Anda di halaman 1dari 35

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perilaku Kesehatan


2.1.1. Pengertian Perilaku Kesehatan

Di dalam Budiharto (2010) perilaku kesehatan adalah respons seseorang

terhadap stimulus yang berhubungan dengan konsep sehat, sakit, dan penyakit.

Bentuk operasional perilaku kesehatan dapat dikelompokkan menjadi tiga wujud,

yaitu:

1. Perilaku dalam wujud pengetahuan yakni dengan mengetahui situasi atau

ransangan dari luar yang berupa konsep sehat, sakit, dan penyakit.

2. Perilaku dalam wujud sikap yakni tanggapan batin terhadap ransangan dari luar

yang dipengaruhi faktor lingkungan: fisik (kondisi alam), biologis (berkaitan

dengan makhluk hidup), lingkungan sosial (masyarakat sekitarnya).

3. Perilaku dalam wujud tindakan yakni berupa perbuatan terhadap situasi atau

ransangan luar.

Di dalam Budiharto (2010) ada beberapa ahli mengatakan bahwa

perilaku kesehatan merupakan fungsi dari:

1. Niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau

pemeliharaan kesehatan (Behavior intention).

2. Dukungan sosial dari masyarakat sekitar (Social support)

3. Ada atau tidaknya informasi kesehatan atau fasilitas kesehatan (Accessibility of

information).

4. Situasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak (Action

situation).

10

Universitas Sumatera Utara


11

Menurut Budiharto (2010) perilaku kesehatan gigi juga meliputi

pengetahuan, sikap, dan tindakan yang berkaitan dengan konsep sehat dan sakit

serta upaya pencegahan. Dalam konsep yang dimaksud dengan kesehatan gigi

adalah gigi dan semua jaringan yang ada di dalam mulut termasuk gusi.

2.2. Pengetahuan
2.2.1 Pengertian Pengetahuan

Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2012) pengetahuan merupakan hasil

dari tahu dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek

tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.

Menurut Jane Chumbley dan clare Walters (2003) pengetahuan

kesehatan gigi adalah bahwa seseorang memperoleh pengetahuan melalui

penginderaan terhadap objek tertentu. Pengetahuan diperoleh sebagai akibat

stimulus yang ditangkap panca indra. Pengetahuan bisa diperoleh secara alami

maupun secara terencana yaitu melalui proses pendidikan. Pengetahuan

merupakan ranah yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan.

2.2.2 Proses Adopsi Perilaku Pada Pengetahuan

Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada

perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1974)

mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku

baru), didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni:

1. Awareness (kesadaran), orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui

stimulus (objek) terlebih dahulu.

2. Interest, yakni orang mulai tartarik kepada objek.

Universitas Sumatera Utara


12

3. Evaluation (menimbang-nimbang baik tidaknya objek tersebut bagi dirinya).

4. Trial, yakni orang sudah mulai mencoba perilaku baru.

5. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran,

dan sikap terhadap objek.

Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses

didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku

tersebut akan bersifat langgeng. Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh

pengetauan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama.

2.2.3 Tingkat Pengetahuan di Dalam Ranah Kognitif

Di dalam Chumbley, J dan Walters, C (2003) pengetahuan merupakan

ranah kognitif yang mempunyai enam tingkatan terhadap kesehatan gigi yaitu:

1. Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah, misalnya mengingat

kembali suatu objek atau rangsangan tertentu. Contohnya, gigi putih bersih

berkat iklan pasta gigi tertentu. Akibat iklan ini seseorang tertarik dan menjadi

tahu bahwa untuk memperoleh gigi bersih seperti yang terdapat dalam iklan

diperlukan pasta gigi.

2. Memahami adalah kemampuan untuk menjelaskan secara benar objek yang

diketahui.

3. Aplikasi yaitu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari

pada situasi atau kondisi sebenarnya. Contohnya, memilih sikat gigi yang benar

untuk menggosok gigi dari sejumlah model sikat gigi yang ada, setelah diberi

penjelasan dengan contoh.

Universitas Sumatera Utara


13

4. Analisis yaitu kemampuan untuk menjabarkan suatu materi atau objek ke

dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi

tersebut.

5. Sintesis yaitu kemampuan untuk menggabungkan bagian-bagian tertentu ke

bentuk yang baru. Contohnya, menggosok gigi yang tepat waktu, serta

mengambil tindakan yang tepat bila ada kelainan gigi untuk usaha mencegah

penyakit gigi.

6. Evaluasi, yaitu kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek

tertentu.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang antara lain:

1. Pendidikan

Pendidikan merupakan bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada

orang lain agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin

tinggi pendidikan seseorang makin mudah pula bagi mereka untuk menerima

informasi dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang mereka

miliki.

2. Pekerjaan

Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh

pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung.

3. Umur

Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek

fisik dan psikologis (mental), dimana pada aspek psikologis ini, taraf berpikir

seseorang semakin matang dan dewasa.

Universitas Sumatera Utara


14

4. Minat

Minat diartikan sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi

terhadap sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba menekuni suatu

hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang mendalam.

5. Pengalaman

Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami oleh individu baik

dari dalam dirinya ataupun dari lingkungannya. Pada dasarnya pengalaman

mungkin saja menyenangkan atau tidak menyenangkan dan dijadikan sebagai

pengetahuan bagi individu.

6. Informasi

Kemudahan seseorang untuk memperoleh informasi dapat membantu

mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru (wahid

dkk,2007)

2.3. Sikap dan Tindakan tentang Kesehatan Gigi


2.3.1. Sikap tentang Kesehatan Gigi

Sikap adalah suatu reaksi atau respon seseorang terhadap suatu stimulus

atau objek. Dalam kehidupan sehari-hari sikap memiliki arti sebagai reaksi yang

bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap tidak merupakan suatu tindakan

atau aktivitas melainkan merupakan predisposisi tindakan atau perilaku.

Di dalam Budiharto (2010) sikap adalah suasana batin atau hasil dari

proses sosialisasi yaitu reaksi seseorang terhadap rangsangan yang diterima

berupa objek kesehatan gigi yaitu tentang gigi dan gusi sehat dan sakit serta upaya

pemeliharaan.

Universitas Sumatera Utara


15

Menurut Pintauli (2008) kesehatan gigi sangat penting, maka sikap

kemandirian masyarakat perlu didorong terus-menerus melalui berbagai upaya

dan kegiatan untuk meningkatkan kesehatan yang berkesinambungan. Upaya itu

tidak saja oleh pihak organisasi profesi tetapi akan lebih baik jika melibatkan

pihak-pihak lain yang mempunyai kompetensi dan kepentingan yang sama untuk

meningkatkan upaya peningkatan dan pencegahan sehingga pada akhirnya dapat

tercapai derajat kesehatan gigi dan mulut yang optimal.

Sikap mengenai kesehatan gigi terdiri dari tiga komponen pokok yaitu :

1) Kepercayaan atau keyakinan terhadap suatu objek.

Misalnya seorang ibu berkeyakinan bahwa radang gusi pada anak dapat

dicegah dengan menggosok gigi anak secara teratur, maka ibu akan berusaha

keras untuk menggosok gigi anaknya dengan teratur.

2) Kehidupan emosional atau evaluasi emosional.

Misalnya pengalaman bahwa gigi berlubang walau sudah ditambal dokter

gigi masih juga sakit, tetapi setelah dicabut tidak lagi ada keluhan, membuat

seseorang menolak menambal gigi tetapi meminta langsung dicabut jika ada

gigi yang berlubang.

3) Kecenderungan untuk bertindak.

Misalnya seorang ibu tahu jika gusi berdarah disebabkan oleh kekurangan

vitamin C maka ibu akan memberi vitamin C pada keluarga sehingga terpenuhi

kebutuhan vitamin C keluarga.

Universitas Sumatera Utara


16

Sikap tentang kesehatan gigi dibagi menjadi empat tingkatan yaitu:

1. Menerima

Artinya seseorang (subjek) mau memperhatikan stimulus yang diberikan

(objek). Misalnya, para ibu diminta agar memperhatikan cara mengajari anak

menggosok gigi yang benar sehingga para ibu dapat menerimanya.

2. Merespon

Suatu indikasi sikap pada tingkat kedua, yaitu kemampuan untuk

memberikan jawaban (baik jawaban benar maupun salah) bila ditanya,

dikerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan. Misalnya, seorang ibu

yang telah diberi pendidikan mengenai cara menggosok gigi anak, dan sewaktu

ditanya ibu tersebut akan berusaha menjawab bagaimana mengajari cara

menggosok gigi anak dengan benar.

3. Menghargai

Suatu indikasi sikap pada tingkat ketiga yaitu kemampuan untuk mengajak

orang lain mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah. Misalnya,

mengajak orang lain berdiskusi tentang gusi berdarah, sebab dan akibatnya,

serta upaya pencegahannya.

4. Bertanggung jawab

Suatu indikasi sikap pada tingkat keempat yaitu, kemampuan untuk

bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilih dengan segala

konsekuensinya. Misalnya, memilih berobat ke dokter gigi dengan konsekuensi

mengeluarkan biaya yang tidak sedikit bila dibanding berobat ke Puskesmas

(Notoatmodjo, 2007).

Universitas Sumatera Utara


17

2.3.2. Tindakan tentang Kesehatan Gigi

Menurut Budiharto (2010) sikap dapat menjadi suatu tindakan yang nyata

yaitu diperlukan faktor pendukung atau kondisi yang memungkinkan antara lain,

adanya saran dan prasarana atau fasilitas.

Tindakan kesehatan gigi mempunyai empat tingkatan, yaitu:

1. Persepsi

Merupakan tindakan tingkat pertama yaitu memilih dan mengenal objek

sehubungan dengan tindakan yang akan diambil. Contohnya, mengambil sikat

gigi yang benar dari bermacam-macam sikat gigi yang disajikan dengan

berbagai bentuk dan kekerasan bulu sikat (bulu sikat yang lunak, sedang,

keras) untuk menggosok gigi.

2. Respons terpimpin

Jika seseorang mampu melakukan sesuatu sesuai urutan yang benar dan

sesuai dengan contoh yang diberikan. Contohnya, mendidik cara menggosok

gigi untuk anak berumur dibawah lima tahun dengan posisi ibu di belakang

anaknya, dan anak serta ibu menghadap cermin agar anak dapat melihat.

Selanjutnya ibu melakukan gerakan menggosok gigi dan anak dapat

mencontohnya.

3. Mekanisme

Seseorang mampu melakukan sesuatu dengan benar secara teratur atau

sudah merupakan kebiasaan. Contohnya, anak umur lima tahun sudah mampu

menggosok gigi dengan benar secara teratur yaitu pagi hari sesudah makan dan

malam hari sebelum tidur.

Universitas Sumatera Utara


18

4. Adaptasi

suatu tindakan yang sudah berkembang dengan baik, artinya tindakannya

sudah dimodifikasi sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakan yang

dimaksudkan. Contohnya, anak yang masih dibawah lima tahun dan

mempunyai kebiasaan minum susu dalam botol maka ibu dapat mengurangi

jumlah gula dalam susu dan setelah memberi minum, ibu segera membersihkan

gigi anak dengan kain bersih yang dibasahi, sebab akan sangat sulit untuk

langsung menggosok gigi anak.

2.4. Proses Perubahan Tingkah Laku dalam Kesehatan Gigi

Mengubah tingkah laku individu atau masyarakat sangat diperlukan

pengetahuan dan keterampilan karena untuk mengubah tingkah laku individu atau

masyarakat akan melibatkan proses perubahan mental. Menurut paham Roger

yang dikutip dari Notoatmodjo (2007) seseorang akan memiliki tingkah laku yang

baru dengan melalui beberapa tahap sebagai berikut:

1. Tingkat kesadaran

Pada tahap ini seseorang terlebih dahulu mengetahui adanya masalah

kesehatan dan menyadari akan adanya satu tindakan yang baru, misalnya

seseorang sadar bahwa gigi yang berlubang dapat dirawat di poli gigi dengan

cara penambalan.

2. Tingkat perhatian

Pada tingkat ini seseorang memperhatikan tindakan yang akan dilakukan

tersebut dan memiliki keinginan untuk mengetahui keuntungan dari tindakan

yang akan dilakukan serta kerugian jika tidak dilakukan tindakan pada dirinya.

Universitas Sumatera Utara


19

3. Tingkat evaluasi

Dalam tingkat ini seseorang memerlukan dukungan dari orang lain yang

lebih berpengalaman serta contoh nyata dengan pergi ke poli gigi.

4. Tingkat percobaan

Pada tingkat percobaan seseorang akan mencobanya setelah mengetahui

keuntungan, kerugian jika tidak segera dilakukan tindakan serta dukungan dari

oarang yang berpengalaman.

5. Tingkat adopsi

Bila seseorang memiliki pengalaman yang menyenangkan pada tingkat

percobaan maka pembinaan teratur sangat diperlukan agar semakin

memperkuat keyakinan. Misalnya seseorang mau mengikuti tingkah laku yang

baru dengan tidak ragu-ragu datang ke poli gigi bila ada masalah yang

dirasakan pada gigi dan mulut.

2.5. Kesehatan Gigi dan Mulut

Menurut Herijulianti, E. (2002) kesehatan gigi dan mulut adalah salah

satu aspek dari kesehatan secara keseluruhan, dimana status kesehatan gigi

merupakan hasil dari interaksi antara kondisi fisik, mental dan sosial.

Aspek-aspek yang mempengaruhi kualitas kesehatan gigi dan mulut yaitu:

1. Aspek fisik merupakan aspek kesehatan yang mempengaruhi kualitas gigi dan

mulut yang disebabkan oleh keadaan yang terdapat didalam mulut.

2. Aspek mental merupakan aspek yang disebabkan karena sikap kepercayaan

dan keyakinan sehingga mempengaruhi tingkah laku seseorang.

Universitas Sumatera Utara


20

3. Aspek sosial merupakan aspek yang mempengaruhi kualitas kesehatan gigi dan

mulut, biasanya disebabkan oleh pengaruh sosial ekonomi yang kurang

sehingga keadaan ini mempengaruhi tingkah laku seseorang.

Untuk memperbaiki mutu kesehatan gigi dan mulut harus dilaksanakan

pemeliharaan secara menyeluruh yang mencakup aspek mental, fisik dan sosial

yaitu dengan upaya peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit

(preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan

(rehabilitatif).

Salah satu usaha untuk mencegah dan menanggulangi masalah kesehatan

gigi adalah melalui pendekatan pendidikan kesehatan gigi. Pendidikan kesehatan

gigi yang disampaikan kepada seseorang atau masyarakat diharapkan mampu

merubah perilaku kesehatan gigi seseorang atau masyarakat.

Menurut Kegeles dalam Herijulianti, E. (2002) ada empat faktor utama

agar seseorang mau melakukan pemeliharaan kesehatan gigi, yaitu:

1. Merasa mudah terserang penyakit gigi.

2. Percaya bahwa penyakit gigi dapat dicegah

3. Pandangan bahwa penyakit gigi dapat berakibat fatal jika tidak segera diobati

4. Mampu menjangkau dan memanfaatkan fasilitas kesehatan.

Menurut Levell and Clark tingkat pencagahan agar kesehatan gigi dapat

diatasi terdiri dari:

1. Pencegahan primer adalah pencegahan sebelum gejala klinik timbul

(prepathogenesa) yaitu:

- Peningkatan kesehatan

Universitas Sumatera Utara


21

- Perlindungan khusus

2. Pencegahan sekunder adalah pencegahan sesudah timbulnya penyakit

(pathogenesa) yaitu:

- Diagnosa dini untuk mendapatkan pengobatan yang tepat

- Membatasi ketidakmampuan/cacat

3. Pencegahan tertier yaitu dengan melakukan rehabilitasi.

2.6. Teori tentang Penggunaan Pelayanan Kesehatan

Menurut levey dan loombo yang dijabrkan oleh Azwar A (2006),

menyatakan bahwa pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang

diselenggarakan secara sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi

untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan

penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok ataupun

masyarakat.

Dalam mencapai kesejahteraan dan pemeliharaan penyembuhan penyakit

sangat diperlukan pelayanan kesehatan yang bermutu dimana tanpa adanya

pelayanan kesehatan yang bermtu dan menyeluruh di wilayah Indonesia maka

tidak akan tercapai derajat kesehatan yang optimal.

2.6.1. Syarat Pokok Pelayanan Kesehatan

Menurut Azwar (1999) menjelaskan suatu pelayanan kesehatan harus

memiliki berbagai persyaratan pokok, yaitu persyaratan pokok yang memberi

pengaruh kepada masyarakat dalam menentukan pilihannya terhadap penggunaan

jasa pelayanan kesehatan.

Universitas Sumatera Utara


22

Dalam hal ini pelayanan puskesmas harus memiliki akses pelayanan yang

baik, antara lan :

1. Ketersediaan dan kesinambungan pelayanan

Pelayanan yang baik adalah pelayanan kesehatan yang tersedia di

masyarakat (acceptable) serta berkesinambungan (sustainable). Artinya

semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat ditemukan

serta keberadaannya dalam masyarakat adalah ada pada tiap saat dibutuhkan.

2. Kewajaran dan penerimaan masyarakat

Pelayanan kesehatan yang baik adalah bersifat wajar (appropriate) dan

dapat diterima oleh masyarakat. Artinya pelayanan kesehatan tersebut dapat

mengatasi maalah kesehatan yang dihadapi, tidak bertentanan dengan adat

istiadat, kebudayaan, keyakinan dan kepercayaan masyarakat serta bersifat

yang wajar dilakukan demi penyembuhan.

3. Mudah dicapai oleh masyarakat (Jarak)

Pengertian dicapai yang dimaksud disini adalah terutama letak sudut

lokasi mudah dijangkau oleh masyarakat, sehingga distribusi sarana

kesehatan menjadi sangat penting dan jangkauan fasilitas pembantu untuk

menentukan permintaan yang efektif. Bila fasilitas mudah dijangkau dengan

menggunakan alat transfortasi yang tersedia maka fasilitas ini akan banyak

digunakan, tingkat penggunaan dimasa lalu dan kecenderungan merupakan

indikator terbaik untuk perubahan jangka panjang dan pendek dari permintaan

pada masa yang akan datang.

Universitas Sumatera Utara


23

4. Terjangkau (Biaya)

Pelayanan kesehatan yang baik adalah pelayanan yang terjangkau

(affordable) oleh masyarakat, dimana diupayanan biaya pelayanan tersebut

sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat. Pelayanan kesehatan yang

mahal hanya mungkin dinikmati oleh sebagian masyarakat saja.

5. Mutu (Kualitas)

Mutu (kualitas) yaitu menunjukkan tingkat kesempurnaan pelayanan

kesehatan yang diselenggarakan dan menunjukkan kesembuhan penyakit

serta keamanan tindakan yang dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan

yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

2.6.2. Aspek Sosial Budaya Dalam Pencarian Pelayanan Kesehatan

Masyarakat Indonesia terdiri dari banyak suku Bangsa yang mempunyai

latarbelakang budaya yang beraneka ragam. Lingkungan budaya tersebut sangat

mempengaruhi tingkah laku manusia yang memiliki budaya tersebut, sehingga

dengan beraneka ragam budaya, menimbulkan variasi dalam perilaku manusia

disegala hal, termasuk dalam perilaku kesehatan (Kresno, Sudarti dkk 2001).

Menurut Sarafino (2002) yang dikutip oleh Addlinsyah (2012) walaupun

jaminan kesehatan dapat membantu banyak orang yang berpenghasilan rendah

dalam memperoleh perawatan kesehatan yang mereka butuhkan, akan tetapi ada

alasan lain disamping biaya perawatan kesehatan yaitu adanya celah diantara

kelas sosial dan budaya dalam penggunaan pelayanan kesehatan. Seseorang yang

berasal dari kelas sosial menengah ke bawah merasa diri mereka lebih rentan

untuk terkena penyakit dibandingkan dengan mereka yang berasal dari kelas atas.

Universitas Sumatera Utara


24

Sebagai hasilnya, mereka yang berpenghasilan rendah lebih tidak mungkin untuk

mencari pencegahan penyakit.

Dinegara seperti Indonesia ada satu tahap yang dilewati banyak penderita

sebelum mereka datang ke petugas kesehatan, yaitu pergi berobat ke dukun atau

ahli-ahli pengobatan tradisional lainnya dengan demikian akan semakin parah

keadaan penderita jika meminta pertolongan dokter (petugas kesehatan). Bahkan

di Mesir dikalangan orang yang tradisional dan kurang terpelajar, rumah sakit

pernah dikenal sebagai “rumah mati” karena menurut pengamatan mereka, siapa

yang masuk kerumah sakit biasanya akan keluar sebagai mayat (Sarwono 2004).

Pandangan masyarakat terhadap konsep sehat sakit sangat berbeda beda,

ole sebab itu petugas kesehatan perlu menyelidiki pandangan mereka tentang

sehat sakit dan berusaha mengubah pandangan tersebut agar mendekati konsep

yang lebih obyektif, dengan cara ni maka penggunaan sarana kesehatan

diharapkan dapat lebih ditinggkatkan.

2.6.3. Faktor Yang Mempengaruhi Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah penggunaan fasilitas pelayanan

yang disediakan baik dalam bentuk rawat jalan, rawat inap, kunjungan rumah oleh

petugas kesehatan ataupun bentuk kegiatan lain dari pemanfaatan pelayanan

tersebut yang didasarkan pada ketersediaan dan kesinambungan pelayanan,

penerimaan masyarakat dan kewajaran, mudah dicapai oleh masyaraka,

terjangkau serta bermutu (Azwar 2006).

Universitas Sumatera Utara


25

Menurut WHO (1984) yang dikutip Ningsih Vera (2013) menyebutkan

bahwa faktor perilaku yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatsan

adalah :

1. Pemikiran dan Perasaan (Thoughts and Feeling)

Berupa pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan dan penilaian-

penilaian seseorang terhadap obyek (dalam hal ini obyek kesehatan).

2. Orang Penting sebagai Referensi (Personal Referensi)

Seseorang lebih banyak dipengaruhi oleh seseorang yang dianggap

penting atau berpengaruh besar terhadap dorongan penggunaan pelayana

kesehatan

3. Sumber-Sumber Daya

Mencakup fasilitas, uang, waktu, tenaga, jarak, dan sebagainya. Sumber-

sumber daya juga berpengaruh terhadap perilaku seseorang atau kelompok

masyarakat dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan. Pengaruh tersebut

dapat bersifat positif dan negatif.

4. Kebudayaan

Berupa norma-norma yang ada di masyarakat dalam kaitannya dengan

konsep sehat sakit.

Menurut Barus Kaiser (2003) yang mengutip pendapat Buchori, ada beberapa

faktor yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan antara lain:

1. Faktor sistem pelayanan kesehatan

Tersedianya akses pelayanan yang baik, saranan dan fasilitas medis,

teraturnya pelayanan dan hubungan antara tenaga kesehatan dengan penderita.

Universitas Sumatera Utara


26

2. Faktor dari konsumen yang menggunakan pelayanan kesehatan

Meliputi status sosial ekonomi yaitu pengetahuan, pendidikan, pekerjaan

dan pendapatan

2.7. Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut Puskesmas


2.7.1 Pengertian Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut Puskesmas

Pelayanan kesehatan gigi dan mulut adalah suatu bentuk pelayanan yang

profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang

ditujukan kepada masyarakat, keluarga maupun perorangan baik yang sakit

maupun yang sehat meliputi: peningkatan kesehatan gigi dan mulut, pencegahan

penyakit gigi, dan penyembuhan terbatas (Budiharto 2010).

Menurut Horowitz dalam Budiarto (2010) mengatakan bahwa tindakan

kesehatan harus dilakukan dengan cara hati-hati terhadap program pelayanan

kesehatan gigi, termasuk program pengkontrolan plak gigi yang dianggap sebagai

keharusan untuk pelayanan kesehatan mulut.

Menurut Leavel and Clark dimensi tingkat pelayanan kesehatan gigi,

dapat dilakukan berdasarkan lima tingkatan pencegahan (five levels of prevention)

yaitu:

1. Promosi kesehatan (Health promotion)

Promosi kesehatan tidak hanya mengkaitkn diri pada peningkatan

pengetahuan, sikap dan praktik kesehatan tetapi juga meningkatkan atau

mmperbaiki lingkungan dalm rangka memelihara dan meningkatkan kesehatan

seseorang.

Universitas Sumatera Utara


27

Pada tingkat ini (tinkat promosi kesehatan) bagi kesehatan gigi digunakan

untuk meningkatkan derajat kesehatan gigi, misalnya dengan memilih makanan

yang menyehatkan gigi, mengatur pola makanan yang mengandung gula.

2. Perlindungan khusus (Specific protection)

Meliputi pembersihan karang gigi, menyikat gigi segera setelah makan,

topikal aplikasi, flouridasi air minum dan sebagainya. Pada tingkat ini

diperlukan agar masyarakat menjadi sadar untuk memelihara kesehatan gigi.

3. Diagnosa dini dan pengobatan segera (Eary diagnosis and prompt treatment)

Meliputi pemeriksaan gigi dengan sinar-X secara berkala, panambalan gigi

yang baru terkena karies, penambalan fissure yang terlalu dalam dan

sebagainya.

4. Pembatasan cacat (Disability limitation)

Pembatasan cacat merupakan tindakan pengobatan penyakit yang parah,

misalnya pulpa capping, pengobatan urat saraf, pencabutan gigi. Pada tingkat

ini sangat diperlukan karena pasien sering tidak mengobati penyakitnya secara

tuntas. Contoh pada perawatan urat saraf yang memerlukan beberapa kali

kunjungan atau pasien yang ingin segera mencabut gigi walaupun sebenarnya

masih dapat dilakukan tambalan.

5. Rehabilitasi

Rehabilitasi merupakan upaya pemulihan atau pengembalian fungsi dan

bentuk sesuai dengan aslinya, misalnya pembuatan gigi tiruan.

Universitas Sumatera Utara


28

2.7.2 Tujuan Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut Puskesmas

Menurut Herijulianti E (2002), pelayanan kesehatan gigi Puskesmas

mempunyai tiga tujuan yaitu:

1. Meningkatkan kesadaran, sikap dan perilaku masyarakat dalam kemampuan

pelihara diri di bidang kesehatan gigi dan mulut serta mampu mencapai

pengobatan sedini mungkin dengan cara memberikan pengertian kepada

masyarakat tentang pentingnya pemeliharan kesehatan gigi dan mulut.

2. Menurunkan prevalensi penyakit gigi dan mulut yang banyak diderita

masyarakat (karies dan penyakit periodontal) dengan upaya perlindungan

khusus seperti penambalan dan perawatan saluran akar.

3. Terhindarnya dan berkurangnya gangguan fungsi kunyah akibat kerusakan

gigi.

2.7.3 Model Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut Puskesmas

Berdasarkan sarana dan biaya operasional serta kondisi sosial ekonomi

yang tidak memadai maka model pengembangan pelayanan kesehatan di

Puskesmas menggunakan model pelayanan berlapis (level of care) sesuai dengan

sumber daya yang ada. Tujuan pelayanan berlapis adalah untuk memberikan

pelayanan yang menyeluruh dengan sumber daya ada di masyarakat dan institusi

pelayanan kesehatan (Herijulianti dkk, 2002).

Model pelayanan berlapis (level of care)di Puskesmas antara lain:

1. Pelayanan pada lapis pertama adalah Basic Emergency Care, yaitu pelayanan

darurat dasar yang harus dapat melayani siapa saja dan di mana saja. Bentuk

Universitas Sumatera Utara


29

pelayanan yang diberikan petugas atau kader kesehatan adalah upaya

menghilangkan/mengurangi rasa sakit gigi.

2. Pelayanan lapis kedua adalah Preventif Care, yaitu pelayanan yang bersifat

pencegahan:

a. Pelayanan pencegahan kepada komunitas secara keseluruhan melalui:

fluoridasi air minum, pemasaran pasta gigi berfluor, dan kampanye

kesehatan gigi melalui media massa untuk memperbaiki kesadaran

pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat.

b. Pelayanan pencegahan kepada kelompok, antara lain: promosi kesehatan

gigi dan mulut melalui program pendidikan pada kelompok tertentu,

program pemberian tablet flour, program kumur-kumur dengan flour dan

gerakan sikat gigi masal serta pemberian flouridasi secara topikal, fissure

sealent, pembuangan karang gigi.

c. Pelayanan pencegahan kepada perorangan. Dilakukan melalui: pemeriksaan

gigi dan mulut, aplikasi fluorida secara topikal, fissure sealent, pembuangan

karang gigi, serta deteksi dini dan penumpatan dengan ART, memberikan

nasehat dan memberikan petunjuk mengenai oral hygiene, konsumsi

fluorida, perilaku yang membahayakan kesehatan gigi.

3. Pelayanan lapis ketiga adalah Self Care, yaitu pelayanan pelihara diri yang

dapat dilakukan perorangan meliputi: pelaksanaan hygiene mulut, kebiasaan

dalam mengkonsumsi makanan yang tepat, menghindari kebiasaan-kebiasaan

yang tidak baik untuk kesehatan gigi dan mulut, mengunakan fluor sesuai

Universitas Sumatera Utara


30

dengan yang dianjurkan, mencari pengobatan yang tepat sedini mungkin dan

mematuhi nasehat-nasehat dari tenaga kesehatan.

4. Pelayanan lapisan empat adalah Simple Care yaitu suatu pelayanan profesional

sederhana atau pelayanan medik dasar umum meliputi: pembuangan karang

gigi. Pencabutan gigi, penambalan dan rujukan untuk pelayanan lainnya.

5. Pelayanan lapis kelima adalah Moderate Care, yaitu suatu pelayanan medik

dasar khusus tingkat spesialistik kedokteran gigi seperti protesa, pengobatan

endodontik untuk berakar satu, terapi untuk penyakit periodontal yang lanjut,

rujukan kepada spesialis bila perlu. Pelayanan moderate Care hanya dapat

dilakukan pada tingkat rumah sakit kelas D dan C oleh tenaga dokter gigi yang

telah mendapat pendidikan tambahan.

6. Pelayanan lapis ke enam adalah Complek Care, yaitu suatu pelayanan

profesional oleh tenaga spesialis seperti perawatan trauma muka dan rahang,

ekstraksi dengan komplikasi, penyakit periodontal yang komplek, dan lain-lain.

2.7.4 Program pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut


Puskesmas

Program pelaksanaan pelayanan kesehatan gigi dan mulut di puskesmas

antara lain:

1. Pelayanan kesehatan di dalam gedung

Berupa poklinik gigi (pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut, promotif,

prefentif, kuratif).

2. Pelayanan kesehatan di luar gedung

- Usaha Kesehaan Gigi Sekolah (UKGS) : penjaringan tingkat SD

Universitas Sumatera Utara


31

- Posyandu plus pelayanan gigi, penyuluhan dan pelayanan kesehatan gigi

dan mulut untuk balita

- Integritas : Puskesmas keliling, Puskesmas Pembantu Bakti Sosial

2.7.5 Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut

Menurut Budiarto (2010) Salah satu penyelenggaraan pelayanan

kesehatan gigi dan mulut dapat dilaksanakan di Puskesmas. Penyelenggaraan

pelayanan kesehatan gigi di Puskesmas merupakan upaya kesehatan yang

diselenggarakan secara menyeluruh, terpadu, merata dan meliputi upaya

peningkatan, pencegahan, penyembuhan dan pemulihan, yang ditujukan pada

semua golongan umur maupun jenis kelamin. Kegiatan ini dapat dilaksanakan di

dalam gedung Puskesmas dan diluar gedung Puskesmas (UKGS dan UKGM).

Penyelenggaraan pelaksanaan pelayanan kesehatan gigi dan mulut di

Puskesmas dilakukan dalam bentuk kegiatan sebagai berikut:

1. Pembinaan/pengembangan kemampuan dan peran serta masyarakat dalam

upaya pelihara diri (self care) melalui UKGM (Usaha Kesehatan Gigi

Masyarakat). Upaya Kesehatan Gigi Masyarakat (UKGM) adalah suatu

pendekatan edukatif yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan

peran serta masyarakat dalam pemeliharaan kesehatan gigi, dengan melakukan

upaya promotif, preventif kesehatan gigi pada berbagai upaya kesehatan yang

bersumber daya masyarakat dan berlandaskan pendekatan primary health care

(posyandu, bina keluarga balita, polindes, taman kanak-kanak dan sebagainya).

2. Pelayanan asuhan pada anak sekolah melalui UKGS (Usaha Kesehatan Gigi

Sekolah). Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) merupakan bagian integral

Universitas Sumatera Utara


32

dari Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) yang melaksanakan pelayanan kesehatan

gigi dan mulut secara terencana pada siswa terutama siswa Sekolah Tingkat

Dasar (STD) dalam kurun waktu tertentu. UKGS adalah pendidikan kesehatan

gigi dan mulut yang terpadu, secara lintas program dan lintas sektor yang

ditujukan untuk masyarakat sekolah dalam rangka meningkatkan derajat

kesehatan serta membentuk perilaku hidup sehat terutama kesehatan gigi dan

mulut.

Menurut Depkes RI 2010, program UKGS di puskesmas dilaksanakan

dalam bentuk tim. Adapun kegiatan tim melibatkan dokter gigi, perawat gigi dan

petugas UKGS. Cakupan pelaksanaan program UKGS dalam ketentuan Depkes

RI 2010, dijelaskan bahwa:

- Frekuensi pembinaan petugas kesehatan UKGS ke SD minimal 2 kali per

tahun

- Minimal 75% murid SD mendapatkan pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut

- Minimal 805 murid SD mendapat perawatan medis gigi dasar dari seluruh

murid SD yang telah terjaring untuk mendapat perawatan lanjutan.

Tujuan UKGS yaitu:

 Memberi pengertian kepada siswa tentang pentingnya memelihara kesehatan

gigi dan mulut melalui penyuluhan

 Menginformasikan kepada siswa tentang kelainan gigi, penyebab penyakit

gigi dan mulut dan cara pencegahannya.

 Memberikan pelayanan kesehatan gigi bagi siswa yang memiliki

permasalahan gigi dan mlut

Universitas Sumatera Utara


33

 Memberikan rujukan dan perawatan selanjutnya untuk gigi yang tidak dapat

ditindak lanjuti saat itu.

3. Pelayanan medik gigi dasar dilaksanakan terhadap masyarakat baik yang

datang mencari pengobatan maupun yang dirujuk oleh BPG (Balai Pengobatan

Gigi).

2.8. Puskesmas dan Poli Gigi


2.8.1. Puskesmas

Puskesmas merupakan unit pelaksanaan teknis Dinas Kesehatan Kota

atau Kabupaten yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan

kesehatan di suatu wilayah kerja. Pembangunan kesehatan adalah

penyelenggaraan upaya kesehatan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan

kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan

masyarakat yang optimal (Depkes RI 2010).

Puskesmas adalah suatu kesatuan organisasi fungsional yang

menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata,

dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat dengan peran serta aktif

masyarakat dan menggunakan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi tepat guna, dengan biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan

masyarakat luas guna mencapai derajat kesehatan yang optimal tanpa

mengabaikan mutu pelayanan kepada perorangan (Depkes, 2010).

Secara nasional standar wilayah kerja Puskesmas adalah satu kecamatan

tetapi apabila di satu kecamatan terdapat lebih dari satu Puskesmas, maka

tanggung jawab wilayah kerja dibagi antar Puskesmas dengan memperhatikan

keutuhan konsep wilayah (desa, kelurahan atau RW). Masing-masing Puskesmas

Universitas Sumatera Utara


34

tersebut secara operasional bertanggung jawab langsung kepada Dinas Kesehatan

Kota atau Kabupaten (Depkes RI, 2010).

1. Visi Puskesmas

Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas adalah

tercapainya Kecamatan Sehat menuju terwujudnya Indonesia Sehat. Kecamatan

Sehat adalah gambaran masyarakat kecamatan masa depan yang ingin dicapai

melalui pembangunan kesehatan, yakni masyarakat yang hidup dalam lingkungan

dengan perilaku sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan

kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan

yang setinggi-tingginya. Indikator Kecamatan sehat yang ingin dicapai mencakup

empat indikator utama yakni:

a. Lingkungan sehat

b. Perilaku sehat

c. Cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu

d. Derajat kesehatan penduduk kecamatan

2. Misi Puskesmas

Misi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas adalah

mendukung tercapainya misi pembangunan kesehatan nasional. Misi tersebut

adalah:

a. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerja

Puskesmas.

b. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di wilayah

kerja Puskesmas.

Universitas Sumatera Utara


35

c. Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan, dan keterjangkauan

pelayanan kesehatan yang diselenggarakan.

d. Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga, dan

masyarakat beserta lingkungannya.

3. Tujuan Puskesmas

Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas adalah

mendukung tercapaianya tujuan pembangunan kesehatan nasional yaitu

meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang

yang bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas agar terwujud derajat

kesehatan yang setinggi-tingginya.

4. Fungsi Puskesmas

Ada tiga fungsi pokok Puskesmas, yaitu:

a. Sebagai pusat pembangunan kesehatan masyarakat di wilayah kerja

Puskesmas.

b. Membina peran serta masyarakat di wilayah kerja Puskesmas dalam rangka

meningkatkan kemampuan untuk hidup sehat.

c. Memberi pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada

masyarakat di wilayah kerja Puskesmas.

5. Upaya atau program Puskesmas.

Untuk tercapainya visi pembangunan kesehatan puskesmas, puskesmas

bertanggung jawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya

kesehatan masyarakat yang keduanya jika ditinjau dari Sistem Kesehatan Nasional

merupakan pelayanan kesehatan tingkat pertama.

Universitas Sumatera Utara


36

Upaya kesehatan tersebut dikelompokkan menjadi dua yakni:

a. Upaya kesehatan wajib

Merupakan upaya yang ditetapkan berdasarkan komitmen nasional, regional

dan global serta mempunyai peranan penting untuk peningkatan derajat kesehatan

masyarakat. Upaya kesehatan ini harus wajib diselenggarakan oleh puskesmas

yang ada diwilayah Indonesia. Upaya kesehatan wajib tersebut adalah:

1. Upaya promosi kesehatan

2. Upaya kesehatan lingkungan

3. Upaya kesehatan ibu dan anak serta Keluarga Berencana

4. Upaya perbaikan gizi masyarakat

5. Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular

6. Upaya pengobatan

b. Upaya kesehatan pengembangan

Upaya kesehatan pembangunan Puskesmas adalah upaya yang ditetapkan

berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan di masyarakat serta

disesuaikan dengan kemampuan Puskesmas. Upaya kesehatan pengembangan

dipilih dari daftar upaya kesehatan pokok Puskesmas yang telah ada yakni:

1. Upaya kesehatan sekolah

2. Upaya kesehatan olah raga

3. Upaya perawatan kesehatan masyarakat

4. Upaya kesehatan kerja

5. Upaya kesehatan gigi dan mulut

6. Upaya kesehatan jiwa

Universitas Sumatera Utara


37

7. Upaya kesehatan mata

8. Upaya kesehatan usia lanjut

9. Upaya pembinaan pengobatan tradisional

Salah satu program terpadu di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)

adalah pendidikan kesehatan gigi yang ditujukan kepada individu yang

berkunjung ke Puskesmas maupun kelompok masyarakat di wilayah kerja

Puskesmas. Kelompok masyarakat diberi motivasi untuk memperbaiki cara

pemeliharaan kesehatan gigi melalui pendidikan kesehatan gigi.

Upaya yang perlu dilaksanakan untuk keberhasilan pendidikan kesehatan

gigi kepada masyarakat adalah:

1. Meningkatkan kemampuan keterampilan sumber daya manusia sebagai

pendidik kesehatan gigi.

2. Menyediakan sarana dan prasarana yang diperlukan guna menunjang program

pendidikan kesehatan gigi.

3. Meningkatkan kemampuan perencanaan program pendidikan kesehatan gigi

dengan menganjurkan kepada perencana program agar senantiasa mengadakan

evaluasi yang dapat digunakan untuk memotivasi masyarakat sesuai dengan

kondisi dan situasi masyarakat pada waktu tertentu .

Upaya kesehatan gigi dan mulut di Puskesmas terdiri atas tujuan umum

dan khusus. Tujuan umumnya yaitu tercapainya derajat kesehatan gigi masyarakat

yang layak. Untuk mencapai kesehatan gigi masyarakat yang layak maka WHO

menetapkan target pencapaian tahun 2010 meliputi peningkatan status kesehatan

gigi dan mulut serta kemampuan masyarakat untuk melakukan pencegahan.

Universitas Sumatera Utara


38

Tujuan khusus upaya kesehatan gigi dan mulut di puskesmas yaitu:

1. Meningkatkan keadaan, sikap dan perilaku masyarakat dalam kemampuan

pelihara diri (self care) di bidang kesehatan gigi dan mulut serta mencari

pengobatan sedini mungkin.

2. Menurunnya prevelensi penyakit gigi dan mulut yang banyak diderita

masyarakat (karies dan periodontitis) dengan upaya perlindungan atau

pencegahan tanpa mengabaikan upaya penyembuhan dan pemulihan terutama

pada kelompok masyarakat yang rawan.

3. Terhindarnya atau berkurangnya gangguan fungsi pengunyahan akibat

kerusakan gigi dan mulut.

2.8.2. Poli Gigi Puskesmas

Menurut pedoman pelayanan kesehatan Puskesmas dari Depkes RI

(2010), salah satu jenis pelayanan kesehatan yang diselengarakan di Puskesmas

untuk memenuhi kebutuhan masyarakat khususnya di bidang perawatan adalah

pelayanan di poli gigi yang merupakan pelayanan rawat jalan yaitu pasien

berkunjung ke poli gigi untuk memperoleh pelayanan kesehatan gigi pada waktu

dan jam tertentu. Pada saat pasien berkunjung ke poli gigi Puskesmas, maka

pasien akan mendapatkan pelayanan sebagai berikut:

1. Pelayanan Administrasi/ penerimaan

Bagian ini merupakan tempat dimana pasien mendaftarkan diri dan

memperoleh kartu sebelum memasuki ruangan poli gigi. Bagian penerimaan

pasien juga merupakan wajah dari suatu Puskesmas serta merupakan tempat

dimana kesan pertama tentang Puskesmas yang ditemui pasien, untuk itu

Universitas Sumatera Utara


39

diperlukan petugas-petugas yang dapat menggunakan prosedur kerja dengan

baik, ramah, sopan, simpatik dan terampil.

2. Pelayanan Tenaga Medis/Dokter

Tenaga medis/dokter merupakan unsur yang memberikan pengaruh paling

besar dalam menentukan kualitas pelayanan yang diberikan pada pasien di

puskesmas. Dokter juga dapat dianggap sebagai jantung sebuah Puskesmas.

Fungsi utamanya adalah memberikan pelayanan medik kepada pasien dengan

mutu sebaik-baiknya dengan menggunakan tata cara dan teknik berdasarkan

ilmu kedokteran.

3. Pelayanan tenaga medis/perawat

Tenaga medis/perawat adalah orang yang telah dekat hubungannya dengan

pasien karena pada umumnya pasien lebih sering berkomunikasi dengan

perawat sebelum bertemu dengan dokter.

4. Penyediaan sarana medis/non medis

Standar peralatan yang wajib disediakan di poli gigi Puskesmas untuk

melaksanakan pelayanan kesehatan gigi terdiri atas sarana medis dan saran non

medis.

Sarana medis yang dibutuhkan di poli gigi adalah;

a. Alat-alat diagnosa: kaca mulut, sonde, pinset, dan ekscavator.

b. Alat-alat pencabutan dan pembersihan karang gigi : tang ekstraksi, bein,

crayer, knabel tang dan alat scelling (bur scelling)

c. Bahan-bahan penambalan gigi: phospat semen, amalgam, komposit

d. Bahan-bahan perawatan saluran akar: gutta percha, endomethazone

Universitas Sumatera Utara


40

Sedangkan sarana non medis yang diperlukan di poli gigi yaitu dental

unit atau dental chair. Selain itu, juga diperlukan lemari obat, lemari alat dan

sterilisator. Apabila sarana medis dan non medis di poli gigi Puskesmas sesuai

dengan standar pelayanan dan diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan

gigi di Puskesmas.

2.9. Standar Operasional Prosedur Poli gigi Puskesmas

Menurut Dinas Kesehatan Kota 2013 Standar operasional prosedur

pelayanan kesehatan gigi dan mulut di Puskesmas yaitu:

I. Anamnesa, terdiri atas:

1. Menanyakan dan mencatat identitas penderita (nama, umur, alamat,

pekerjaan)

2. Menanyakan dan mencatat riwayat kesehatan

3. Keluhan utama yang dirasakan

II. Pemeriksaan

III. Diagnosa

IV. Rencana perawatan

2.10. Landasan Teori

Menurut Glanz dalam Notoatmodjo 2012, Health Belief Model (HBM)

merupakan salah satu model kepercayaan dari suatu penjabaran model sosio-

psikologis. Model ini muncul didasarkan pada kenyataan bahwa masalah-masalah

kesehatan ditandai oleh kegagalan orang atau masyarakat untuk menerima usaha-

usaha pencegahan dan penyembuhan penyakit yang diselenggarakan oleh

provider. Kegagalan ini akhirnya memunculkan teori yang menjelaskan perilaku

Universitas Sumatera Utara


41

pencegahan penyakit (preventif health behavior), yang oleh Becker (1974)

dikembangkan dari teori lapangan (Fieldtheory, 1954) menjadi model

kepercayaan kesehatan (Health Belief Model).

Health Belief Model (HBM) mempunyai empat variabel kunci, yaitu:

1. Kerentanan yang dirasakan (Perceived susceptibility)

Agar seseorang bertindak untuk mengobati atau mencegah penyakit dan

merasakan bahwa seseorang itu rentan terhadap penyakit tersebut. Dengan kata

lain suatu tindakan pencegahan terhadap suatu penyakit yang akan timbul bila

seseorang telah merasakan bahwa ia atau keluarganya rentan terhadap penyakit

tersebut.

2. Keseriusan yang dirasakan (Perceived seriousness)

Suatu tindakan seseorang untuk mencari pengobatan dan mencegah

penyakit dan didukung oleh persepsi keseriusan penyakit tersebut terhadap

individu atau masyarakat.

3. Manfaat dan rintangan-rintangan yang dirasakan (Perceived benafis and

barriers)

Apabila individu merasa dirinya rentan untuk penyakit-penyakit yang

dianggap gawat (serius), ia akan melakukan suatu tindakan tertentu. Tindakan

ini akan tergantung pada manfaat yang dirasakan dan rintangan-rintangan yang

ditemukan di dalam melakukan tindakan tersebut.

4. Isyarat/pendorong atau tanda-tanda (Cues)

Untuk mendapkan tingkat penerimaan yang benar tentang kerentanan,

kegawatan, dan keuntungan tindakan maka diperlukan isyarat-isyarat yang

Universitas Sumatera Utara


42

berupa faktor-faktor eksternal (pesan-pesan pada media massa, nasehat,

anjuran kawan-kawan atau keluarga lain).

Persepsi individual Faktor pengubah Tindakan/praktik


 Variabel demografis:Jenis kelamin,
umur, ras, etnik,dst
 Variabel struktur: akses ke
pelayanan kesehatan, kelas sosial

Kerentanan yang dirasakan


terhadap penyakit X Ancaman yang Manfaat yang dilihat
Keseriusan yang dirasakan dirasakan dari pengambilan
terhadap penyakit X terhadap penyakit tindakan dan
kemungkinan
mengambil tindakan
Pendorong (cues) untuk yang tepat untuk
bertindak: media massa, perilaku sehat sakit
nasehat dari dokter,
teman, keluarga

Gambar. Health Belief Model (HBM)

Universitas Sumatera Utara


43

2.11. Kerangka Konsep

Berdasarkan hasil studi kepustakaan dapat disusun kerangka konsep

penelitian sebagai berikut:

Persepsi individual Faktor pengubah Tindakan/praktik

 Variabel demografis: Jenis kelamin,


umur, pendidikan, pekerjaan,
penghasilan
 akses ke pelayanan kesehatan
(Lokasi, kestrategisan lokasi,
keterjangkauan lokasi, sarana dan
prasarana , biaya, dan asuransi
kesehatan)

Sikap terhadap:
Pengetahuan :
 Kerentanan yang
terhadap ancaman
dirasakan Pemanfaatan
yang dirasakan pada
terhadap penyakit pelayanan
penyakit gigi dan
gigi dan mulut kesehatan gigi
mulut.
 Keseriusan yang dan mulut di poli
terhadap Pelayanan
dirasakan gigi Puskesmas
terhadap penyakit Puskesmas Medan
gigi dan mulut

Pendorong (cues)
untuk bertindak:
keluarga, teman,
petugas kesehatan
dan media.

Kerangka konsep penelitian berdasarkan teori Health Belief Model

(HBM) menjelaskan bahwa faktor yang mempengaruhi tindakan pemanfaatan

pelayanan kesehatan gigi dan mulut adalah variabel demografis (Jenis kelamin,

umur, pendidikan, pekerjaan, penghasilan), akses ke pelayanan kesehatan

Universitas Sumatera Utara


44

(Lokasi,kestrategisan lokasi, keterjangkauan lokasi, sarana dan prasarana , biaya,

dan asuransi kesehatan), sikap terhadap kerentanan dan keseriusan yang dirasakan

terhadap penyakit gigi dan mulut, pengetahuan terhadap ancaman yang dirasakan

pada penyakit gigi dan mulut dan pengetahuan terhadap pelayanan Puskesmas

Medan, pendorong (cues) untuk bertindak: keluarga, teman, petugas kesehatan.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai