Anda di halaman 1dari 4

1.

Pengaruh kebijakan pimpinan terhadap pelaporan akuntanbilitas keuangan


BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Dalam melaksanakan segala pekerjaan dan
aktivitas guna mencapai tujuan atau ambisi yang diharapkan oleh manusia tentulah
membutuhkan kerjasama dengan manusia lainnya.
Hal ini bisa dijadikan sebagai makna administrasi secara sederhana. Merupakan sesuatu yang irasional
bila seorang manusia
dalam meraih keinginannya tidaklah penah melakukan interaksi dengan manusia
yang lain. Dalam kerjasama mencapai tujuan tersebut dibutuhkan suatu wadah atau tempat agar apa
yang dicita – citakan dapat berjalan efektif dan efisien,organisasi adalah jawabannya yang
menjadi wadah bagi dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam
waktu yang sudah ditentukan yang tidak mungkin
dilaksanakan oleh perseorangan.
Agar tujuan – tujuan yang telah
ditetapkan tersebut dapat dicapai dengan baik maka diperlukanlah sebuah struktur atau tatanan
kerja yang saling berhubungan dan merupakan kesatuan dari berbagai komponen karena struktur dalam
organisasi merupakan
suatu kerangka antar hubungan satuan –
satuan pada organisasi yang di dalamnya
memuat kedudukan, tugas dan wewenang,
garis koordinasi, tingkatan hierarki dalam satu kesatuan yang solid.
Struktur organisasi merupakan unsur
yang sangat penting dalam organisasi. Dalam hal pembentukannya struktur organisasi merujuk
pada kebutuhan dari organisasi itu sendiri agar dapat bergerak optimal. Di dalam struktur
organisasi hendaknya dibuat pembagian kerja yang jelas dan terinci. Elemen dari
terbentuknya sebuah struktur organisasi adalah pembagian kerja. Keseluruhan pekerjaan dan
kegiatan yang telah di rencanakan tentunya perlu disederhanakan guna mempermudah bagaimana
mengimplementasikannya. Upaya untuk menyederhanakan dari keseluruhan
kegiatan dan pekerjaan yang mungkin saja bersifat kompleks menjadi lebih sederhana dan spesifik
dimana setiap orang akan ditempatkan dan ditugaskan untuk setiap kegiatan yang
sederhana dan spesifik.
Pembagian kerja dapat dihubungkan
dengan satuan organisasi dan dapat dihubungkan dengan pejabat. Saat ini penggunaan pembagian
kerja lebih banyak digunakan karena pada dasarnya yang dibagi - bagi
adalah pekerjaannya, bukan orang – orangnya (wasiszyber.files.wordpress.com/2008/04/kadal-
manajemen-i.doc.
Diakses pada 2 Desember 2010, 12.40 WIB).
Struktur organisasi yang jelas
dengan pemahaman yang baik dari setiap pegawai yang ada di dalamnya akan mampu mendorong
terciptanya profesionalisme kerja pada organisasi yang menjadi salah satu unsur dalam aktivitas
untuk mencapai tujuan atau sasaran yang ditetapkan.
Seterusnya profesionalisme kerja
secara sederhana bisa berarti terwujudnya suatu pelaksanaan tugas dengan baik dan optimal,
mengena pada sasaran atau tujuan dari suatu organisasi secara cepat dan tepat dengan
berbagai sumber daya yang ada. Dimana tujuan organisasi itu bisa berupa laba (profit),
komunikasi timbal balik, terpeliharanya disiplin kerja pegawai, peraturan yang berlaku, pemberian
pelayanan (service), dan kepercayaan (trust) dari masyarakat. Di samping
istilah profesionalisme, ada istilah yaitu profesi. Profesi sering kita artikan dengan “pekerjaan” atau
“job”
kita sehari-hari. Tetapi dalam kata profession tidak hanya terkandung
pengertian “pekerjaan” saja. Profesi mengharuskan tidak hanya pengetahuan dan keahlian khs melalui
persiapan
dan latihan, tetapi dalam arti “profession”
terpaku juga suatu “panggilan”. Dengan begitu, maka arti “profession” mengandung dua unsur. Pertama
unsur keahlian
dan kedua unsur panggilan. Sehingga seorang
“profesional” harus memadukan dalam diri pribadinya kecakapan teknik yang diperlukan untuk
menjalankan pekerjaannya,
dan juga kematangan etik. Penguasaan teknik saja tidak membuat seseorang menjadi
“profesional”. Kedua-duanya harus menyatu.
Masih sering ditemukan
permasalahan yang terjadi dalam kehidupan organisasi, antara lain menyangkut struktur organisasi
(structure problem) yang terpaut dengan mekanisme kerja sistem top down yang kurang
akomodatif terhadap aspirasi bawahan dan masyarakat yang dilayani, sehingga menimbulkan
ketimpangan antara operator pelayanan, kebutuhan
pelayanan dengan produk layanan birokrasi (Henry dan Ken1995:217).
Di Indonesia sendiri terutama
untuk organisasi pemerintahan yang biasa dikenal dengan organisasi publik memiliki satu hal
yang menjadi perhatian dimana semakin kecil institusi atau organisasi publik maka semakin
sedikit pula aparatur yang menggerakkannya sementara institusi atau organisasi publik
dengan lingkup identitas wilayah yang lebih besar jumlah aparaturnya lebih banyak padahal
organisasi dengan lingkup identitas wilayah yang lebih besar tadi dibagi lagiu ke dalam
beberapa subdistrik yang juga diurusi oleh organisasi publik. Di sini yang dimaksud oleh penulis
dengan lingkup identitas wilayah seperti provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, hingga kelurahan.
Tidaklah lebih banyak pegawai di satu kelurahan
dengan pegawai pada satu kecamatan begitu pula dengan bangunan kantor, lokasi dan sarana
prasaranannya. Padahal kecamatan
terbagi dalam beberapa wilayah kerja kelurahan
untuk menangani urusan publik yang bisa diartikan urusan publik dalam lingkup wilayah kecamatan
sudah ditangani oleh beberapa kelurahan di dalamnya. Hal ini mengindikasikan bahwa persebaran
aparatur
pemerintahan itu sendiri tidak adil. Untuk struktur organiasi di birokrasi Indonesia
mulai dari tingkat pusat hingga daerah sampai kelurahan yang menjadi lingkup kecilnya sudah sangat
baik dalam hal layout strukturisasinya. Namun yang menjadi
masalah adalah bila berdasarkan struktur antara beban kerja dan aparatur yang menanganinya tidak
seimbang. Terkadang beban kerja lebih sedikit dari jumlah aparatur atau sebaliknya beban
kerja yang banyak dengan jumlah aparatur yang pas-pasan bahkan kurang. Keadaan ini
diperparah lagi dengan penempatan pegawai yang bukan pada bidangnya sehingga tidak heran
kalau ada aparatur yang bingung terhadap apa yang seharusnya dia kerjakan. Sikap aparatur
pemerintah yang masa bodoh yang mungkin disebabkan
oleh status mereka yang berada di comfort zone menunjukkan ketidakseriusan dalam bekerja.
Dalam struktur organisasi, ada beberapa
hal yang harus diperhatikan seperti keanggotaan, koordinasi dan kendali, serta pembagian tugas.
Di dalam struktur organisasi yang baik terdapat pembagian tugas berdasarkan spesialisasi dan
tingkat hierarki sehingga diketahui batasan – batasan pekerjaan yang harus dilakukan. Dengan
pemahaman akan pembagian kerja masing – masing maka aparatur harus mampu secara profesional
memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat, kualitas
pelayanan akan menstimulus masyarakat untuk membangun suatu kedekatan
hubungan kepada si pemberi layanan. Hal
– hal inilah yang menjadi permasalahan klasik dalam menggerakkan suatu organisasi guna mencapai
tujuan yang
ditetapkan.

Anda mungkin juga menyukai