harta Tak Berwujud
Untuk tujuan fiskal, amortisasi harta tak berwujud yang mempunyai masa
manfaat lebih dari satu tahun dilakukan dengan metode garis lurus atau
metode saldo menurun, sedangkan untuk tujuan komersial dapat juga
dilakukan metode jumlah unit produksi. Masa manfaat dan tarif amortisasi
untuk tujuan fiskal ditentukan dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan, sedangkan untuk tujuan komersial ditentukan sendiri
oleh perusahaan.
(5) Biaya Pendirian dan Biaya Perluasan Modal.
Untuk tujuan fiskal, pengeluaran untuk biaya pendirian dan biaya perluasan
modal, diamortisasi sesuai dengan masa manfaat dan tarif yang telah
ditentukan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
atau dibebankan pada tahun terjadinya, sedangkan untuk tujuan komersial,
biaya-biaya ini dapat ditangguhkan dan diamortisasi dengan tarif sesuai
taksiran masa manfaat.
30
(6) Pembentukan atau Pemupukan Dana Cadangan.
Untuk tujuan fiskal, pembentukan atau pemupukan dana cadangan tidak
diperkenankan untuk dikurangkan dari penghasilan kecuali yang ditentukan
dalam Pasal 9 huruf c UU PPh.
31
f.cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah
industri untuk usaha pengolahan limbah industri;
yang ketentuan dan syarat-syaratnya diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan;
(9) Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna,
yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi
kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan Wajib Pajak yang
bersangkutan;
(10) Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan
dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam
bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan
pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan;
(11) Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham
atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan
sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan;
(12) Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan , dan warisan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b UU PPh, kecuali
sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i sampai
dengan huruf m serta zakat yang yang diterima badan amil zakat;
(13) Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak
atau orang menjadi tanggungannya;
(14) Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham;
(15) Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang
saham. sekutu atau anggota.
32
VI. SEWA ( LEASING)
1. Pendahuluan
Pada hakikatnya perluasan usaha membutuhkan ketersediaan dana dan peralatan
modal. Dalam hal penyediaan dana, selain melalui sistem perbankan dan lembaga
keuangan non bank yang sudah lama dikenal, belakangan ini dikenal sistem pembiayaan
alternatif lainnya yaitu bisnis “sewa guna usaha” yang dalam bahasa asing dikenal
dengan nama “leasing”. Dibandingkan dengan negara maju seperti Amerika Serikat
yang sudah mengenal bisnis sewa guna usaha sebelum Perang Dunia II, di Indonesia
bisnis sewa guna usaha masih relatif baru yaitu mulai tahun 1974 setelah
diterbitkannya Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, dan Menteri Perdagangan
dan Menteri Perindustrian Nomor: Kep 122/MK/2/1974, Nomor32/M/SK/2/1974 dan
Nomor 30/Kpb/I/ 1974 tanggal 7 Februari 1974 tentang Perizinan Usaha Leasing.
Sejak saat itu dan utamanya sejak tahun 1980 jumlah perusahaan leasing makin
bertambah dan meningkat dari tahun ke tahun untuk membiayai penyediaan barang –
barang modal dunia usaha.
Apa sebenarnya yang dimaksud dengan leasing.? Agar memperoleh gambaran yang
lebih jelas di bawah ini diberikan beberapa pengertian sebagai berikut :
a. SKB Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan dan Menteri Perindustrian
“ Leasing adalah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan
barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk suatu jangka
waktu tertentu berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala serta disertai
dengan hak pilih (optie) bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang
modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan
nilai sisa yang telah disepakati bersama”.
Definisi tersebut hanya menampung satu jenis leasing yang lazim disebut finance
lease atau sewa guna usaha pembiayaan. Namun demikian dengan diterbitkannya
Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 1251/KMK.013/1988 tanggal 20 Desember
1988, jenis sewa guna usaha telah diperluas menjadi finance lease yaitu kegiatan
sewa guna usaha, di mana Penyewa Guna Usaha (Lessee) pada akhir masa kontrak
mempunyai hak opsi untuk membeli objek sewa guna usaha berdasarkan nilai sisa
yang disepakati bersama, dan operating lease yaitu kegiatan sewa guna usaha di
mana Penyewa Guna Usaha (Lessee) tidak mempunyai hak opsi untuk membeli
objek sewa guna usaha.
33
utama dari perjanjian sewa guna usaha adalah bahwa hak kepemilikan lessor atas
properti yang disewa guna usahakan menjadi berkurang.
34
milik atas barang tersebut baru beralih dari penjual kepada pembeli setelah
jumlah harganya dibayar lunas pembeli kepada penjual.”
Menurut Amin Wijaya Tunggal dan Arif Djohan Tunggal dalam bukunya “
Akuntansi Leasing” dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa :
(a) Pada sewa guna usaha, lessor biasanya adalah penyedia dana dan membiayai
pembelian barang tersebut seluruhnya dan bertindak sebagai lembaga
keuangan, sedangkan pada sewa beli, penjual adalah produsen atau penjual
yang berusaha menjual barangnya.
(b) Masa sewa guna usaha biasanya ditetapkan sesuai dengan kegunaan barang
yang diperkirakan, dan angsuran imbalan jasa disesuaikan dengan hasil usaha
lessee yang diperkirakan oleh lessor, sedangkan dalam sewa beli tidak selalu
demikian halnya, karena masa pembayaran angsuran ditetapkan atas dasar
kemampuan pembeli.
(c) Dalam sewa beli pembeli bermaksud untuk memiliki barang tersebut,
sedangkan dalam sewa guna usaha belum tentu ada tujuan tersebut pada
lessee. Dalam sewa beli, pada akhir masa sewa beli, hak milik atas barang
dengan sendirinya beralih kepada pembeli, sedangkan dalam sewa guna
usaha, lessee-lah yang memutuskan apakah akan menggunakan hak opsinya
untuk membeli, memperpanjang atau mengembalikan barang tersebut
kepada lessor, dan hanya setelah pembayaran harga pembelian, hak milik
atas barang tersebut beralih kepada lessee.
(3). Jual Beli dengan Angsuran ( Installment Sales) adalah jual beli barang di mana
penjual melaksanakan penjualan dengan cara menerima pelunasan pembayaran
yang dilakukan oleh pembeli dalam beberapa kali angsuran atas barang yang
telah disepakati bersama dan diikat dalam suatu perjanjian serta hak milik atas
barang tersebut beralih dari penjual kepada pembeli pada saat barangnya
diserahkan oleh penjual kepada pembeli.
Perbedaan sewa guna usaha dengan jual beli angsuran adalah:
(a) Pada jual beli dengan angsuran, hak milik berpindah pada saat barang
diserahkan penjual kepada pembeli, sedangkan pada sewa guna usaha, hak
milik atas barang tetap berada pada lessor.
(b) Pada sewa guna usaha, jangka waktunya disesuaikan dengan masa manfaat
dari barang yang disewa guna usahakan, sedangkan pada jual beli dengan
angsuran ditetapkan sepihak oleh penjual.
2. Keunggulan Sewa
Jika dibandingkan antara sewa dengan membeli tunai melalui utang bank, maka
sewa memiliki beberapa keuntungan sebagai berikut : (Dwi Martani et al, 2015)
a. Pendanaan 100%. Pembiayaan dengan sewa mencakup 100% atas nilai aset,
sedangkan pembiayaan melalui bank biasanya hanya mencakup 80% dari nilai aset,
sehingga dengan pembiayaan bank, perusahaan harus mencari dana tambahan
sebesar 20% agar dapat membeli aset tersebut.
b. Bunga tetap. Walaupun tidak menutup kemungkinsn tingkat bunga sewa
berfluktuasi, namun sebagian sewa menawarkan tingkat bunga tetap sehingga
pembayaran sewa juga tetap. Pembayaran sewa yang tetap lebih memberikan
kepastian pada pengelolaan arus kas masa depan perusahaan.
35
c. Perlindungan terhadap keusangan. Perjanjian sewa terkadang memberikan opsi
kepada lessee untuk mengajukan kepada lessor untuk mengganti aset sewaan
yang sudah usang atau ketinggalan teknologi dengan aset yang lebih baru. Hal ini
menjamin lessee untuk mendapatkan aset yang baik dan terkini.
d. Fleksibel. Perjanjian sewa lebih fleksibel dan tidak seketat perjanjian pinjaman
pada bank sehingga lebih menjangkau banyak kalangan termasuk UKM. Lessor yang
khusus berbisnis penyewaan, tentunya telah menyediakan berbagai skema jangka
waktu dan besaran cicilan yang diinginkan.
e. Bunga lebih rendah. Rata-rata tingkat bunga (leasing) lebih rendah dibandingkan
suku bunga pinjaman bank. Hal ini akan menguntungkan lessee karena
mendapatkan pendanaan dengan biaya lebih rendah.
f. Keuntungan pajak. Dalam sewa pembiayaan, penyerahan aset sewaan tidak
dikenakan PPN dan lessee tidak memotong PPh Pasal 23 atas pembayaran sewa
kepada lessor.
g. Pembiayaan off balance sheet. Dengan menyewa, memungkinkan bagi lessee
untuk tidak mengakui aset dan liabilitas sewaan di Laporan Posisi Keuangan,
sehingga perusahaan dapat menghindari peningkatan leverage. Sedangkan
pembelian yang berasal dari pembiayaan bank, perusahaan tidak mungkin
menghindari pengakuan aset dan liabilitas yang timbul dari transaksi tersebut.
3. Klasifikasi Sewa
Berdasarkan PSAK 30 (Revisi 2012) Leasing diterjemahkan sebagai “Sewa”.
Pengklasifikasian sewa didasarkan pada substansi transaksi dan bukan pada bentuk
kontraknya. Sewa diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Sewa pembiayaan ( finance lease ) yaitu sewa yang mengalihkan secara substansial
seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan suatu aset. Hak milik
pada akhirnya dapat dialihkan, dapat juga tidak dialihkan.
Contoh dari situasi yang secara individual atau gabungan dalam kondisi normal
mengarah pada sewa yang diklasifikasikan sebagai sewa pembiayaan adalah :
(1) sewa mengalihkan kepemilikan aset kepada lessee pada akhir masa sewa;
(2) lessee memiliki opsi untuk membeli aset pada harga yang diperkirakan cukup
rendah dibandingkan dengan nilai wajar pada tanggal opsi mulai dapat
dilaksanakan, sehingga pada awal sewa dapat dipastikan bahwa opsi tersebut
akan dilaksanakan;
(3) masa sewa adalah untuk sebagian besar umur ekonomis aset meskipun hak
milik tidak dialihkan;
(4) pada awal sewa, nilai kini dari jumlah pembayaran sewa minimum secara
substansial mendekati nilai wajar aset sewaan; dan
(5) aset sewaan bersifat khusus dan di mana hanya lessee yang dapat
menggunakannya tanpa perlu modifikasi secara material.
Indikator dari situasi yang secara individual ataupun gabungan dapat juga
menunjukkan bahwa sewa diklasifikasikan sebagai sewa pembiayaan adalah :
(1) jika lessee dapat membatalkan sewa, maka kerugian lessor yang terkait
dengan pembatalan ditanggung oleh lessee;
36
(2) keuntungan atau kerugian dari fluktuasi nilai wajar residu dibebankan kepada
lessee ( misalnya, dalam bentuk potongan harga rental yang sama dengan
sebagian besar hasil penjualan residu pada akhir sewa); dan
(3) lessee memiliki kemampuan untuk melanjutkan sewa untuk periode kedua
dengan nilai rental yang secara substansial lebih rendah daripada nilai pasar
rental.
Pada awal masa sewa, lessee mengakui sewa pembiayaan sebagai aset dan
liabilitas dalam laporan posisi keuangan sebesar nilai wajar aset sewaan atau
sebesar nilai kini dari pembayaran sewa minimum, jika nilai kini tersebut lebih
rendah daripada nilai wajar. Tingkat diskonto yang digunakan dalam perhitungan
nilai kini dari pembayaran sewa minimum adalah suku bunga implisit dalam sewa,
jika dapat digunakan secara praktis. Jika tidak digunakan suku bunga pinjaman
inkremental lessee yaitu suku bunga yang harus dibayar lessee dalam sewa yang
serupa atau, jika suku bunga tersebut tidak dapat ditentukan, suku bunga pada
awal sewa yang ditanggung lessee ketika meminjam dana yang diperlukan untuk
membeli aset yang mana pinjaman ini mencakup periode dan jaminan yang serupa.
Sewa pembiayaan menimbulkan beban penyusutan untuk aset tersusutkan dan
beban keuangan pada setiap periode akuntansi. Kebijakan penyusutan untuk aset
sewaan konsisten dengan aset yang dimiliki sendiri, dan penghitungan penyusutan
yang diakui berdasarkan PSAK 16. Jika tidak ada kepastian yang memadai bahwa
lessee akan mendapatkan hak kepemilikan pada akhir masa sewa, maka aset
sewaan disusutkan secara penuh selama jangka waktu yang lebih pendek antara
masa sewa dan umur manfaatnya. (Umur manfaat adalah estimasi periode tersisa
dari awal masa sewa, tanpa dibatasi masa sewa, selama masa manfaat ekonomi
aset diperkirakan digunakan oleh entitas).
37
b. Sewa operasi
Menurut PSAK 30 (revisi 2012) sewa operasi adalah sewa selain sewa pembiayaan.
Suatu sewa diklasifikasikan sebagai sewa operasi jika sewa tidak mengalihkan
secara substansial seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan aset.
Lessor menyajikan aset untuk sewa operasi dalam laporan posisi keuangan.
Pendapatan sewa dari sewa operasi diakui sebagai pendapatan dengan dasar garis
lurus selama masa sewa, kecuali terdapat dasar sistematis lain yang lebih
menceminkan pola waktu yang mana penggunaan manfaat aset sewaan menurun.
Biaya, termasuk penyusutan yang terjadi untuk memperoleh pendapatan sewa
diakui sebagai beban.
38
didasarkan pada faktor tertentu di masa depan, selain faktor
perjalanan waktu, misalnya persentase dari penjualan masa depan,
jumlah penggunaan masa depan, indeks harga masa depan, tingkat
bunga pasar masa depan).
c. Penyusutan
Suatu sewa pembiayaan menimbulkan beban penyusutan untuk aset
yang dapat disusutkan dan beban keuangan dalam setiap periode
akuntansi. Kebijakan penyusutan untuk aset sewaan harus konsisten
dengan aset yang dimiliki sendiri. Jika tidak ada kepastian yang
memadai bahwa lessee akan mendapatkan hak kepemilikan pada
akhir masa sewa, aset sewaan harus disusutkan secara penuh selama
jangka waktu yang lebih pendek antara periode masa sewa dan umur
manfaatnya. ( umur manfaat adalah estimasi periode tersisa, mulai
dari awal masa sewa hingga manfaat ekonomis habis, tanpa
memperhatikan saat masa sewa berakhir.
4.1.2. Lessor
a. Pengakuan awal
Dalam sewa pembiayaan, lessor mengakui aset berupa piutang sewa
pembiayaan di neraca sebesar jumlah yang sama dengan investasi
sewa neto tersebut.Pada hakikatnya dalam sewa pembiayaan semua
risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan legal dialihkan
oleh lessor kepada lessee , dan dengan demikian penerimaan piutang
sewa diperlakukan oleh lessor sebagai pembayaran pokok dan
penghasilan pembiayaan (finance income) yang diterima lessor
sebagai penggantian dan imbalan atas investasi dan jasanya.
b. Pengukuran Setelah Pengakuan Awal
Pengakuan penghasilan pembiayaan didasarkan pada suatu pola yang
mencerminkan suatu tingkat pengembalian periodik yang konstan atas
investasi bersih lessor dalam sewa pembiayaan.Lessor mengalokasikan
penghasilan pembiayaan selama masa sewa dengan dasar yang
sistematis dan rasional. Alokasi penghasilan ini didasarkan pada suatu
pola yang mencerminkan suatu tingkat pengembalian periodik yang
konstan atas investasi bersih lessor dalam sewa pembiayaan.
Pembayaran sewa dalam suatu periode, di luar biaya jasa,
dikurangkan dari investasi sewa bruto untuk mengurangi pokok dan
penghasilan pembiayaan tangguhan.Estimasi nilai residu yang tidak
dijamin yang digunakan dalam perhitungan lessor dikaji ulang secara
reguler. Jika telah terjadi penurunan dalam estimasi nilai residu yang
tidak dijamin, alokasi penghasilan selama masa sewa harus direvisi
dan penurunan yang terkait dengan jumlah yang telah diakru diakui
segera.
39
dapat lebih mencerminkan pola waktu dari manfaat aset yang dinikmati
pengguna.
4.2.2. Lessor
Lessor menyajikan aset untuk sewa operasi di neraca sesuai sifat aset
tersebut. Pendapatan sewa dari sewa operasi diakui sebagai pendapatan
dengan dasar garis lurus selama masa sewa, kecuali terdapat dasar
sistematis lain yang lebih mencerminkan pola waktu di mana manfaat
penggunaan aset sewaan menurun.
Biaya-biaya, termasuk biaya penyusutan, yang terjadi untuk memperoleh
pendapatan sewa diakui sebagai beban. Pendapatan sewa diakui dengan
dasar garis lurus selama masa sewa walaupun penerimaan sewa tidak
dengan dasar hal tersebut, kecuali jika terdapat dasar sistematis lain yang
lebih mencerminkan pola waktu di mana manfaat penggunaan dari aset
menurun.
Kebijakan penyusutan untuk aset sewaan harus konsisten dengan
kebijakan penyusutan normal untuk aset sejenis.
Di bawah ini diberikan ilustrasi jual dan sewa balik (sale and leaseback)
sebagai berikut :
PT A pada tanggal 1 Januari 2012 menjual seperangkat mesin yang harga
perolehannya Rp 100.000.000 dan harga buku komersialnya Rp 75.000.000, serta
nilai buku fiskalnya Rp 68.750.000 kepada PT B suatu perusahaan leasing seharga
40
Rp 90.000.000, dan langsung menyewa mesin tersebut dengan syarat sebagai
berikut :
a. Jangka waktu sewa guna usaha adalah 10 tahun tidak dapat dibatalkan,
dengan pembayaran sewa ( rental payment) yang sama besar setiap tahun
sebesar Rp14.221.941.
b. Harga wajar mesin Rp 90.000.000 pada tanggal 1 Januari 2012, dan taksiran
umur ekonomis 10 tahun.
c. PT A menyusutkan mesin yang sama miliknya selama 10 tahun dengan
metode garis lurus.
d. Tingkat bunga implisit yang diperhitungkan PT B adalah 12 % per tahun.
e. Tingkat bunga inkremental PT A adalah 12 % per tahun.
41
5. Perlakuan Fiskal atas Sewa
5.1. Sewa Pembiayaan
5.1.1. Lessee
a. selama masa sewa guna usaha, lessee tidak boleh melakukan
penyusutan atas barang modal yang disewa guna usaha, hingga lessee
menggunakan hak opsi untuk membeli.
b. setelah lessee menggunakan hak opsi untuk membeli barang modal
tersebut, lessee melakukan penyusutan dan dasar penyusutannya
adalah nilai sisa barang modal yang bersangkutan.
c. sewa guna usaha yang dibayar atau terutang oleh lessee kecuali
pembebanan atas tanah, merupakan biaya yang dapat dikurangkan
dari penghasilan bruto lessee sepanjang transaksi sewa guna usaha
tersebut memenuhi ketentuan.
d. dalam hal masa sewa guna usaha lebih pendek dari masa yang
ditentukan, Direktur Jenderal Pajak melakukan koreksi atas
pembebanan biaya sewa guna usaha.
e. lessee tidak memotong Pajak Penghasilan Pasal 23 atas sewa guna
usaha yang dibayar atau terutang berdasarkan perjanjian sewa sewa
guna usaha.
5.1.2. Lessor
a. penghasilan lessor yang dikenakan Pajak Penghasilan adalah sebagian
dari pembayaran sewa guna usaha berupa imbalan sewa guna usaha.
b. lessor tidak boleh menyusutkan barang modal yang disewa guna
usahakan.
c. dalam hal masa sewa guna usaha lebih pendek dari masa yang
ditentukan, Direktur Jenderal Pajak melakukan koreksi atas pengakuan
penghasilan pihak lessor.
d. lessor dapat membentuk cadangan penghapusan piutang-ragu-ragu
yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya
2,5 % dari rata-rata saldo awal dan saldo akhir piutang sewa guna
uasaha.
e. kerugian yang diderita karena piutang sewa guna usaha yang nyata-
nyata tidak dapat ditagih lagi dibebankan pada cadangan piutang
ragu-ragu yang dibentuk pada awal tahun pajak yang bersangkutan.
f. dalam hal cadangan piutang ragu-ragu tersebut tidak atau tidak
sepenuhnya dibebani untuk menutupi kerugian dimaksud, maka
sisanya dihitung sebagai penghasilan, sedangkan apabila cadangan
tersebut tidak mencukupi maka kekurangannya dapat dibebankan
sebagai biaya yang dikurangkan dari penghasilan.
5.2. Sewa Operasi
5.2.1. Lessee
a. sewa guna usaha yang dibayar atau terutang oleh lessee adalah biaya
yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
b. lessee wajib memotong Pajak Penghasilan Pasal 23 atas sewa guna
yang dibayarkan atau terutang kepada lessor.
42
5.2.2. Lessor
a. seluruh pembayaran sewa guna usaha yang diterima atau diperoleh
lessor merupakan objek Pajak Penghasilan.
b. lessor membebankan biaya penyusutan atas barang modal yang
disewa guna usahakan sesuai dengan ketentuan Pasal 11 UU PPh
beserta peraturan pelaksanaannya.
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas tentang sewa pembiayaan , di bawah ini
diberikan ilustrasi sebagai berikut :
Berdasarkan infomasi di atas maka dapat disusun skedul pembayaran sewa sebagai
berikut.
Tgl Pembayaran Bunga Pengurangan Liabilitas Sewa
Sewa Liabilitas
1/1-2012 30.000.000
1/1-2012 3.630.602 --- 3.630.602 26.369.398
1/7-2012 3.630.602 1.582.164 2.048.438 24.320.960
1/1-2013 3.630.602 1.459.258 2.171.344 22.149.616
1/7-2013 3.630.602 1.328.977 2.301.625 19.847.991
1/1-2014 3.630.602 1.190.879 2.439.723 17.408.268
1/7-2014 3.630.602 1.044.496 2.586.106 14.822.162
1/1-2015 3.630.602 889.330 2.741.272 12.088.890
1/7-2015 3.630.602 724.853 2.905.749 9.175.141
1/1-2016 3.630.602 550.508 3.080.094 6.095.047
1/7-2016 3.630.602 365.703 3.264.899 2.830.148
31/12-2016 3.000.000 169.852* 2.830.148 0
39.306.020 9.306.020 30.000.000
*6 % x 2.830.148 = 169.809.Terdapat perbedaan 43, karena pembulatan-pembulatan
Pada tanggal 1/1-2012 Lessor dan Lessee akan membukukan sebagai berikut :
Lessor Lessee
Piutang Sewa 30.000.000 Mesin Sewa 30.000.000
Mesin 30.000.000 Liabilitas Sewa 30.000.000
43
Pembukuan atas pembayaran Sewa tanggal 1/7- 2012
Kas 3.630.602 Liabilitas Sewa 2.048.438
Piutang Sewa 2.048.438 Beban Bunga 1.582.164
Pendapatan Bunga 1.582.164 Kas 3.630.602
44
Pembukuan Pembayaran Sewa tanggal 1/7- 2016
Kas 3.630.602 Liabilitas Sewa 3.264.899
Piutang Sewa 3.264.899 Beban Bunga 365.703
Pendapatan Bunga 365.703 Kas 3.630
Jika lessee menyusutkan aset selama 5 tahun dengan metode garis lurus maka beban
penyusutan setiap tahun adalah 1/5 x 27.000.000 = 5.400.000. Selain itu lessee juga
akan membebankan bunga untuk tahun 2012 sebesar 1.582.164 + 1.459.258 =
3.041.422 sehingga jumlah beban untuk tahun 2012 menjadi 5.400.000 + 3.041.422 =
8.441.422. Sedangkan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan,
beban pajak adalah seluruh pembayaran sewa yang untuk tahun 2012 yaitu sebesar
3.630.602 + 3.630.602 = 7.261.204, sedangkan beban penyusutan tidak diperkenankan
untuk dibiayakan.Walaupun terdapat perbedaan jumlah beban setiap tahun antara
akuntansi dan pajak, namun pada akhir tahun kelima jumlah keseluruhan beban adalah
sama. Beban menurut akuntansi adalah 27.000.000 (total beban penyusutan) +
9.306.020 ( beban bunga) = 36.306.020 ,sedangkan menurut pajak juga adalah
36.306.020 ( jumlah seluruh pembayaran yaitu sebesar 39.306.020 dikurangi 3.000.000
nilai sisa).
Bagi lessor yang menjadi objek PPh adalah seluruh penghasilan pembiayaan (finance
income) yaitu total seluruh penerimaan dikurangi dengan jumlah investasi dalam mesin,
yaitu sebesar 9.306.020.
6. Pelaksanaan Sewa Guna Usaha yang Lebih Pendek Dari Masa Sewa Guna Usaha yang
Dipersyaratkan
Dalam pelaksanaannya suatu perjanjian SGU dengan hak opsi kadang-kadang
terputus; sehingga masa sewa guna usaha menjadi lebih pendek dari masa semula yang
diperjanjikan. Hal ini dapat terjadi karena :
a. force majeur, yaitu terputusnya transaksi SGU karena bencana alam seperti
kebakaran, gempa bumi dan lain-lain, sehingga barang modal yang diperoleh secara
SGU pembiayaan mengalami rusak berat dan tidak dapat dipakai lagi.
b. default (gagal bayar), yaitu terputusnya transakasi SGU karena lessee tidak dapat
memenuhi pembayaran sewa ( lease peyment) dan kewajiban lainnya sehingga
kontrak sewa pembiayaan berakhir lebih cepat.
c. ekonomi, yaitu lessee mengakhiri masa sewa sebelum waktunya karena
pertimbangan ekonomis semata-mata, dengan membayar sekaligus kewajiban yang
tersisa.
Perlakuan fiskal atas hal-hal yang disebutkan di atas ditentukan sebagai berikut:
a. Alasan force majeur
Pemutusan sewa pembiayaan karena force majeur di mana sebagian atau
seluruhnya aset perusahaan ( termasuk barang modal sewa pembiayaan) rusak
berat dan lessor menderita kerugian besar, maka perlakuan fiskalnya adalah
sebagai berikut:
1. Apabila barang modal tersebut diasuransikan, maka penggantian asuransi yang
diterima merupakan penghasilan.
45
2.Barang modal yang rusak dimasukkan sebagai kerugian sebesar harga
perolehan barang modal tersebut dikurangi dengan jumlah angsuran pokok
pembiayaan (principal) SGU yang telah diterima.
3. Hasil penjualan barang modal yang rusak, merupakan penghasilan dalam tahun
transaksi penjualan Bagi lessee, jika kegiatan usaha dihentikan setelah
terjadinya force majeur, maka kewajiban-kewajiban yang masih belum dilunasi
atas transaksi sewa pembiayaan sampai terjadinya force majeur dianggap
sebagai utang perusahaan atau ditiadakan, tergantung pada perjanjian yang
telah disepakati.
b. Alasan default (gagal bayar)
Dalam pemutusan SGU sewa pembiayaan karena gagal bayar, maka lessor akan
bertindak sebagai berikut :
1. Barang modal akan ditarik kembali.
2. Tagihan berupa pembayaran sewa ( lease payment) sampai dengan saat
terjadinya gagal bayar yang belum diterima, dibukukan sebagai piutang.
3. Jika setelah dilakukan upaya terakhir penagihan piutang ternyata tidak dapat
lagi ditagih, maka piutang tersebut dihapuskan dan dibukukan sebagai
kerugian.
Untuk menghindari penyalahgunaan, baik oleh lessor maupun lessee, pemutusan
kontrak SGU karena gagal bayar hanya dapat dibenarkan jika lessor sudah
melakukan upaya hukum sesuai dengan perjanjian SGU. Apabila upaya hukum
tersebut belum dilakukan maka pemutusan kontrak SGU karena alasan gagal bayar
tidak dapat dibenarkan dan SGU dianggap tetap berjalan sebagaimana biasa
seolah-olah tidak terjadi gagal bayar.
Bagi lessee, jika kegiatan usaha masih dilanjutkan setelah pemutusan SGU, maka
kewajiban yang belum dilunasi harus dibukukan sebagai utang perusahaan.
c. Alasan ekonomis
Dalam pemutusan perjanjian SGU karena sebab ekonomis, harus terdapat
kesepakatan antara lessor dan lessee.
Lessor:
1. Akan timbul akumulasi penerimaaan pembayaran sewa (lease payment) yang
terdiri dari angsuran pokok pembiayaan dan imbalan jasa SGU ( lease fee).
2. Pelunasan pembelian barang modal karena lessee menggunakan hak opsi juga
akan diterima lebih cepat oleh lessor.
3. Keuntungan fiskal yang diperoleh lessor dihitung berdasarkan akumulasi jasa
SGU ( lease fee) yang diterima pada tahun yang bersangkutan ditambah penalti
yang dibebankan lessor kepada lessee akibat dipercepatnya masa SGU.
Lessee:
Pengeluaran sekaligus berupa (1) akumulasi sisa angsuran SGU, (2) penalti akibat
dipercepatnya masa SGU dan (3) nilai residu yang harus dibayar jika lessee
menggunakan hak opsinya untuk membeli barang modal yang bersangkutan, harus
diperhitungkan sebagai harga perolehan barang modal yang bersangkutan.
46
Dalam hal antara pihak lessor dan pihak lessee terdapat hubungan istimewa maka
atas terjadinya keputusan perubahan masa sewa pembiayaan (finance lease)
menjadi lebih singkat dari perjanjian semula, kecuali karena force majeur ,
perlakuan perpajakan atas kontrak sewa pembiayaan tersebut harus diubah dan
diperlakukan sebagai sewa operasi (operating lease).
47