Anda di halaman 1dari 3

MEREKA BUKAN KITA

Triyana, S,Kep, Ns*

“Ayah heran, sewaktu SD


dulu ayah selalu semangat
mengikuti pelajaran, tidak
pernah membolos, tidak
kenal yang namanya
NAPZA...tapi kenapa
kamu seperti itu, pemalas,
bodoh, sukanya
membantah orangtuanya
nakal, mencoba-coba
menggunakan NAPZA.
Padahal apapun kebutuhannya ayah penuhi, ayah ikutkan les matematika, les
bahasa inggris, renang, tetap saja kelakuanmu seperti itu, mau jadi apa kamu”.
Sekelumit keluh kesah Sebut saja tuan A kepada anaknya Alex. Tuan seorang
top manajer disebuah perusahaan ternama, begitu sempurna, punya visi
kedepan yang luar biasa, dianugerahi materi dan keluarga yang membuat iri
semua orang. Istrinya pun seorang pebisnis yang sukses di bidang fashion.

Pernahkah kita mendengar kisah semacam itu?

Mungkin kita akan maklum jika ada orangtua menyalahkan anaknya yang
terjerumus kedalam dunia gelap NAPZA. Bahkan mungkin kita pun akan seperti
itu. Akan tetapi bisakah kita melihat dari sisi yang lain?

Tiga alasan besar penggunaan NAPZA dibagi menjadi for fun, for function dan
for pain. For fun dijadikan alasan untuk memperoleh kesenangan, coba-coba,
penasaran dan memenuhi rasa ingin tahu yang tinggi. For function biasanya
digunakan untuk alasan karena kurang percaya diri, merasa minder, biar bisa
bekerja, biar bisa diterima dilingkungan pergaulan. Dan yang terakhir adalah for
pain, dimana alasan penggunaan NAPZA karena lari dari rasa sakit di dalam hati,
lari dari ketidaknyaman yang terjadi.
Dalam kasus Tuan A diatas, Alex melarikan diri dari rasa sakit /
ketidaknyamanan yang terjadi di rumahnya, karena orangtuanya terlalu menuntut
prestasi dengan standar tinggi. Keseharian dalam tekanan yang berlebihan,
menurut Alex, sangat membuat hidupnya tertekan dan tidak enak. Dan NAPZA
lah tempat tercepat dan termudah untuk menyembuhkan atau mengobati rasa
sakit hati dan ketidaknyamanan itu. Dia mengungkapkan bahwa dia tidak senang
dengan kompetisi dan segudang les yang menghabiskan semua waktu
bermainnya.

Berdasarkan teori, kepribadian atau watak manusia terbagi menjadi 4 jenis, yaitu
: Phlegmatis, Sanguinis, Choleris, dan Melankolis. Seseorang dengan
tipe karakter Phlegmatis menunjukkan pribadi yang mudah diatur, cenderung
diam dan kalem, suka mengalah, memiliki rasa toleransi yang tinggi, mudah
untuk disuruh, suka mengalah dan tidak menyukai konflik. Orang dengan tipe ini
suka dengan kehidupan yang damai - damai saja dan tenang. Apabila
dihadapkan pada suatu masalah, maka dia akan mencari solusi dengan cara
damai dan diselesaikan dengan tenang. Tipe Phlegmatis mampu bersabar dalam
kondisi apapun. Apabila disuruh untuk mengambil keputusan, tipe ini cenderung
mengalami kesulitan dan menunda - nunda.

Tipe kepribadian Melankolis merupakan tipe kepribadian yang memiliki karakter


cenderung bersikap rapi, teratur, terencana dan mampu mempertimbangkan
segala sesuatu dengan melihat hal - hal kecil. Secara penampilan fisik, orang
dengan tipe Melankolis sempurna tampak rapi, baju mulus, sepatu bersih, barang
bawaan tertata rapi, buku tertata dengan rapi dan tulisan rapi.

Sanguinis merupakan tipe kepribadian yang suka bila menjadi bahan perhatian,
ingin selalu disenangi oleh orang lain, menyukai kepopuleran, memiliki rasa
percaya diri yang tinggi dan senang menjadi pusat perhatian. Seorang Sanguinis
selalu senang dalam situasi yang gembira, pesta - pesta, berkumpul dengan
teman - teman dalam kondisi yang ramai. Senang terhadap aktivitas
kebersamaan yang menyenangkan, namun hidupnya tidak teratur. Orang
dengan tipe Sanguinis susah berkonsentrasi dan diajak serius. Selalu cenderung
memberikan keputusan setelah berpikir pendek.

Choleris merupakan tipe kepribadian yang tegas dan tipe seorang pemimpin.
Choleris sangat suka mengatur, suka petualangan, suka tantangan baru,
memiliki ketegasan dalam menentukan keputusan, tidak mudah menyerah, tidak
mudah mengalah. Tipe choleris menjadi sosok yang diidam - idamkan oleh orang
lain karena terlihat sangat keren dan kuat dari luar. Namun dibalik semua
kesempurnaan dan jiwa kepemimpinannya yang besar, seorang Choleris
cenderung jarang bersenang - senang.

Apa sih fungsi kita mengenali tipe kepribadian? Banyak! Iya sangat banyak.
Salah satunya adalah dalam ilustrasi kasus diatas. Kebanyakan dari kita akan
terjebak dengan standar diri kita sendiri. Maksudnya, kita harus sadar bahwa
anak kita atau orang lain, belum tentu mempunyai kepribadian yang sama
dengan kita. Mereka individu lain yang mungkin mempunyai tipe kepribadian
yang berbeda dengan kita. Sehingga akan sangat tidak adil jika kita
menginginkan anak kita atau orang lain mempunyai jalan pemikiran dan tingkah
laku yang sama dengan standar diri kita.
Apabila dipaksakan, tentu saja pemberontakan dan ketidaknyamanan yang akan
dirasakan oleh anak atau orang - orang disekitar kita. Kita mungkin akan
berharap anak kita mengembangkan mekanisme pemecahan masalah yang
adaptif untuk mengatasi ketidaknyamanan tersebut. Akan tetapi, kita juga harus
memikirkan bahwa pemecahan masalah yang negatif bisa saja menjadi pilihan
anak-anak kita yang belum mempunyai pertimbangan matang dalam mengambil
keputusan.
Jadi, mari kita lebih cermati lagi “siapa” diri kita, dan “siapa” anak - anak dan
orang - orang di sekeliling kita. Karena mereka bukan kita.

*) Perawat dan Konselor Adiksi di Unit Rehabilitasi NAPZA RSJ Prof. dr. Soerojo
Magelang.

Anda mungkin juga menyukai