KOMODITAS TUNA
Laporan Tahunan
2018
Direktorat Usaha dan Investasi
Gedung Mina Bahari-3, Lt. 12
Jl. Medan Merdeka Timur No. 16
Jakarta, 10110
www.kkp.go.id
TIM PENYUSUN
Editor
Catur Sarwanto
Anggota Tim
Indra Nurcahyo Sjarief
Hadi Susanto
Ahmad Solah
Indra Kurnia
Cynthia Aryshandy
Diandri Kusumah
Esmiati Horida
Susetiyo Wahyuni
La Moriansyah
Nasa Dian Purnama
Rahardian Wicaksono
Fungsi
Kami menyadari bahwa buku Profil Potensi Usaha dan Peluang Investasi Kelautan
dan Perikanan per Bidang Usaha Tahun 2018 yang kami susun ini masih jauh dari
sempurna, untuk itu kami mohon kritik dan saran demi perbaikan buku ini. Kami berharap
semua data dan informasi yang terangkum dalam buku ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak.
CATUR SARWANTO
Direktorat Usaha
dan Investasi
Seksi Peluang Seksi Pelayanan Seksi Kemitraan Seksi Akses Seksi Akses Seksi Kewira- Seksi
Seksi Pemetaan
Investasi Usaha Usaha Permodalan Perbankan usahaan Kelembagaan
Dalam konteks perikanan nasional maupun global, tuna dikenal sebagai salah satu
sumberdaya perikanan yang penting mengingat komoditas ini memiliki nilai ekonomis
tinggi. Secara nasional, apabila dilihat dari nilai ekspornya, tuna merupakan komoditas
kedua setelah udang. Total ekspor tuna pada tahun 2017 mencapai 111.643.606,7 ton
dengan nilai sebesar US$ 504.879.974,9 juta.
Potensi dan peluang pasar besar, membuat Kementerian Kelautan dan Perikanan memilih
Tuna sebagai salah satu komoditas yang masuk dalam program industrialisasi perikanan
disamping udang dan rumput laut
Tuna
Tuna merupakan jenis ikan yang memiliki sifat yang beruaya jauh (highly migratory
species) sehingga dalam penangkapannya memerlukan pengetahuan dan harus mengacu
pada pengaturan pengelolaan perikanan regional, Regional Fisheries Management
Organization (RFMO).
Hasil tangkapan ikan tuna yang diperoleh dari perikanan industri ini umumnya dipasarkan
sebagai komoditas ekspor baik berupa ikan tuna segar (fresh tuna), tuna beku (frozen
tuna), ataupun tuna kaleng (canned tuna). Dalam bentuk segar, pasar utama adalah
Jepang sedangkan tuna kaleng dipasarkan ke Uni Eropa dan Amerika Serikat. Sebaliknya
bagi hasil tangkapan tuna dari perikanan rakyat sebagian besar diperlukan bagi pasar
domestik, baik itu kebutuhan ikan segar maupun ikan olahan.
Wilayah Indonesia merupakan salah satu tempat peredaran tuna, sehingga menjadi
wilayah penangkapan tuna. Sebagian besar penangkapan tuna yang bersifat industri
menggunakan alat tangkap tuna long line yang beroperasi di beberapa wilayah perairan
Indonesia seperti Samudera Hindia, Laut Banda dan Samudera Pasifik sebelah barat.
Provinsi Papua, Sumatera Barat, dan Sulawesi Utara merupakan daerah yang dekat dengan
wilayah perairan tersebut (fishing ground) sehingga sangat cocok untuk pengembangan
industri tuna
7
Bab 2. PERDAGANGAN TUNA DI PASAR
GLOBAL DAN DOMESTIK
Pasar utama tuna Indonesia berada di 3-kawasan yaitu : Uni Eropa, Amerika Serikat, dan
Jepang. Gambaran perkembangan perdagangan tuna di 3-kawasan adalah sebagai
berikut :
Uni Eropa
Tuna merupakan makanan pokok di negara Uni Eropa dan merupakan produk yang
diminati pada saat krisis keuangan. Uni Eropa merupakan pasar moderat untuk tujuan
ekspor dari berbagai jenis produk ikan asal Indonesia namun ekspor produk ikan tuna asal
Indonesia masih mendapatkan hambatan di Uni Eropa terutama dalam pemberlakuan tarif
impor tinggi. Besaran tarif pajak impor yang dikenakan rata-rata 5,1 persen dengan kisaran
2,1 hingga 14,6 persen. Salah satu alasan produk ikan Indonesia dikenakan tarif tinggi
adalah karena Indonesia masuk ke dalam golongan negara Generalised System of
Preferences. Dari sisi hambatan non tarif, Uni Eropa juga memberlakukan persyaratan
keamanan dan kesehatan pangan, persyaratan hewan, kemasan produk dan persyaratan
label dan aturan pemasaran di bawah kebijakan EU Common Fisheries Policy
Amerika Serikat
Pasar Amerika Serikat umumnya menyukai produk tuna segar dan olahan dalam
bentuk kaleng dan pounch. Jenis tuna segar yang diimpor adalah Albacore, Yellowfin,
Bigeye, Bluefin dan lainnya.
Kerjasama Indonesia-Amerika Serikat dalam ekspor ikan tuna terlihat dari diberikannya
Indonesia pembebasan bea masuk produk perikanan, khususnya ikan tuna yaitu dalam
skema GSP (Generalize System of Preference). GSP adalah sistem preferensi umum yang
diberikan oleh negara-negara maju kepada produk-produk tertentu yang memenuhi syarat
yang berasal dari negara-negara berkembang dan LDCs dalam bentuk penurunan atau
pembebasan tarif bea masuk untuk membantu pembangunan negara-negara berkembang
dan meningkatkan pendapatan devisa dan mempercepat industrialisasi Negara berkembang
dan LDCs tersebut. Ekspor ikan tuna Indonesia ke Amerika Serikat diharapkan dapat terus
meningkat sehingga dapat terus meberikan tambahan devisa bagi Negara.
Jepang
Ikan tuna merupakan salah satu makanan pokok bagi masyarakat Jepang dengan
harga dan permintaan yang meningkat. Ekspor Indonesia untuk produk perikanan tuna ke
Jepang memiliki peluang yang cukup besar, namun dengan menurunnya hasil tangkapan
ikan tuna di laut, maka supply ikan tuna seringkali tidak menemui demand pasar. Ekspor
ikan tuna Indonesia umumnya terdistribusi pada pasar-pasar yang impornya tumbuh relatif
lambat.
8
Perdagangan Tuna Indonesia
Bisnis perikanan tuna sangatlah menggiurkan. Ikan tuna yang merupakan jenis ikan high
migratory ini menjadi primadona hingga mancanegara. Permintaan tuna dunia yang tinggi
(cenderung overcapacity) membuat industri tuna kian bergairah dari tahun ke tahun.
Produk tuna yang disukai oleh semua kalangan ini membuat harga jualnya makin
melambung. Indonesia sebagai negara terbesar penghasil tuna terbesar memiliki potensi
besar merajai pasar tuna internasional.
Indonesia sangat pantas diperhitungkan dalam bisnis tuna. Data resmi FAO melalui SOFIA
pada tahun 2016 terdapat 7,7 juta metrik ton tuna dan spesies seperti tuna ditangkap di
seluruh dunia. Di tahun yang sama Indonesia berhasil memasok lebih dari 16% total
produksi dunia dengan rata-rata produksi tuna, cakalang dan tongkol Indonesia mencapai
lebih dari 1,2 juta ton/tahun. Sedangkan volume ekspor tuna Indonesia mencapai 198.131
ton dengan nilai 659,99 juta USD pada tahun 2017.
Jenis ikan tuna beragam, yaitu tuna mata besar (bigeye tuna), madidihang (yellowfin
tuna),albakora (albacore), cakalang (skipjack tuna) dan tuna sirip biru selatan (southern
bluefin tuna). Dengan harga yang terjangkau, ikan tuna memiliki kandungan nutrisi tinggi
untuk mengatasi permasalahan gizi buruk yang masih banyak terjadi di Indonesia. Selain
protein yang tinggi, tuna juga mengandung vitamin A, D, B6, B12 dan kaya akan mineral.
Ikan tuna juga kaya akan omega 3 lebih tinggi daripada daging ayam dan sapi yang
bermanfaat menjaga kolesterol dan jantung.
Nilai ekonomi dari perdagangan produk perikanan tuna Indonesia sangat besar dan
menjadi peluang yang dapat terus dimanfaatkan. Namun tetap harus mengedepankan
aspek keberlanjutan agar perikanan tuna terus menerus lestari. Tingginya permintaan
pasar global menjadi fokus Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk melakukan
pengelolaan tuna dari hulu ke hilir dan menjaga habitat tuna.
Pemerintah Indonesia memiliki komitmen dan konsistensi untuk mendukung konservasi dan
pengelolaan sumber daya ikan tuna melalui Rencana Pengelolaan Perikanan Tuna,
Cakalang dan Tongkol. Rencana tersebut telah diluncurkan pada saat Konferensi Bali Tuna
ke-1 yang selanjutnya ditetapkan oleh Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik
Indonesia Nomor 107 tahun 2015.
Rencana pengelolaan tuna nasional tersebut ditetapkan untuk menerapkan aturan dan
standar yang diadopsi oleh tuna Organisasi Manajemen Perikanan Daerah (RFMOs), di
mana Indonesia sekarang berpartisipasi dalam The Indian Ocean Tuna
Commission (IOTC), The Western and Central Pacific Fisheries Commission (WCPFC), The
Commission for the Conservation of Southern Bluefin Tuna (CCSBT) dan Inter-American
Tropical Tuna Commission (IATTC).
9
merupakan cita-cita nasional pemerintah Indonesia sebagai poros maritim dunia dan laut
sebagai masa depan bangsa.
Pada Konferensi Bali Tuna ke-2 yaitu Pemerintah Indonesia telah mengidentifikasi prioritas
pengelolaan perikanan tuna yang berfokus pada data produksi tuna. Selain itu juga
meningkatkan sistem registrasi kapal tuna khususnya untuk perairan kepulauan,
pengembangan dan implementasi sistem pemantauan elektronik dan sistem pelaporan
untuk mengatasi masalah ketertelusuran tuna dan pengembangan peraturan terkait
manajemen tuna.
Pemerintah telah dan terus berupaya untuk bersinergi dengan industri perikanan dalam
menjaga habitat tuna. Kebijakan dan program strategis telah diluncurkan KKP untuk
mencapai pengelolaan perikanan tuna yang berkelanjutan yang akan memberi manfaat dan
meningkatkan perekonomian komunitas perikanan tuna.
KKP mendapat dukungan dari Asosiasi Pole & Line dan Handline Indonesia (AP2HI)
sertaInternational Pole and Line Foundation (IPNLF) dalam bentuk kerja sama. Untuk
memperkuat daya saing pasar tuna Indonesia di dunia internasional, pemerintah terus
mendorong industri perikanan tuna agar mendapatkan sertifikat dari Marine Stewardship
Council (Dewan Pengawasan Kelautan). Selain meningkatkan daya saing, manfaat dari
sertifikat ini termasuk keberlanjutan perikanan, keamanan pasar, harga premium produk
tuna, peningkatan reputasi dan peluang positif lainnya.
Dalam konferensi internasional Bali Tuna ke-3 yang berlangsung pada 2018, telah
diluncurkan dokumen yang berisikan kerangka strategis pemanfaatan ikan tuna atau
disebut dengan harvest strategy framework. Dokumen ini berisikan tentang pengelolaan
perikanan tuna yang berkelanjutan jenis bigeye tuna, yellow fin tuna, dan skipjack tuna di
wilayah pengelolaan perikanan (WPP) 713, 714 dan 715. Selain itu juga disepakati
sertifikat Marine Stewardship Council dan joint commitment antara Kementerian Kelautan
dan Perikanan (KKP) dengan IPNLF.
Pembeli produk tuna di kancah internasional yang tergabung dalam IPNLF ini akan membeli
produk tuna dengan harga premium, yaitu Anova Food, Fish Tales, Followfish, Frinsa del
Noroeste, Green World Company, Migros Group, MMP International, Sainsbury’s, Salica,
Sea Delight Europe, SL, Tri Marine, Tuna Solutions dan World Wise Foods. Skema kerja
sama dengan MSC dan asosiasi perikanan tuna yang didukung oleh IPNLF ini tidak
dipungut biaya sama sekali untuk mendapatkan sertifikat tersebut.
10
Produksi Perikanan Tuna
Usaha perikanan penangkapan tuna di Indonesia saat ini cukup banyak dan dapat
dikategorikan dalam 2 kelompok yakni yang bersifat industri (industrial fisheries) dan yang
bersifat perikanan rakyat (artisanal fisheries). Kelompok usaha penangkapan ikan tuna
yang bersifat industri meliputi perikanan tuna long line dan perikanan tuna pukat cincin.
Sedang yang tergolong di dalam perikanan rakyat adalah perikanan payang, gill net, pole
and line, pancing ulur, dan tonda.
Wilayah Indonesia merupakan salah satu tempat peredaran tuna, sehingga menjadi
wilayah penangkapan tuna. Sebagian besar penangkapan tuna yang bersifat industri
menggunakan alat tangkap tuna long line yang beroperasi di beberapa wilayah perairan
Indonesia seperti Samudera Hindia, Laut Banda dan Samudera Pasifik sebelah barat.
Provinsi Papua, Sumatera Barat, dan Sulawesi Utara merupakan daerah yang dekat dengan
wilayah perairan tersebut (fishing ground) sehingga sangat cocok untuk pengembangan
industri tuna
Di tahun 2016, produksi Tuna Indonesia berdasarkan 10-provinsi penghasil adalah sebagai berikut :
Dari 10 provinsi tersebut, wilayah tangkap ikan tuna di Indonesia mencapai Perairan
Kabupaten Wakatobi yaitu daerah Laut Banda, dan sekitarnya. Perairan Wakatobi
merupakan habitat khususnya jenis tuna sirip kuning (yellowfin-Thunnus albacares).
Selain itu. khusus untuk daerah di kawasan timur Indonesia lainnya juga didominasi oleh
habitat ikan tuna cakalang. Puncak musim penangkapan ikan cakalang pada umumnya
berkisar pada musim peralihan I (April, Mei, dan Juni) hingga awal musim timur.
Kisaran bulan-bulan musim penangkapan ikan tuna dan cakalang adalah sebagai berikut:
Perairan Selat Makassar bagian selatan: Maret-Juli
Laut Flores: September-Maret
Laut Banda: September-Maret
11
Perairan Aru: September-Maret
Laut Arafura: Agustus-Mei
Laut Seram: Agustus-Maret
Laut Maluku: Agustus-Maret
12
Bab 3. PENGEMBANGAN TUNA
Jenis Tuna
Tuna adalah ikan laut yang terdiri dari beberapa spesies dari famili Scombridae, terutama genus
Thunnus. Ikan ini adalah perenang handal (pernah diukur mencapai 77 km/jam) dan memiliki sifat
highly migratory spesices, sehingga senang melakukan perpindahan dalam perjalanan hidupnya.
Karena sifatnya, tidak seperti kebanyakan ikan yang memiliki daging berwarna putih, daging ikan ini
berwarna merah muda sampai merah tua. Hal ini karena otot tuna lebih banyak mengandung
myoglobin dari pada ikan lainnya. Beberapa spesies tuna yang lebih besar, seperti tuna sirip biru
(Bluefin tuna), dapat menaikkan suhu darahnya di atas suhu air dengan aktivitas ototnya. Hal ini
menyebabkan mereka dapat hidup di air yang lebih dingin dan dapat bertahan dalam kondisi
yang beragam.
Menurut Ensiklopedi Wikipedia, jenis-jenis tuna yang termasuk ke dalam famili Scombridae –
genus Thunus adalah sebagai berikut :
• Albacore, Thunnus Alalunga
• Yellowfin Tuna, Thunnus albacores
• Blackfin Tuna, Thunnus atlanticus
• Karasick Tuna, Thunnus carasicus
• Southern Bluefin Tuna, Thunnus macoyii
• Bigeye tuna, Thunnus obesus
• Pacific Bluefin Tuna, Thunnus orientalis
• Northern Bluefin Tuna, Thunnus thynnus
• Longtail Tuna, Thunnus tonggol
Beberapa species ikan dari genus lain tetapi masih dari keluarga dan dalam perdagangan
internasional menggunakan nama “tuna” adalah :
• Skipjack tuna, Katsuwonus pelamis
• Slender Tuna, Alloshunnus fallai
• Bullet Tuna, Auxis rocheirobei
• Frigate Tuna, Auxis thazard
• Kawakawa (Little tuna fish atau mackarel tuna fish),
• Euthynnus affinis ada pula yang menyebut Bonito Tuna
• Little Tunny (Little tunafish), Euthynnus allettaretus
• Butterfly kingfish (butterfly mackerel),
• Gasterochisma malampus
• Dodtooth tuna, Gymnosarda unicolor
13
Dari jenis tuna tersebut diatas, berikut ini adalah jenis tuna yang saat ini paling
komersial di dunia meliputi :
Albacore : jenis yang mempunyai lemak tinggi, kaya asam lemak omega 3, mempunyai
daging paling ringan, berwarna putih dengan bercak merah muda dan satu-satunya jenis tuna
yang berdaging putih. Dengan aroma yang sedang, membuat ikan jenis ini menjadi bahan
pengalengan tuna termahal.
Yellowfin : disebut ahi di Hawaii, ukurannya lebih besar daripada Albacore, dan dapat
mencapai 150 kg. Warna daging merah muda dan pucat, sehingga disebut light dengan bau
relatif lebih tajam dibandingkan Albacore.
Bluefin : berukuran terbesar diantara jenis tuna dan beratnya bisa lebih dari 500 kg. Bluefin
muda mempunyai daging yang lebih ringan dan bau yang lebih lembut, sedangkan yang telah
dewasa mempunyai daging berwarna merah gelap dan bau khas. Bluefin digunakan sebagai
bahan sashimi dan sushi serta tidak dikalengkan. Umumnya mempunyai harga termahal dan
dipasarkan dalam bentuk segar.
Skipjack : dagingnya mirip Yellowfin, beratnya dapat mencapai 20 kg, tetapi umumnya hanya
sekitar 3 – 4 kg. Jenis ini merupakan jenis yang paling populer sebagai bahan pengalengan tuna.
Di beberapa tempat, jenis ikan ini disebut sebagai arctic bonito, oceanic water, watermelon
atau akii (Hawaii).
Bigeye : disebut juga ahi di Hawaii karena tampilannya mirip dengan Yellowfin dengan
berat mencapai sekitar 75 – 125 kg. Bigeye seringkali juga digunakan sebagai bahan sashimi atau
sushi karena baunya yang lembut dan kandungan lemaknya sedang.
Berikut ini, secara singkat akan dibahas ketiga RFMO yang terkait langsung dengan perairan
Indonesia.
A. Indian Ocean Tuna Commission (IOTC)
Pembentukan IOTC disetujui Dewan FAO pada 25 November 1993 dan mulai berlaku pada
27 Maret 1996 dengan wilayah kewenangannya meliputi perairan Samudera Hindia, termasuk di
dalamnya ZEEI di Samudera Hindia.
Indonesia sebagai salah satu negara yang turut memanfaatkan Sumber Daya Ikan/SDI di
perairan Samudera Hindia dan laut lepas sangat berkepentingan dengan lahirnya organisasi
ini agar dapat berperan dalam kerjasama pengelolaan dan konsevasi sumberdaya ikan
khususnya tuna yang bermigrasi jauh. Kerjasama dengan negara- negara lain yang memanfaatkan
tuna di Samudera Hindia hanya dapat dilakukan bila Indonesia menjadi anggota penuh
(full member) lembaga tersebut.
Lembaga ini bertujuan mengembangkan kerjasama antar negara anggota melalui pengaturan
yang tepat sehingga mendorong konservasi dan pemanfaatan optimum persediaan ikan tuna di
perairan Samudera Hindia serta mendorong pembangunan yang berkelanjutan di bidang
perikanan tersebut. Hingga saat ini mempunyai 27 negara anggota meliputi Australia; Belize;
China; Comoros; Eritrea; European Union; Perancis; Guinea; India; Inggris; Iran; Japan; Kenya;
14
Korea Selatan; Madagaskar; Malaysia; Mauritius; Oman; Pakistan; Philippines; Seychlelles;
SriLanka; Sudan; Thailand; Thanzania; Vanuatu dan Indonesia.
Indonesia secara resmi menjadi anggota sejak 20 Juni 2007, sebelumnya, keterlibatan
Indonesia dalam organisasi ini hanya sebagai Cooperating Non-Contracting Party. Padahal
keanggotaan Indonesia sangat penting dan menguntungkan dalam rangka mendukung upaya
pemerintah dalam program revitalisasi perikanan khususnya perikanan tuna. Secara detail, dengan
bergabungnya Republik Indonesia dalam organisasi ini, kita dapat menata pemanfaatan
sumberdaya ikan tuna di Samudera Hindia, membantu Indonesia dalam menanggulangi
IUU fishing.
15
kelestarian ikan beruaya jauh di area konvensi, atas prakarsa MHLC (Multilateral High Level
Conference) telah diadakan 7 kali pertemuan persiapan pembentukan WCPFC sehingga pada
Preparatory Conference ke – 7 tahun 2004 di Pohnpei Micronesia, WCPFC resmi terbentuk.
Indonesia sebagai negara maritim yang berada di wilayah perairan Samudera Pasifik dan
Samudera Hindia mempunyai kepentingan untuk menangkap ikan di kedua Samudera tersebut.
Selain itu sebagai negara yang memiliki potensi sumberdaya ikan tuna yang cukup besar, Indonesia
menjadi tumpuan harapan agar dapat menjamin kelestarian SDI yang hidup di wilayah
yuridiksinya. Oleh sebab itu, penting sekali bagi Indonesia untuk dapat berperan secara langsung
mempengaruhi keputusan WCPFC dengan menjadi anggota penuh WCPFC.
Keanggotaan WCPFC terbuka bagi setiap negara di Samudera Pasifik dan negara atau organisasi
ekonomi regional yang merupakan anggota PBB atau Badan PBB yang berhubungan dengan
penangkapan ikan beruaya jauh. Negara-negara anggota lembaga ini meliputi Australia, Canada,
RRC (mencakup Makau tetapi belum termasuk Hongkong), Cook Island, Uni Eropa, Federated
State of Micronesia, Fiji, Perancis (mencakup New Caledonia, French Polynesia dan Wallis and
Futuna), Jepang, Kiribati, Korea Selatan, Marshal Island, Nauru, New Zeland (mencakup
Tokelau), Niue, Palau, PNG, Philippine, Samoa, Solomon Island, Tonga, Tuvalu dan China-Taipei,
sedangkan status keanggotaan Indonesia masih terbatas sebagai cooperating non member dan
dalam proses menjadi anggota penuh.
Keanggotaan Indonesia secara penuh memberikan beberapa manfaat penting dalam
pengelolaan perikanan tuna. Dari aspek politik domestik, akan mendukung kebijakan nasional bagi
upaya konservasi dan pengelolaan perikanan yang bermigrasi jauh (Highly Migratory Fish Stocks) di
wilayah Samudera Pasifik Bagian Barat dan Tengah; aspek politik luar negeri, akan memperkuat
posisi Indonesia dalam forum organisasi perikanan regional dan internasional, serta
menegaskan komitmen Indonesia sebagai negara Pihak pada UNCLOS 1982 dalam kerjasama
internasional bagi kegiatan konservasi dan pemanfaatan sumberdaya ikan yang berkelanjutan;
dan dari sisi ekonomi, akan memberikan peluang bagi tersedianya bantuan teknis dan finansial
dari WCPFC, serta terhindar dari embargoekspor produk perikanan Indonesia oleh negara-negara
anggota WCPFC, bahkan dengan menjadi anggota WCPFC, Indonesia dapat secara langsung
mempengaruhi keputusan- keputusan yang diambil WCPFC serta memudahkan Indonesia dalam
hal pertukaran informasi dan data perikanan yang tepat dan akurat diantara negara anggota
dalam rangka kegiatan konservasi sumberdaya ikan di wilayah Samudera Pasifik Bagian Barat dan
Tengah.
Sebaliknya, bila Indonesia tidak menjadi anggota penuh di lembaga ini, beberapa kerugian
yang mungkin didapat, antara lain, Indonesia tidak memiliki peran yang kuat pada WCPFC
untuk ikut dalam menentukan atau mengatur pengelolaan sumberdaya ikan tuna di perairan
Samudera Pasifik, kapal-kapal ikan Indonesia yang beroperasi mencapai wilayah perairan Samudera
Pasifik di luar ZEEI, oleh WCPFC dapat dianggap melakukan kegiatan IUU Fishing. Sebaliknya,
Indonesia juga akan mengalami kesulitan dalam memerangi praktek IUU Fishing yang dilakukan
oleh kapal-kapal ikan asing yang beroperasi di wilayah perairan Indonesia, Indonesia tidak
dapat mempunyai hak dalam menyampaikan masukan dan memberikan keputusan serta
16
tidak mempunyai hak dalam menentukan kuota atas jumlah hasil tangkapan ikan tuna maupun
ekspor ikan tuna.
17
berikan sebesar 50-60 ekor per menit. Pemancing I diberi posisi di bagian haluan kapal, dimaksudkan
agar lebih banyak ikan tertangkap. Pemancing II pada posisi di bagian lambung kiri dan kanan kapal.
Sedangkan pemancing III posisinya di bagian buritan, umumnya adalah orang-orang yang baru
belajar memancing dan pemancing berusia tua yang tenaganya sudah mulai berkurang atau sudah
lamban. Hal yang perlu diperhatikan adalah pada saat pemancingan dilakukan jangan ada ikan yang
lolos atau jatuh kembali ke perairan, karena dapat menyebabkan gerombolan ikan menjauh
dari sekitar kapal.
Umpan yang digunakan adalah umpan hidup, dimaksudkan agar setelah ikan umpan
dilempar ke perairan akan berusaha kembali naik ke permukaan air. Hal ini akan mengundang
cakalang untuk mengikuti naik ke dekat permukaan. Selanjutnya dilakukan penyemprotan air
melalui sprayer, dimaksudkan untuk mengaburkan pandangan ikan, sehingga tidak dapat
membedakan antara ikan umpan sebagai makanan atau mata pancing yang sedang
dioperasikan. Umpan hidup yang digunakan biasanya adalah teri (Stolephorus spp.).
Pancing ulur (handline)
Handline atau pancing ulur dioperasikan pada siang hari dengan konstruksi sangat
sederhana, pada satu tali pancing utama dirangkaikan 2-10 mata pancing secara vertikal.
Pengoperasian alat ini dibantu dengan menggunakan rumpon sebagai alat pengumpul ikan. Pada
saat pemancingan, satu rumpon dikelilingi oleh lima unit kapal, masing- masing kapal berisi 3-5
orang pemancing. Umpan yang digunakan adalah ikan segar yang dipotong-potong. Hasil
tangkapan utama pancing ulur adalah tuna (Thunnus spp.).
Pukat cincin (purse seine)
Pukat cincin atau purse seine adalah sejenis jaring yang di bagian bawahnya dipasang
sejumlah cincin atau gelang besi. Dewasa ini tidak terlalu banyak dilakukan penangkapan tuna
menggunakan pukat cincin, kalau pun ada hanya berskala kecil. Pukat cincin dioperasikan dengan cara
melingkarkan jaring terhadap gerombolan ikan. Pelingkaran dilakukan dengan cepat, kemudian
secepatnya menarik purse line di antara cincin- cincin yang ada, sehingga jaring akan
membentuk seperti mangkuk. Kecepatan tinggi diperlukan agar ikan tidak dapat meloloskan diri.
Setelah ikan berada di dalam mangkuk jaring, lalu dilakukan pengambilan hasil tangkapan
menggunakan serok atau penciduk.
Pukatcincin dapat dioperasikan siang atau malam hari. Pengoperasian pada siang hari sering
menggunakan rumpon atau payaos sebagai alat bantu pengumpul ikan. Sedangkan alat bantu
pengumpul yang sering digunakan di malam hari adalah lampu, umumnya menggunakan
lampu petromaks. Gafa et al. (1987) mengemukakan bahwa payaos selain berfungsi sebagai
alat pengumpul ikan juga berfungsi sebagai penghambat pergerakan atau ruaya ikan, sehingga
ikan akan berada lebih lama di sekitar payaos. Uktolseja (1987) menyatakan bahwa payaos
dapat menjaga atau membantu cakalang tetap berada di lokasi pemasangannya selama 340
hari.
18
Jaring insang (gillnet)
Jaring insang merupakan jaring berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran mata
yang sama di sepanjang jaring. Dinamakan jaring insang karena berdasarkar cara tertangkapnya,
ikan terjerat di bagian insangnya pada mata jaring. Ukuran ikan yang tertangkap relatif seragam.
Pengoperasian jaring insang dilakukan secara pasif. Setelah diturunkan ke perairan, kapal
dan alat dibiarkan drifting, umumnya berlangsung selama 2-3 jam. Selanjutnya dilakukan
pengangkat jaring sambil melepaskan ikan hasil tangkapan ke palka.
19
Bab 4. PENGELOLAAN DAN
PRODUKSI TUNA DI INDONESIA
20
Nama perairan yang tidak disebut dalam pembagian WPP-RI diatas, tetapi berada di
dalam suatu WPP-RI merupakan bagian dari WPP-RI tersebut. Penataan WPP hanya
merupakan salah satu faktor essensial untuk menata sumberdaya perairan, langkah selanjutnya
adalah tetap dilakukan pengkajian stok ikan pada setiap WPP. Atas dasar hasil kajian tersebut
maka ditetapkan jenis alat tangkap dan jumlahnya yang dapat diizinkan, dan bila perlu waktu
penangkapan yang dialokasikan, atau waktu yang dilarang untuk dilakukan penangkapan ikan
(open and close system).
Pada tahun 2017, TCT menjadi komoditas yang paling banyak menyumbang nilai ekspor
perikanan Indonesia setelah udang. Negara tujuan utama ekspor TCT diantaranya adalah
Uni Eropa, Jepang dan Amerika Serikat. Ekspor produk dilakukan dalam bentuk olahan dan
bukan olahan. Volume dan nilai ekspor TCT sepanjang tahun 2012 – 2017 dilampirkan pada
Grafik 1 dan 2.
21
Grafik 1. Volume Ekspor TCT 2012-2017 Grafik 2. Nilai Ekspor TCT 2012-2017
Grafik 1 menjelaskan bahwa dalam enam tahun terakhir volume ekspor TCT yang diolah
lebih besar dari volume ekspor TCT bukan olahan terjadi pada 3 tahun yaitu 2014-2016.
Tahun 2014, volume ekspor TCT yang tidak diolah (bahan baku) lebih kecil dari volume
ekspor TCT yang diolah. Tahun 2015 – 2016 volume ekspor TCT yang tidak diolah (bahan
baku) masih terus menurun, namun tahun 2017 volume ekspor TTC dalam bentuk bahan
baku kembali lebih besar dari volume ekspor TCT yang diolah.
Tahun 2017 volume ekspor TCT bukan olahan meningkat signifikan sebesar 48 persen
dibanding tahun 2016, sementara volume ekspor TCT yang diolah hanya meningkat 10
persen dibanding tahun 2016. Walaupun pada tahun 2012-2017 terjadi fluktuasi volume
ekspor TCT olahan dan bukan olahan, nilai ekspor yang dihasilkan oleh TCT olahan selalu
lebih besar dari nilai yang dihasilkan dari ekspor TCT yang tidak diolah (Grafik 2).
22
Bab 5. DAERAH POTENSIAL UNTUK
INVESTASI TUNA
Indonesia memiliki potensi ikan tuna yang melimpah. Berada di perbatasan
antara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia, Indonesia berpeluang menjadi
yang terbesar dalam memproduksi ikan tuna dunia dengan terus mengoptimalkan
produksi tuna yang berkelanjutan.
Tuna adalah ikan laut yang terdiri dari beberapa spesies dari famili Scombridae, terutama
genus Thunnus. Ikan ini adalah perenang handal (pernah diukur mencapai 77 km/jam) dan
memiliki sifat highly migratory spesices, sehingga senang melakukan perpindahan dalam
perjalanan hidupnya. Karena sifatnya, tidak seperti kebanyakan ikan yang memiliki daging
berwarna putih, daging ikan ini berwarna merah muda sampai merah tua. Hal ini karena otot tuna
lebih banyak mengandung myoglobin dari pada ikan lainnya. Beberapa spesies tuna yang lebih
besar, seperti tuna sirip biru (Bluefin tuna), dapat menaikkan suhu darahnya di atas suhu air
dengan aktivitas ototnya. Hal ini menyebabkan mereka dapat hidup di air yang lebih dingin dan
dapat bertahan dalam kondisi yang beragam.
Potensi perikanan tuna di Indonesia umumnya tersebar di kawasan bagian barat dan
timur Indonesia, dimana perairan di wilayah tersebut dicirikan perairan dengan
produktivitas tinggi nutrisi plankton dan pelagis kecil yang merupakan komponen rantai
utama makanan dalam produksi ikan tuna.
Potensi Kelautan dan Perikanan Sumatera Utara terdiri dari Potensi Perikanan Tangkap dan
Perikanan Budidaya, dimana Potensi Perikanan Tangkap terdiri Potensi Selat Malaka
sebesar 276.030 ton/tahun dan Potensi di Samudera Hindia sebesar 1.076.960 ton/tahun.
Sedangkan Produksi Perikanan Budidaya terdiri Budidaya tambak 20.000 Ha dan Budidaya
Laut 100.000 Ha, Budidaya air tawar 81.372,84 Ha dan perairan umum 155.797 Ha,
kawasan Pesisir Sumatera Utara mempunyai Panjang Pantai 1300 Km yang terdiri dari
Panjang Pantai Timur 545 km, Panjang Pantai Barat 375 Km dan Kepulauan Nias dan
Pulau-Pulau Baru Sepanjang 350 Km.
23
1. Wilayah Pantai Barat Sumatera Utara
Terdiri dari 12 kabupaten/kota yang berada di wilayah Pantai Barat yaitu Kabupaten Nias,
Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Nias Barat, Kabupaten Nias Utara, Kota Gunung Sitoli,
Kabupaten Tapanuli Tengah, Kota Sibolga, Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten
Tapanuli Selatan, Kota Padang Sidempuan, Kabupaten Padang Lawas, Kabupaten Padang
Lawas Utara.
Dimana Potensi Pengembangan pada wilayah ini adalah penangkapan ikan, pengolahan
ikan. Budidaya Laut yang terdiri dari Rumput Laut, Kerapu dan kakap, Budidaya tawar yang
terdiri dari mas, nila, Lele, Patin, Gurame, Tawes dan Nilam. Budidaya Tambak yang terdiri
dari Udang Vaname, Udang Windu, Kerapu, Kakap, Bandeng.
Kabupaten/Kota yang termasuk pada wilayah dataran tinggi Sumatera Utara adalah
Wilayah yang berada di wilayah tengah Provinsi Sumatera Utara yang terdiri dari
10 Kabupaten/Kota yaitu Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten
Karo, Kabupaten Dairi, Kabupaten Samosir, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten
Simalungun, Kota Pematang Siantar, Kota Tebing Tinggi, Kabupaten Pakpak Bharat.
Sedangkan Potensi Pengembangan pada wilayah ini terdiri dari penangkapan ikan di
perairan umum, pengolahan ikan. budidaya air tawar yaitu Nila, Mas, Lele, Patin dan
Gurame.
Terdapat 11 Kabupaten/Kota yang termasuk pada wilayah Pantai Timur Sumatera Utara
yang terdiri dari Kabupaten Langkat, Kota Binjai, Kabupaten Serdang Bedagai, Kabupaten
Deli Serdang, Kabupaten Asahan, Kabupaten Labuhan Batu, kabupaten Labuhan batu
Selatan, Kabupaten Labuhan Batu Utara, Kabupaten Batubara, Kota Medan, Kota Tanjung
Balai, Dimana potensi pengembangan di wilayah Timur Sumatera Utara adalah
penangkapan ikan, pengolahan ikan. Budidaya Laut yang terdiri dari kerapu, kakap, dan
kerang hijau, Budidaya Tawar yaitu Mas, Nila, Lele, Patin, Gurame, Grass carp, Lobster air
tawar, Bawal tawar dan Ikan hias, Budidaya Tambak yaitu Rumput Laut, Udang Vaname,
Udang Windu, Kerapu, Kakap, Bandeng, sedangkan Budidaya perairan umum yaitu Mas,
Nila dll.
No Rincian Potensi Produksi
(ton/thn/Ha) 2013 2014 2015 2016 2017
1 Perikanan 553.311 618.956,3 579.752,4 525.349,7 528.381,14
Tangkap
(ton/thn)
- Laut 841.200 508.360 568.484,6 494.724 438.620,8 439.314,89
- Perairan 155.797 46.950,4 50.471,7 85.02814 86.728,9 89.066,25
Umum
2 Perikanan 138.647,5 193.756,60 204.744,2 211.457,0 197.137,0 223.604,95
Budidaya
(Ha/thn)
24
No Rincian Potensi Produksi
(ton/thn/Ha) 2013 2014 2015 2016 2017
- Tambak 20.000 32.658,5 29.324,2 29.487,0 45.797,7 55.342,2
- Air Laut 110.000 6.628,90 4.348,1 7.361,8 2.778,6 2.702,5
- Air Tawar 18.647,5 154.469,2 171.071,8 177.608,2 148.560,7 165.560,7
Total 747.067 773.228,8 791.209,8 773.228,8 791.209,8
Dari potensi ikan laut yang ada ternyata jenis ikan tangkapan nelayan yang
dominan adalah ikan Tongkol, Tuna Kerapu, Tenggiri, Kakap, Cakalang, Cumi-cumi,
Lobster, Jana, Kerapu Lumut, Ikan terbang dengan total produksi 3.912 Ton/Tahun dan
perikanan budidaya air tawar dengan jenis ikan Lele dan Nilai sebanyak 72 Ton. Produksi
Perikanan dan jumlah serta jenis kapal dan jumlah koperasi perikanan/nelayan di kota
Gunungsitoli dapat dilihat pada tabel dibawah ini;
25
Provinsi Sumatera Utara mempunyai perairan dan lahan yang cukup luas dan sangat
menjanjikan. Bisnis perikanan merupakan bisnis yang menguntungkan baik sekarang
maupun dimasa depan, bisa disaksikan berapa banyak rumah makan, restoran, rumah
tangga di dalam satu kota yang membutuhkan ikan sebagai lauk pauk, begitu juga produk
produk makanan dengan bahan baku dari ikan. Untuk itu pemerintah selalu berupaya
secara terus menerus mengajak, memfasilitasi dan menggerakkan masyarakat agar dapat
memanfaatkan potensi dan peluang peluang usaha di sektor perikanan.Peranan sub sektor
perikanan tangkap dan semakin strategis dan merupakan konstribusi terpenting dalam
mewujudkan ketahanan pangan serta kemandirian pangan serta pertumbuhan ekonomi
nasional. Keberadaan investor dan msyarakat luas yang melakukan kegiatan usaha
perikanan tangkap perlu ditingkatkan.
Sumatera Barat memiliki luas perairan laut sampai dengan 12 mil yaitu 51.060 (km²).
Dengan kondisi laut tersebut maka potensi perikanan laut masih cukup besar apabila
dibandingkan dengan perikanan lepas pantai dan samudera. Berdasarkan karekteristik
habitat/lingkungan hidup ikan, Sumatera Barat memiliki potensi sumberdaya ikan pelagis besar
yang cukup menjanjikan, antara lain tuna, cakalang, tongkol dan tenggiri. Sumatera Barat
termasuk dalam Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) - 572 : Samudera Hindia bagian
barat Sumatera Barat dan Selat Sunda, dimana memiliki estimasi potensi sumberdaya ikan
seperti pada tabel berikut:
Tabel Potensi sumberdaya ikan pelagis dan demersal Di Sumatera Barat
26
Dengan potensi perikanan laut Sumatera Barat sebesar 1.228.601 Ton/tahun, saat ini baru
dimanfaatkan sebesar 211.530,7 ton atau sebesar 17 %. Usaha Perikanan yang masih
berpeluang untuk dikembangkan adalah untuk investasi skala menengah dan besar yakni
penangkapan ikan tuna diperairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) sehingga tidak bersaing
dengan nelayan tradisional di pinggir pantai.
Berdasarkan WPP 572 potensi ikan pelagis besar termasuk ikan tuna di perairan Sumatera
Barat kurang lebih 364.830 ton/tahun dan Potensi yang diperbolehkan untuk
ditangkap sebesar 291.194 ton/tahun, jika dilihat data produksi ikan tuna hasil tangkapan
nelayan tahun 2017 sebesar 349,9 ton/tahun semakin meningkat dari tahun ketahun,
umumnya tuna sirip kuning (yellow fin tuna) , albakor dan lain lain. Umumnya nelayan
Sumatera Barat sebagian besar adalah nelayan tradisional dengan kapal di bawah 30
GT yang tidak mungkin menangkap ikan tuna hingga ke tengah laut sampai 200 mil (zona
ekonomi eklusif) atau laut lepas. Kalaupun ada yang diatas 30 GT umumnya adalah
kapal bagan tetapi bukan kapal penangkap tuna.
Posisi Sumatera Barat sangat strategis berada ditengah pulau Sumatera dekat dengan
lokasi fishing ground hanya berjarak ke 12 – 16 jam ke Pelabuhan Samudera Bungus yang
sangat strategis sebagai basis pendaratan dan aktifitas ekspor tuna dari samudera hindia,
disamping itu jarak fihing ground ke Phuket 96 jam, ke Jakarta ( Muara Baru) 24 – 30 jam
dan 240 jam ke Benoa Bali sementara dengan Bandara Inter nasional Minangkabau
(BIM) hanya sekitar 20 kilometer.
Keberlanjutan usaha ini sangat menjanjikan, bagi para investor yang berminat
melakukan penangkapan tuna, mengingat potensi yang masih tersedia bisa diekploitasi
secara bertanggungjawab, baru 30 % yang termanfaatkan, membutuhkan investor yang
bersedia berinvestasi dalam hal penyediaan sarana perikanan tangkap berupa kapal-kapal
27
longline, handline dan lain-lain yang masih sangat kurang terdapat di Sumatera Barat.
Untuk lokasi pendaratan ikan dapat memanfaatkan Pelabuhan Samudera Bungus dan
masih bisa menampung kapal-kapal penangkap ikan, selain itu keterbatasan sarana kapal
penangkap ikan masih menjadi peluang investasi yang diharapkan di Sumatera Barat.
Sebagaimana data berikut:
Tabel Jumlah Kapal Penangkap Ikan Dan Jumlah Nelayan di Sumatera Barat
Potensi perikanan laut yang besar di Sumatera Barat terdapat di Kabupaten Pasaman Barat,
Pesisir Selatan, Agam, Padang, Padang Pariaman, Kota Pariaman dan Kab. Kepulauan
Mentawai.
Ikan tuna yang diperdagangkan dalam rantai pasok ini pada umumnya mempunyai kualitas
sangat baik (A, A+) dengan tujuan pasar utama negara Jepang. Sedangkan untuk ikan
tuna kualitas sedang (B dan C) diperdagangkan segar untuk perusahaan pengolahan lokal,
atau beku untuk perusahaan lokal dan ekspor. Tuna segar umumnya dikonsumsi mentah
(tanpa dimasak) sebagai menu restoran Jepang, seperti sashimi dan sushi. Sasaran pasar
produk tuna segar yang berkualitas tinggi meliputi restoran, perhotelan, dan masyarakat
dengan ekonomi menengah ke atas. Pasar lokal rantai pasok tuna segar dengan kualitas tunggi
diharapkan tidak hanya untuk komoditas ekspor, tetapi mulai diarahkan untuk pasar lokal, agar
masyarakat mulai melirik ikan tuna sebagai sumber protein yang unggul.
Sebagian besar nelayan yang mendaratkan hasil tangkapan tuna di pelabuhan
samudera bungus dan beberapa pelabuhan PPI/ TPI di Kab/Kota penanganan ikan diatas kapal
umumnya kapal-kapal yang ada sudah menerapakan cara penangkapan ikan yang baik
(CPIB), Tuna segar tersebut didistribusikan langsung ke dramaga transit PPS bungus bagi
kapal-kapal yang ijin labuhnya di pelabuhan perikanan samudera bungus, sementara
pelabuhan lain ada yang mengirimkan langsung ke agen besar diluar provinsi maupun dikirim ke
28
agen besar dan UPI dikota Padang Produksi ikan tuna sejak tiga tahun terakhir dapat dilihat
pada tabel sebagai berikut:
No Uraian WPP 713 WPP 714 WPP 715 WPP 716 Total
A MSY ( ton)
Ikan Pelagis Kecil 42,749 11,172 54,060 9,700 117,681
Ikan Pelagis Besar 32,488 39,387 30,877 6,706 109,458
Jumlah MSy 75,237 50,559 84,937 16,406 227,139
B Tangkapan Tahun 2012
Ikan Pelagis Kecil 41,889 7,336 89,651 6,875 145,751
Ikan Pelagis Besar 33,663 18,316 16,309 7,471 75,759
Jumlah 75,552 25,652 105,960 14,346 221,510
Tuna hasil tangkapan nelayan dijual kepada pedagang pengumpul maupun agen besar
terkadang Nelayan menjual hasil tangkapannya kepada pembeli luar daerah apabila harga
yang ditawarkan lebih tinggi. Transaksi jual beli hasil tangkapan oleh pembeli dari luar daerah
biasanya terjadi di tengah laut dan bersifat musiman.
Dengan pengembangan usaha penangkapan ikan tuna ini diharapkan akan dapat
memenuhi kebutuhan pangan dan gizi masyarakat. Karena Ikan merupakan lauk sumber
protein hewani yang baik bagi perkembangan tubuh manusia karena kaya omega 3 yang baik
bagi perkembangan otak manusia. Sehingga keberadaannya sangat penting untuk
pemenuhan kebutuhan gizi tersebut demi generasi penerus bangsa yang sehat dan pintar.
Selain itu memberikan penghasilan bagi masyarakat terutama mereka yang hidup di
daerah dekat perairan. Masyarakat di daerah pesisir atau perairan mayoritas
menggantungkan hidupnya pada hasil menangkap ikan (nelayan). Mereka menangkap
ikan dan menjualnya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Disamping itu dapat
menaikkan derajat ekonomi rakyat juga membantu pertumbuhan ekonomi masyarakat
Sumatera Barat membantu pemenuhan pangan Daerah, Nasional sebagai pemasok (ekspor)
perikanan.
29
Provinsi Sulawesi Tengah
Berdasarkan Peraturan daerah Provinsi Sulawesi Tengah Nomor 10 tahun 2017 tentang
Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan pulau-pulau kecil Provinsi Sulawesi Tengah Tahun
2017-2037 maka zona perikanan tangkap meliputi :
Tabel 8. Produksi Perikanan Tangkap Menurut Kabupaten/Kota dan Subsektor di Provinsi
Sulawesi Tengah (ton), Tahun 2015 dan 2016
Dari data yang diperoleh bahwa potensi lestari hasil perikanan perairan Sulawesi
Tengah baru dimanfaatkan mencapai 54,88% atau sebanyak 45,12% belum dimanfaatkan.
Potensi perikanan tersebut meliputi berbagai jenis ikan laut ekonomis seperti ikan pelagis
besar (tuna, cakalang dan tongkol), ikan pelagis kecil (layang, selar, teri, tembang dan
kembung) dan non ikan seperti udang windu, rajungan, jenis udang lain, tiram, cumi-cumi,
sotong dan teripang.
Penyebaran potensi perikanan untuk ketiga perairan adalah Teluk Tomini memiliki
ikan tuna, cakalang, teripang, udang, tongkol, kerang mutiara, rumput laut dan cumi-cumi,
Teluk Tolo memiliki ikan tuna, cakalang, tongkol, trace fish, udang laut, kerang mutiara dan
merupakan daerah pengembangan budidaya rumput laut serta Selat Makassar memiliki
ikan tuna, cakalang, tongkol, trace fish dan daerah pengembangan budidaya rumput laut.
Adapun potensi lestari perikanan tangkap dan Hasil Produksi Perikanan Tangkap di
Sulawesi Tengah dapat dilihat pada tabel.
30
Tabel POTENSI LESTARI PERIKANAN TANGKAP
DEMERSAL PELAGIS
MSY (Potensi Lestari)
WPP 713 9,411 ton 75,237 ton
WPP 714 8,955 ton 50,599 ton
WPP 715 6,704 ton 84,937 ton
WPP 716 1,872 ton 16,406 ton
JUMLAH 26,942 ton 227,179 ton
TOTAL 254,121 TON/TAHUN
Perairan Provinsi Sulawesi Barat termasuk kedalam WPPNRI 713 dan merupakan
Alur Pelayaran Internasional (ALKI-II), Kawasan SULU Sulawesi Marine Ecoregion &
Triangle Coral Reef Luas areal penangkapan ikan di Provinsi Sulawesi Barat seluas 22.012
Km2 dengan potensi produksi Potensi MSY (Maximum Sustainable Yield) sebesar 1,026,599
Ton /Tahun Terkelola 56.100,28 Ton/ Tahun (Data statistik Perikanan Tangkap 2017).
Produksi Perikanan Tangkap
Produksi perikanan tangkap dari tahun 2014 sampai dengan tahun 2016 relatif
meningkat, Produksi hasil perikanan tangkap tahun 2014 – 2016 dapat dilihat pada tabel 8
berikut:
31
Tabel Produksi hasil perikanan tangkap tahun 2014 – 2016
Satuan : Ton
No Uraian Tahun
2014 2015 2016
1 Ikan Pelagis Kecil 13.581,90 19.519.4 22.743,86
2 Ikan Pelagis Besar 20.607,40 22.110,20 22.963,84
3 Ikan Demersal 5.727,00 8.380,10 8.726,60
4 Ikan Karang 4.723,00 3.934,60 5.905,70
5 Binatang Berkulit Keras (Crustacea) 23,7 12,7 4,6
6 Binatang Berkulit Lunak (Mollusca) 83,4 260,3 984,3
7 Lainnya 1.971,00 1542 3.006
JUMLAH 46.717,40 55.759,30 64.334,90
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Barat, 2016
Sementara untuk Produksi ikan pelagis besar dari hasil tangkapan per kabupaten Tahun
2014 – 2016 dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
32
Produksi Ikan pelagis besar dari hasil tangkapan per kabupaten Tahun 2014 – 2016 dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel Produksi Ikan pelagis besar dari hasil tangkapan per kabupaten Tahun 2014 – 2016
Satuan : Ton
Kabupaten
No Jenis Ikan Majene Mamuju Pasangkayu Polewali Mandar Mamuju Tengah
2014 2015 2016 2014 2015 2016 2014 2015 2016 2014 2015 2016 2014 2015 2016 2017
1 Tuna mata besar (BET) 231,5 105,5 - 337,6 306,4 367,9 - - - - 209,2 543,7 - - -
2 Tuna gigi anjing - 5,5 - - - -
3 Madidihang (YFT) 900,5 1.100,00 435,1 22,8 - 146,2 30,4 194,7 761,5 3.978,00 2.109,50 2.109,50 - 5,5 18,8
4 Tongkol abu-abu (LOT) 315 299,7 - 407,6 378,5 209 - - - 5,1 68,2 415,6 - 32,9 50,3
5 Tongkol komo (KAW) 545 283 - 458,6 632,5 1.989,10 183,3 91,7 30,6 4.116,10 2.144,40 2.604,50 - - -
6 Tongkol krai (FRI) 515,5 2.024,40 1.363,10 396,8 277,1 201,3 680,7 729,9 8,2 - - - - - -
7 Lisong (BLT) - - 249 249 - - - - - -
8 Cakalang (SKJ) 492,8 1.004,60 1.789,30 958,2 1.663,30 2.693,60 1.199,00 2.495,40 1.904,10 4.211,10 3.885,00 4.297,50 - 54 85,4
9 Ikan Layaran (SFA) 31,9 21,9 - - 5 7,1 - - - -
10 Ikan pedang (SWO) 7,5 4 - - - - - - - -
11 Setuhuk hitam (BLM) - - 3,6 - - - - -
12 Tenggiri (COM) 107,5 51,8 - 226,6 239,5 253,5 301,6 11,8 3,8 301,6 147 147 - - -
Cucut tikus/ Cucut monyet
13 (THR) 339,5 190 - - - - 57,1 28,6 - 61,4 34,6 34,6 - - -
14 Ikan Pelagis besar lainnya 213,4 68,1 - - 368,2 - - 87,1 - 500,6 500,6 - - -
33
Jumlah Nelayan Kabupaten/Kota se-Sulawesi Barat
Pada Tahun 2018 jumlah nelayan di Provinsi Sulawesi Barat sebanyak 58.463 orang,
dengan rincian menurut kabupaten dan kategori sebagaimana tersebut pada Tabel di
bawah ini:
Tabel Jumlah nelayan berdasarkan Kabupaten dan Kategori di Provinsi Sulawesi Barat
No Kabupaten Nelayan (orang) Persentase (%)
1 Kabupaten Majene 25.551 43,70
2 Kabupaten Mamuju 12.245 20,94
3 Kabupaten Polewali 11.164 19,10
Mandar
4 Kabupaten Pasangkayu 7.824 13,38
5 Kabupaten Mamuju 1.679 2,87
Tengah
Total 58.463 100,00
Sumber: Statistik Perikanan Tangkap Prov. Sulawesi Barat, 2016
Berdasarkan Tabel tersebut di atas, dapat diketahui bahwa Kabupaten Majene
memiliki jumlah nelayan terbesar sebanyak 25.551 orang dengan persentase 43,70 % dari
total nelayan di Provinsi Sulawesi Barat.
Jumlah RTP, Armada Penangkapan dan Unit Penangkapan Ikan
Pada Tahun 2018 Jumlah RTP di Provinsi Sulawesi Barat sebanyak 13.001, Armada
Penangkapan Kapal Sebanyak 4.526 unit dan Perahu sebanyak 11.929 unit serta jumlah
Unit Penangkapan Ikan sebanyak 21.765 unit sebagaimana tersebut dapat dilihat pada
Tabel di bawah ini :
Tabel Jumlah RTP, Armada Penangkapan dan Unit Penangkapan Ikan Tahun 2018
NO KABUPATEN RTP KAPAL PERAHU UNIT PENANGKAPAN (ALAT
TANGKAP)
1 Majene 4.670 2.651 4.901 8.373
2 Mamuju 2.931 799 2.283 6.997
3 Pasangkayu 2.416 147 2.429 2.889
4 Polewali Mandar 2.512 905 1.771 2.894
5 Mamuju Tengah 472 24 545 612
TOTAL 13.001 4.526 11.929 21.765
Sumber: Statistik Perikanan Tangkap Prov. Sulawesi Barat, 2018
Potensi, Komposisi, Distribusi dan Tingkat Pemanfaatan Tuna di Provinsi Sulawesi
Barat
Sumberdaya Ikan Tuna yang ada di Provinsi Sulawesi Barat dikelompokkan
sebagaimana tersebut pada Tabel dibawah ini.
34
Tabel Jenis Tuna
Jenis No Nama Lokal Nama Inggris Nama Ilmiah
Tuna 1. Tuna Mata Besar Bigeye tuna Thunnus obesus
2. Madidihang Yellowfin tuna Thunnus albacares
Tabel Tingkat Pemanfaatan Tuna Mata Besar (bigeye tuna) di WPPNRI 713 perairan
Sulawesi Barat
35
Berdasarkan hasil penelitian Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan
Konservasi Sumber daya Ikan (P4KSI) di WPPNRI 713 termasuk didalamnya perairan
Sulawesi Barat menunjukkan bahwa ukuran panjang cagak/Fork Lenght (FL) Tuna
Mata Besar yang tertangkap pukat cincin secara berturut turut adalah 24 – 62 cm
(mode 42 cm), Pancing ulur 98 – 177 cm (modus 128 cm). Belum diketahui tingkat
eksploitasinya namun hasil analisis terhadap ukuran ikan diketahui bahwa pada alat
penangkapan ikan pukat cincin terbukti bahwa 100 % ikan tuna mata besar yang
tertangkap merupakan ikan yuwana dengan komposisi produksi 5 % dari rata-rata
total tangkapan 30,29 ton/kapal/bulan. Sumberdaya ikan Tuna mata besar yang
tertangkap oleh alat penangkap ikan Pancing ulur pada umumnya juga merupakan
ikan muda namun persentasenya 2,0 % dari laju tangkap alat penangkapan ikan
sebesar 0,31 ton/kapal/bulan. Oleh karenanya alat tangkap pukat cincin
direkomendasikan untuk dikendalikan jumlahnya.
36
Berdasarkan hasil penelitian Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi
Sumber daya Ikan (P4KSI) di WPPNRI 713 termasuk didalamnya perairan Sulawesi Barat
menunjukkan bahwa sumberdaya Madidihang yang tertangkap pukat cincin mempunyai
ukuran FL 31,0 – 67 cm (modus 41,0 cm), Pancing ulur 106 – 153 cm (modus 124 cm).
Belum diketahui tingkat eksploitasinya namun hasil analisis terhadap ukuran ikan diketahui
bahwa pada alat penangkapan ikan pukat cincin terbukti bahwa 100 % madidihang yang
tertangkap merupakan ikan yuwana dengan komposisi produksi 26 % dari rata-rata total
tangkapan 30,29 ton/kapal/bulan.
Sumberdaya madidihang yang tertangkap oleh alat penangkap ikan Pancing ulur
pada umumnya juga merupakan ikan muda namun persentasenya 2,0 % dari laju tangkap
alat penangkapan ikan sebesar 0,31 ton/kapal/bulan. Oleh karenanya alat tangkap pukat
cincin direkomendasikan untuk dikendalikan jumlahnya.
37
5. Pada Bulan Mei bergerak pada lokasi ±10 – 20 mil laut dari wilayah pesisir bagian
utara perairan laut kabupaten Pasangkayu dengan suhu perairan berkisar 29 C dan
kandungan Klorofilr berkisar 0.95 – 1
6. Pada Bulan Juni ikan bergerak pada lokasi ±10 – 25 mil laut dari wilayah pesisir
bagian barat perairan laut kabupaten majene dan ±5 – 20 mil laut dari wilayah
pesisir bagian utara perairan laut kabupaten mamuju dengan suhu perairan berkisar
29 – 30 C dan kandungan Klorofil berkisar 0.9 – 1.0
7. Pada Bulan Juli ikan bergerak pada lokasi ±5 – 20 mil laut dari wilayah pesisir bagian
barat perairan laut kabupaten mamuju dan pasangkayu dan ±5 – 20 mil laut dari
wilayah pesisir bagian utara perairan laut kabupaten mamuju tengah dengan suhu
perairan berkisar 29 C dan kandungan Klorofilr berkisar 0.8 – 1.0
8. Pada Bulan Agustus ikan bergerak pada lokasi ±5 – 15 mil laut dari wilayah pesisir
bagian barat perairan laut kabupaten majene dan ±20 – 30 mil laut dari wilayah
pesisir bagian utara perairan laut kabupaten Pasangkayu dengan suhu perairan
berkisar 29 C dan kandungan Klorofilr berkisar 0.9 – 1.0
9. Pada Bulan September ikan bergerak pada lokasi ±5 – 20 mil laut dari wilayah
pesisir bagian utara perairan laut kabupaten mamuju dan Majene dan ±20 – 30 mil
laut dari wilayah pesisir bagian selatan perairan laut kabupaten Pasangkayu dengan
suhu perairan berkisar 29 – 30 C dan kandungan Klorofilr berkisar 0.8 – 0.9
10. Pada Bulan Oktober bergerak pada lokasi ±5 – 20 mil laut dari wilayah pesisir bagian
selatan perairan laut kabupaten Majene dengan suhu perairan berkisar 28 - 30 C dan
kandungan Klorofil berkisar 0.95
11. Pada Bulan November ikan bergerak pada lokasi ±2 – 30 mil laut dari wilayah pesisir
bagian utara perairan laut kabupaten Majene dan ±2 – 30 mil laut dari wilayah
pesisir bagian selatan perairan laut kabupaten Mamuju dengan suhu perairan
berkisar 29 – 31 C dan kandungan Klorofilr berkisar 0.9
12. Pada Bulan Desember bergerak pada lokasi ±25 mil laut dari wilayah pesisir
bagianbarat perairan laut kabupaten Pasangkayu dengan suhu perairan berkisar
28,5 29 C dan kandungan Klorofilr berkisar 0.95 – 1.05
c. Produksi Estimasi Produksi Tuna Mata Besar dan Madidihang Tahun 2012 – 2018 rata-
rata sebesar 8.709 ton dengan rincian sebagaimana tersebut pada Tabel dibawah ini:
38
Tabel Estimasi Produksi Tuna
No Tahun Estimasi Hasil Tangkapan (ton) Jumlah
Tuna Mata Besar Madidihang (ton)
1 2012 350 4.715 5.065
2 2013 12.336 6.523 18.859
3 2014 12.336 6.523 18.859
4 2015 621 3.410 4.031
5 2016 912 3.471 4.383
6 2017 6.238 4 6.242
7 2018 2.136 1.388 3.524
Rata-rata 4.990 3.719 8.709
Sumber : Statistik DKP SULBAR
Berdasarkan Estimasi produksi di atas, dapat diketahui bahwa produksi rata-rata
tahun 2012 – 2018 untuk Tuna Mata Besar dan Madidihang berfluktuasi dan dari sisi jumlah
didominasi secara berturut-turut oleh Tuna Mata Besar (4.990 ton/tahun) dan Madidihang
(3.719 ton/tahun). Namun demikian tren produksi Tuna menunjukkan adanya
kecendrungan mengalami penurunan sebagaimana tersebut pada Gambar di bawah ini
Gambar Trend Produksi Tuna (2012 -2018)
Produksi dengan jenis alat penangkapan ikan yaitu Purse seine dan hand line dalam
3 tahun terakhir (2016 – 2018) sebagaimana tersebut pada Tabel berikut.
Tabel Produksi Tuna berdasarkan alat penangkapan ikan Tahun 2016 – 2018
39
Provinsi Nusa Tenggara Timur
Potensi perikanan tangkap di provinsi Nusa Tenggara Timur cikup besar, namun yang
dikelola masih rendah, baru sekitar 40 % dari potensi lestari yaitu sebesar 388,7 ton per
tahun dengan tangkapan utama berupa ikan pelagis, yaitu ikan Tuna, Cakalang, Tenggiri,
Selar, Kembung dan ikan domersil yaitu berupa ikan Kerapu, Kakap, Lobster, Cumi, Kerang
Produksi perikanan tangkap dalam lima tahun terakhir ( tahun 2012 sampai dengan tahun
2016 ) berdasarkan jenis ikan, dan volume produksi adalah sebagai:
a. Ikan Tuna
Ikan Tuna termasuk ke dalam famili Scombridae. Ikan
Tuna adalah ikan perenang cepat dan hidup
bergerombol sewaktu mencari makan. Produksi Ikan
Tuna di provinsi Nusa Tenggara Timur pada tahun
Gambar 1. Ikan Tuna
2012 mencapai 1.708.89 ton dan tahun 2013 produksi
ikan Tuna mencapai 3,613.23 ton, atau mengalami peningkatan sebesar 52.70%, tahun
2014 produksi Ikan Tuna mencapai 3,901.60 ton atau mengalami peningkatan sebesar
7.39%, sedangkan pada tahun 2015 produksi ikan Tuna mencapai 3,901.60 ton, atau tidak
mengalami peningkatan, dan pada tahun 2016 produksi mencapai 1.070 ton atau
mengalami penurunan sebesar 264.63%. Berdasarkan tabel di bawah ini, diketahui bahwa
kontribusi produksi Ikan Tuna tertinggi dalam lima tahun terakhir berada di kabupaten Alor,
Kabupaten Lembata dan kabupaten Sumba Timur.
40
No Kabupaten Ikan Tuna (Ton)
2012 2013 2014 2015 2016
7. Alor 489.68 2,536.4 2,617.7 2,617.7 -
8. Lembata 384.88 456.5 601.2 601.2 731
9. Flores Timur - - - - 0
10. Sikka 178.80 - - - 79
11 Ende 189.28 132.6 99.8 99.8 -
12 Ngada 8.75 1 6.2 6.2 -
13 Manggarai 27.28 27.9 30.1 30.1 -
14 Rote Ndao 41.66 62.6 18.1 18.1 81
15 Manggarai Barat 3.48 3.8 4.3 4.3 -
16 Kupang - 13.7 22.2 22.2 78
17 Sumba Tengah - - - - 1
18 Nagekeo 19.70 23.6 23.9 23.9 -
19 Manggarai Timur - 0.4 18.3 18.3 14
20 Sabu Raijua - - 1.3 1.3 9
21 Sumba Barat Daya - - - - -
22 Malaka 27.3 27.3 -
Jumlah 1,708.89 3,613.23 3,901.6 3,901.6 1,070
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Nusa Tenggara Timur (Tahun 2016).
Gambar 2. Ikan Tongkol (Mackarel) tinggi dibandingkan dengan jenis ikan pelagis besar
lainnya. Produksi Ikan Tongkol di provinsi Nusa
Tenggara Timur pada tahun 2012 mencapai 5,386.3 ton, tahun 2013 produksi ikan tongkol
mencapai 11,625.6 ton, atau mengalami peningkatan sebesar 53.67%, tahun 2014
produksi Ikan Tongkol mencapai 12,114.3 ton atau mengalami peningkatan sebesar
4.03%, sedangkan tahun 2015 produksi mencapai 12,114.3 ton atau tidak mengalami
peningkatan, dan pada tahun 2016 produksi mencapai 10,376 ton atau mengalami
penurunan sebesar 16.75%. Berdasarkan tabel dibawah ini, diketahui bahwa kontribusi
produksi Ikan Tongkol tertinggi dalam lima tahun terakhir berada di kabupaten Alor,
kabupaten Flores Timur, dan kabupaten Kupang.
41
Tabel Produksi Ikan Tongkol di Provinsi Nusa Tenggara Timur
Menurut Kabupaten Tahun 2012 - 2016
Ikan Tongkol (Ton)
No Kabupaten
2012 2013 2014 2015 2016
1 Sumba Barat 272.15 272.2 400.4 400.4 271
2 Sumba Timur 24.17 1217.4 1006.7 1006.7 73
3 Kupang 982.04 667 721.4 721.4 551
Timor Tengah
4 Selatan - 6.3 8.7 8.7 41
5 Timor Tengah Utara 72.04 13 6.4 6.4 71
6 Belu 11.69 158.4 56.5 56.5 231
7 Alor 605.82 4431.6 4578 4578 2493
8 Lembata 352.07 409.6 465.1 465.1 652
9 Flores Timur 669.84 1732 1672.9 1672.9 912
10 Sikka 1075.9 447.1 464.8 464.8 898
11 Ende 266.98 458.5 555.2 555.2 1568
12 Ngada 127.75 21 85.2 85.2 252
13 Manggarai 181.4 507.3 550.7 550.7 585
14 Rote Ndao 109.52 166.5 195.6 195.6 257
15 Manggarai Barat 82.27 64.5 71.9 71.9 79
16 Kupang 319.17 69.3 165.8 165.8 55
17 Sumba Tengah 14.84 17.9 192.2 192.2 360
18 Nagekeo 72.09 86.5 93 93 27
19 Manggarai Timur 56 414.1 608.6 608.6 935
20 Sabu Raijua 6.56 28.9 - - 29
21 Sumba Barat Daya 84 436.5 195.4 195.4 1
22 Malaka 19.8 19.8 35
Jumlah 5,386.3 11,625.6 12,114.3 12,114.3 10,376
Sumber : Dinas Kelautan Dan Perikanan Provinsi Nusa Tenggara Timur (Tahun 2016).
42
Bab 5. PENUTUP
Tuna merupakan salah satu komoditas penting mengingat bahwa komoditas ini
merupakan komoditas yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan merupakan penghasil devisa
terbesar setelah udang. Potensi perikanan tuna di Indonesia masih cukup terbuka lebar
khususnya di wilayah laut dalam/Samudera Hindia dan Pasific dan beberapa wilayah lainnya.
Prospek permintaan dunia akan produk asal tuna masih cukup besar, sehingga harus diraih
guna meningkatkan devisa negara kita. Pasar utama Indonesia adalah Jepang, Amerika Serikat
dan Uni Eropa, namun saat ini ekspor tuna Indonesia meningkat tajam untuk pasar potensial di
negara lainnya. Untuk dapat berperan aktif pada pemanfatan tuna skala regional maka Indonesia
telah menjadi anggota organisasi regional IOTC dan CCSBT serta masih menjadi cooperating non
member WCPFC
Untuk meningkatkan nilai tambah hasil perikanan di Indonesia maka pihak asing dapat
bermitra dengan produsen lokal melalui prosedur investasi perikanan tangkap terpadu untuk
mengembangkan industri pengolahan.
Provinsi Sumatera Barat, Sulawesi Utara, Maluku dan Papua memiliki potensi besar
untuk pengembangan industri tuna. Untuk mempromosikan potensi tersebut dilaksanakan
program promosi melalui temu bi di provinsi tersebut snis dan seminar sebagai salah satu
langkah untuk memberikan informasi peluang usaha dan investasi tuna kepada calon investor
serta dukungan Pemda untuk pengembangan industrinya .
43