Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hukum kesehatan adalah rangkaian peraturan perundang-undangan dalam bidang


kesehatan yang mengatur tentang pelayanan medik dan sarana medik. Perumusan hukum
kesehatan mengandung pokok-pokok pengertian sebagai berikut :
Kesehatan menurut WHO, adalah keadaan yang meliputi kesehatan badan, jiwa dan
sosial, bukan hanya keadaan bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan. Adapun istilah
kesehatan dalam undang-undang adalah keadaan sehat, baik secara fisik, spiritual maupun
sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan
yang dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat. Tenaga kesehatan adalah setiap orang
yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan atau
keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Oleh sebab itu dibentuknya hukum dan
perundang-undangan dengan tujuan guna mengatur dan memonitoring jalannya tindakan-
tindakan medis dalam kewenangan hubungan bidan dengan klien.

B. Rumusan Masalah
Bidan sebagai profesi telah memiliki standar praktik untuk memberikan pelayanan
kepada masyarakat yang telah diatur dalam perundang-undangan yang ada di Indonesia. Oleh
karena itu dalam makalah ini kami membahas topik yang berhubungan dengan peraturan
perundang-undangan yang melandasi tugas, fungsi dan praktik kebidanan, yang meliputi :
1. Apa sajakah peraturan perundang-undangan yang mengatur Perundang-Undangan yang
Melandasi Tugas, Fungsi dan Praktek bidan?
C. Tujuan
Tujuan makalah ini adalah agar mahasiswa dapat memahami masalah Peraturan dan
Perundang-Undangan yang Melandasi Tugas, Fungsi dan Praktek bidan sehingga mahasiswa
dapat mengatasi masalah dengan tanggung jawab tenaga kesehatan.
BAB II

KAJIAN TEORI

 PERUNDANG-UNDANGAN YANG MELANDASI TUGAS, PRAKTIK DAN FUNGSI


BIDAN :
1. No. 23 tahun 1992 tentang tugas dan tanggung jawab tenaga kesehatan
2. Kepmen Kes RI No. 900/ Menkes/SK/VII/2002 TENTANG REGISTRASI DAN
PRAKTIK BIDAN
3. KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 369/MENKES/SK/III/2007 TENTANG STANDAR PROFESI BIDAN

4. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR


HK.02.02/MENKES/149/2010 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN
PRAKTIK BIDAN
5. Permenkes RI No. 1464/Menkes/SK/X/2010 TENTANG IJIN DAN
PENYELENGGARAAN PRAKTEK BIDAN

1. No. 23 tahun 1992 tentang tugas dan tanggung jawab tenaga kesehatan

Pada peraturan pemerintah ini berisikan tanggung jawab dan tugas tenaga kesehatn
termasuk didalamnay tenaga bidan : hal ini tertuang pada BAB dan Pasal sebagai
berikut :

a. BAB VII Bagian Kedua

Tenaga Kesehatan

1) Pasal 50

Tenaga kesehatan bertugas menyelenggarakan atau melakukan kegiatan


kesehatan sesuai dengan bidang keahlian dan atau kewenangan tenaga
kesehatan yang bersangkutan.
Ketentuan mengenai kategori, jenis, dan kualifikasi tenaga kesehatan
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

b. BAB V,Bagian Kedua

Kesehatan Keluarga

1) Pasal 12

Kesehatan keluarga diselenggarakan untuk mewujudkan keluarga sehat, kecil,


bahagia, dan sejahtera.

Kesehatan keluarga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi kesehatan


suami istri, anak, dan anggota keluarga lainnya.

2) Pasal 13

Kesehatan suami istri diutamakan pada upaya pengaturan kelahiran dalam


rangka menciptakan keluarga yang sehat dan harmonis.

3) Pasal 14

Kesehatan istri meliputi kesehatan pada masa prakehamilan, kehamilan,


persalinan, pasca persalinan dan masa di luar kehamilan, dan persalinan

4) Pasal 15

Dalam keadaan darurat sebagai upaya menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau
janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu.

Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) hanya dapat
dilakukan :

a. berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut

b. oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu
dan dilakukan sesuai dengantanggung jawab profesi serta berdasarkan
pertimbangan tim ahli;

c. dengan persetujuan ibu hamil yang bersngkutan atau suami atau keluarganya;

d. pada sarana kesehatan tertentu


Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan medis tertentu sebagaimana
dimaksud dalam

2. Kepmen Kes RI No. 900/ Menkes/SK/VII/2002

Bidan diharuskan memenuhi persyaratan dan perizinan untuk melaksanakan


praktek, dalam peraturan ini, terdapat ketentuan-ketentuan secara birokrasi hal-hal
yang harus bidan penuhi sebelum melakukan praktik dan juga terlampir informasi-
informasi petunjuk pelaksanaan praktik kebidanan. bidan hal tersebut tertuang
pada Bab dan Pasal-pasal berikut :

a. BAB IV

PERIZINAN

1) Pasal 9

a) Bidan yang menjalankan praktik harus memiliki SIPB.

b) Bidan dapat menjalankan praktik pada sarana kesehatan dan/atau


perorangan.

2) Pasal 10

(1) SIPB

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) diperoleh dengan mengajukan


permohonan kepada

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.

(2) Permohonan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan dengan melampirkan


persyaratan, antara lain

meliputi:

a. fotokopi SIB yang masih berlaku;

b. fotokopi ijazah Bidan;


c. surat persetujuan atasan, bila dalam pelaksanaan masa bakti atau sebagai
Pegawai Negeri ataupegawai pada sarana kesehatan.

d. surat keterangan sehat dari dokter;

e. rekomendasi dari organisasi profesi;

f. pas foto 4 X 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar.

(3) Rekomendasi yang diberikan organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada


ayat (2) huruf e, setelahterlebih dahulu dilakukan penilaian kemampuan
keilmuan dan keterampilan, kepatuhan terhadapkode etik profesi serta
kesanggupan melakukan praktik bidan.

3)Pasal 11

(1) SIPB berlaku sepanjang SIB belum habis masa berlakunya dan dapat
diperbaharui kembali.

(2) Pembaharuan SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada
Kepala Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota setempat dengan melampirkan :

(a) fotokopi SIB yang masih berlaku;


(b) fotokopi SIPB yang lama;
(c) surat keterangan sehat dari dokter;
(d) pas foto 4 X 6 cm sebanyak 2(dua) lembar;
(e) rekomendasi dari organisasi profesi;

4)Pasal 12

Bidan pegawai tidak tetap dalam rangka pelaksanaan masa bakti tidak
memerlukan SIPB.

5) Pasal 13

Setiap bidan yang menjalankan praktik berkewajiban meningkatkan


kemampuankeilmuan dan/atau keterampilannya melalui pendidikan dan/atau
pelatihan.

b.BAB V
PRAKTIK BIDAN

1) Pasal 14

Bidan dalam menjalankan praktiknya berwenang untuk memberikan pelayanan

yang meliputi :

a. pelayanan kebidanan;

b. pelayanan keluarga berencana;

c. pelayanan kesehatan masyarakat.

2) Pasal 15

(1) Pelayanan kebidanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a


ditujukan kepada ibu dan anak.

(2) Pelayanan

kepada ibu diberikan pada masa pranikah, prahamil, masa kehamilan,


masa persalinan, masa nifas, menyusui dan masa antara (periode interval).

(3) Pelayanan kebidanan kepada anak diberikan pada masa bayi baru lahir,
masa bayi, masa anak balitadan masa pra sekolah.

BAB lain dalam peraturan pemerintah ini, mengacu ke pada dua BAB tersebut, kedua
bab ini memberi gambaran umum mengenai ketentuan praktik bidan dan bab lain
yang tidak si sebutkan disini melengkapi atau menjabarkan hal-hal umum tersebut.

3. KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR


369/MENKES/SK/III/2007

Secara Umum Isi Kepmenkes ini mencakup : Definsi dan pengertian bidan, asuhan
kebidanan, praktek bidan dan standar kompetensi bidan (pengetahuan maupun
keterampilan). Hal-hal tersebut yang mendasari praktek bidan. Praktek kebidanan
dikatakan baik apabila memenuhi standar kompetensi sebagia berikut :

a. STANDAR KOMPETENSI BIDAN


Kompetensi ke 1 : Bidan mempunyai persyaratan pengetahuan dan keterampilan dari
ilmu-ilmu sosial, kesehatan masyarakat dan etik yang membentuk dasar dari asuhan
yang bermutu tinggi sesuai dengan budaya, untuk wanita, bayi baru lahir dan
keluarganya.

b. PRA KONSEPSI, KB, DAN GINEKOLOGI

Kompetensi ke-2 : Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, pendidikan


kesehatan yang tanggap terhadap budaya dan pelayanan menyeluruh dimasyarakat
dalam rangka untuk meningkatkan kehidupan keluarga yang sehat, perencanaan
kehamilan dan kesiapan menjadi orang tua

c. ASUHAN DAN KONSELING SELAMA KEHAMILAN

Kompetensi ke-3 : Bidan memberi asuhan antenatal bermutu tinggi untuk


mengoptimalkan kesehatan selama kehamilan yang meliputi: deteksi dini, pengobatan
atau rujukan dari komplikasi tertentu.

d. ASUHAN SELAMA PERSALINAN DAN KELAHIRAN

Kompetensi ke-4 : Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, tanggap


terhadap kebudayaan setempat selama persalinan, memimpin selama persalinan yang
bersih dan aman, menangani situasi kegawatdaruratan tertentu untuk mengoptimalkan
kesehatan wanita dan bayinya yang baru lahir.

e. ASUHAN PADA IBU NIFAS DAN MENYUSUI

Kompetensi ke-5 : Bidan memberikan asuhan pada ibu nifas dan mneyusui yang
bermutu tinggi dan tanggap terhadap budaya setempat.

f. ASUHAN PADA BAYI BARU LAHIR

Kompetensi ke-6 : Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi,


komperhensif pada bayi baru lahir sehat sampai dengan 1 bulan.

g. ASUHAN PADA BAYI DAN BALITA

Kompetensi ke-7 : Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi,


komperhensif pada bayi dan balita sehat (1 bulan – 5 tahun).

h. KEBIDANAN KOMUNITAS
Kompetensi ke-8 : Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi dan
komperhensif pada keluarga, kelompok dan masyarakat sesuai dengan budaya
setempat.

i. ASUHAN PADA IBU/WANITA DENGAN GANGGUAN REPRODUKSI

Kompetensi ke-9 : Melaksanakan asuhan kebidanan pada wanita/ibu dengan


gangguan sistem reproduksi.

4. PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI NO HK.02.02/MENKES/149/2010

Dalam peraturan ini, berisi mengenai ketentuan-ketentuan yang harus di lakukan


bidan untuk menyelenggarakan praktek kebidanan sesuai dengan standar kebidanan yang
ada. Ketentuan-ketentuan tersebut secara khusus diatur yaitu mengenai perizinan dan
penyelenggaraan praktik. Yang tertuang pada BAB II dan III sebagai berikut

a. BAB II PERIZINAN
1) Pasal 2

Bidan dapat menjalankan praktik pada fasilitas pelayanan kesehatan. Fasilitas


pelayanan kesehatan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) meliputi fasilitas
pelayanan kesehatan di luar praktek mandiri dan/atau praktik mandiri.

Bidan yang menjalankan praktik mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
berpendidikan minimal Diploma III (D III) kebidanan.

2) Pasal 3

Setiap bidan yang menjalankan praktek wajib memiliki SIPB

Kewajiban memiliki SIPB dikecualikan bagi bidan yang menjalankan praktik


pada fasilitas pelayanan kesehatan di luar praktik mandiri atau Bidan yang
menjalankan tugas pemerintah sebagai Bidan Desa.

3) Pasal 4

SIPB sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) dikeluarkan oleh Pemerintah
Daerah Kabupaten/ Kota. SIPB berlaku selama STR masih berlaku.
4) Pasal 5

Untuk memperoleh SIPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, bidan harus


mengajukan permohonan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dengan
melampirkan:

a. Fotocopi STR yang masih berlaku dan dilegalisir

b. Surat keterangan sehat fisik dari Dokter yang memiliki Surat Izin Praktik;

c. Surat pernyataan memiliki tempat praktik

d. Pasfoto berwarna terbaru ukuran 4×6 sebanyak 3 (tiga ) lembar; dan

e. Rekomendasi dari Organisasi Profesi

Surat permohonan memperoleh SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1),


sebagaimana tercantum dalam Formulir I (terlampir)

SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diberikan untuk 1 (satu) tempat
praktik

SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sebagaimana tercantum dalam


Formulir II terlampir

5) Pasal 6

Bidan dalam menjalankan praktik mandiri harus memenuhi persyaratan


meliputi tempat praktik dan peralatan untuk tindakan asuhan kebidanan. Ketentuan
persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam lampiran
peraturan ini. Dalam menjalankan praktik mandiri sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Bidan wajib memasang nama praktik kebidanan

6) Pasal 7

SIPB dinyatakan tidak berlaku karena:

1. Tempat praktik tidak sesuai lagi dengan SIPB

2. Masa berlakunya habis dan tidak diperpanjang

3. Dicabut atas perintanh pengadilan

4. Dicabut atas rekomendasi Organisasi Profesi


5. Yang bersangkutan meninggal dunia

b. BAB III PENYELENGGARAAN PRAKTIK

1) Pasal 8

Bidan dalam menjalankan praktik berwenang untuk memberikan pelayanan


meliputi:

(a) Pelayanan kebidanan

(b) Pelayanan reproduksi perempuan; dan

(c) Pelayanan kesehatan masyarakat

2) Pasal 9

Pelayanan kebidanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf a ditujukan


kepada ibu dan bayi.

Pelayanan kebidanan kepada ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
pada masa kehamilan, masa persalinan, masa nifas dan masa menyusui.

Pelayanan kebidanan pada bayi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
pada bayi baru lahir normal sampai usia 28 (dua puluh delapan) hari.

3) Pasal 10

Pelayanan kebidanan kepada ibu sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (2)
meliputi:

(a) Penyuluhan dan konseling

(b). Pemeriksaan fisik

(c) Pelayanan antenatal pada kehamilan normal

(d) Pertolongan persalinan normal

(e) Pelayanan ibu nifas normal


Pelayanan kebidanann kepada bayi sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (3)
meliputi:

(a) Pemeriksaan bayi baru lahir

(b) Perawatan tali pusat

(c) Perawatan bayi

(d) Resusitasi pada bayi baru lahir

(e)Pemberian imunisasi bayi dalam rangka menjalankan tugas pemerintah; dan

(f) Pemberian penyuluhan

4) Pasal 11

Bidan dalam memberikan pelayanan kebidanan sebagaimana dimaksud dalam pasal


8 huruf a berwenang untuk:

a. Memberikan imunisasi dalam rangka menjalankan tugas pemerintah

b. Bimbingan senam hamil

c. Episiotomi

d. Penjahitan luka episiotomi

e. Kompresi bimanual dalam rangka kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan


perujukan;

f. Pencegahan anemi

g. Inisiasi menyusui dini dan promosi air susu ibu eksklusif

h. Resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia

i. Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk;

j. Pemberian minum dengan sonde/pipet

k. Pemberian obat bebas, uterotonika untuk postpartum dan manajemen aktif kala
III;

l. Pemberian surat keterangan kelahiran


m. Pemberian surat keterangan hamil untuk keperluan cuti melahirkan

5. Pasal 12

Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan sebagaimana


dimaksud dalam pasal 8 huruf b, berwenang untuk;

a. Memberikan alat kontrasepsi oral, suntikan dan alat kontrasepsi dalam rahim
dalam rangka menjalankan tugas pemerintah, dan kondom;

b. Memasang alat kontrasepsi dalam rahim di fasilitas pelayanan kesehatan


pemerintah dengan supervisi dokter;

c. Memberikan penyuluhan/konseling pemilihan kontrasepsi

d. Melakukan pencabutan alat kontrasepsi dalam rahim di fasilitas pelayanan


kesehatan pemerintah; dan

e. Memberikan konseling dan tindakan pencegahan kepada perempuan pada masa


pranikah dan prahamil.

6. Pasal 13

Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud


dalam pasal 8 huruf c, berwenang untuk:

a. Melakukan pembinaan peran serta masyarakat dibidang kesehatan ibu dan bayi;

b. Melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas; dan

c. Melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan Infeksi


Menular Seksual (IMS), penyalahgunaan Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif
lainnya (NAPZA) serta penyakit lainnya.

7. Pasal 14

Dalam keadaan darurat untuk penyelamatan nyawa seseorang/pasien dan tidak ada
dokter di tempat kejadian, bidan dapat melakukan pelayanan kesehatan di luar
kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8.

Bagi bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter, dalam
rangka melaksanakan tugas pemerintah dapat melakukan pelayanan kesehatan di
luar kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8.
Daerah yang tidak memiliki dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah
kecamatan atau kelurahan/desa yang ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.

Dalam hal daearah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah terdapat dokter,
kewenangan bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku.

8. Pasal 15

Pemerintah daerah menyelenggarakan pelatihan bagi bidan yang memberikan


pelayanan di daerah yang tidak memiliki dokter

Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diseleenggarakan sesuai dengan


modul Modul Pelatihan yang ditetapkan oleh Menteri.

Bidan yang lulus pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memperoleh
sertifikat.

9. Pasal 16

Pada daerah yang tidak memiliki dokter, pemerintah daerah hanya menempatkan
Bidan dengan pendidikan Diploma III kebidanan atau bidan dengan pendidikan
Diploma I kebidanan yang telah mengikuti pelatihan.

10. Pasal 17

Bidan dalam menjalankan praktik harus membantu program pemerintah dalam


meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

11. Pasal 18

1. Dalam menjalankan praktik, bidan berkewajiban untuk:

a. Menghormati hak pasien

b. Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani dengan tepat waktu.

c. Menyimpan rahasia kedokteran sesuai dengan ketentuan peraturan


perundang-undangan;
d. Memberikan informasi tentang masalah kesehatan pasien dan pelayanan yang
dibutuhkan;

e. Meminta persetujuan tindakan kebidanan yang akan dilakukan;

f. Melakukan pencatatan asuhan kebidanan secara sistematis;

g. Mematuhi standar; dan

h. Melakukan pelaporan penyelenggaraan praktik kebidanan termasuk pelaporan


kelahirana dan kematian.

2.Bidan dalam menjalankan praktik senantiasa meningkatkan mutu pelayanan


profesinya, dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
melalui pendidikan dan pelatihan sesuai dengan bidang tugasnya.

12. Pasal 19

Dalam melaksanakan praktik, bidan mempunyai hak:

a. Memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan praktik sepanjang sesuai


dengan standar profesi dan standar pelayanan;

b. Memperoleh informasi yang lengkap dan benar dari pasien dan/ atau keluarganya;

c. Melaksanakan tugas sesuai dengan kewenangan, standar profesi dan standar


pelayanan; dan

d. Menerima imbalan jasa profesi.

5. Permenkes RI No. 1464/Menkes/SK/X/2010 TENTANG IJIN DAN


PENYELENGGARAAN PRAKTEK BIDAN

Secara Garis Besar Permenkes RI no. 1464 ini merupakan pembaruan dari Permenkes
No.149, hanya beberapa perbedaan yaitu :

Pada Pasal II ayat 2 ditiadakan

Terdapat Revisi pada pasal III menjadi 3 ayat

Setiap bidan yang bekerja di fasilitas kesehatan pelayanan kesehatan wajibMemiliki SIKB
Setiap bidan yang menjalankan praktek wajib memiliki SIPB

SIKB dan SIPB sebagaimana di maksud ayat 1 dan 2 berlaku untuk satu tempat.

Terdapat Revisi pada Pasal 4, 5

Pasal 8 pada permenkes ini masuk Pada Bab III

Bab III direvisi sampai dengan Pasal 19


BAB IV

PENUTUP

1. Kesimpulan

Bidan sebagai profesi telah memiliki standar praktik untuk memberikan pelayanan
kepada masyarakat yang telah diatur dalam perundang-undangan yang ada di Indonesia.
Adapun peraturan perundang-undangan yang mengatur Perundang-Undangan yang
Melandasi Tugas, Fungsi dan Praktek bidan :

a) No. 23 Tahun 1992 Tentang Tugas Dan Tanggung Jawab Tenaga Kesehatan
b) Kepmen Kes RI No. 900/ Menkes/SK/VII/2002 TENTANG REGISTRASI DAN
PRAKTIK BIDAN
c) KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
369/MENKES/SK/III/2007 TENTANG STANDAR PROFESI BIDAN
d) PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
HK.02.02/MENKES/149/2010 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN
PRAKTIK BIDAN
e) Permenkes RI No. 1464/Menkes/SK/X/2010 TENTANG IJIN DAN
PENYELENGGARAAN PRAKTEK BIDAN
2. Saran
a. Kepada instititusi: Diharapkan dapat menambah referensi makalah mengenai
peraturan perundang-undangan yang mengatur Perundang-Undangan yang
Melandasi Tugas, Fungsi dan Praktek bidan
b. Kepada Mahasiswa: Kami berharap adanya makalah ini selain menjadi salah satu
referensi juga diharapkan bisa sebagai panduan secara teori mengenai peraturan
perundang-undangan yang mengatur Perundang-Undangan yang Melandasi Tugas,
Fungsi dan Praktek bidan
c. Kepada pembaca: Diharapkan pembaca dapat menjadikan referensi serta
memberikan masukan terhadap isi makalah agar menghasilkan makalah yang lebih
baik untuk selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Puji Heni, Wahyuni, 2009. Etika Profesi Kebidanan; Fitramaya; Yogyakarta

Soepardan, Suryani, dkk. 2007. Etika Kebidanan dan Hukum Kesehatan. Jakarta: EGC

Bertens, K. 2007. Etika (cetakan kesepuluh). Jakarta: Gramedia Pustaka

https://norwahidahdosen.wordpress.com/2011/02/07/perundang-undangan-yang-melandasi-
tugas-praktik-dan-fungsi-bidan/ (diakses pada tanggal 23 Mei 2017)

Anda mungkin juga menyukai