Disusun Oleh :
Andreian Galih (1720206018)
Cut Ainul Marziah (1730206043)
Ikbal Hidayatullah (1710206010)
Riadhus Sholihin (1730206089)
Siti Allia Manda Sari (1730206012)
Thania Rosalina (1720206030)
2. Mengapa Menilai ?
Menilai atau mengevaluasi disini ada 3 sebab yaitu sebab bagi guru dan
sekolah. sebab bagi siswa yaitu:
a) Dengan menilai guru akan dapat mengetahui siswa-siswi mana yang sudah
berhak melanjutkan pelajarannya karna sudah berhasil menguasai bahan,mapun
mengetahui siswa siswi yang belum berhasil menguasi bahan.
b) Guru akan menmgetahui apakah materi yang diajarkan sudah tepat bagi siswa
sehingga untuk memberikan diwaktu yang akan dating tidak perlu diadakan
perubahan.
c) Guru akan mengetahui apakah metode yang digunakan sudah tepat apa belum.
Sebab bagi siswa yaitu ada 2 kemungkinan yaitu memuaskan dan tidak
memuaskan.
a) Memuaskan
Jika siswa memperoleh nilai yang memuaskan dan hal itu menyenangkan, tentu
kepusan itu ingin diperolehnya lagi pada kesempatan lain kali. Akibatnya siswa
mempunyai motivasi yang cukup besar untuk belajar lebih giat.
b) Tidak Memuaskan
Jika siswa tidak puas dengan nilai yang diperoleh,ia akan berusaha agar lain kali
keadaan itu tidak terulang lagi.atau bias jadi sebaliknya siswa yang lemah
kemauannya akan menjadi putus asa dengan hasil yang diperolehnya.
1. Subjek evaluasi
Yang dimaksud dengan subjek evaluasi adalah orang yang melakukan
pekerjaan evaluasi. Siap yang dapat di sebut seebagai subjek evaluasi untuk
setiap tes, ditentukan oleh suatu aturan pembagaian tugas atau ketentuan yang
berlaku.
Contoh :
a. Untuk melaksanakan evaluasi tentang prestasi belajar atau pencapaian maka
sebagai sumbjek evaluasi dalam guru
b. Untuk melaksanakan evaluasi sikap yang menggunakan sebuah skala maka
sebagai subjeknya dapat meminta petugas yang ditunjuk, dengan di dahuluin
oleh suatu latihan melaksanakan evaluasi tersebut.
c. Untuk melaksanakan evaluasi terhadap kepribadian dimana menggunakan
sebuah alat ukur yang sudah distandardikasikan maka subjeknya adalah ahli-
ahli psikologi. Di samping alatnya yang harus bersifat rahasia, maka subjek
evaluasi haruslah seorang yang betul-betul ahli karena jawaban dan tingkah
laku orang yang di tes harus diinterpretasikan dengan cara tertentu.
Tidak setiap orang dapat menafsirkan jawaban tes kepribadian ini, sehinga
hanya orang yang telah mempelajarin tes secara mendalam saja yang dapat
melakukaannya. Demikian juga dengan tes inteligensi, subjek pelakunya
harus seorang ahli .
Dalam keterangan ini.penulis menggatogorikan pelaksaana evaluasi
sebagai subjek evaluasi. Ada pandagan lain yang disebut subjek evaluasi
adalah siswa,yakni orang yang di evaluasi.dalam hal ini yang dipandang
sebagai subjek misalnya: perstasi matematika, kemampuan membaca,
kecepan lari, Dan sebagainya. Pandangan lain lagi mengklasifikasikan siswa
sebagai objek evaluasi dan guru sebagai subjeknya.
2. Objek Evaluasi
Yang dimaksud dengan objek atau sasaran evaluasi adalah hal-hal yang
menjadi pusat perhatian untuk dievaluasi.apa pun yang di tentu oleh evaluator
atau penilai untuk dievaluasi, itulah yang disebut dengan objek evaluasi. Pada
waktu evaluator ingin menilai berat badan siswa, maka menunjukkan berapa berat
badan siswa yang dimaksut, misalnya 34 kilogram,40 kilogram, dan sebagainya
adalah hasil evaluasi. Jika evaluasi ingin menilai ketrampilan siswa dalam
menggunakan termometer, maka yang menjadi objek evaluasi adalah benar
tidaknya gerakan tangan siswa ketika memegang alat, bagaimana siswa meletakan
termometer di badan anak yang diukur suhunya, kemampuan siswa untuk
menentukaan berapa lama termometer diletakkan di bagian badan, kemudian juga
kemampuan siswa dalam membaca skala yang ada pada termometer. Gambaran
tentang benar-salahnya siswa menggunakan termometer adalah hasil evaluasi
Dengan masih menggunakan diagram tentang transformasi, maka yang
menjadi objek evaluasi adalah semua usur atau komponen yang ada dalam
transformasi tersebut. Agar diperoleh gambaran yang menyeluruh tentang mutu
dan kebenaran kinerja trasformasi, maka yang dijadikan objek evaluasi adalah
semua aspek yang terkait dengan kinerja transformasi,yaitu,(1) masukan mentah,
(2) masukan instrumental, (3) masukan lingkungan, (4) proses transformasi itu
sendiri,dan (5) keluaran,yaitu hasil dari transformasi.
3. Sasaran Evaluasi
Apabila kita kembali kepada diangram di Bab 1, kita akan ingat kembali apa
yang menjadi sasaran dari penilain. Objek atau sasaran penilain adalah segala
sesuatu yang menjadi titik pusat pengamatan karena penilain mengginginkan
informasi tentang informasi tersebut.
Dengan masih menggunakan diagram tentang transformasi maka sasaran
menilaian untuk unsur-unsurnya meliput input, transformasi,dan output
a. Input
Calon siswa sebagai pribadi yang utuh, dapat ditinjau dari beberapa segi
yang menghasilkan bermacam-macam bentuk tes yang digunakan sebagai alat
untuk mengukur. Aspek yang bersifat rohani setidaknya mencakup 4 (empat)
hal.
1) Kemampuan
Untuk dapat menggikuti program dalam suatu
lembaga/sekolah/institusi maka calon siswa harus memiliki kemampuan
yang sepadan. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur kemampuan ini
disebut tes kemampuan atau attitude test
2) Kepribadian
Kepribadian adalah sesuatu yang terdapat dalam diri manusia
menampakkan bentuknya dalam tingkat lalu. Dalam hal-hal tertentu,
informasi tentang kepribadian sangat diperlukan. Alat untuk
memggetahui kepribadian seseorang disebut tes kepribadian atau
personality test
3) Sikap-sikap
Sebenarnya sikap ini merupakan bagian dari tingkah laku manusia
sebagai gejala atau gambaran kepribadian yang memancar keluar. Namun,
karena sikap ini merupakan suatu yang paling menonjol dan sangat
dibutuhkandalam pergaulan maka banyak orang yang menginginkan
informasi khusus tentangnya. Alat untuk mengetahui keadaan sikap
seseorang dinamakan tes sikap atau attitude test. Oleh karena tes ini
berupa skala, maka disebut skala sikap atau attitude scale.
4) Inteligensi
Untuk menggetahui tingkat inteligensi ini digunakan tes inteligensi
yang sudah banyak diciptakan oleh parah ahli. Dalam hal ini yang terkenal
adalah tes buatan Binet dan Simon yang di kenal dengan tes Binit- Simon.
Selain itu ada lagi tes-tes yang lain misalnya SPM, Tintum,dan
sebagainya. Dari hasil tes akan diketahui IQ( Intelligence Quotient) orang
tersebut. IQ bukanlah inteligensi.IQ berbeda dengan inteligensi karena IQ
hanyalah angka yang memberikan petunjuk tinggi rendahnya inteligensi
seseorang. Dengan pengertian ini maka kurang benarlah jika ada orang
mengetahui “IQ jongkok” karena IQ adalah berupa angka. Misalnya IQ
rendah diartikan bahwa angkanya rendah
Berkenaan dengan hubungan antara sikap-sikap dan kepribadian,
A.N.Oppenheim dalam bukunya Questionnaire Design and
Attitude Measurement mengajukan gambar seperti tertera pada
halaman 36. Dari gambar ini jelas bahwa kepribadian merupakan
sesuatu yang ada dalam diri manusia dan sangat dalam letaknya
sehingga sangat susah dilihat.
Kepercayaan
Sikap – sikap
Nilai – nilai
Nilai – nilai
b. Transformasi
Telah dijelaskan bahwa banyak unsur yang terdapat dalam
transformasi yang semuanya dapat menjadi sasaran atau objek
penilaian demi diperolehnya hasil pendidikan yang diharapkan. Unsur-
unsur dalam transformasi yang menjadi objek penilain antara lain:
1) Kurikulum/ materi,
2) Metode dan cara penilain,
3) Sarana pendidikan / media,
4) Sistem administrasi,
5) Guru dan personal lainnya.
c. Output
Penilaian terhadap lulusan suatu sekolah dilakukan untuk
mengetahui seberapa jauh tingkat pencapian / prestasi belajar mereka
selama mengikuti program. Alam yang digunakan untuk mengukur
pencapain ini disebut pencapaian atau achievement test.
Kecenderungan yang ada sampai saat ini di sekolah adalah bahwa
guru hanya menilai prestasi belajar saspek kognitif atau kecerdasan
saja. Alas an adalah tes tertulis. Aspek psikomotorik, apalagi afektif,
sangat langka dijaman oleh guru. Akibatnya dapat kita saksikan, yakni
para lulusan hanya menggunakan teori tetapi tidak terampil melakukan
pekerjaan keterampilan, juga tidak mampu mrngaplikasikan
pengetahuan yang sudah mereka kuasai. Lemahnya pembelajaran dan
evaluasi terhadap aspek efektif ini, jika kita mau instrospeksi, telah
berakibat merosotkanya akhlak para lulusan, yang selanjutnya
berdampak luas pada merosotnya akhlak bangsa
BAB 3
PRINSIP DAN ALAT EVALUASI
1. Prinsip Evaluasi
Prinsip-Prinsip evaluasi dalam pembelajaran sangat diperlukan sebagai
panduan dalam prosedur pengembangan evaluasi, karena jangkauan sumbangan
evaluasi dalam usaha perbaikan pembelajaran sebagian ditentukan oleh prinsip-
prinsip yang mendasari pengembangan dan pemakaiannya. Sekaitan dengan
prinsip-prinsip penilaian tersebut, ada 4 prinsip penilaian, yaitu tes hasil belajar
hendaknya: (1) mengukur hasil-hasil belajar yang telah ditentukan dengan jelas
dan sesuai dengan tujuan pembelajaran; (2) mengukur sampel yang representatif
dari hasil belajar dan bahan-bahan yang tercakup dalam pengajaran; (3) mencakup
jenis-jenis pertanyaan/soal yang paling sesuai untuk mengukur hasil belajar yang
diinginkan; (4) direncanakan sedemikian rupa agar hasilnya seesuai dengan yang
akan digunakan secara khusus, (5) dibuat dengan reliabilitas yang sebesar-
besarnya dan harus ditafsirkan secara hati-hati, dan 6) dipakai untuk memperbaiki
hasil belajar.
Selain hal-hal diatas, evaluasi hasil belajar hendaknya: (a) dirancang
sedemikian rupa sehingga jelas abilitas yang harus dinilai, materi evaluasi, alat
evaluasi, dan interpretasi hasil evaluasi; (b) menjadi bagian yang integral dari
proses belajar mengajar; (c) agar hasilnya obyektif, evaluasi harus menggunakan
berbagai alat evaluasi dan sifatnya komprehensif; (d) diikuti dengan tindak
lanjutnya. Dari segi yang lain, prinsip-prinsip evaluasi dalam pembelajaran
meliputi: (a) prinsip keterpaduan; (b) prinsip cara belajar siswa aktif; (c) prinsip
kontinuitas; (d) prinsip koherensi; (e) prinsip keseluruhan; (f) prinsip pedagogis;
(g) prinsip diskriminalitas; dan (h) prinsip akuntabilitas.
Tujuan pokok evaluasi pembelajaran adalah untuk mengetahui efektivitas
prosees belajar mengajar yang telah dilaksanakan. Indikator keefektifan itu dapat
dilihat dari perubahan tingkah laku yang terjadi pada peserta didik. perubahan
tingkah laku yang terjadi dibandingkan dengan perubahan perubahan tingkahlaku
yang diharapkan sesuai dengan tujuan dan isi program pembelajaran. Oleh karena
itu, instrumen evaluasi harus dikembangkan bertitik tolak pada tujuan dan isi
program, sehingga bentuk dan format tes yang dikembangkan sesuai dengan
tujuan dan karakteristik bahan ajar serta proporsinya sesuai dengan kelulusan dan
kedalaman materi pelajaran yang diberikan. Disamping itu, hasil evaluasi harus
dianalisis dan ditafsirkan secara hati-hati sehingga informasi yang diperoleh betul-
betul akurat mencerminkan keadaan siswa secara objektif.
Informasi yang objektif dapat dijadikan bahan masukan untuk perbaikan
proses dan program selanjutnya. Evaluasi dalam pembelajaran tidak semata-mata
untuk menentukan rating siswa, melainkan juga harus dijadikan sebagai teknik
atau cara pendidikan. Sebagai teknik atau alat pendidikan, evaluasi pembelajaran
harus dikembangkan secara terlaksana dan terintegrasi dalam program
pembelajaran, dilakukan secara kontinu, mengandung unsur pedagogis, dan dapat
lebih mendorong siswa aktif belajar.
2. Alat Evaluasi
Dalam pengertian umum, alat adalah sesuatu yang dapat digunakan untuk
mempermudah seseorang untuk melaksanakan tugas atau mencapai tujuan secara
lebih efektif dan efisien. Kata “alat” biasa disebut juga dengan istilah
“instrument”. Dengan demikian alat evaluasi juga dikenal dengan instrument
evaluasi. Dengan pengertian tersebut maka alat evaluasi dikatakan baik apbila
mampu mengevaluasi sesuatu yang dievaluasi dengan hasil seperti keadaan yang
dievaluasi.
Dalam menggunakan alat tersebut evaluator menggunakan cara atau
teknik, dan pleh karena itu dikenal dengan teknik evaluasi. Seperti disebutkan di
atas, ada 2 teknik evaluasi, yaitu teknik nontes dan teknik tes.
a) Teknik nontes
Yang tergolong teknik nontes adalah:
- Skala bertingkat
merupakan salah satu alat penilaian yang menggunakan skala yang telah disusun
dari ujung yang negatif sampai kepada ujung yang positif sehingga pada skala
tersebut penilai tinggal membubuhi tanda cek saja (V).
- Kuesioner
Kuesioner (questionair) dikenal sebagai angket. Pada dasarnya, kuesioner adalah
sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh orang yang akan diukur
(responden).
- Daftar cocok
Daftar cocok (check list) adalah deretan pertanyaan (yang biasanya
singkatsingkat), di mana responden yang dievaluasi tinggal membutuhkan tanda
cocok (√) di tempat yang sudah disediakan.
- Wawancara
Wawancara (interview) adalah suatu metode atau cara yang digunakan untuk
mendapatkan jawaban dari responden dengan jalan tanya jawab sepihak.
Dikatakan sepihak karena dalam wawancara ini responden tidak diberi
kesempatan sama sekali untuk mengajukan pertanyaan. Pertanyaan hanya
diajukan oleh subjek evaluasi.
- Pengamatan
Pengamatan atau observasi adalah suatu teknik yang dilakukan dengan cara
mengadakan pengamatan secara teliti serta pencatatan secara sistematis.
- Riwayat hidup
Riwayat hidup adalah gambaran tentang keadaan seseorang selama dalam masa
kehidupannya.
b) Teknik tes
Ada bermacam-macam rumusan tentang tes. Didalam bukunya yang berjudul
evaluasi pendidikan, Drs. Amir Daien Indrakusuma mengatakan demikian: “Tes
adalah suatu alat atau prosedur yang sistematis dan objektif untuk memperoleh
data-data atau keterangan-keterangan yang diinginkan tentang seseorang, dengan
cara yang boleh dikatakan tepat dan cepat’’ Selanjutnya, di dalam bukunya:
Teknik-Teknik Evaluasi, Muchtar Bukhori mengatakan: “Tes ialah suatu
percobaan yang diadakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hasil-hasil
pelajaran tertentu pada seorang murid atau kelompok murid”.
Definisi terakhir yang dikemukakan disini adalah definisi yang dikutip
dari webster’s Collegiete. Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan atau alat
lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, inteligensi,
kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok. Ditinjau dari
segi kegunaan untuk mengukur siswa, maka dibedakan atas adanya 3 macam tes,
yaitu;
1) Tes diagnostik
Tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-
kelemahan siswa sehingga berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut dapat
dilakukan pemberian perlakuan yang tepat.
2) Tes formatif
Dari arti kata form yang merupakan dasar dari istilah formatif maka evaluasi
formatif dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana siswa telah terbentuk
setelah mengikuti sesuatu program tertentu. Tes ini merupakan posttest atau tes
akhir proses.
1. Pengertian
Istilah tes diambil dari kata testum suatu pengertian dalam bahasa prancis
kunoyang berarti piring untuk menyisihkan logam-logam mulia. Ada pula yang
mengartikan sebagai sebuah piring yang dibuat dari tanah. Test adalah alat atau
prosedur yang dipergunakan dalam rangka pengukuran dan penilaian.
Testing adalah pelaksanaan atau peristiwa berlangsungnya pengukuran dan
penilaian. Tester adalah orang yang melaksanakan tes, pembuat tes,
eksperimentor. Testee dan testees adalah pihak yang dikenai tes (Sudijino,
2001:66). Tes adalah penilaian komprehensif terhadap sesorang individu atau
usaha keseluruhan evaluasi program. Menurut Arikunto (2005:33) tes adalah
suatu pengumpul informasi yang bersifat lebih resmi karena penuh dengan
batasan-batasan.
Menurut Sidijono (2001:67), secara umum ada dua macam fungsi yang
dimiliki
tes yaitu :
a) Sebagai alat pengukur terhadap peserta didik. Tes berfungsi mengukur tingkat
perkembangan atau kemajuan yang telah dicapai oleh peserta didik setelah mereka
menempuh proses belajar mengajar dalam jangka waktu tertentu.
b) Sebagai alat pengukur keberhasilan program pengajaran, sebab melalui tes
tersebut akan dapat diketahui sudah seberapa jauh program pengajaran yang telah
ditentukan.
Seorang ahli bernama james ms. Cattel, pada tahun 1890 telah
mamperkenalkan pengertian tes ini kepada masyarakat melalui bukunya yang
berjudul mental test and measurement.kemudian tes ini dikembangkan oleh binet-
simon dengan tes inteligensinya.
2. Persyaratan Tes
Pada permulaan buku ini telah disinggung bahwa mengukur panjang sisi
meja dengan menggunakan karet elastic yang di ulur-ulur, sama halnya dengan
tidak mengukur. hasil ukurannya tidak akan dapat dipercaya. Akan tetapi apabila
keadaannya memang terpaksa, yakni apabila kita harus melakukan pengukuran
padahal yang ada disitu hanyalah sehelai tali karet elastic, maka kita dapat
menggunakan tali ituasal menggunakannya mengikuti aturan tertentu, yakni tidak
boleh ditarik-tarik.
Sumber persyaratan tes didasarkan ats dua hal, yaitu : mutu tes dan
pengadministrasian dalam pelaksanaan. Walaupun dalam melaksanakan tes sudah
diusahakan mengikuti aturan tentang suasana, cara, dan prosedur yang telah
ditentukan namun tes itu sendiri mengandung kelemahan-kelemahan. Gilbert sax,
menyebutkan beberapa kelemahan sebagai berikut:
a) Adakalanya tes (secara psikologis terpaksa) menyinggung pribadi seseorang
(walaupun tidak disengaja demikian).
b) Tes menibulkan kecemasan sehingga mempengaruhi hasil belajar yang murni.
c) Tes mengategorikan siswa secara tetap.
d) Tes tidak mendukung kecemerlangan dan daya kreasi siswa.
e) Tes hanya mengukur aspek tingkah laku yang sangat terbatas.
b) Reliabilitas
Kata reliabilitas dalam bahasa Indonesia diambil dari kata reliability dalam
bahasa inggris, berasal dari kata asal reliable yang artanya dapat dipercaya.seperti
halnya validitas dan valid kekacauan dalam penggunaan istilah “reliabilitas”
sering dikacaukan dengan istilah “reliable”. “Reliabilitas” merupakan kata benda,
sedangkan “reliable” merupakan kata sifat atau kata keadaan.
c) Objektivitas
Dalam pengertian sehari-hari telah dengan cepat diketahui bahwa objektif
berarti tidak adanya unsur pribadi yang mempengaruhi. Lawan dari objektif
adalah subjektif, artinya terdapat unsure pribadi yang masuk mempengaruhi.
Sebuah tes dikatakan memiliki objektifitas apabila dalam melaksanakan tes itu
tidak ada faktor subjektif yang mempengaruhi. Hal ini terutama terjadi pada
system skoringnya. Ada 2 faktor yang mempengaruhi subjektivitas dari sesuatu
tes yaitu : bentuk tes dan penilaian.
d) Praktikabilitas
Sebuah tes dikatakan memiliki praktikabilitas yang tinggi apabila tes tersebut
bersifat praktis, mudah pengadministrasiannya.
Tes yang praktis adalah tes yang :
a) Mudah dilaksanakan
b) Mudah pemeriksaannya
c) Dilengkapi dengan petunjuk-petunjuk yang jelas.
e) Ekonomis
Yang dimaksud dengan ekonomis ialah bahwa pelaksanaan tes tersebut tidak
membutuhkan ongkos/biaya yang mahal,tenaga yang banyak, dan waktu yang
lama.
BAB 5
TAKSONOMI
2. Taksonomi Bloom
Taksonomi berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani yaitu tassein yang
berarti mengklasifikasi dan nomos yang berarti aturan. Jadi Taksonomi berarti
hierarkhi klasifikasi atas prinsip dasar atau aturan. Istilah ini kemudian digunakan
oleh Benjamin Samuel Bloom, seorang psikolog bidang pendidikan yang
melakukan penelitian dan pengembangan mengenai kemampuan berpikir dalam
proses pembelajaran. Bloom, lahir pada tanggal 21 Februari 1913 di Lansford,
Pennsylvania dan berhasil meraih doktor di bidang pendidikan dari The
University of Chicago pada tahun 1942. Ia dikenal sebagai konsultan dan aktivis
internasonal di bidang pendidikan dan berhasil membuat perubahan besar dalam
sistem pendidikan di India. Ia mendirikan the International Association for the
Evaluation of Educational Achievement, the IEA dan mengembangkan the
Measurement, Evaluation, and Statistical Analysis (MESA) program pada
University of Chicago. Di akhir hayatnya, Bloom menjabat sebagai Chairman of
Research and Development Committees of the College Entrance Examination
Board dan The President of the American Educational Research Association. Ia
meninggal pada 13 September 1999.
Sejarah taksonomi bloom bermula ketika awal tahun 1950-an, dalam
Konferensi Asosiasi Psikolog Amerika, Bloom dan kawan-kawan mengemukakan
bahwa dari evaluasi hasil belajar yang banyak disusun di sekolah, ternyata
persentase terbanyak butir soal yang diajukan hanya meminta siswa untuk
mengutarakan hapalan mereka. Konferensi tersebut merupakan lanjutan dari
konferensi yang dilakukan pada tahun 1948. Menurut Bloom, hapalan sebenarnya
merupakan tingkat terendah dalam kemampuan berpikir (thinking behaviors).
Masih banyak level lain yang lebih tinggi yang harus dicapai agar proses
pembelajaran dapat menghasilkan siswa yang kompeten di bidangnya.
Akhirnya pada tahun 1956, Bloom, Englehart, Furst, Hill dan Krathwohl
berhasil mengenalkan kerangka konsep kemampuan berpikir yang dinamakan
Taxonomy Bloom. Jadi, Taksonomi Bloom adalah struktur hierarkhi yang
mengidentifikasikan skills mulai dari tingkat yang rendah hingga yang tinggi.
Tentunya untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi, level yang rendah harus
dipenuhi lebih dulu. Dalam kerangka konsep ini, tujuan pendidikan ini oleh
Bloom dibagi menjadi tiga domain/ranah kemampuan intelektual
(intellectualbehaviors) yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik.
Bloom danKratwhol telah memberikan banyak inspirasi kepada banyak orang
yang melahirkan taksonomi lain. Prinsip-prinsip dasar yang banyak digunakan
oleh 2 orang ini ada 4 buah yaitu :
a. Prinsip metodologis
Perbedaan-perbedaan yang besar telah menfleksi kepada cara-cara guru dalam
mengajar.
b. prinsip psikologis
Taksonomi hendaknya konsisiten dengan fenomena kejiwaan yang ada
sekarang.
c. Prinsip logis
Taksonomi hendaknya dikembangkan secara logis dan konsisten.
d. Tingkatan tujuan
Tingkatan-tingkatan tidak selaras dengan tingkatan-tingkatan nilai-
nilai.Tiap-tiap jenis tujuan pendidikan hendaknya menggambarkancorak yang
netral.
Atas dasar prinsip ini maka taksonomi disusun menjadi suatu tingkatan
yang menunjukkan tingkat kesulitan.Sebagai contoh, mengingat fakta lebih
mudah daripada menarik kesimpulan.Atau menghafal, lebih mudah daripada
memberikan pertimbangan.Tingkatan kesulitan ini juga menfleksi kepada
kesulitan dalam proses belajar dan mengajar.
Sudah banyak diketahui mula-mula taksonomi Bloom terdiri dari dua
bagian yaitu kognitif domain dan afektif domain (cognitive domain and affective
domain). Pencipta dari kedua taksonomi ini merasa tidak tertarik pada psikomotor
domain karena mereka melihat hanya ada sedikit kegunaannya di Sekolah
Menengah atau Universitas (Bloom, 1959).Akhirnya Simpson melengkapi dua
domain yang ada dengan psikomotor domain (1966).Namun sebenarnya pemisah
antara ketiga domain ini merupakan pemisah yang dibuat- buat, karena manusia
merupakan satuan kebulatan yang tidak dapat dipecah-pecah segala tindakannya
juga merupakan suatu kebulatan.
Saat ini sudah banyak di ketahui oleh umum bahwa apa yang dikenal
sebagai taksonomi Bloom (1956) sebenarnya merupakan hasil kelompok penilai
di Universitas yang terdiri dari B. S. Bloom Editor M. D. Engelhart, E, Furst,
W.H. Hill, dan D.R Kratwohl yang kemudian di dukung pula oleh Ralp W. Tyler
Secara garis besar, Bloom bersama kawan-kawan merumuskan tujuan-
tujuan pendidikan pada 3 tingkatan:
1) Kategori tingkah laku yang masih verbal
2) Perluasan kategori menjadi deretan tujuan
3) Tingkah laku konkret yang terdiri dari tugas-tugas (taks) dalam
pertanyaan-pertanyaan sebagai ujian dan butir-butir soal.
Ada tiga ranah atau domain besar, yang terletak pada tingkatan ke-2 yang
selanjutnya disebut taksonomi yaitu:
1) Ranah kognitif (cognitive domain)
Ranah Kognitif berisi perilaku yang menekankan aspek intelektual,
seperti pengetahuan, dan keterampilan berpikir. Ranah afektif
mencakup perilaku terkait dengan emosi, misalnya perasaan, nilai,
minat, motivasi, dan sikap. Sedangkan ranah Psikomotorik berisi
perilaku yang menekankan fungsi manipulatif dan keterampilan
motorik / kemampuan fisik, berenang, dan mengoperasikan mesin.
Para trainer biasanya mengkaitkan ketiga ranah ini dengan Knowledge,
Skill and Attitude (KSA). Kognitif menekankan pada Knowledge,
Afektif pada Attitude, dan Psikomotorik pada Skill. Sebenarnya di
Indonesia pun, kita memiliki tokoh pendidikan, Ki Hajar Dewantara
yang terkenal dengan doktrinnya Cipta, Rasa dan Karsa atau
Penalaran, Penghayatan, dan Pengamalan. Cipta dapat diidentikkan
dengan ranah kognitif , rasa dengan ranah afektif dan karsa dengan
ranah psikomotorik.
Ranah kognitif mengurutkan keahlian berpikir sesuai dengan
tujuan yang diharapkan. Proses berpikir menggambarkan tahap
berpikir yang harus dikuasai oleh siswa agar mampu mengaplikasikan
teori kedalam perbuatan. Ranah kognitif ini terdiri atas enam level,
yaitu: (1) knowledge (pengetahuan), (2) comprehension (pemahaman
atau persepsi), (3) application (penerapan), (4) analysis (penguraian
atau penjabaran), (5) synthesis (pemaduan), dan (6) evaluation
(penilaian).
Tiga level pertama (terbawah) merupakan Lower Order Thinking
Skills, sedangkan tiga level berikutnya Higher Order Thinking Skill.
Namun demikian pembuatan level ini bukan berarti bahwa lower level
tidak penting. Justru lower order thinking skill ini harus dilalui dulu
untuk naik ke tingkat berikutnya. Skema ini hanya menunjukkan
bahwa semakin tinggi semakin sulit kemampuan berpikirnya.
No. Kategori Penjelasan Kata kerja kunci
1. Pengetahuan Kemampuan Mendefinisikan, menyusun
menyebutkan atau daftar, menamai, menyatakan,
menjelaskan kembali mengidentifikasikan,
Contoh: menyatakan mengetahui, menyebutkan,
kebijakan. membuat rerangka, menggaris
bawahi, menggambarkan,
menjodohkan, memilih
2. Pemahaman Kemampuan memahami Menerangkan, menjelaskan ,
instruksi/masalah, menguraikan, membedakan,
menginterpretasikan dan menginterpretasikan,
menyatakan kembali merumuskan, memperkirakan,
dengan kata-kata sendiri meramalkan, menggeneralisir,
Contoh : Menuliskan menterjemahkan, mengubah,
kembali atau memberi contoh, memperluas,
merangkum materi menyatakan kembali,
pelajaran menganalogikan, merangkum
3. Penerapan Kemampuan Menerapkan, mengubah,
menggunakan konsep menghitung, melengkapi,
dalam praktek atau menemukan. membuktikan,
situasi yang baru menggunakan,
Contoh: Menggunakan mendemonstrasikan,
pedoman/ aturan dalam memanipulasi, memodifikasi,
menghitung gaji menyesuaikan, menunjukkan,
pegawai. mengoperasikan, menyiapkan,
menyediakan, menghasilkan.
4. Analisa Kemampuan Menganalisa,
memisahkan konsep mendiskriminasikan, membuat
kedalam beberapa skema /diagram, membedakan,
komponen untuk membandingkan,
memperoleh mengkontraskan, memisahkan,
pemahaman yang lebih membagi, menghubungkan,
luas atas menunjukan hubungan antara
dampak komponen – variabel,
komponen memilih, memecah menjadi
terhadap konsep tersebut beberapa bagian,
secara menyisihkan,
utuh. mempertentangkan.
Contoh: Menganalisa
penyebab
meningkatnya Harga
pokok
penjualan dalam laporan
keuangan dengan
memisahkan
komponen-
komponennya.
5. Sintesa Kemampuan merangkai Mengkategorikan
atau mengkombinasikan,
menyusun kembalimengatur memodifikasi,
komponen- mendisain,
komponen dalam rangka mengintegrasikan,
menciptakan mengorganisir,
arti/pemahaman/ mengkompilasi, mengarang,
struktur baru. menciptakan,
Contoh: Menyusun menyusun kembali, menulis
kurikulum kembali,
dengan merancang, merangkai,
mengintegrasikan merevisi,
pendapat dan materi darimenghubungkan,
beberapa sumber merekonstruksi,
menyimpulkan, mempolakan
6. Evaluasi Kemampuan Mengkaji ulang,
mengevaluasi dan membandingkan,
menilai sesuatu menyimpulkan, mengkritik,
berdasarkan mengkontraskan,
norma, acuan atau mempertentangkan
kriteria. menjustifikasi,
Contoh: mempertahankan,
Membandingkan hasil mengevaluasi,
ujian siswa dengan membuktikan,
kunci memperhitungkan,
jawaban. menghasilkan, menyesuaikan,
mengkoreksi,
melengkapi, menemukan.