Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH EVALUASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Disusun Oleh :
Andreian Galih (1720206018)
Cut Ainul Marziah (1730206043)
Ikbal Hidayatullah (1710206010)
Riadhus Sholihin (1730206089)
Siti Allia Manda Sari (1730206012)
Thania Rosalina (1720206030)

Dosen Pengampuh Mata Kuliah :


Feli Ramury, M.Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH
PALEMBANG 2019
BAB 1
PENDAHULUAN

1. Pengertian Pengukuran,Penilaian,dan Evaluasi


Dalam dunia pendidikan perlu diadakannya mengukur, menilai dan
mengadakan evaluasi. Mengukur yang dimaksud disini ialah membandingkan
sesuatu dengan satu ukuran.pengukuran (measurement) disini bersifat kuantitatif.
Menilai adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik
buruk.Penilaian ini bersifat kualitatif. Mengadakan evaluasi harus mengukur dan
menilai terlebih dahulu.
Evaluasi selalu dikaitkan dengan prestasi belajar definisi evaluasi
dikembangkan prtama kali oleh Ralph Tyler yang mengatakn bahwa evaluasi
merupakan sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana
,dalam hal apa, dan bagaimana tujuan pendidikan sudah tercapai.
Definisi yang lebih luas dikemukakan oleh dua orang ahli lain,yakni
Cronbach dan Stuflebeam yang mengatakan bahwa proses evaluasi bukan
sekedar mengukur sejauh mana tujuan tercapai, tetapi digunakan untuk membuat
keputusan.
Anas (1995:1) mengemukakan bahwa secara harfiah kata evaluasi berasal
dari bahasa Inggris: evaluation; dalam bahasa Arab: Al-Taqdir; dalam bahasa
Indonesia berarti: penilaian. Akar katanya adalah: value; dalam bahasa Arab: Al-
Qimah; dalam bahasa Indonesia berarti: nilai. James and Roffe dalam Sharon, dkk
(2010) berpendapat bahwa “evaluation is comparing the actual and real with the
predicted or promised” dimana perlu adanya renungan atas apa yang dicapai
dalam perbandingannya dengan apa yang diharapkan. Definisi ini juga
menggarisbawahi evaluasi bersifat potensial subjektif, dimana individu yang
berbeda cenderung memiliki harapan yang beragam. Dalam kegiatan evaluasi
pembelajaran, ada tiga hal yang saling berkaitan yaitu evaluasi, pengukuran dan
tes. Menurut Gronlund dalam Toto dan Cepi (2011:165) evaluasi adalah suatu
proses yang sistematis dari pengumpulan, analisis, dan inerpretasi informasi/data
untuk menentukan sejauh mana siswa telah mencapai tujuan pembelajaran.
Pengukuran adalah adalah suatu proses yang menghasilkan gambaran berupa
angka-angka mengenai tingkatan ciri-ciri khusus yang dimiliki oleh individu
(siswa). Tes adalah suatu alat atau prosedur yang sistematis untuk mengukur suatu
sampel perilaku.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa evaluasi lebih
bersifat komprehensif yang di dalamnya meliputi pengukuran, dan tes sebagai
suatu alat untuk melaksanakan pengukuran itu sendiri. Keputusan evaluasi (value
judgement) tidak hanya didasarkan pada hasil pengukuran (quantitative
description), dapat pula didasarkan pada hasil pengamatan (qualitative
description). Baik yang didasarkan pada hasil pengukuran maupun bukan
pengukuran, pada akhirnya menghasilkan keputusan nilai tentang suatu objek
yang dinilai.

2. Mengapa Menilai ?
Menilai atau mengevaluasi disini ada 3 sebab yaitu sebab bagi guru dan
sekolah. sebab bagi siswa yaitu:
a) Dengan menilai guru akan dapat mengetahui siswa-siswi mana yang sudah
berhak melanjutkan pelajarannya karna sudah berhasil menguasai bahan,mapun
mengetahui siswa siswi yang belum berhasil menguasi bahan.
b) Guru akan menmgetahui apakah materi yang diajarkan sudah tepat bagi siswa
sehingga untuk memberikan diwaktu yang akan dating tidak perlu diadakan
perubahan.
c) Guru akan mengetahui apakah metode yang digunakan sudah tepat apa belum.

Sebab bagi siswa yaitu ada 2 kemungkinan yaitu memuaskan dan tidak
memuaskan.
a) Memuaskan
Jika siswa memperoleh nilai yang memuaskan dan hal itu menyenangkan, tentu
kepusan itu ingin diperolehnya lagi pada kesempatan lain kali. Akibatnya siswa
mempunyai motivasi yang cukup besar untuk belajar lebih giat.
b) Tidak Memuaskan
Jika siswa tidak puas dengan nilai yang diperoleh,ia akan berusaha agar lain kali
keadaan itu tidak terulang lagi.atau bias jadi sebaliknya siswa yang lemah
kemauannya akan menjadi putus asa dengan hasil yang diperolehnya.

Sebab bagi sekolah yaitu:


a) Dapat mengetahui apakah kondisi belajar yang diciptakan oleh sekolah sudah
sesuai dengan harapan atau belum. Hasil belajar merupakan cermin kualitas suatu
sekolah.
b) Informasi dari guru tentang tepat tidaknya kurikulumuntuk sekolah dapat
merupakan bahan pertimbangan bagi perencanaan sekolah untuk masa-masa yang
akan datang.
c) Informasi hasil penilaian yang diperoleh dari tahun ke tahun oleh sekolah dapat
digunakan sebagai pedoman oleh sekolah, untuk mengetahui apakah sekolah
sudah memenuhi standart apa belum.

Secara rinci dan sesuatu dengan urutan kejadianya, dalam proses


transformasi ini penilaian dibedakan atas tiga jenis, yakni sebelumnya, selama,
dan sesudah tarjadi proses dalam kegiatan sekolah. Dalam hal ini para pelaksana
pendidikan selalu berorientasi pada tujuan yang akan dibaca dan tinjauannya
selalu diarahkan pada siswa secara perseorangan ( individual) maupun secara
kelompok ( per kelas atau per angkatan).
Sehubungan dengan perincian ini, yang bisa dilakukan oleh pendidik adalah
mengajukan pertanyaan- pertanyaan sebagi satu ungkapan penilaian yang akan
dicari jawabannya.

4. Tujuan atau Fungsi Penilaian


Jika ingin melakukan kegiatan evaluasi, maka guru harus mengetahui dan
memahami terlebih dahulu tentang tujuan dan fungsi evaluasi. Bila tidak, maka
guru akan mengalami kesulitan merencanakan dan melaksanakan evaluasi. Fungsi
utama evaluasi dalam pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam empat fungsi,
yaitu :
a. Fungsi formatif
Evaluasi dapat memberikan umpan balik bagi guru sebagai dasar untuk
memperbaiki proses belajar mengajar dan mengadakan program remedial bagi
siswa yang belum menguasai sepenuhnya materi yang dipelajari.
b. Fungsi sumatif
Evaluasi dapat mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap materi pelajaran,
menentukan angka nilai sebagai bahan keputusan kenaikan kelas Adan laporan
perkembangan belajar siswa serta dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.
c. Fungsi diagnostik
Evaluasi dapat mengetahui latar belakang siswa (psikologis, fisik dan
lingkungan) yang mengalami kesulitan belajar.
d. Fungsi seleksi dan penempatan
Yaitu hasil evaluasi dapat dijadikan dasar untuk menyeleksi dan menempatkan
siswa sesuai dengan minat dan kemampuan.
Evaluasi menurut syarat-syarat psikologis bertujuan agar guru mengenal
siswa selengkap mungkin dan agar siswa mengenal dirinya seutuhnya. Di
samping itu evaluasi juga berguna untuk mempertinggi hasil pengajaran, karena
itu evaluasi tidak bisa dipisahkan dari belajar dan mengajar, dan intinya adalah
evaluasi belajar dengan tujuan untuk memperbaikinya. Evaluasi harus dilakukan
oleh semua yang bersangkutan, bukan hanya guru tetapi juga siswa. Maka tujuan
evaluasi pembelajaran meliputi:
a. Untuk melihat produktivitas dan efektivitas kegiatan belajar mengajar
b. Untuk memperbaiki dan menyempurnakan kegiatan guru
c. Untuk memperbaiki, menyempurnakan dan mengembangkan program belajar
mengajar
d. Untuk mengetahui kesulitan-kesulitan apa yang dihadapi oleh siswa selama
kegiatan belajar dan mencarikan jalan keluarnya
e. Untuk menempatkan siswa dalam situasi belajar mengajar yang tepat sesuai
dengan kemampuannya.
5. Ciri-Ciri Penilaian dalam Pendidikan
Selain mempunyai tujuan atau fungsi, penilaian dalam pendidikan juga
mempunyai Ciri-ciri.
Berikut ciri-ciri penilaian dalam pendidikan antara lain:
a) Ciri pertama, yaitu bahwa penilaian dilakukan secara tidak langsung.
Misalnya mengukur kepandaian siswa melalui ukuran kemampuan menyelesaikan
soal. Sehubungan dengan tanda-tanda anak yang pandai atau intelegent,ahli ilmu
jiwa pendidikan bernama Carl witherington mengemukakan pendapatnya
sebagai berikut:
Anak yang inteligen adalah anak yang mempunyai:
1) Kemampuan untuk bekerja dengan bilangan.
2) Kemampuan untuk menggunakan bahasa dengan baik.
3) Kemampuan untuk menangkap sesuatu yang baru (cepat mengikuti
pembicaraan orang lain).
4) Kemampuan untuk mengingat-ingat.
5) Kemampuan untuk memahami hubungan (termasuk menangkap kelucuan).
6) Kemampuan untuk berfantasi
Meskipun aspek-aspek inteligensi yang dikembangkan oleh Carl
Witherington tersebut masih berlaku, dalam arti masih ada yang mengakui
kebenarannya, namun ada penemuan yang lebih mutakhir yang dikemukakan oleh
David Lazear dalam bukunya Seven Ways of Teaching tentang aspek-aspek yang
menunjukkan tingkat kecerdasan seseorang. Menurut David Lazear ada 7 (tujuh)
indikator atau aspek yang dapat dikategorikan sebagai petunjuk tentang tinggi-
rendahnya inteligensi seseorang, yaitu :
1) Kemampuan Verbal,
2) Kemampuan mengamati dan rasa ruang,
3) Kemampuan gerak kinetis-fisik,
4) Kemampuan logika/matematika,
5) Kemampuan dalam hubungan intra-personal,
6) Kemampuan dalam hubungan inrter-personal, dan
7) Kemampuan dalam musik/irama
b) Ciri yang kedua, dari penilaian pendidikan yaitu penggunaan ukuran
kuantitatif.Artinya menggunakan simbol bilangan sebagai hasil pertama
pengukuran. Setelah itu lalu diinterprestasikan ke bentuk kualitatif.
c) Ciri ke tiga, dari pendidikan yaitu bahwa penilaian pendidikan menggunakan
unit-unit atau satuan yang tetap karena IQ 105 termasuk anak normal. Anak lain
yang hasil pengukuran IQ nya 80 menurut unit ukurannya termasuk anak dungu.
d) Ciri keempat, dari penilaian pendidikan adalah bersifat reltif artinya tidak
sama atau tidak selalu tetap dari satu waktu ke waktu yang lain.
e) Ciri kelima, dalam penilaian pendidikan adalah bahwa dalam penilaian
pendidikan itu sering terjadi kesalahan-kesalahan.Adapun sumber kesalahannya
dapat ditinjau dari beberapa faktor yaitu:
1) Terletak pada alat ukurnya
2) Terletak pada orang yang melakukan penilaian
3) Terletak pda anak yang dinilai
4) Terletak pada situasi dimana penilaian berlangsung.
BAB 2
SUBJEK DAN SASARAN EVALUASI

1. Subjek evaluasi
Yang dimaksud dengan subjek evaluasi adalah orang yang melakukan
pekerjaan evaluasi. Siap yang dapat di sebut seebagai subjek evaluasi untuk
setiap tes, ditentukan oleh suatu aturan pembagaian tugas atau ketentuan yang
berlaku.
Contoh :
a. Untuk melaksanakan evaluasi tentang prestasi belajar atau pencapaian maka
sebagai sumbjek evaluasi dalam guru
b. Untuk melaksanakan evaluasi sikap yang menggunakan sebuah skala maka
sebagai subjeknya dapat meminta petugas yang ditunjuk, dengan di dahuluin
oleh suatu latihan melaksanakan evaluasi tersebut.
c. Untuk melaksanakan evaluasi terhadap kepribadian dimana menggunakan
sebuah alat ukur yang sudah distandardikasikan maka subjeknya adalah ahli-
ahli psikologi. Di samping alatnya yang harus bersifat rahasia, maka subjek
evaluasi haruslah seorang yang betul-betul ahli karena jawaban dan tingkah
laku orang yang di tes harus diinterpretasikan dengan cara tertentu.
Tidak setiap orang dapat menafsirkan jawaban tes kepribadian ini, sehinga
hanya orang yang telah mempelajarin tes secara mendalam saja yang dapat
melakukaannya. Demikian juga dengan tes inteligensi, subjek pelakunya
harus seorang ahli .
Dalam keterangan ini.penulis menggatogorikan pelaksaana evaluasi
sebagai subjek evaluasi. Ada pandagan lain yang disebut subjek evaluasi
adalah siswa,yakni orang yang di evaluasi.dalam hal ini yang dipandang
sebagai subjek misalnya: perstasi matematika, kemampuan membaca,
kecepan lari, Dan sebagainya. Pandangan lain lagi mengklasifikasikan siswa
sebagai objek evaluasi dan guru sebagai subjeknya.
2. Objek Evaluasi
Yang dimaksud dengan objek atau sasaran evaluasi adalah hal-hal yang
menjadi pusat perhatian untuk dievaluasi.apa pun yang di tentu oleh evaluator
atau penilai untuk dievaluasi, itulah yang disebut dengan objek evaluasi. Pada
waktu evaluator ingin menilai berat badan siswa, maka menunjukkan berapa berat
badan siswa yang dimaksut, misalnya 34 kilogram,40 kilogram, dan sebagainya
adalah hasil evaluasi. Jika evaluasi ingin menilai ketrampilan siswa dalam
menggunakan termometer, maka yang menjadi objek evaluasi adalah benar
tidaknya gerakan tangan siswa ketika memegang alat, bagaimana siswa meletakan
termometer di badan anak yang diukur suhunya, kemampuan siswa untuk
menentukaan berapa lama termometer diletakkan di bagian badan, kemudian juga
kemampuan siswa dalam membaca skala yang ada pada termometer. Gambaran
tentang benar-salahnya siswa menggunakan termometer adalah hasil evaluasi
Dengan masih menggunakan diagram tentang transformasi, maka yang
menjadi objek evaluasi adalah semua usur atau komponen yang ada dalam
transformasi tersebut. Agar diperoleh gambaran yang menyeluruh tentang mutu
dan kebenaran kinerja trasformasi, maka yang dijadikan objek evaluasi adalah
semua aspek yang terkait dengan kinerja transformasi,yaitu,(1) masukan mentah,
(2) masukan instrumental, (3) masukan lingkungan, (4) proses transformasi itu
sendiri,dan (5) keluaran,yaitu hasil dari transformasi.

Masukan Mentah Sebagai Objek Evaluasi


Dalam transformasi pembelajaran, siswa berstatus sebagai objek didik.
Ahli- ahli pendidikan angkatan lama berpendapat bahwa siswa adalah objek
pendidik . kini pendapat seperti itu di tantang oleh ahli- ahli pembaruan. Dalam
kegiatan pendidikan siswa adalah subjek yang aktif, bukan sekedar objek pasif
yang dapat diperlakukan dan diarahkan menurut kehendak.dalam berbicara
tentang objek evaluasi ini mungkin ada pembaca yang terkacaukan
penggertiannya. Siswa yang dalam proses pembelajaran bersetatus sebagai subjek,
dalam evaluasi dia merupakan objek evaluasi, karena dicermati untuk diketahui
kinerja ketika menggikuti pembelajaran. Sekali lagi jagan keliru.
Dalam proses pendidikan, siswa bersetatus sebagai subjek didik-siswa aktif
belajar.
Dalam evaluasi,kinerja siswa bersetatus sebagai objek evaluasi-kinerja siswa
dicermati dan diperhatikan oleh evaluasi
Aspek-aspek yang menjadi objek evaluasi berkenaan dengan siswa sebagai
masukan mentah, masukan instrumental, dan masukan lingkungan dapat
dikembangkan dari apa yang telah disampaikan dari bab 1. Apabila evaluator
merasa kurang tepat atau masi menginginkan hal-hal yang dievaluasi, silakan
mendaftar lagi hal-hal menurut kebutuhan. Beberapa hal yang perlu dibicarakan
dalam objek evaluasi adalah : (a) penilaian dalam KBK dan (b) penilain tiga ranah
psikologis.
a. Penilaian dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
Sejalan dengan tuntutan kebijakan baru tentang kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK) yang mulai diujicobakan tahun 2001 di beberapa sekolah, dan
direncanakan oleh Depdiknas mulai diberlakukan tahun 2004, tentu saja objek
atau sasaran evaluasi menjadi lain. Dalam Buku Pedoman Penilaian Berbasis
Komputer disebutkan bahwa kurikulum berbasis kompentensi adalah yang
kurikulum yang dikembangkan berdasarkan pada kompentensi lulusan ( untuk
satu kali pembelajaran, bukan lulusan, tetapi produk hasil pembelajaran saat itu).
Dalam Kepmendiknas No. 232/U/2000 dan No.045/U/2002 dijelaskan bahwa
kompentesi adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggungjawab yang
dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu untuk masyarakat dalam
melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu.
Pengertian yang disebutkan dalam UU tersebut masi terlalu luas dan perlu
penjelasan yang disampaikan secara sederhana.secara singkat dan mudah dapat
dimengerti bahwa kompetensi adalah kemampuan.Definisi operasional yang tepat
dan rinci untuk kata “kompetensi” ( lulusan maupun keluaran sementara)
sebetulnya susah dirumuskan, tetapi lebih mudah di pahami. Wujud dari
pemilikan kompetensi seseorang dapat diketahui dari kinerja orang tersebut ketika
menjawab pertanyaan atau melakukan sesuatu. Bagi seorang siswa tingkat
pemilikan kompetensi dapat diketahui dari tiga hal yang ditunjukkan oleh siswa
yang bersangkutan setelah yang bersangkutan mengikuti proses pendidikan
tertentu.

b. Penilaian Tigs Ranas Psikologis


Menurut teori yang dikemukakan oleh Bloom, ada tiga rahan dalam rekaan
psikologis manusia yang dapat diamati oleh evaluator, yang (1) aspek kognitif
yang sudah banyak dikenal dan dilakukan penilaian, (2) aspek afektif yang
menunjukkan pemilikan nilai dan siswa,dan (3) aspek motorik atau keterampilan.
Di Australia ada satu aspek lain yang juga penting untuk dikembangkan dan
dievaluasi, yaitu (4) aspek perilaku yang di dalam bahasa inggris dikenal dengan
istilah action.
Penilain kompentensi aspek kognitif atau yang lebih banyak dikenal dengan
istilah pengetahuan, dimaksudkan untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa
terdapat pengetahuan yang telah dikuasai dan menjadi miliknya. Cara yang
digunakan dapat melalui tes tertulis maupun lisan. Perbedaan antara penilain
kurikulum yang bukan KBK dengan yang KBK, terletak pada ketepatan objek
yang dinilai. Kecenderungan masa lalu sebelum ada kebijakan KBK.

c. Penilaian Aspek Afektif


Penilaian yang sudah banyak dilakukan oleh guru,bahkan penilain yang
dilakukan depertemen pendidikan nasional dalam ujian akhir semester berulang
pemilain yang tertutup pada ranah kognitif. Dalam bab 1 sudah dijelaskan bahwa
ada lima ciri yang terdapat dalam pemilaian antara lain sering adanya kekeliruan
dimaksud adalah bahwa aspek yang dinilai, seperti sudah sedikit disinggung, yaitu
masih cenderung hanya aspek kognitif saja, dan melupakan aspek afektif yang
sebetulnya sangat erat dan mendukung pencapaian aspek kognitif.
Contoh:
Penilaian terdapat perestasi matematika pada siswa, bukan hanya
kepandaian siswa itu dalam menyelesaikan perhitungan, tetapi juga harus dinilai
seberapa cermat siswa tersebut adalah menuliskan angka-angka dalam hitungan
dimaksut. Kekurangan membuat tanda koma misalnya, akan sangat berakibat fatal
dalam perhitungan. Demikian juga kerapian siswa dalam menuliskan angka
sehingga menyebabkan kejelasan penampilan, perlu juga di nilai oleh guru.
Apabila guru sudah terbiasa memperhatikan aspek-aspek efektif yang kungkin
dirasakan sebagai hal yang kecil dan sederhana, dalam KBK hal seperti itu sangat
penting sekali untuk diperhatikan karena akan membawa dampak besar bagi
kpentingan lain, yaitu siswa menjadi cermat,rapi,hati-hati sehingga hasil akhir dari
pekerjannya menjadi lebih baik.
Bagi mata pelajaran pokok bahasan yang lain, jika guru terlatih menilai aspek-
aspek afektif yang menyertai materi kognitif,aspek-aspek keperibadian siswa akan
dengan mudah tergerak. Pelajaran budi pekerti tidak harus di pisahkan dan
diajarkan secara khusus, karena sudah tersampaikan melalu pelajaran lain. Yang
terjadi selama ini, hal-hal seperti itu tampaknya terabaikan dan dipandang sambil
lalu saja. Akibatnya dapat kita amati sekarang, pada umumnya anak-anak kurang
bahkan tidak memperhatikan sikap-sikap negatif, dan hanya memperhatikan hasil
aspek kognitif saja.

3. Sasaran Evaluasi
Apabila kita kembali kepada diangram di Bab 1, kita akan ingat kembali apa
yang menjadi sasaran dari penilain. Objek atau sasaran penilain adalah segala
sesuatu yang menjadi titik pusat pengamatan karena penilain mengginginkan
informasi tentang informasi tersebut.
Dengan masih menggunakan diagram tentang transformasi maka sasaran
menilaian untuk unsur-unsurnya meliput input, transformasi,dan output
a. Input
Calon siswa sebagai pribadi yang utuh, dapat ditinjau dari beberapa segi
yang menghasilkan bermacam-macam bentuk tes yang digunakan sebagai alat
untuk mengukur. Aspek yang bersifat rohani setidaknya mencakup 4 (empat)
hal.
1) Kemampuan
Untuk dapat menggikuti program dalam suatu
lembaga/sekolah/institusi maka calon siswa harus memiliki kemampuan
yang sepadan. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur kemampuan ini
disebut tes kemampuan atau attitude test
2) Kepribadian
Kepribadian adalah sesuatu yang terdapat dalam diri manusia
menampakkan bentuknya dalam tingkat lalu. Dalam hal-hal tertentu,
informasi tentang kepribadian sangat diperlukan. Alat untuk
memggetahui kepribadian seseorang disebut tes kepribadian atau
personality test
3) Sikap-sikap
Sebenarnya sikap ini merupakan bagian dari tingkah laku manusia
sebagai gejala atau gambaran kepribadian yang memancar keluar. Namun,
karena sikap ini merupakan suatu yang paling menonjol dan sangat
dibutuhkandalam pergaulan maka banyak orang yang menginginkan
informasi khusus tentangnya. Alat untuk mengetahui keadaan sikap
seseorang dinamakan tes sikap atau attitude test. Oleh karena tes ini
berupa skala, maka disebut skala sikap atau attitude scale.
4) Inteligensi
Untuk menggetahui tingkat inteligensi ini digunakan tes inteligensi
yang sudah banyak diciptakan oleh parah ahli. Dalam hal ini yang terkenal
adalah tes buatan Binet dan Simon yang di kenal dengan tes Binit- Simon.
Selain itu ada lagi tes-tes yang lain misalnya SPM, Tintum,dan
sebagainya. Dari hasil tes akan diketahui IQ( Intelligence Quotient) orang
tersebut. IQ bukanlah inteligensi.IQ berbeda dengan inteligensi karena IQ
hanyalah angka yang memberikan petunjuk tinggi rendahnya inteligensi
seseorang. Dengan pengertian ini maka kurang benarlah jika ada orang
mengetahui “IQ jongkok” karena IQ adalah berupa angka. Misalnya IQ
rendah diartikan bahwa angkanya rendah
Berkenaan dengan hubungan antara sikap-sikap dan kepribadian,
A.N.Oppenheim dalam bukunya Questionnaire Design and
Attitude Measurement mengajukan gambar seperti tertera pada
halaman 36. Dari gambar ini jelas bahwa kepribadian merupakan
sesuatu yang ada dalam diri manusia dan sangat dalam letaknya
sehingga sangat susah dilihat.
Kepercayaan
Sikap – sikap
Nilai – nilai
Nilai – nilai

b. Transformasi
Telah dijelaskan bahwa banyak unsur yang terdapat dalam
transformasi yang semuanya dapat menjadi sasaran atau objek
penilaian demi diperolehnya hasil pendidikan yang diharapkan. Unsur-
unsur dalam transformasi yang menjadi objek penilain antara lain:
1) Kurikulum/ materi,
2) Metode dan cara penilain,
3) Sarana pendidikan / media,
4) Sistem administrasi,
5) Guru dan personal lainnya.
c. Output
Penilaian terhadap lulusan suatu sekolah dilakukan untuk
mengetahui seberapa jauh tingkat pencapian / prestasi belajar mereka
selama mengikuti program. Alam yang digunakan untuk mengukur
pencapain ini disebut pencapaian atau achievement test.
Kecenderungan yang ada sampai saat ini di sekolah adalah bahwa
guru hanya menilai prestasi belajar saspek kognitif atau kecerdasan
saja. Alas an adalah tes tertulis. Aspek psikomotorik, apalagi afektif,
sangat langka dijaman oleh guru. Akibatnya dapat kita saksikan, yakni
para lulusan hanya menggunakan teori tetapi tidak terampil melakukan
pekerjaan keterampilan, juga tidak mampu mrngaplikasikan
pengetahuan yang sudah mereka kuasai. Lemahnya pembelajaran dan
evaluasi terhadap aspek efektif ini, jika kita mau instrospeksi, telah
berakibat merosotkanya akhlak para lulusan, yang selanjutnya
berdampak luas pada merosotnya akhlak bangsa
BAB 3
PRINSIP DAN ALAT EVALUASI

1. Prinsip Evaluasi
Prinsip-Prinsip evaluasi dalam pembelajaran sangat diperlukan sebagai
panduan dalam prosedur pengembangan evaluasi, karena jangkauan sumbangan
evaluasi dalam usaha perbaikan pembelajaran sebagian ditentukan oleh prinsip-
prinsip yang mendasari pengembangan dan pemakaiannya. Sekaitan dengan
prinsip-prinsip penilaian tersebut, ada 4 prinsip penilaian, yaitu tes hasil belajar
hendaknya: (1) mengukur hasil-hasil belajar yang telah ditentukan dengan jelas
dan sesuai dengan tujuan pembelajaran; (2) mengukur sampel yang representatif
dari hasil belajar dan bahan-bahan yang tercakup dalam pengajaran; (3) mencakup
jenis-jenis pertanyaan/soal yang paling sesuai untuk mengukur hasil belajar yang
diinginkan; (4) direncanakan sedemikian rupa agar hasilnya seesuai dengan yang
akan digunakan secara khusus, (5) dibuat dengan reliabilitas yang sebesar-
besarnya dan harus ditafsirkan secara hati-hati, dan 6) dipakai untuk memperbaiki
hasil belajar.
Selain hal-hal diatas, evaluasi hasil belajar hendaknya: (a) dirancang
sedemikian rupa sehingga jelas abilitas yang harus dinilai, materi evaluasi, alat
evaluasi, dan interpretasi hasil evaluasi; (b) menjadi bagian yang integral dari
proses belajar mengajar; (c) agar hasilnya obyektif, evaluasi harus menggunakan
berbagai alat evaluasi dan sifatnya komprehensif; (d) diikuti dengan tindak
lanjutnya. Dari segi yang lain, prinsip-prinsip evaluasi dalam pembelajaran
meliputi: (a) prinsip keterpaduan; (b) prinsip cara belajar siswa aktif; (c) prinsip
kontinuitas; (d) prinsip koherensi; (e) prinsip keseluruhan; (f) prinsip pedagogis;
(g) prinsip diskriminalitas; dan (h) prinsip akuntabilitas.
Tujuan pokok evaluasi pembelajaran adalah untuk mengetahui efektivitas
prosees belajar mengajar yang telah dilaksanakan. Indikator keefektifan itu dapat
dilihat dari perubahan tingkah laku yang terjadi pada peserta didik. perubahan
tingkah laku yang terjadi dibandingkan dengan perubahan perubahan tingkahlaku
yang diharapkan sesuai dengan tujuan dan isi program pembelajaran. Oleh karena
itu, instrumen evaluasi harus dikembangkan bertitik tolak pada tujuan dan isi
program, sehingga bentuk dan format tes yang dikembangkan sesuai dengan
tujuan dan karakteristik bahan ajar serta proporsinya sesuai dengan kelulusan dan
kedalaman materi pelajaran yang diberikan. Disamping itu, hasil evaluasi harus
dianalisis dan ditafsirkan secara hati-hati sehingga informasi yang diperoleh betul-
betul akurat mencerminkan keadaan siswa secara objektif.
Informasi yang objektif dapat dijadikan bahan masukan untuk perbaikan
proses dan program selanjutnya. Evaluasi dalam pembelajaran tidak semata-mata
untuk menentukan rating siswa, melainkan juga harus dijadikan sebagai teknik
atau cara pendidikan. Sebagai teknik atau alat pendidikan, evaluasi pembelajaran
harus dikembangkan secara terlaksana dan terintegrasi dalam program
pembelajaran, dilakukan secara kontinu, mengandung unsur pedagogis, dan dapat
lebih mendorong siswa aktif belajar.

2. Alat Evaluasi
Dalam pengertian umum, alat adalah sesuatu yang dapat digunakan untuk
mempermudah seseorang untuk melaksanakan tugas atau mencapai tujuan secara
lebih efektif dan efisien. Kata “alat” biasa disebut juga dengan istilah
“instrument”. Dengan demikian alat evaluasi juga dikenal dengan instrument
evaluasi. Dengan pengertian tersebut maka alat evaluasi dikatakan baik apbila
mampu mengevaluasi sesuatu yang dievaluasi dengan hasil seperti keadaan yang
dievaluasi.
Dalam menggunakan alat tersebut evaluator menggunakan cara atau
teknik, dan pleh karena itu dikenal dengan teknik evaluasi. Seperti disebutkan di
atas, ada 2 teknik evaluasi, yaitu teknik nontes dan teknik tes.
a) Teknik nontes
Yang tergolong teknik nontes adalah:
- Skala bertingkat
merupakan salah satu alat penilaian yang menggunakan skala yang telah disusun
dari ujung yang negatif sampai kepada ujung yang positif sehingga pada skala
tersebut penilai tinggal membubuhi tanda cek saja (V).
- Kuesioner
Kuesioner (questionair) dikenal sebagai angket. Pada dasarnya, kuesioner adalah
sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh orang yang akan diukur
(responden).
- Daftar cocok
Daftar cocok (check list) adalah deretan pertanyaan (yang biasanya
singkatsingkat), di mana responden yang dievaluasi tinggal membutuhkan tanda
cocok (√) di tempat yang sudah disediakan.
- Wawancara
Wawancara (interview) adalah suatu metode atau cara yang digunakan untuk
mendapatkan jawaban dari responden dengan jalan tanya jawab sepihak.
Dikatakan sepihak karena dalam wawancara ini responden tidak diberi
kesempatan sama sekali untuk mengajukan pertanyaan. Pertanyaan hanya
diajukan oleh subjek evaluasi.
- Pengamatan
Pengamatan atau observasi adalah suatu teknik yang dilakukan dengan cara
mengadakan pengamatan secara teliti serta pencatatan secara sistematis.
- Riwayat hidup
Riwayat hidup adalah gambaran tentang keadaan seseorang selama dalam masa
kehidupannya.

b) Teknik tes
Ada bermacam-macam rumusan tentang tes. Didalam bukunya yang berjudul
evaluasi pendidikan, Drs. Amir Daien Indrakusuma mengatakan demikian: “Tes
adalah suatu alat atau prosedur yang sistematis dan objektif untuk memperoleh
data-data atau keterangan-keterangan yang diinginkan tentang seseorang, dengan
cara yang boleh dikatakan tepat dan cepat’’ Selanjutnya, di dalam bukunya:
Teknik-Teknik Evaluasi, Muchtar Bukhori mengatakan: “Tes ialah suatu
percobaan yang diadakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hasil-hasil
pelajaran tertentu pada seorang murid atau kelompok murid”.
Definisi terakhir yang dikemukakan disini adalah definisi yang dikutip
dari webster’s Collegiete. Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan atau alat
lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, inteligensi,
kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok. Ditinjau dari
segi kegunaan untuk mengukur siswa, maka dibedakan atas adanya 3 macam tes,
yaitu;
1) Tes diagnostik
Tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-
kelemahan siswa sehingga berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut dapat
dilakukan pemberian perlakuan yang tepat.
2) Tes formatif
Dari arti kata form yang merupakan dasar dari istilah formatif maka evaluasi
formatif dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana siswa telah terbentuk
setelah mengikuti sesuatu program tertentu. Tes ini merupakan posttest atau tes
akhir proses.

Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam pengembangan alat evaluasi :


Secara umum alat evaluasi dapat dikelompokkan kedalam dua kelompok,
alat evaluasi bentuk tes dan alat evaluasi bukan tes. Agar informasi tentang
karakteristik tingkah laku individu yang dinilai akurat atau mencerminkan
mendekati keadaan yang sebenarnya, sehingga informasi itu dapat digunakan
sebagai dasar untuk membuat keputusan penting dalam pendidikan dan
pembelajaran, maka alat evaluasi yang digunakan harus memenuhi persyaratan
teknis sebagai alat ukur yang baik. Karakteristik alat evaluasi yang baik menurut
Hopkins dan Antes adalah alat evaluasi tersebut memiliki keseimbangan, spesifik
dan objektif. Keseimbangan dan kekhususan (spesifikasi) berkaitan langsung
dengan validalitas, objektivitas berkaitan langsung dengan reliabilitas dan
berkaitan tidak langsung dengan validitas, yaitu melalui keterkaitan antara
validitas dan reliabilitas. Untuk memperoleh perangkat alat evaluasi yang
seimbang (proporsional), dapat dilakukan dengan cara membuat tabel spesifikasi
(kisi-kisi) mengenai topik-topik yang akan dimasukkan kedalam prangkat alat
evaluasi. Untuk memperoleh butir-butir alat evaluasi yang spesifik dapat
dilakukan melalui identifikasi kopetensi dan tujuan-tujuan khusus pembelajaran,
selanjutnya dijadikan dasar perumusan butir alat evaluasi. Untuk memperoleh
hasil yang objektif dilakukan dengan membuat pedoman penskoran pengolahan
dan penafsiran yang jelas dan terinci.
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan evaluasi
pembelajaran, yaitu: (1) jenis dan karakteristik kopetensi dan tujuan pembelajaran
yang dikembangkan; (2) pengambilan sampel perilaku yang akan diukur; (3)
pemilihan jenis tipe alat evaluasi yang akan digunakan ; (4) aspek yang akan diuji;
(5) format butir soal; (6) jumlah butir soal; (7) distribusi tingkat kesukaran butir
soal.
Kemudian dalam menentukan bentuk alat evaluasi mana yang akan
digunakan, perlu mempertimbangkan hal-hal berikut: (1) karakteristik kopetensi
dan mata pelajaran yang akan diujikan; (2) tujuan khusus pembelajaran yang
harus dicapai siswa; (3) tipe informasi yang dibutuhkan dari tujuan evaluasi; (4)
usia dan tingkat perkembangan mental siswa yang akan mengikuti tes; dan (5)
besarnya kelompok siswa yang akan mengikuti tes.
BAB 4
MASALAH TES

1. Pengertian
Istilah tes diambil dari kata testum suatu pengertian dalam bahasa prancis
kunoyang berarti piring untuk menyisihkan logam-logam mulia. Ada pula yang
mengartikan sebagai sebuah piring yang dibuat dari tanah. Test adalah alat atau
prosedur yang dipergunakan dalam rangka pengukuran dan penilaian.
Testing adalah pelaksanaan atau peristiwa berlangsungnya pengukuran dan
penilaian. Tester adalah orang yang melaksanakan tes, pembuat tes,
eksperimentor. Testee dan testees adalah pihak yang dikenai tes (Sudijino,
2001:66). Tes adalah penilaian komprehensif terhadap sesorang individu atau
usaha keseluruhan evaluasi program. Menurut Arikunto (2005:33) tes adalah
suatu pengumpul informasi yang bersifat lebih resmi karena penuh dengan
batasan-batasan.
Menurut Sidijono (2001:67), secara umum ada dua macam fungsi yang
dimiliki
tes yaitu :
a) Sebagai alat pengukur terhadap peserta didik. Tes berfungsi mengukur tingkat
perkembangan atau kemajuan yang telah dicapai oleh peserta didik setelah mereka
menempuh proses belajar mengajar dalam jangka waktu tertentu.
b) Sebagai alat pengukur keberhasilan program pengajaran, sebab melalui tes
tersebut akan dapat diketahui sudah seberapa jauh program pengajaran yang telah
ditentukan.
Seorang ahli bernama james ms. Cattel, pada tahun 1890 telah
mamperkenalkan pengertian tes ini kepada masyarakat melalui bukunya yang
berjudul mental test and measurement.kemudian tes ini dikembangkan oleh binet-
simon dengan tes inteligensinya.
2. Persyaratan Tes
Pada permulaan buku ini telah disinggung bahwa mengukur panjang sisi
meja dengan menggunakan karet elastic yang di ulur-ulur, sama halnya dengan
tidak mengukur. hasil ukurannya tidak akan dapat dipercaya. Akan tetapi apabila
keadaannya memang terpaksa, yakni apabila kita harus melakukan pengukuran
padahal yang ada disitu hanyalah sehelai tali karet elastic, maka kita dapat
menggunakan tali ituasal menggunakannya mengikuti aturan tertentu, yakni tidak
boleh ditarik-tarik.
Sumber persyaratan tes didasarkan ats dua hal, yaitu : mutu tes dan
pengadministrasian dalam pelaksanaan. Walaupun dalam melaksanakan tes sudah
diusahakan mengikuti aturan tentang suasana, cara, dan prosedur yang telah
ditentukan namun tes itu sendiri mengandung kelemahan-kelemahan. Gilbert sax,
menyebutkan beberapa kelemahan sebagai berikut:
a) Adakalanya tes (secara psikologis terpaksa) menyinggung pribadi seseorang
(walaupun tidak disengaja demikian).
b) Tes menibulkan kecemasan sehingga mempengaruhi hasil belajar yang murni.
c) Tes mengategorikan siswa secara tetap.
d) Tes tidak mendukung kecemerlangan dan daya kreasi siswa.
e) Tes hanya mengukur aspek tingkah laku yang sangat terbatas.

3. Ciri-Ciri Tes yang Baik


Sebuah tes yang dapat dikatakan baik sebagai alat pengukur harus
memenuhi persyaratan tes, yaitu memiliki:
a) Validitas
Perbedaan arti istilah “validitas” dengan “valid”. Validitas merupakan kata
benda, sedangkan valid merupakan kata sifat. dalam pembicaraan evaluasi pada
umumnya orang hanya mengenal istilah valid untuk alat evaluasi atau instrument
evaluasi. Sebuah tes disebut valid apabila tes itu dapat tepat mengukur apa yang
hendak diukur. Istilah valid sangat sukar dicari gantinya.ada istilah baru yang
mulai diperkenalkan yaitu “sahih”, sehingga validitas diganti “kesasihan”.
Walaupun istilah tepat belum dapat mencakup semua arti yang tersirat dalam kata
valid , dan kata tepat kadang-kadang digunakan dalam konteks yang lain, akan
tetapi tambahan kata tepat dalam menerangkan kata valid dapat memperjelas apa
yang dimaksud.
Ada beberapa macam validitas yaitu:
a) Validitas logis (logical Validity)
b) Validitas ramalan (predictive validity)
c) Validitas kesejajaran (concurrent validity)

b) Reliabilitas
Kata reliabilitas dalam bahasa Indonesia diambil dari kata reliability dalam
bahasa inggris, berasal dari kata asal reliable yang artanya dapat dipercaya.seperti
halnya validitas dan valid kekacauan dalam penggunaan istilah “reliabilitas”
sering dikacaukan dengan istilah “reliable”. “Reliabilitas” merupakan kata benda,
sedangkan “reliable” merupakan kata sifat atau kata keadaan.

c) Objektivitas
Dalam pengertian sehari-hari telah dengan cepat diketahui bahwa objektif
berarti tidak adanya unsur pribadi yang mempengaruhi. Lawan dari objektif
adalah subjektif, artinya terdapat unsure pribadi yang masuk mempengaruhi.
Sebuah tes dikatakan memiliki objektifitas apabila dalam melaksanakan tes itu
tidak ada faktor subjektif yang mempengaruhi. Hal ini terutama terjadi pada
system skoringnya. Ada 2 faktor yang mempengaruhi subjektivitas dari sesuatu
tes yaitu : bentuk tes dan penilaian.

d) Praktikabilitas
Sebuah tes dikatakan memiliki praktikabilitas yang tinggi apabila tes tersebut
bersifat praktis, mudah pengadministrasiannya.
Tes yang praktis adalah tes yang :
a) Mudah dilaksanakan
b) Mudah pemeriksaannya
c) Dilengkapi dengan petunjuk-petunjuk yang jelas.
e) Ekonomis
Yang dimaksud dengan ekonomis ialah bahwa pelaksanaan tes tersebut tidak
membutuhkan ongkos/biaya yang mahal,tenaga yang banyak, dan waktu yang
lama.
BAB 5
TAKSONOMI

1. Arti dan Letak Taksonomi dalam Pendidikan


Sejak lahirnya kurikulum PPSP (Proyek Perintis Sekolah Pembangunan) yang
kemudian disusul oleh lahirnya kurikulum tahun 1975, telah mulai tertanam
kesadaran pada para guru bahwa tujuan pelajarn harus dirumuskan sebelum proses
belajar mengajar berlansung. Tujuan tersebut harus diberitahukan kepada para
siswa.Jadi, tujuan tersebut bukanlah suatu yang harus dirahasiakan. Apabila dalam
pengajaran tidak disebutkan tujuannya, siswa tidak akan tahu mana pelajaran yang
penting dan mana yang tidak.Apabila setiap guru memahami kegunaan perumusan
tujuan ini maka mereka dapat mengusahakan kegiatan mengajar secara efektif.
Kepentingan hubungan amtara kegiatan belajar-mengajar dengan tujuan, oleh
seorang ahli bernama Scriven (1967) dikemukakan bahwa harus ada hubungan
erat antara:
1) Tujuan kurikulum dengan bahan pelajaran.
2) Bahan pelajaran dengan alat-alat evaluasi.
3) Tujuan kurikulum dengan alat-alat evaluasi.
Tujuan kurikulum yang dimaksud adalah tujuan yang dapat diukur. Ebel
(1963) berpendapat bahwa jika hasil pendidikan merupakan sesuatu yang penting
tetapi tidak dapat diukur maka tujuan itu harus diubah. Jika tujuan dirumuskan
secara operasional maka hasilnya akan dapat diukur. Suatu tanda bahwa seseorang
telah mencapai tujuannnya, akan terlihat pada perubahan tingkah lakunya. Tujuan
pendidikan dapat dirumuskan pada tiga tingkatan :
1. Tujuan umum pendidikan.
Tujuan ini menentukan perlu dan tidaknya suatu program diadakan.
Didalam praktek sehari-hari disekolah, tujuan ini dikenal sebagai TIU (Tujuan
Intruksional Umum).
2. Tujuan yang didasarkan pada tingkah laku.
Dalam periode 20 tahun terakhir ini, banyak usaha telah dilakukan untuk
mencari metode yang dapat digunakan untuk menganalisis atau
mengklasifikasikan sebuah pandangan yang berhubungan dengan kegiatan
pendidikan sehari-hari.Yang dimaksud adalah berhasilnya pendidikan dalam
bentuk tingkah laku.Inilah yang dimaksud dengan taksonomi (taxonomy).Ada tiga
macam tingkah laku yang dikenal umum, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor
(keterampilan).
3. Tujuan yang lebih jelas dirumuskan secara operasional.
Kaum behavioris (kaum yang mengutamakan tingkah laku), berpendapat
bahwa taksonomi yang dikemukakan oleh Bloom dan kawan-kawan, adalah
sangat bersifat mental.Mereka tidak menjelaskan kepada para pendidik secara
konkrit dan dapat diamati.
Dalam pelaksanaan pendidikan disekolah, ketiga tujuan ini harus ada.
Tetapi prakteknya memang sulit karena dalam beberapa hal, penafsirannya lalu
menjadi subjektif. Kesulitan lain adalah bahwa sulit untuk mejabarkan tujuan
umum ini menjadi tujuan yang lebih terperinci.
Beberapa ahli telah mencoba memberikan cara bagaimana menyebut
ketiga tingkatan tujuan ini, yang akhirnya oleh Viviane De Landshere
disimpulkan ada 3 tingkat tujuan (termasuk taksonomi)
a. Tujuan akhir atau tujuan umum pendidikan
b. Taksonomi
c. Tujuan operasional

2. Taksonomi Bloom

1. Sejarah Taksonomi Bloom

Taksonomi berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani yaitu tassein yang
berarti mengklasifikasi dan nomos yang berarti aturan. Jadi Taksonomi berarti
hierarkhi klasifikasi atas prinsip dasar atau aturan. Istilah ini kemudian digunakan
oleh Benjamin Samuel Bloom, seorang psikolog bidang pendidikan yang
melakukan penelitian dan pengembangan mengenai kemampuan berpikir dalam
proses pembelajaran. Bloom, lahir pada tanggal 21 Februari 1913 di Lansford,
Pennsylvania dan berhasil meraih doktor di bidang pendidikan dari The
University of Chicago pada tahun 1942. Ia dikenal sebagai konsultan dan aktivis
internasonal di bidang pendidikan dan berhasil membuat perubahan besar dalam
sistem pendidikan di India. Ia mendirikan the International Association for the
Evaluation of Educational Achievement, the IEA dan mengembangkan the
Measurement, Evaluation, and Statistical Analysis (MESA) program pada
University of Chicago. Di akhir hayatnya, Bloom menjabat sebagai Chairman of
Research and Development Committees of the College Entrance Examination
Board dan The President of the American Educational Research Association. Ia
meninggal pada 13 September 1999.
Sejarah taksonomi bloom bermula ketika awal tahun 1950-an, dalam
Konferensi Asosiasi Psikolog Amerika, Bloom dan kawan-kawan mengemukakan
bahwa dari evaluasi hasil belajar yang banyak disusun di sekolah, ternyata
persentase terbanyak butir soal yang diajukan hanya meminta siswa untuk
mengutarakan hapalan mereka. Konferensi tersebut merupakan lanjutan dari
konferensi yang dilakukan pada tahun 1948. Menurut Bloom, hapalan sebenarnya
merupakan tingkat terendah dalam kemampuan berpikir (thinking behaviors).
Masih banyak level lain yang lebih tinggi yang harus dicapai agar proses
pembelajaran dapat menghasilkan siswa yang kompeten di bidangnya.
Akhirnya pada tahun 1956, Bloom, Englehart, Furst, Hill dan Krathwohl
berhasil mengenalkan kerangka konsep kemampuan berpikir yang dinamakan
Taxonomy Bloom. Jadi, Taksonomi Bloom adalah struktur hierarkhi yang
mengidentifikasikan skills mulai dari tingkat yang rendah hingga yang tinggi.
Tentunya untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi, level yang rendah harus
dipenuhi lebih dulu. Dalam kerangka konsep ini, tujuan pendidikan ini oleh
Bloom dibagi menjadi tiga domain/ranah kemampuan intelektual
(intellectualbehaviors) yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik.
Bloom danKratwhol telah memberikan banyak inspirasi kepada banyak orang
yang melahirkan taksonomi lain. Prinsip-prinsip dasar yang banyak digunakan
oleh 2 orang ini ada 4 buah yaitu :
a. Prinsip metodologis
Perbedaan-perbedaan yang besar telah menfleksi kepada cara-cara guru dalam
mengajar.
b. prinsip psikologis
Taksonomi hendaknya konsisiten dengan fenomena kejiwaan yang ada
sekarang.
c. Prinsip logis
Taksonomi hendaknya dikembangkan secara logis dan konsisten.
d. Tingkatan tujuan
Tingkatan-tingkatan tidak selaras dengan tingkatan-tingkatan nilai-
nilai.Tiap-tiap jenis tujuan pendidikan hendaknya menggambarkancorak yang
netral.
Atas dasar prinsip ini maka taksonomi disusun menjadi suatu tingkatan
yang menunjukkan tingkat kesulitan.Sebagai contoh, mengingat fakta lebih
mudah daripada menarik kesimpulan.Atau menghafal, lebih mudah daripada
memberikan pertimbangan.Tingkatan kesulitan ini juga menfleksi kepada
kesulitan dalam proses belajar dan mengajar.
Sudah banyak diketahui mula-mula taksonomi Bloom terdiri dari dua
bagian yaitu kognitif domain dan afektif domain (cognitive domain and affective
domain). Pencipta dari kedua taksonomi ini merasa tidak tertarik pada psikomotor
domain karena mereka melihat hanya ada sedikit kegunaannya di Sekolah
Menengah atau Universitas (Bloom, 1959).Akhirnya Simpson melengkapi dua
domain yang ada dengan psikomotor domain (1966).Namun sebenarnya pemisah
antara ketiga domain ini merupakan pemisah yang dibuat- buat, karena manusia
merupakan satuan kebulatan yang tidak dapat dipecah-pecah segala tindakannya
juga merupakan suatu kebulatan.
Saat ini sudah banyak di ketahui oleh umum bahwa apa yang dikenal
sebagai taksonomi Bloom (1956) sebenarnya merupakan hasil kelompok penilai
di Universitas yang terdiri dari B. S. Bloom Editor M. D. Engelhart, E, Furst,
W.H. Hill, dan D.R Kratwohl yang kemudian di dukung pula oleh Ralp W. Tyler
Secara garis besar, Bloom bersama kawan-kawan merumuskan tujuan-
tujuan pendidikan pada 3 tingkatan:
1) Kategori tingkah laku yang masih verbal
2) Perluasan kategori menjadi deretan tujuan
3) Tingkah laku konkret yang terdiri dari tugas-tugas (taks) dalam
pertanyaan-pertanyaan sebagai ujian dan butir-butir soal.
Ada tiga ranah atau domain besar, yang terletak pada tingkatan ke-2 yang
selanjutnya disebut taksonomi yaitu:
1) Ranah kognitif (cognitive domain)
Ranah Kognitif berisi perilaku yang menekankan aspek intelektual,
seperti pengetahuan, dan keterampilan berpikir. Ranah afektif
mencakup perilaku terkait dengan emosi, misalnya perasaan, nilai,
minat, motivasi, dan sikap. Sedangkan ranah Psikomotorik berisi
perilaku yang menekankan fungsi manipulatif dan keterampilan
motorik / kemampuan fisik, berenang, dan mengoperasikan mesin.
Para trainer biasanya mengkaitkan ketiga ranah ini dengan Knowledge,
Skill and Attitude (KSA). Kognitif menekankan pada Knowledge,
Afektif pada Attitude, dan Psikomotorik pada Skill. Sebenarnya di
Indonesia pun, kita memiliki tokoh pendidikan, Ki Hajar Dewantara
yang terkenal dengan doktrinnya Cipta, Rasa dan Karsa atau
Penalaran, Penghayatan, dan Pengamalan. Cipta dapat diidentikkan
dengan ranah kognitif , rasa dengan ranah afektif dan karsa dengan
ranah psikomotorik.
Ranah kognitif mengurutkan keahlian berpikir sesuai dengan
tujuan yang diharapkan. Proses berpikir menggambarkan tahap
berpikir yang harus dikuasai oleh siswa agar mampu mengaplikasikan
teori kedalam perbuatan. Ranah kognitif ini terdiri atas enam level,
yaitu: (1) knowledge (pengetahuan), (2) comprehension (pemahaman
atau persepsi), (3) application (penerapan), (4) analysis (penguraian
atau penjabaran), (5) synthesis (pemaduan), dan (6) evaluation
(penilaian).
Tiga level pertama (terbawah) merupakan Lower Order Thinking
Skills, sedangkan tiga level berikutnya Higher Order Thinking Skill.
Namun demikian pembuatan level ini bukan berarti bahwa lower level
tidak penting. Justru lower order thinking skill ini harus dilalui dulu
untuk naik ke tingkat berikutnya. Skema ini hanya menunjukkan
bahwa semakin tinggi semakin sulit kemampuan berpikirnya.
No. Kategori Penjelasan Kata kerja kunci
1. Pengetahuan Kemampuan Mendefinisikan, menyusun
menyebutkan atau daftar, menamai, menyatakan,
menjelaskan kembali mengidentifikasikan,
Contoh: menyatakan mengetahui, menyebutkan,
kebijakan. membuat rerangka, menggaris
bawahi, menggambarkan,
menjodohkan, memilih
2. Pemahaman Kemampuan memahami Menerangkan, menjelaskan ,
instruksi/masalah, menguraikan, membedakan,
menginterpretasikan dan menginterpretasikan,
menyatakan kembali merumuskan, memperkirakan,
dengan kata-kata sendiri meramalkan, menggeneralisir,
Contoh : Menuliskan menterjemahkan, mengubah,
kembali atau memberi contoh, memperluas,
merangkum materi menyatakan kembali,
pelajaran menganalogikan, merangkum
3. Penerapan Kemampuan Menerapkan, mengubah,
menggunakan konsep menghitung, melengkapi,
dalam praktek atau menemukan. membuktikan,
situasi yang baru menggunakan,
Contoh: Menggunakan mendemonstrasikan,
pedoman/ aturan dalam memanipulasi, memodifikasi,
menghitung gaji menyesuaikan, menunjukkan,
pegawai. mengoperasikan, menyiapkan,
menyediakan, menghasilkan.
4. Analisa Kemampuan Menganalisa,
memisahkan konsep mendiskriminasikan, membuat
kedalam beberapa skema /diagram, membedakan,
komponen untuk membandingkan,
memperoleh mengkontraskan, memisahkan,
pemahaman yang lebih membagi, menghubungkan,
luas atas menunjukan hubungan antara
dampak komponen – variabel,
komponen memilih, memecah menjadi
terhadap konsep tersebut beberapa bagian,
secara menyisihkan,
utuh. mempertentangkan.
Contoh: Menganalisa
penyebab
meningkatnya Harga
pokok
penjualan dalam laporan
keuangan dengan
memisahkan
komponen-
komponennya.
5. Sintesa Kemampuan merangkai Mengkategorikan
atau mengkombinasikan,
menyusun kembalimengatur memodifikasi,
komponen- mendisain,
komponen dalam rangka mengintegrasikan,
menciptakan mengorganisir,
arti/pemahaman/ mengkompilasi, mengarang,
struktur baru. menciptakan,
Contoh: Menyusun menyusun kembali, menulis
kurikulum kembali,
dengan merancang, merangkai,
mengintegrasikan merevisi,
pendapat dan materi darimenghubungkan,
beberapa sumber merekonstruksi,
menyimpulkan, mempolakan
6. Evaluasi Kemampuan Mengkaji ulang,
mengevaluasi dan membandingkan,
menilai sesuatu menyimpulkan, mengkritik,
berdasarkan mengkontraskan,
norma, acuan atau mempertentangkan
kriteria. menjustifikasi,
Contoh: mempertahankan,
Membandingkan hasil mengevaluasi,
ujian siswa dengan membuktikan,
kunci memperhitungkan,
jawaban. menghasilkan, menyesuaikan,
mengkoreksi,
melengkapi, menemukan.

2) Ranah Afektif (affektive domain)


Ranah Afektif mencakup segala sesuatu yang terkait dengan emosi,
misalnya perasaan, nilai, penghargaan, semangat,minat, motivasi, dan
sikap. Lima kategori ranah ini diurutkan mulai dari perilaku yang
sederhana hingga yang paling kompleks.
No. Kategori Penjelasan Kata kerja kunci
1. Penerimaan Kemampuan untuk menanyakan, mengikuti,
menunjukkan atensi dan memberi, menahan /
penghargaan terhadap mengendalikan diri,
orang lain Contoh: mengidentifikasi,
mendengar pendapat memperhatikan,
orang lain, mengingat menjawab.
nama seseorang
2. Responsif Kemampuan Menjawab, membantu,
berpartisipasi aktif mentaati, memenuhi,
dalam pembelajaran dan menyetujui,
selalu termotivasi untuk mendiskusikan,
segera melakukan, memilih,
bereaksi dan mengambil menyajikan,
tindakan atas suatu mempresentasikan,
kejadian. melaporkan,
Contoh: berpartisipasi menceritakan, menulis,
dalam menginterpretasikan,
diskusi kelas menyelesaikan,
mempraktekkan.
3 Nilai yang dianut Kemampuan Menunjukkan,
(Nilai diri) menunjukkan nilai mendemonstrasikan,
yang dianut untuk memilih,
membedakan membedakan,
mana yang baik dan mengikuti, meminta,
kurang baik memenuhi,
terhadap suatu menjelaskan,
kejadian/obyek, membentuk,
dan nilai tersebut berinisiatif,
diekspresikan melaksanakan,
dalam perilaku. memprakarsai,
Contoh: Mengusulkan menjustifikasi,
kegiatan mengusulkan,
Corporate Social melaporkan,
Responsibility menginterpretasikan,
sesuai dengan nilai yang membenarkan,
berlaku menolak, menyatakan /
dan komitmen mempertahankan
perusahaan. pendapat,
4 Organisasi Kemampuan Mentaati, mematuhi,
membentuk sistem merancang, mengatur,
nilai dan budaya mengidentifikasikan,
organisasi mengkombinasikan,
dengan mengorganisisr,
mengharmonisasikan merumuskan,
perbedaan nilai. menyamakan,
Contoh: Menyepakati mempertahankan,
dan menghubungkan,
mentaati etika profesi, mengintegrasikan,
mengakui menjelaskan,
perlunya keseimbangan mengaitkan,
antara menggabungkan,
kebebasan dan tanggung memperbaiki,
jawab menyepakati,
menyusun,
menyempurnakan,
menyatukan
pendapat,
menyesuaikan,
melengkapi,
membandingkan,
memodifikasi
5. Karakterisasi Kemampuan Melakukan,
mengendalikan melaksanakan,
perilaku berdasarkan memperlihatkan
nilai yang membedakan,
dianut dan memperbaiki memisahkan,
hubungan intrapersonal, menunjukkan,
interpersonal dan social. mempengaruhi,
Contoh: Menunjukkan mendengarkan,
rasa memodifikasi,
percaya diri ketika mempraktekkan,
bekerja mengusulkan, merevisi,
sendiri, kooperatif memperbaiki,
dalam membatasi,
aktivitas kelompok mempertanyakan,
mempersoalkan,
menyatakan, bertindak,
Membuktikan,
mempertimbangkan.

3) Ranah Psikomotor (psychomotor domain)


Ranah Psikomotorik meliputi gerakan dan koordinasi jasmani,
keterampilan motorik dan kemampuan fisik. Ketrampilan ini dapat
diasah jika sering melakukannya. Perkembangan tersebut dpat diukur
sudut kecepatan, ketepatan, jarak, cara/teknik pelaksanaan. Ada tujuh
kategori dalam ranah psikomotorik mulai dari tingkat yang sederhana
hingga tingkat yang rumit.
No. Kategori Penjelasan Kata kerja kunci
Persepi Kemampuan menggunakan Mendeteksi,
saraf mempersiapkan diri,
sensori dalam memilih,
menginterpretasikan nya menghubungkan,
dalam menggambarkan,
memperkirakan sesuatu mengidentifikasi,
Contoh: menurunkan suhu mengisolasi,
AC membedakan
saat merasa suhu ruangan menyeleksi,.
panas
2 Kesiapan Kemampuan untuk Memulai, mengawali,
mempersiapkan diri, baik memprakarsai,
mental, membantu,
fisik, dan emosi, dalam memperlihatkan
menghadapi sesuatu. Contoh: mempersiapkan
melakukan pekerjaan sesuai diri, menunjukkan,
urutan, menerima kelebihan mendemonstrasikaan.
dan
kekurangan seseorang.
3 Reaksi yang Kemampuan untuk memulai Meniru, mentrasir,
diarahkan ketrampilan yang kompleks mengikuti, mencoba,
dengan bantuan / bimbingan mempraktekkan,
dengan meniru dan uji mengerjakan, membuat,
coba.Contoh: Mengikuti memperlihatkan,
arahan memasang, bereaksi,
dari instruktur. menanggapi.
4 Reaksi Kemampuan untuk Mengoperasikan,
natural melakukan membangun, memasang,
(mekanisme) kegiatan pada tingkat membongkar,
ketrampilan ahap yang lebih memperbaiki,
sulit. Melalui tahap ini melaksanakan
diharapkan siswa akan sesuai standar,
terbiasa mengerjakan,
melakukan tugas rutinnya. menggunakan,
Contoh: menggunakan merakit, mengendalikan,
computer. mempercepat,
memperlancar,
mempertajam,
menangani.
5 Reaksi yang Kemampuan untuk Mengoperasikan,
kompleks melakukan membangun, memasang,
kemahirannya dalam membongkar,
melakukan memperbaiki,
sesuatu, dimana hal ini melaksanakan
terlihat sesuai standar,
dari kecepatan, ketepatan, mengerjakan,
efsiensi dan efektivitasnya. menggunakan,
Semua tindakan dilakukan merakit, mengendalikan,
secara mempercepat,
spontan, lancar, cepat, tanpa memperlancar,
ragu. mencampur,
Contoh: Keahlian bermain mempertajam,
piano. menangani, mngorganisir,
membuat
draft/sketsa, mengukur
6. Adaptasi Kemampuan Mengubah,
mengembangkan mengadaptasikan,
keahlian, dan memodifikasi memvariasikan,
pola sesuai dengan yang merevisi, mengatur
dbutuhkan, Contoh: kembali, merancang
Melakukan perubahan secara kembali, memodifikasi.
cepat dan tepat terhadap
kejadian tak terduga tanpa
merusak pola yang ada.
7. Kreativitas Kemampuan untuk Merancang, membangun,
menciptakan menciptakan,
pola baru yang sesuai dengan mendisain, memprakarsai,
kondisi/situasi tertentu dan mengkombinasikan,
juga membuat, menjadi
kemampuan mengatasi pioneer
masalah
dengan mengeksplorasi
kreativitas diri. Contoh:
membuat formula baru,
inovasi,
produk baru.
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara,


2012)
Arifin, Zainal. (2012). Evaluasi Pembelajaran. E-book tersedia:
[http://winarno.staff.iainsalatiga.ac.id/wp-
content/uploads/sites/25/2013/01/34-Evaluasi-Pembelajaran.pdf]
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009)
Dwi Ivayana Sari, Buku Diktat Evaluasi Pembelajaran
Hamzah B. Uno, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2010)
Muhammad Yaumi, Prisip-Prinsip Desain Pembelajaran, (Jakarta: Kencana,
2013)
Nyayu Khodijah, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014)
Sudarwan Danim, Psikologi Pendidikan (dalam Perspektif Baru), (Bandung:
Alfabeta, 2011)
Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran. (2011). Kurikulum dan
Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Anda mungkin juga menyukai