Anda di halaman 1dari 133

ANALISIS RISIKO PAPARAN HIDROGEN SULFIDA

PADA MASYARAKAT SEKITAR TPA SAMPAH


TERJUN KECAMATAN MEDAN MARELAN
TAHUN 2009

TESIS

Oleh

REINHARD H. SIANIPAR
077031007/MKLI

SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
Reinhard H. Sianipar : Analisis Risiko Paparan Hidrogen Sulfida Pada Masyarakat Sekitar Tpa Sampah Terjun
Kecamatan Medan MarelanTahun 2009, 2009
USU Repository © 2008
2

ANALISIS RISIKO PAPARAN HIDROGEN SULFIDA PADA


MASYARAKAT SEKITAR TPA SAMPAH TERJUN
KECAMATAN MEDAN MARELAN TAHUN 2009

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister


Kesehatan dalam Program Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan
Industri pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh
REINHARD H. SIANIPAR
077031007/MKLI

SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
3

Judul Tesis : ANALISIS RISIKO PAPARAN HIDROGEN SULFIDA


PADA MASYARAKAT SEKITAR TPA SAMPAH
TERJUN KECAMATAN MEDAN MARELAN TAHUN
2009
Nama Mahasiswa : Reinhard H.Sianipar
Nomor Pokok : 077031007
Program Studi : Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri

Menyetujui

Komisi Pembimbing

(Dr.Dra. Irnawati Marsaulina, MS) (dr. Surya Dharma, MPH)


Ketua Anggota

Ketua Program Studi Direktur

(Dr.Dra. Irnawati Marsaulina, MS) (Prof.Dr.Ir.T.Chairunissa, MSc)

Tanggal Lulus : 08 April 2009


4

Telah diuji pada

Tanggal : 8 April 2009


____________________________________________________________________

PANITIA PENGUJI TESIS


Ketua : Dr.Dra.Irnawati Marsaulina,MS.
Anggota : dr. Surya Dharma, MPH.
Prof. Harlem Marpaung, Ph.D
Ir.Indra Chahaya, M.Si.
5

PERNYATAAN

Analisis Risiko Paparan Hidrogen Sulfida Pada Masyarakat Sekitar TPA Sampah

Terjun Kecamatan Medan Marelan Tahun 2009

Tesis

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah

diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di Perguruan Tinggi dan sepanjang

pengetahuan saya juga tidak terdapat karya yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh

orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam

daftar pustaka

Medan, A p r i l 2009

Reinhard H.Sianipar
6

ABSTRAK

Hidrogen sulfida merupakan suatu gas tidak berwarna, sangat beracun, mudah
terbakar dan memiliki karakteristik bau telur busuk. Gas ini dapat menyebabkan
dampak yang buruk bagi kesehatan. Manusia terpapar asam sulfida terutama dari
udara. Paparan hidrogen sulfida dengan konsentrasi rendah dalam jangka waktu yang
lama dapat menyebabkan efek permanen seperti gangguan saluran pernafasan, sakit
kepala dan batuk kronis.
Obyek dalam penelitian ini adalah udara ambien mengandung hidrogen
sulfida yang memiliki risiko gangguan terhadap kesehatan. Penelitian ini dilakukan
pada lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah Terjun dan sekitarnya. Jumlah
sampel yang diambil sebagai subyek adalah 40 orang di TPA Terjun dan 40 orang di
luar TPA Terjun.Rancangan penelitian adalah crossectional dengan menggunakan uji
chi-square..
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata konsentrasi hidrogen sulfida di
TPA Terjun dan luar TPA Terjun adalah 0,0290 mg/m³ (SD = 0,02023) dan 0,0033
mg/m³ (SD = 0,00057). Hasil uji statistik p < 0,05 bahwa ada perbedaan konsentrasi
hidrogen sulfida pada kedua wilayah penelitian tersebut. Rata-rata besar risiko (RQ)
di TPA Terjun adalah 2,3 (SD=1,5068) dan di luar TPA Terjun adalah 0,4
(SD=0,2788).Hasil uji statistik p < 0,05 bahwa ada perbedaan besar risiko gangguan
kesehatan antara masyarakat yang tinggal di TPA dengan masyarakat yang tinggal di
luar TPA dengan OR= 12 (95% CI = 3,751- 36,290).
Berdasarkan hasil penelitian ini terlihat bahwa keberadaan TPA
mempengaruhi kualitas udara lingkungan sekitar TPA, khususnya hidrogen sulfida
yang memiliki tingkat risiko. Untuk itu bagi Pemerintahan Kota Medan agar
mempertimbangkan perubahan sistem pengelolaan TPA Terjun. Salah satu
alternatifnya adalah dengan menggunakan sistem sanitary landfill. Bagi dinas
kesehatan kota Medan khususnya, diharapkan mampu melakukan manajemen risiko
terhadap masyarakat yang terbukti memiliki risiko yang tinggi akan terkena toksisitas
hidrogen sulfida di kemudian hari.

Kata Kunci : Hidrogen Sulfida, Tempat Pembuangan Akhir Sampah, Analisis Risiko
Kesehatan, Besar Risiko
7

ABSTRACT

Sulfide Hydrogen (H2S) is a colorless gas, very poisonous, flammable,and


have odor of rotten eggs charateristic.This gas can cause impact to health. Human
being of exposure sulfide hydrogen especially from air. Exposure sulfide hydrogen
with low concentration within old ones can cause permanent like trouble of breath,
headaches and cough chronicly.
Object in this research is air of ambient of sulfide hydrogen owning trouble
risk to health.This research was done in Garbage Dump Site Terjun area and out of
this area. Amount of taken sample as subject were 40 people in Garbage Dump Site
Terjun area and 40 people out of area. Design research is crossectional with test of
chi-square.
The result showed that the average hydrogen sulfide concentration as 0.0290
mg/m³ ((SD = 0.02023) and 0.0033 mg/m³ (SD = 0.00057), respectively. The result
was significant different statistically (p < 0.05) for hydogen sulfide concentration
from study area. The average RQ showed 2.3 (SD=1.5068) for RQ in Garbage Dump
Site Area and 0.4 (SD=0.2788) for RQ in out of Garbage Dump Site Area.The result
was significant different statistically (p<0.05) for RQ value, with OR= 12 (95% CI =
3,751- 36,290).
It is recomended that The Government of Medan City should changed open
dumping system in Garbage Dump Site Terjun Area to sanitary landfill. Department
of Health of Medan City especially, should be able to apply risk management to the
community in the Garbage Dump Site Terjun Area.

Keywords : Hydrogen Sulfide, Garbage Dump Site Area, Health Risk Assessment,
Risk Quotient
8

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang maha Esa

atas segala rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini, untuk

memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Magister Kesehatan pada

Program Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri, Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara, Medan.

Proses penulisan dapat terwujud berkat dukungan dan bimbingan dari

berbagai pihak, untuk itu penulis mengungkapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada :

1. Prof. Dr. Ir. T.Chairun Nisa B, MSc.,Direktur Pascasarjana Universitas

Sumatera Utara

2. Dr.Dra.Irnawati Marsaulina,MS.,Ketua Program Studi Magister Manajemen

Kesehatan Lingkungan Industri, dan Ketua Komisi Pembimbing penulisan

tesis

3. dr. Surya Dharma, MPH., selaku anggota Komisi Pembimbing penulisan

tesis

4. Prof. Harlem Marpaung, Ph.D dan Ir. Indra Chahaya S, M.Si., selaku dosen

pembanding tesis

5. Keluarga tercinta : Istri Maria Depari, ST, serta kedua buah hati Yehuda

Sianipar dan Grace Sianipar yang selalu mendoakan dan menjadi motivasi

bagi penulis
9

6. Teman-teman MKLI angkatan 2007 yang telah mendukung penulis

7. Semua pihak yang telah ikut memberikan masukan kepada penulis yang

tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna. Oleh

karena itu penulis sangat mengharapakan kritik dan saran yang sifatnya membangun

demi kesempurnaan tesis ini. Semoga hasil dari tesis ini dapat bermanfaat bagi

pembaca.

Medan, April 2009

Penulis,

Reinhard H. Sianipar
10

RIWAYAT HIDUP

IDENTITAS

Nama : Reinhard H.Sianipar

Tempat/Tgl Lahir : Medan/10 Desember 1971

Agama : Kristen

Status Perkawinan : Menikah

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : PNS Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Medan

Alamat Rumah : Jl. Kemiri Ujung No.A5 Komp.Graha Taman Sari, Medan

Alamat Kantor : Jl. Willem Iskandar Psr V No.2 Medan Estate

No.HP : 081373498897

PENDIDIKAN

1987 - 1990 : SMA Negeri 1 Medan

1991 - 1998 : FMIPA Jurusan Farmasi Universitas Sumatera Utara

1998 - 1999 : Pendidikan Profesi Apoteker Universitas Sumatera Utara

2007 – saat ini : Program Pascasarjana Manajemen Kesehatan Lingkungan

Industri

PEKERJAAN

1999 – 2003 : Ka.Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Curup

2003 – 2004 : Dinas Kesehatan Kabupaten Rejang Lebong


11

2004 – 2006 : Balai Pengawas Obat dan Makanan di Bengkulu

2006 – saat ini : Balai Pengawas Obat dan Makanan di Medan

KURSUS/PELATIHAN

11 – 15 Mei 2004 : TOT Penyuluhan Keamanan Pangan di BPOM Bengkulu

27 – 1 Juli 2004 : Pelatihan Inspektur Apotek dan Toko Obat Kab/Kota

18 – 20 Agustus 2004 : Pelatihan Instruktur Piagam Bintang Satu Keamanan Pangan

23 – 25 Agustus 2004 : Pelatihan Instruktur Piagam Bintang Dua Keamanan Pangan

6–17 September 2004 : Pelatihan Teknis Pengujian Dasar Produk Pangan dan Bahan

Berbahaya

9 – 14 Agustus 2005 : Pelatiahn Surveilan KLB Keracunan Pangan

7 – 8 September 2005 : Pelatihan Audit Internal

28–30 September 2005:Seminar dan Bimtek Sentra Informasi Keracunan Daerah

21-22 November 2005: Validation of Analytical Methods, di Jakarta

12-16 Juni 2006 : Pelatihan Surveilan Keamanan Pangan, di Bengkulu

21 April 2007 : Features and Benefits on Hitachi HPLC, di Medan

9-11 April 2007 : Pelatihan Penilaian dan Pengelolaan Risiko Bahan Kimia

Berbahaya

18-28 Juni 2007 : Pelatihan Dasar Mikrobiologi

23-3 November 2007 : Pelatihan Internal Mikrobilogi Lanjutan

22-24 Februari 2008: Pelatihan Penanggulangan Bencana Terpadu di Provinsi

Sumatera Utara
12

28 Mei 2008 : Biosafety by Merck

10 Februari 2009 : Training Good Weigh Practice (GWP) by Mettler Toledo

3 – 13 Mei 2009 : Pelatihan Regional Mikrobiologi di BBPOM Makassar


13

DAFTAR ISI
Halaman

ABSTRAK...................................................................................................... i
ABSTRACT..................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR.................................................................................... iii
RIWAYAT HIDUP........................................................................................ v
DAFTAR ISI................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL........................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................... 1
1.1.Latar Belakang........................................................................... 1
1.2.Perumusan Masalah................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian....................................................................... 4
1.3.1.Tujuan Umum................................................................... 4
1.3.2.Tujuan Khusus.................................................................. 4
1.4 Hipotesis...................................................................................... 5
1.5. Manfaat Penelitian...................................................................... 5
1.6.Ruang Lingkup Penelitian........................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................. 7
2.1 Sampah Padat............................................................................. 7
2.2.Karakteristik Sampah................................................................. 8
2.3. Tinjauan tentang H2S (asam sulfida)….................................... 9
2.3.1. Identitas dan Sifat H2S (asam sulfida)............................ 9
2.3.2. Penggunaan H2S............................................................. 10
2.3.3. Sumber-sumber Paparan Hidrogen Sulfida.................... 10
2.4. Toksikokinetik ………………………………......................... 11
14

2.4.1. Absorbsi........................................................................ 11
2.4.2. Distribusi....................................................................... 12
2.4.3. Metabolisme.................................................................. 12
2.4.4. Ekskresi......................................................................... 13
2.5. Mekanisme Kerja Hidrogen Sulfida........................................ 13
2.6. Efek Hidrogen Sulfida terhadap Kesehatan............................ 13
2.7.Analisa Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL)...................... 14
2.7.1. Konsep dan Definisi........................................................ 14
2.7.2. Model Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan…........... 15
2.7.2.1. Perumusan Masalah ....................................... 16
2.7.2.2. Identifikasi Bahaya (hazard identification).... 17
2.7.2.3. Analisis Pemaparan (exposure assessment).... 17
2.7.2.4. Analisis Efek (effect assesment)..................... 18
2.7.2.5. Analisis Dosis-Respon untuk efek non karsi-
nogen H2S………………………………….. 20
2.7.2.6. Karakteristik Risiko (risk characterization)... 20
2.7.2.7. Manajemen Risiko.......................................... 21
2.8. Tinjauan tentang Tempat Pembuangan Akhir Sampah
(TPA)................................................................................... 22
2.9. Gas Hidrogen dan Pengaruhnya terhadap Kualitas Udara... 24
2.10.Kerangka Teori.................................................................... 24
2.11.Kerangka Konsep Penelitian................................................ 27
2.12.Studi Cross-Sectional........................................................... 27
2.13.Teknik Statistik dalam Analisis............................................ 30
BAB III METODE PENELITIAN.......................................................... 32
3.1. Jenis Penelitian..................................................................... 32
3.2. Lokasi Penelitian.................................................................. 32
3.3. Waktu Penelitian.................................................................. 32
3.4. Populasi dan Sampel ........................................................... 33
15

3.4.1.Populasi.. .................................................................... 33
3.4.2.Sampel......................................................................... 33
3.5. Metode Analisa Hidrogen Sulfida dalam udara ................. 36
3.5.1. Prinsip Metoda Analisa............................................. 36
3.5.2. Alat dan Bahan.......................................................... 37
3.5.3. Prosedur Pembuatan Kurva Kalibrasi....................... 38
3.5.4. Prosedur Perlakuan dan Pengambilan Sampel.......... 38
3.5.5. Cara Analisa.............................................................. 39
3.5.6. Reaksi........................................................................ 39
3.6. Metode Pengumpulan Data................................................. 40
3.6.1.Sumber Data............................................................... 40
3.6.2.Pengumpulan Data..................................................... 40
3.7. Variabel dan Definisi Operasional...................................... 41
3.7.1. Variabel..................................................................... 41
3.7.2 Definisi Operasional.................................................. 42
3.8. Teknik Pengumpulan Data.................................................. 42
3.9. Pengolahan Data…………..……………........................... 43
3.10 Metode Analisa Data…...................................................... 45
BAB IV HASIL PENELITIAN................................................................ 47
4.1. Deskripsi Wilayah Penelitian............................................... 47
4.1.1 Gambaran Umum Wilayah.......................................... 47
4.1.2 Keadaan Penduduk....................................................... 47
4.1.3 Tata Guna Lahan.......................................................... 48
4.1.4 Data Jumlah Penyakit Terbesar................................... 49
4.2. Analisis Risiko...................................................................... 50
4.2.1 Analisis Pemaparan (exposure assessment)................ 50
4.2.2 Karakteristik Risiko (risk characterization)........…… 52
4.3. Hasil Analisa Univariat ....................................................... 52
4.3.1.Distribusi Konsentrasi Hidrogen Sulfida dalam Udara
16

Ambien di TPA Terjun Tahun 2009..................…….. 55


4.3.2.Distribusi Konsentrasi Hidrogen Sulfida dalam Udara
Ambien di Luar TPA Terjun ....................................... 56
4.3.3 Distribusi Laju Asupan Udara Per Hari (R)................ 56
4.3.4 Distribusi Durasi Paparan (Dt)................................... 57
4.3.5 Distribusi Berat Badan (Wb)........................................ 57
4.3.6 Distribusi Asupan (Intake) Hidrogen Sulfida......……. 58
4.3.7 Distribusi Besar Risiko (RQ) Kesehatan Masyarakat
Menurut Tempat Tinggal Responden........................... 58
4.3.8 Distribusi Besar Risiko (RQ) Kesehatan Masyarakat
di TPA Terjun............................................................... 59
4.3.9 Distribusi Besar Risiko (RQ) Kesehatan Masyarakat
di Luar TPA Terjun........................................................ 59
4.4. Hasil Analisa Bivariat............................................................ 59
4.4.1 Hubungan Konsentrasi Hidrogen Sulfida dalam
Udara Ambien dengan Besar Risiko (RQ).................... 60
4.4.2 Hubungan Laju Asupan Udara (R) dengan Besar
Risiko (RQ).................................................................. 61
4.4.3 Hubungan Durasi Paparan (Dt) dengan Besar Risiko
(RQ)............................................................................. 62
4.4.4 Hubungan Berat Badan (Wb) dengan Besar Risiko
(RQ)............................................................................. 63
4.4.5 Hubungan Tempat Tinggal dengan Besar Risiko(RQ) 63
BAB V PEMBAHASAN............................................................................ 65
5.1. Pembahasan Hasil Penelitian................................................. 65
5.1.1 Konsentrasi H2S dalam Udara Ambien........................ 65
5.1.2 Laju Asupan Udara yang mengandung Hidrogen
Sulfida.......................................................................... 67
5.1.3 Durasi Paparan (lama paparan)...... ............................. 67
17

5.1.4 Berat Badan.................................................................. 68


5.1.5 Besar Risiko (RQ) menurut Tempat Tinggal............... 69
5.2. Keterbatasan penelitian......................................................... 70
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN.................................................... 72
6.1. Kesimpulan........................................................................... 72
6.2 Saran..................................................................................... 73
6.2.1 Bagi Instansi Terkait................................................... 73
6.2.2 Bagi Ilmu Pengetahuan……………………………… 73
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 75
18

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1. Aspek-aspek yang Perlu Diperhatikan dalam Analisis


Paparan.................................................................................... 18

2. Jumlah Rumah Tangga, Penduduk dan Rata-rata Anggota


Rumah Tangga di Lokasi Penelitian Tahun 2008.................... 48

3. Data Sepuluh Penyakit Terbesar di Kecamatan Medan


Marelan Tahun 2008................................................................ 50

4. Distribusi Statistik Deskriptif Variabel Konsentrasi H2S


dalam Udara (C),Laju Asupan (R),Frekuensi Paparan (f),
Durasi Paparan (Dt), Berat Badan (Wb), Intake H2S dan
Besar Risiko (RQ) Gangguan Kesehatan Masyarakat di TPA
dan luar TPA Terjun Tahun 2009............................................ 53

5. Distribusi Frekuensi Konsentrasi H2S dalam Udara (C),Laju


Asupan (R),Frekuensi Paparan (f), Durasi Paparan (Dt),
Berat Badan (Wb), Intake H2S dan Besar Risiko (RQ)
Gangguan Kesehatan Masyarakat di TPA dan luar TPA
Terjun Tahun 2009................................................................... 54

6. Distribusi Konsentrasi Hidrogen Sulfida (mg/m³) dalam


Udara Ambien menurut Tempat Tinggal Responden di TPA
dan Luar TPA Terjun Tahun 2009........................................... 55

7. Distribusi Besar Risiko Kesehatan (RQ) Masyarakat


Menurut Tempat Tinggal Responden..................................... 58

8. Hasil Analisa Chi - Square Distribusi Konsentrasi H2S


dalam udara (C), Laju Asupan (R),Frekuensi Paparan (f),
Durasi Paparan (Dt), Berat Badan (Wb), Intake H2S dan
Besar Risiko (RQ) Gangguan Kesehatan Masyarakat di TPA
dan luar TPA Terjun Tahun 2009............................................ 60
19

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

1. Draft Model Analisa Risiko..................................................... 16

2. Kerangka Teori Penelitian....................................................... 26

3. Kerangka Konsep Penelitian.................................................... 27


20

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman


1. Kuesioner Penelitian................................................................ 78

2. Perhitungan Intake dan Besarnya Risiko (RQ) Gangguan 82


Kesehatan Masyarakat Akibat Menghirup Udara yang
mengandung H2S di TPA dan luar TPA Terjun Kecamatan
Medan Marelan Tahun 2009....................................................

3. Peta Kecamatan Medan Marelan, Kota Medan....................... 86

4. Peta Lokasi Penelitian............................................................. 87

5. Kurva Histogram Distribusi Konsentrasi H2S dalam Udara 88


Ambien di TPA dan Luar TPA Terjun Tahun 2009................

6. Kurva Histogram Distribusi Laju Asupan Udara udara di 89


TPA dan luar TPA Terjun Tahun 2009...................................

7. Kurva Histogram Distribusi Durasi Paparan di TPA dan luar 90


TPA Terjun Tahun 2009..........................................................

8. Kurva Histogram Distribusi Berat Badan di TPA dan luar 91


TPA Terjun Tahun 2009..........................................................

9. Kurva Histogram Distribusi Intake H2S di TPA dan luar 92


TPA Terjun Tahun 2009..........................................................

10. Kurva Histogram Distribusi Besar Risiko di TPA dan luar 93


TPA Terjun Tahun 2009..........................................................

11. Upaya Pengelolaan / Manajemen Risiko bagi Masyarakat di 94


TPA dan Luar TPA Terjun......................................................

12. Surat Keterangan Hasil Uji H2S dalam Udara Ambien.......... 97


21

13. Surat Keterangan Arah Angin dan Rata-rata Kecepatan


Angin........................................................................................ 98

14. Statistik Deskriptif dan Uji Normalitas Konsentrasi H2S


dalam Udara Ambien (C), Laju Asupan (R),Frekuensi
Paparan (f), Durasi Paparan (Dt), Berat Badan (Wb), Intake
H2S dan Besar Risiko (RQ) Gangguan Kesehatan
Masyarakat di TPA dan luar TPA Terjun Tahun 2009............ 99

15. Analisa Chi – Square dan Risk Estimate Konsentrasi H2S


dalam Udara Ambien (C), Laju Asupan (R),Frekuensi
Paparan (f), Durasi Paparan (Dt), Berat Badan (Wb), Intake
H2S dan Besar Risiko (RQ) Gangguan Kesehatan
Masyarakat di TPA dan luar TPA Terjun Tahun 2009............ 106

16. Keadaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Terjun


Kecamatan Medan Marelan..................................................... 112
22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hidrogen sulfida (H2S) merupakan suatu gas tidak berwarna, sangat beracun,

mudah terbakar dan memiliki karakteristik bau telur busuk. Nama kimia asam sulfida

ini adalah dihidrogen sulfida dan dikenal juga sebutan sebagai gas rawa atau asam

sulfida (ATSDR, 2000). Gas ini dapat menyebabkan dampak yang buruk bagi

kesehatan. Manusia terpapar terutama asam sulfida dari udara. Gas H2S dengan cepat

diserap oleh paru-paru. Pada konsentrasi rendah dapat menyebabkan iritasi mata,

hidung atau kerongkongan. Bahkan dapat terjadi kesulitan pernafasan pada penderita

asma. Konsentrasi lebih tinggi dari 500 ppm dapat mengakibatkan hilangnya

kesadaran dan mungkin kematian. Hal ini disebabkan hidrogen sulfida menghambat

enzim cytochrome oxidase sebagai penghasil oksigen sel. Metabolisme anaerobik

menyebabkan akumulasi asam laktat yang mendorong ke arah ketidakseimbangan

asam-basa. Sistem jaringan saraf berhubungan dengan jantung terutama sekali peka

kepada gangguan metabolisme oksidasi, sehingga terjadi kematian dan terhentinya

pernafasan (US EPA, 2003)

Paparan H2S dengan konsentrasi rendah dalam jangka waktu yang lama

dapat menyebabkan efek permanen seperti gangguan saluran pernafasan, sakit kepala,

dan batuk kronis. Ada beberapa bukti untuk menyatakan bahwa ada hubungan

paparan asam sulfida dengan risiko keguguran spontan (Xu et.al,1998).


23

Sumber paparan gas rawa ini berasal dari gudang penyimpanan pupuk, pabrik

kertas, industri tekstil, gunung berapi, pengeboran minyak tanah dan gas alam,

pengolahan limbah cair dan tempat pembuangan akhir sampah.

Tempat pembuangan akhir sampah dengan sistem open dumping

menimbulkan bau telur busuk karena tumpukan sampah mengalami dekomposisi

secara alamiah menghasilkan gas H2S, metana dan amoniak. Bau ini dapat menyebar

di TPA dan sekitarnya sehingga menurunkan kualitas udara (Soemirat, 2003)

Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah Terjun Kecamatan Medan

Marelan adalah sebuah kawasan yang merupakan muara pembuangan sampah dari

hampir seluruh penjuru kota Medan. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah

Terjun telah beroperasi sejak 7 Januari 1994, dengan sistem open dumping dengan

luas areal 14 Ha, 4 km dari sungai Deli, 6 km dari garis pantai, dan 14 km dari pusat

kota. Timbunan sampah padat dan kurangnya sistem sanitasi menyebabkan polusi

lingkungan dan terancamnya kesehatan komunitas masyarakat yang tinggal di TPA

dan sekitarnya. Masyarakat miskin, kumuh, kurang pendidikan dan pekerjaan sebagai

pemulung adalah gambaran masyarakat yang tinggal di daerah ini. Ketidaktahuan dan

ketidakmampuan dalam hal keuangan memaksa mereka untuk tetap tinggal di daerah

yang sangat rentan terhadap berbagai macam gangguan kesehatan. Salah satu paparan

yang terus-menerus harus mereka hadapi setiap hari adalah paparan terhadap udara

tercemar dari bau telur busuk yang mengandung H2S sangat berpeluang

menimbulkan gangguan sistem pernafasan.


24

Menurut penelitian Mardiani (2006) tentang Hubungan Kualitas Udara

Ambien dan Vektor terhadap Gangguan Keluhan Saluran Pernafasan dan Saluran

Pencernaan di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah menunjukkan bahwa

kadar gas H2S terdeteksi melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) pada radius 150 meter

dari TPA. Studi AMDAL terhadap TPA Bantar Gebang Bekasi tahun 1989

menyatakan bahwa timbulnya pencemaran udara akibat meningkatnya konsentrasi

gas disertai bau busuk, baik yang ditimbulkan pada tahap operasi penimbunan dan

pemadatan sampah maupun setelah selesainya tahap operasi (Noriko, 2003).

Meirinda (2008) melakukan pengambilan sampel udara terhadap seluruh

rumah masyarakat di TPA sampah Terjun Kecamatan Medan Marelan. Dari hasil

pemeriksaan parameter gas polutan menunjukkan konsentrasi H2S berada diatas

kadar maksimum yang diperbolehkan berdasarkan Keputusan Menteri Negara

Kesehatan Lingkungan Hidup Nomor KEP-50/MENLH/11 /1996 Baku Tingkat

Kebauan. .

Data dari Puskesmas Terjun Kecamatan Medan Marelan menyatakan bahwa

penyakit ISPA dengan jumlah kasus sebanyak 1.840 berada di urutan pertama dari

sepuluh penyakit terbanyak di puskesmas selama bulan Januari sampai dengan

Desember tahun 2007. Hal ini disebabkan ada hubungan dengan tingginya

pencemaran udara yang berasal dari TPA Sampah Terjun Kecamatan Medan

Marelan.
25

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan tingginya konsentrasi hidrogen sulfida di TPA Sampah, dapat

dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut: Perlu diteliti besar risiko

gangguan kesehatan pada masyarakat yang terpapar udara mengandung hidrogen

sulfida di TPA Sampah dan di luar TPA Sampah Terjun Kecamatan Medan Marelan

tahun 2009.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk menganalisa besaran risiko gangguan kesehatan masyarakat disekitar

TPA Terjun Kecamatan Medan Marelan terhadap paparan dari udara yang

mengandung hidrogen sulfida tahun 2009

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk menganalisa rata-rata konsentrasi gas hidrogen sulfida dalam udara

di TPA dan luar TPA Terjun Kecamatan Medan Marelan tahun 2009

2. Untuk menganalisa rata-rata laju asupan udara yang mengandung hidrogen

sulfida yang diperoleh di TPA dan luar TPA Terjun Kecamatan Medan

Marelan pada tahun 2009.

3.Untuk menganalisa rata-rata durasi paparan udara yang mengandung

hidrogen sulfida yang diperoleh di TPA dan luar TPA Terjun Kecamatan

Medan Marelan pada tahun 2009.


26

4.Untuk menganalisa rata-rata berat badan masyarakat terpapar udara yang

mengandung hidrogen sulfida di TPA dan luar TPA Terjun kota Medan

tahun 2009.

5.Untuk menganalisa ada tidaknya perbedaan konsentrasi hidrogen sulfida

dalam udara di TPA dan luar TPA Terjun kota Medan tahun 2009.

6.Untuk menganalisa ada tidaknya perbedaan besar risiko gangguan kesehatan

masyarakat di TPA dan luar TPA Terjun kota Medan tahun 2009.

1.4. Hipotesis

Ada perbedaan besar risiko gangguan kesehatan pada masyarakat yang tinggal

di TPA Sampah Terjun dengan masyarakat yang tinggal luar TPA Sampah Terjun

Kecamatan Medan Marelan tahun 2009..

1.5. Manfaat Penelitian

1.Memberikan informasi kepada instansi terkait mengenai jumlah proporsi

masyarakat di TPA dan luar TPA Terjun Kecamatan Medan Marelan yang

mempunyai risiko keracunan hidrogen sulfida akibat terpapar udara yang

mengandung hidrogen sulfida

2. Sebagai informasi awal kepada pengambil kebijakan khususnya Pemerintah

Kota Medan untuk melakukan manajemen risiko terhadap masyarakat di TPA

dan Luar TPA Terjun Kecamatan Medan Marelan yang memiliki risiko

keracunan hidrogen sulfida karena menghirup udara mengandung H2S.

3. Bagi peneliti merupakan suatu kesempatan yang baik untuk dapat menambah

pengetahuan serta pengalaman dalam melakukan analisa risiko dampak


27

kandungan hidrogen sulfida dalam udara terhadap kesehatan masyarakat yang

menghirupnya.

1.6. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini adalah sebuah studi crossectional tentang paparan hidrogen

sulfida yang terkandung dalam udara. Pendekatan analisa risiko kesehatan lingkungan

digunakan untuk menghitung besaran resiko kesehatan masyarakat akibat menghirup

udara yang mengandung H2S. Kelebihan analisis risiko kesehatan lingkungan adalah

mampu meramalkan risiko menurut proyeksi pemaparan ke depan. Kemampuan ini

maka risiko gangguan kesehatan yang akan terjadi pada masa yang akan datang

akibat risk agent yang ada di lingkungan, dapat dicegah.

Subjek penelitian adalah masyarakat yang tinggal di TPA dan luar TPA

Terjun Kecamatan Medan Marelan tahun 2008. Sedangkan, objek penelitian ini

adalah udara ambien dari wilayah penelitian ini dilakukan yang diuji konsentrasi

hidrogen sulfidanya. Lokasi penelitian ini dilakukan di dua tempat yaitu di TPA dan

diluar TPA. Hal ini dilakukan untuk melihat apakah ada perbedaan konsentrasi

hidrogen sulfida dari kedua lokasi tersebut.

Dalam penelitian ini, analisa risiko kesehatan akibat menghirup udara

dibatasi hanya berdasarkan asupan melalui paparan secara inhalasi dari udara yang

dihirup di wilayah studi, tidak memperhitungkan asupan dari bahan makanan yang

mengandung asam sulfida . Selain itu jalur paparan hidrogen sulfida melalui kulit,

juga tidak diperhitungkan.


28

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sampah Padat

Menurut defenisinya, sampah adalah bahan / benda padat yang terjadi karena

berhubungan dengan aktivitas manusia yang tidak dipakai lagi, tidak disenangi dan

dibuang dengan cara-cara saniter kecuali buangan yang berasal dari tubuh manusia (

Kusnoputranto, 2000)

Sampah padat merupakan salah satu bentuk limbah yang terdapat di

lingkungan berasal dari pemukiman penduduk, tempat umum, tempat perdagangan,

sarana layanan masyarakat milik pemerintah, industri berat dan ringan dan pertanian (

Chandra, 2007 )

Berdasarkan zat kimia yang terkandung di dalamnya, sampah padat terbagi

atas : 1. Zat organik ( sisa makanan, daun, sayur dan buah) 2. Zat anorganik (logam,

pecah-belah, abu, dan lain-lain ). Sedangkan berdasarkan dapat atau tidaknya

membusuk, terdiri dari : 1. Mudah membusuk ( sisa makanan, potongan daging dan

sebagainya) 2. Sulit membusuk ( plastik, karet, dan kaleng ).

Proses dekomposisi zat organik yang terkandung di dalam sampah dapat

berlangsung baik secara aerobik dan anaerobik. Jika kadar oksigen cukup, maka

penguraian berlangsung secara aerob, sehingga akan terbentuk gas-gas H2S, CO2,

NH3, PO4 dan SO4. Jika kadar oksigen rendah, maka penguraian sampah akan

berlangsung secara anaerob sehingga akan dihasilkan gas-gas NH3, CH4 dan H2S

yang berbau tidak enak (Suriawiria,1985).


29

Selain faktor oksigen, faktor lain yang mempengaruhi dekomposisi sampah

adalah kelembaban dan suhu. Hal inilah yang mengakibatkan jika pada musim hujan

proses dekomposisi akan meningkat sehingga diperlukan oksigen yang cukup besar.

Jika kebutuhan oksigen tersebut tidak terpenuhi, maka proses dekomposisi sampah

akan berlangsung secara anaerob.

2.2. Karakteristik Sampah

Sampah mempunyai karakteristik yang berbeda antara satu kota dengan kota

lain, tergantung dari tingkat sosial ekonomi penduduk, iklim, dan sebagainya.

Karakteristik sampah mencakup antara lain :

1. Komposisi sampah, terbagi dalam dua golongan, yaitu :

Komposisi fisik sampah, adalah besarnya persentase dari komponen pembentuk

sampah yang terdiri dari sampah organik yang bersifat mudah membusuk dan

sampah anorganik (kertas, kayu, kaca, logam, plastik). Berdasarkan hasil survai di

beberapa kota di Indonesia umumnya, sekitar 70-80 % sampah merupakan

sampah organik. Komposisi kimia sampah adalah besarnya persentase dari unsur /

senyawa yang terkandung dalam sampah. Umumnya komposisi kimia sampah

terdiri dari unsur carbon, hidrogen, nitrogen, sulfur dan phospor (CHONSP) serta

unsur lainnya yang terdapat dalam protein, karbohidrat dan lemak.

2. Densitas (kepadatan) sampah, adalah besaran yang menyatakan berat sampah

persatuan volume. Besarnya kepadatan sampah tiap kota berbeda tergantung dari

keadaan sosial, ekonomi serta iklim kota tersebut. Terdapat kecenderungan bila

produksi sampahnya tinggi (umumnya di negara industri), maka densitasnya lebih


30

rendah. Kepadatan sampah rumah tangga di negara sedang berkembang berkisar

antara 100 samapi dengan 600 kg/m³, sedangkan kepadatan sampah kota Medan

rata-rata 250 kg/m³.

3. Kadar air sampah, yaitu besaran (biasanya dalam satuan %) yang menyatakan

perbandingan antara berat air dengan berat basah sampah total atau dengan berat

kering sampah tersebut. Untuk negara berkembang besarnya berkisar antara 50-70

%.

2.3. Tinjauan tentang H2S (asam sulfida)

2.3.1. Identitas dan Sifat H2S (asam sulfida)

Hidrogen sulfida adalah gas yang berbau telur busuk. Sekalipun gas ini bersifat

iritan bagi paru-paru, tetapi ia digolongkan ke dalam asphyxiant karena efek

utamanya adalah melumpuhkan pusat pernafasan, sehingga kematian disebabkan oleh

terhentinya pernafasan. Hidrogen sulfida juga bersifat korosif terhadap metal, dan

menghitamkan berbagai material. Karena H2S lebih berat dari udara, maka H2S

sering terkumpul di udara pada lapisan bagian bawah dan sering didapat di sumur-

sumur terbuka, saluran air buangan dan biasanya ditemukan bersama-sama gas

beracun lainnya seperti metana, dan karbondioksida (Soemirat,2004).

Gas ini merupakan gas tidak berwarna, beracun, sangat mudah terbakar,

karakteristik bau telur busuk (sudah tercium pada konsentrasi 0,5 ppb) dengan berat

molekul 34,1 dan titik didih : - 77 º F pada tekanan 760 mmHg, rapat gas : 1,2 serta

sedikit larut dalam air. Bila terbakar menghasilkan gas SO2 (US EPA,2003)
31

2.3.2. Penggunaan H2S

Hidrogen sulfida dapat dimanfaatkan untuk pembuatan asam sulfat, sebagai

gas pembakaran dan bahan peledak.

2.3.3. Sumber-Sumber Paparan Hidrogen Sulfida

Hidrogen sulfida adalah gas yang tersebar di lingkungan sepert di air sumur,

saluran air buangan dan udara sekitar pabrik kertas, industri tekstil gudang pupuk

serta tempat pembusukan sampah organik. Tubuh manusia juga memproduksi H2S di

dalam mulut dan usus, tetapi dalam konsentrasi sangat kecil.

Air

Hidrogen sulfida lebih berat dari pada udara, maka H2S sering terkumpul di

udara pada lapisan bawah dan sering terdapat pada air permukaan dan dapat sedikit

larut dalam air. Tetapi H2S dapat menguap dari air permukaan kembali ke udara

sehingga konsentrasi hidrogen sulfida kecil.

Udara

Pada umumnya manusia dapat mengenali bau H2S ini dengan konsentrasi

0,0005 ppm sampai dengan 0,3 ppm. Bila konsentrasi tinggi menyebabkan seseorang

kehilangan kemampuan penciuman. Hidrogen sulfida dilepaskan dari sumbernya

terutama sebagai gas dan menyebar di udara pada lapisan bawah, dekat dengan

manusia. Gas ini dapat bertahan di udara rata-rata 18 jam – 3 hari. Selama waktu itu

hidrogen sulfida dapat berubah menjadi sulfur dioksida (SO2).


32

Jumlah konsentrasi hidrogen sulfida dalam udara (ambien ) di Amerika Serikat

berkisar antara 0,11 – 0,33 ppb. Sedangkan pada daerah yang belum berkembang

dilaporkan 0,02 – 0,07 ppb.

Bencana di Pozta Rica pada tahun 1950 disebabkan kesalahan penanganan gas

di dalam industri kilang minyak di Mexico dekat Gulf of Mexico. Kebocoran H2S

yang berlangsung 20-25 menit memungkinkan gas tersebut masuk ke udara bebas dan

ke daerah pemukiman (udara tak bebas). Penyakit timbul 10 – 20 menit sejak mulai

kebocoran.Dari 320 orang yang terserang, 22 orang meninggal.

Makanan

Paparan H2S melalui makanan relatif kecil. Jadi masuknya gas H2S ke dalam

tubuh diabaikan.

2.4. Toksikokinetik

Pada saat gas ini akan masuk ke dalam tubuh manusia, maka zat tersebut akan

mengalami absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi.

2.4.1. Absorbsi

Hidrogen sulfida lebih banyak dan lebih cepat diabsorbsi melalui inhalasi dari

pada paparan lewat oral. Hidrogen sulfida yang terserap melalui kulit sangat kecil

(ATSDR, 2000).

Absorbsi dari paparan inhalasi terutama akibat ukuran partikel hidrogen

sulfida yang kecil dapat mencapai saluran nafas bawah di mana hidrogen sulfida

dapat diabsorbsi. Partilkel dengan ukuran kecil akan mengalami penetrasi pada sacus

alveolaris yang sebagian dari partikel akan mengalami pembersihan oleh


33

macrrophage dan sebagian lainnya akan diabsorbsi dalam darah. Zona alveolar

merupakan bagian dalam paru dengan permukaan seluas 50 sampai 100 m². Gas pada

alveoli hampir selalu menyatu dengan aliran darah yang tergantung pada kelarutan

gas tersebut. ( Mukono, 2005).

Saluran pencernaan makanan merupakan jalur sangat minimum dari absorbsi

paparan H2S, karena kelarutannya dalam air kecil dan mudah menguap serta tidak

ada laporan dari ilmuwan bahwa orang-orang yang keracunan H2S mengalami diare.

Jalur paparan hidrogen sulfida melalui kulit relatif kurang baik / impermeable

dan sebagai pelindung yang baik untuk mempertahankan fungsi kulit manusia dari

pengaruh lingkungan. Kulit tidak dapat melakukan pertukaran zat dengan darah.

Perpindahan bahan dari luar lapisan yang terserap ke dalam sistem vaskuler sangat

lambat. Hal tersebut karena luas pori hanya sekitar > 100 µm. Jika penyerapan secara

perlahan maka kulit berperan penting dalam efek lolos pertama (first pass effect).

2.4.2. Distribusi

Kadar hidrogen sulfida yang terkandung dalam darah tergantung pada cairan

plasma, cairan interstitial dan cairan intracelular. Setelah memasuki darah akan

didistribusi dengan cepat ke seluruh tubuh (sistemik).Laju distribusi akan menuju ke

setiap organ di dalam tubuh. Mudah tidaknya zat ini melewati dinding kapiler dan

membran sel dari suatu jaringan sangat ditentukan oleh aliran darah ke organ tersebut.

2.4.3. Metabolisme

Hidrogen sulfida menghambat enzim cytochrome oxidase sebagai penghasil

oksigen sel. Metabolisme anaerobik menyebabkan akumulasi asam laktat yang


34

mendorong ke arah ketidakseimbangan asam-basa.Sistem jaringan saraf berhubungan

dengan jantung terutama sekali peka kepada gangguan metabolisme oksidasi.

2.4.4. Ekskresi

Ginjal merupakan organ yang efisien dalam mengeliminasi hidrogen sulfida

dari tubuh. Pada kondisi suhu badan dapat juga diekskresi melalui paru-paru.

2.5. Mekanisme Kerja Hidrogen Sulfida

Hal ini disebabkan hidrogen sulfida menghambat enzim cytochrome oxidase

sebagai penghasil oksigen sel. Metabolisme anaerobik menyebabkan akumulasi asam

laktat yang mendorong ke arah ketidakseimbangan asam-basa. Sistem jaringan saraf

berhubungan dengan jantung terutama sekali peka kepada gangguan metabolisme

oksidasi, sehingga terjadi kematian dan terhentinya pernafasan (US EPA, 2003)

2.6. Efek Hidrogen Sulfida terhadap Kesehatan

a. Efek akut

Laporan dari studi yang banyak dan konsisten dengan observasi dari bau yang

dideteksi dan menunjukkan gejala pusing dari H2S yang dihasilkan dari geyser (Cal

EPA,1999)

Gas H2S dengan konsentrasi 500 ppm, dapat menimbulkan kematian, edema

pulmonary, dan asphyxiant

b. Efek kronis

Sebuah studi pabrik kertas di Finlandia, diperoleh dampak kronis karena

polutan H2S pada konsentrasi rendah. Nilai rata-rata konsentrasi H2S di Varkaus,

Finlandia dilaporkan 1,4 – 2,2 ppb (2-3 µg/m³) , 17,3 ppb (24 µg/m³) dan 109,4 ppb
35

(152 µg/m³) maksimum selama 24 jam. Dilaporkan di Varkaus kejadian batuk,

infeksi pada saluran pernafasan dan sakit kepala lebih tinggi dibandingkan dengan

daerah tetangganya (Parti-Pellinen, et al.1996)

2.7. Analisa Resiko Kesehatan Lingkungan (ARKL)

2.7.1. Konsep dan Defenisi

IPCS (2004) mendefenisikan analisis risiko sebagai proses yang dimaksudkan

untuk menghitung atau memperkirakan risiko pada suatu organisme sasaran, sistem

atau populasi, termasuk identifikasi ketidakpastian-ketidakpastian yang

menyertainya, setelah terpapar oleh agent tertentu, dengan memperhatikan

karakteristik yang melekat pada agent yang menjadi menjadi perhatian dan

karakteristik sistem sasaran yang spesifik. Risiko itu sendiri didefenisikan sebagai

probabilitas suatu efek yang merugikan pada suatu organisme, sistem atau populasi

yang disebabkan oleh pemaparan suatu agent dalam keadaan tertentu (Rahman,2005).

Analisa risiko digunakan untuk menilai dan menaksir risiko kesehatan manusia

yang disebabkan oleh paparan bahaya lingkungan. Bahaya adalah sifat yang melekat

pada suatu risk agent atau situasi yang memiliki potensi menimbulkan efek

merugikan jika suatu organisme, sistem atau populasi terpapar oleh risk agent itu.

Bahaya lingkungan terdiri dari tiga risk agent yaitu chemical agents (bahan-bahan

kimia), physical agents (energi berbahaya dan biological agents (makhluk hidup atau

organisme). Analisis risiko bisa dilakukan untuk pemaparan bahaya lingkungan yang

telah lampau (post exposure), dengan efek yang merugikan sudah atau belum terjadi,
36

bisa juga dilakukan sebagai suatu prediksi risiko untuk pemamparan yang akan

datang (Rahman, 2005)

2.7.2. Model Analisis Resiko Kesehatan Lingkungan

Louvar (1998) dan Kolluru (1996) menggambarkan analisis risiko kesehatan

terdiri dari 4 langkah utama yaitu : 1) Identifikasi Bahaya (Hazard Identification), 2)

Analisis Pemaparan (Exposure assessment), 3) Analisis Dosis Respon (Dose

Response Assessment), 4) Karakteristik Risiko (Risk Characterization). IPCS (2004),

sedang mengharmonisasikan berbagai model analisis risiko yang berbeda-beda dari

berbagai negara. Gambar 2.1. merupakan draft harmonisasi IPCS (2004), sebagai

rangkuman dari berbagai model yang ada (Rahman, 2005).

Pada dasarnya model yang telah diharmonisasikan ini terdiri dari empat

langkah, sebagaimana model yang telah digambarkan oleh Louvar (1998) dan Koluru

(1996), hanya ditambah dengan perumusan masalah. Sebagai langkah awal,

perumusan masalah sangat menentukan apakah analisis risiko diperlukan. Perumusan

masalah sekurang-kurangnya membutuhkan beberapa pertimbangan awal mengenai

identifikasi bahaya, karakterisasi bahaya dan analisis pemaparan. Langkah ini

diharapkan menghasilkan : a) Pertanyaan-pertanyaan tersurat (eksplisit) yang harus

dijawab dalam karakterisasi risiko untuk memenuhi kebutuhan manajemen risiko, b)

Penetapan sumber-sumber data tersedia yang diperlukan, dan c) Waktu yang

dibutuhkan untuk menyelesaikan analisis risiko.


37

Perumusan Masalah

Identifikasi Bahaya Analisis Pemajanan


(identifikasi jenis dan (evaluasi konsentrasi
hakekat efek-efek yang atau jumlah agent
merugikan kesehatan) tertentu yang mencapai
populasi sasaran)

Karakterisasi Bahaya
(uraian kualitatif dan Karakterisasi Risiko
kuantitatif sifat-sifat risk (pemberitahuan untuk
agent yang berpotensi pengambilan keputusan)
menimbulkan efek
merugikan)

Gambar 1.Draft Model Analisa Risiko

2.7.2.1. Perumusan masalah

Analisa Risiko Kesehatan Lingkungan biasanya dilakukan karena adanya

peristiwa yang menjadi perhatian umum, bisa juga karena kebutuhan tertentu

meskipun tidak atau belum menjadi perhatian umum, bisa juga karena kebutuhan

tertentu meskipun tidak atau belum menjadi perhatian umum. Kasus-kasus muncul

karena dua masalah utama, yaitu indikasi pencemaran atau indikasi gangguan

kesehatan. Masyarakat awam biasanya memakai identifikasi inderawi sebagai dasar

kepedulian meraka, maka kalangan profesional atau akademisi harus menggunakan

data dan informasi ilmiah sebagai basis untuk menilai keberadaan masalah

lingkungan dan kesehatan. Morbiditas dan mortalitas penyakit-penyakit berbasis


38

lingkungan, insiden dan prevalen, hasil-hasil monitoring kualitas lingkungan atau

studi epidemiologi kesehatan lingkungan, merupakan sumber data yang lazim dipakai

untuk merumuskan masalah. Keberadaan risk agent dapat disimpulkan dari

gangguan kesehatan yang teramati (disease oriented), tingkat pencemaran (agent

oriented, contohnya yang melampaui baku mutu), atau keduanya.

2.7.2.2. Identifikasi bahaya (hazard identification)

Identifikasi bahaya adalah langkah identifikasi efek yang merugikan atau

kapasitas yang dimiliki suatu bahan yang dapat menyebabkan kerugian (BPOM RI,

2001). Efek-efek ini bisa diketahui dari studi-studi pada populasi manusia berupa

human epidemiology, baik disain eksperimental seperti clinical trial atau community

trial maupun disain observasional seperti case control dan cohort, molecular

epidemiology, studi toksikologi berbasis hewan (uji hayati atau bioassay), studi

toksikologi in-vitro, atau studi hubungan struktur dengan keaktifan biologis. Dalam

studi-studi ini bisa jadi diperoleh banyak efek, namun yang dapat digunakan untuk

mengenal bahaya adalah efek-efek yang merugikan kesehatan (Rahman, 2005).

2.7.2.3.Analisis pemaparan (exposure assessment)

Pemaparan adalah proses yang menyebabkan organisme kontak dengan

bahaya. Pemaparan adalah penghubung antara bahaya dan risiko. Pemaparan dapat

terjadi karena risk agent terhirup dalam udara, tertelan bersama air atau makanan,

terserap melalui kulit atau kontak langsung dalam kasus radiasi (Kolluru et al, 1996).
39

Tabel 1. Aspek-aspek yang Perlu Diperhatikan dalam Analisis Paparan

No Aspek Keterangan
1. Agent Biologis, kimia dan fisika
Agent tunggal, berganda dan campuran
2. Sumber Antropogenik / non antropogenik, area / titik, bergerak/ diam,
indoor / outdoor
3. Media pembawa Udara, air, tanah, debu, makanan dan produk
4. Jalur paparan Menhirup udara yang terkontaminasi, makan makanan yang
terkontaminasi, menyentuh permukaan benda
5. Konsentrasi µg/m³ (udara), mg/kg (makanan), mg/liter (air), % berat
paparan
6. Rute paparan Inhalasi, kontak kulit, ingesti, rute berganda
7. Durasi Detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, tahun, seumur hidup
8. Frekuensi Kontinu, intermiten, bersiklus, acak
9. Latar paparan Pemukiman/bukan pemukiman, lingkungan kerja/bukan
lingkungan kerja, indoor/outdoor
10. Populasi terpapar Populasi umum, sub populasi, individu
11. Lingkup Tempat/sumber spesifik, lokal, regional, nasional,
geografis internasional, global
12. Kerangka waktu Masa lalu, sekarang, masa depan, tren
Sumber : Kolluru, R.V., Bartel & Pitblado, R.1996

Analisis pemaparan merupakan tahap kegiatan analisis risiko yang memiliki

ketidakpastian (BPOM RI, 2001). Oleh karena itu pengukuran konsentrasi

pemaparan akan mengurangi ketidakpastian dalam analisis pemaparan. Dalam

analisis risiko kesehatan manusia, berbagai jalur paparan sering diintegrasikan untuk

menetapkan Asupan Harian Total (Total Daily intake) yang dinyatakan sebagai

mg/kg/hari.

2.7.2.4. Analisis efek (effect assesment)

Analisis efek adalah perkiraan hubungan antara dosis atau tingkat paparan

pada suatu organisme, dengan insidensi dan tingkat efek yang dialibatkannya.
40

Termasuk deskripsi hubungan kuantitatif antara derajat paparan terhadap suatu bahan

kimia dengan derjaat efek toksik (BPOM RI, 2001).

Hubungan dosis-respon yang berbeda dapat diamati pada bahan yang sama,

karena efek toksik yang dipengaruhi oleh jumlah asupan bahan kimia atau dosis yang

diabsorbsi, frekuensi paparan dan waktu. Pada analisis risiko kesehatan manusia,

risiko yang dikaji hanya terpusat pada manusia. Oleh karena itu ketidakpastian dalam

analisis risiko manusia hanya terbatas pada variasi jalur paparan dan perbedaan

sensitivitas setiap individu (BPOM RI, 2001). Sehingga konsep risiko mengandung

pengertian probabilitas yang disebut dengan RfC (Reference Consentration ). RfC

bukan konsentrasi yang acceptable melainkan hanya acuan saja, jika dosis yang

diterima manusia melebihi RfC maka probalitas mendapatkan risiko juga bertambah

(Rahman, 2005).

Dosis-respon atau efek dosis suatu zat toksik menunjukkan tingkat toksisitas

zat tersebut dan dinyatakan sebagai : 1) Tingkat paparan paling tinggi yang efek

biologinya tidak teramati (NOAEL). 2) Tingkat paparan paling rendah yang efek

biologinya teramati (LOAEL). 3) Efek-efek temporer dan permanen atau dosis

efektif, seperti iritasi mata atau saluran pernafasan. 4) Luka permanen. 5) Efek

fungsional kronis. 6) Efek mematikan.

Reference consentration ditetapkan dengan membagi NOAEL (No Observed

Adverse Effect Level) dengan UF (Uncertainty Factor) x MF (Modifying Factor)

(Kolluru et al, 1996).


41

RfC = . NOAEL .
UF x MF

2.7.2.5. Analisis Dosis-Respon untuk efek non-karsinogen H2S

Konsentrasi acuan (RfC) ditentukan berdasarkan infomasi studi tikus

percobaan yang tepapar H2S secara inhalasi sehingga timbul penyakit subkronis

seperti perubahan suara tikus menjadi sengau dan radang pada mukosa penciuman

tikus. Nilai RfC untuk H2S yang terdaftar di EPA-IRIS adalah 0,001 mg/m³. Asal-

usul RfC didasarkan pada suatu nilai NOAEL = 1 mg/m³ dengan nilai LOAEL = 2,6

mg/m³ dengan suatu faktor ketidakpastian 1.

Dengan demikian, perhitungan untuk RfC paparan kronik H2S dari udara

adalah sebagai berikut (US EPA,2003) :

RfC = . 1mg/m³ = 0,001 mg/m³-hari


1 x 1000

dimana : 1mg/m³ = nilai NOAEL

1 = nilai faktor ketidakpastian (uncertainty factor, UF)

1000 =nilai rekomendasi faktor ketidakpastian untuk paparan

dalam udara

2.7.2.6.Karakteristik risiko (risk characterization)

Karakterisasi risiko adalah penghubung antara risiko dengan manajemen

risiko. Asupan manusia (intake) dibandingkan dengan konsentarsi acuan (RfC). Rasio

antara asupan dengan RfC dikenal dengan bilangan risiko (Risk Quetients), disingkat

RQ. Dalam Analaisa Resiko Kesehatan Lingkungan (ARKL), RQ menyatakan

kemungkinan risiko yang potensial terjadi. Semakin besar RQ di atas 1, semakin


42

besar pula kemungkinan risiko iru terjadi. Dan sebaliknya jika nilai RQ kurang 1,

maka semakin kecil kemungkinan risiko kesehatan itu terjadi (Kolluru et al, 1996).

2.7.2.7. Manajemen risiko

Manajemen risiko adalah upaya yang didasarkan pada informasi tentang

risiko kesehatan yang diperoleh melalui suatu analisis risiko, untuk mencegah,

menanggulangi, atau memulihkan efek yang merugikan kesehatan oleh paparan zat

toksik. Hasil dari karakterisasi risiko kemudian digunakan untuk memutuskan upaya-

upaya pengendalian dengan memperhatikan faktor-faktor lain, seperti ketersediaan

teknologi, perangkat hukum dan perundangan, sosial, ekonomi dan informasi politik.

Formula untuk manajemen risiko adalah membuat berbagai macam skenario

sedemikian rupa sehingga intake suatu risk agent sama dengan RfC-nya. Caranya

adalah dengan mengurangi masa paparan atau waktu kontak atau konsentrasinya.

Upaya-upaya pengendalian risiko pada dasarnya ada tiga, yaitu :

1. Pengendalian secara administratif atau legal

2. Pengendalian secara teknik / teknologi

3. Perlindungan pribadi

Salah satu bentuk pengendalian secara administratif atau legal ádalah

penetapan standar kualitas atau Baku Mutu Lingkungan (BML). Dalam pengendalian

secara teknik, aspek-aspek teknologi sangat penting karena pemilihan teknologi yang

tepat dapat menjamin ketaatan legal dan administratif (Rahman, 2005).


43

2.8. Tinjauan tentang Tempat Pembuangan akhir Sampah (TPA)

Pengolahan sampah metoda pembuangan akhir dilakukan dengan teknik

penimbunan sampah. Tujuan utama penimbunan akhir ádalah menyimpan sampah

padat dengan cara-cara yang tepat dan menjamin keamanan lingkungan, menstabilkan

sampah ( dikonversi menjadi tanah) dan merubahnya ke dalam siklus metabolisme

alam. Di tinjau dari segi teknis, proses ini merupakan pengisian tanah dengan

menggunakan sampah. Lokasi penimbunan harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. Ekonomis dan dapat menampung sampah yang ditargetkan

b. Mudah dicapai oleh kenderaan-kenderaan pengangkut sampah

c. Aman terhadap lingkungan sekitarnya.

Menurut Sastrawijaya (1991), ada dua teknik pengelolaan sampah di TPA

sampah, yaitu teknik open dumping dan sanitary landfill. Teknik open dumping

adalah cara pembuangan sampah yang sederhana, yaitu sampah dihamparkan di suatu

lokasi dan dibiarkan terbuka begitu saja. Setelah lokasi penuh dengan sampah, maka

ditinggalkan. Teknik ini sering menimbulkan masalah berupa munculnya bau busuk,

menimbulkan pemandangan tidak indah, menjadi tempat bersarangnya tikus, lalat,

dan berbagai kutu lainnya, menimbulkan bahaya kebakaran, bahkan sering juga

menimbulkan masalah pencemaran air. Oleh karena itu, teknik open dumping

sebaiknya tidak perlu dikembangkan, melainkan diganti dengan teknik sanitary

lanfill.

Teknik sanitary lanfill adalah cara penimbunan sampah padat pada suatu

hamparan lahan dengan memperhatikan keamanan lingkungan karena telah ada


44

perlakuan terhadap sampah. Pada teknik ini sampah dihamparkan hingga mencapai

ketebalan tertentu lalu dipadatkan kembali. Pada bagian atas timbunan tanah tersebut

dapat dihamparkan lagi sampah yang kemudian ditimbun lagi dengan tanah.

Demikian seterusnya hingga terbentuk lapisan-lapisan sampah dan tanah.

Penimbunan sampah yang sesuai dengan persyaratan teknis akan membuat

stabilisasi lapisan tanah lebih cepat dicapai. Dasar dari pelaksanaannya adalah

meratakan setiap lapisan sampah, memadatkan sampah, dengan menggunakan

compactor dan menutupnya setiap hari dengan tanah yang juga dipadatkan. Ketebalan

lapisan sampah umumnya sekitar 2 meter, namun boleh juga lebih atau kurang dari 2

meter bergantung pada sifat sampah, metoda penimbunan, peralatan yang digunakan,

topografi lokasi penimbunan, pemanfaatan tanah bekas penimbunan, kondisi

lingkungan sekitarnya, dan sebagainya. Adapun fungsi lapisan penutup tersebut

sebagai berikut :

a. Mencegah tersebarnya bau dan gas yang timbul

b. Mencegah berkembangnya vektor penyakit

c. Mencegah penyebaran debu dan sampah ringan

d. Menjaga agar pemandangan tetap indah

e. Mencegah kebakaran

f. Menciptakan stabilisasi lokasi penimbunan sampah

g. Mengurangi volume lindi


45

2.9. Gas Hidrogen dan Pengaruhnya terhadap Kualitas Udara

Pengaruh sampah terhadap kesehatan dapat dikelompokkan menjadi efek

yang langsung dan tidak langsung. Yang dimaksud efek langsung adalah efek yang

disebabkan karena kontak yang langsung dengan sampah tersebut. Misalnya, sampah

beracun, sampah korosif terhadap tubuh, teratogenik dan lain-lain.

Pengaruh tidak langsung dapat dirasakan masyarakat akibat proses

pembusukan, pembakaran, dan pembuangan sampah. Dekomposisi sampah biasanya

terjadi secara aerobik, dilanjutkan secara fakultatif, dan secara anaerobik apabila

oksigen telah habis. Dekomposisi anaerobik akan meng hasilkan gas H2S, N2, H2

dan NH3 ( Soemirat, 2004).

Gas H2S yang dilepaskan dari tumpukan sampah mempengaruhi kualitas

udara disekitarnya. Hidrogen sulfit ini bersifat racun bagi tubuh juga berbau busuk

sehingga secara estetis tidak dapat diterima. Jadi penumpukan sampah yang

membusuk tidak dapat dibenarkan.

2.10. Kerangka Teori

Analisa Risiko Kesehatan Lingkungan terdiri dari empat langkah sebagai

berikut ( Yassi et al.,2001)

1. Identifikasi Bahaya

Identifikasi bahaya dilakukan terhadap kandungan asam sulfida dalam udara

yang dihirup oleh masyarakat di sekitar TPA Terjun dengan mengukur konsentrasi

asam sulfida.

2. Analisis Dosis-Respon
46

Analisis dosis-respon tidak dilakukan dalam penelitian ini. Dosis-respon asam

sulfida diperoleh dari US EPA (2003) yang menyatakan konsentrasi acuan

(Reference Concentration, RfC) untuk paparan asam sulfida secara inhalasi adalah

0,001 mg/m³.

3. Analisis Paparan

Analisis paparan dilakukan dengan pengukuran besarnya paparan, yaitu

dengan mengestimasi jumlah asupan udara yang dihirup setiap harinya dengan

memperhitungkan konsentrasi asam sulfida dalam udara, frekuensi paparan, durasi

paparan, dan berat badan.

4. Karakteristik Risiko

Karaktersitik risiko adalah perkiraan risiko secara numerik, melalui estimasi

resiko dengan kuantitatif probabilitas yaitu perbandingan antara asupan dengan

konsntrasi acuan (RfC). Tingkat resiko dinyatakan dengan bilangan risiko ( Risk

Quetients). Semakin besar nilai RQ > 1, semakin besar kemungkinan risiko kesehatan

yang potensial terjadi. Sebaliknya semakin kecil nilai RQ < 1, semakin kecil

kemungkinan risiko kesehatan itu untuk terjadi ( Kollura et al.,1996).

Berdasarkan tinjauan kepustakaan yang telah diuraikan sebelumnya maka

disusunlah suatu kerangka teori yang akan meringkas semua hal-hal yang berkaitan

dengan asam sulfida dalam analisis risiko. Kerangka teori yang disajikan diadopsi

dari Louvar dan Louvar (1998)


47

ANALISIS RISIKO

Identifikasi Bahaya

Asam sulfida memiliki sifat-sifat :


- rumus molekul : H2S
- berat molekul : 34,1
- bentuk : gas (suhu kamar)
- warna : tidak berwarna
- bau : bau telur busuk
- titik didih : -77º C (760 mmHg)
- rapat gas : 1,2
- kelarutan : sedikit larut dalam air

Identifikasi Sumber
Air, Udara, Makanan

Analisis Paparan Analisis Dosis Respon


- Paparan dari udara melalui inhalasi Dosis Acuan (Reference Dose,RfD)
- Paparan dari makanan dan air melalui untuk paparan asam sulfida secara
Ingesti oral : 0,003 mg/kg-hari
- Paparan dari air juga dapat melalui kon Konsentrasi Acuan (Reference
tak kulit tapi jumlah sangat kecil Concentration,RfC ) untuk paparan
inhalasi : 0,001 mg/m3-hari

Karakteristik Resiko :
- Tingkat Risiko Tinggi ( RQ > 1)
- Tingkat Risiko Rendah ( RQ ≤ 1)

Manajemen Resiko

Sumber : Louvar FL dan Louvar BD, 1998.

Gambar 2. Kerangka Teori Penelitian


48

2.11. Kerangka Konsep Penelitian

RISIKO
Indikator asupan : TINGGI
Efek Hidrogen Sulfida :
RQ >1
- Konsentrasi H2S -.Gangguan pernafasan

dalam Udara Ambient -.Batuk

.-Laju Asupan -.Sakit kepala

.-Durasi Paparan RISIKO


RENDAH
.-Frekuensi Paparan RQ ≤ 1

- Berat Badan

-Tempat Tinggal

Gambar 3. Kerangka Konsep Penelitian

Risk Quotient (RQ) : kemungkinan risiko potensial terjadi


Bila , RQ = 0 å risiko pasti tidak akan terjadi
0 < RQ ≤ 1 å risiko belum terjadi
RQ > 1 å risiko pasti akan terjadi

2.12. Studi Cross-Sectional

Dalam penelitian kedokteran dan kesehatan, studi cross-sectional merupakan

salah satu bentuk studi observasional (non eksperimental) yang paling sering

dilakukan. Kira-kira sepertiga artikel orisinal dalam jurnal kedokteran merupakan

laporan studi cross-sectional.


49

Studi cross-sectional dalam arti kata luas mencakup semua jenis penelitian

yang pengukuran variabel-variabelnya dilakukan hanya satu kali, pada suatu

saat.Studi seperti ini dapat semata-mata bersifat deskriptif misalnya survai deskriptif

nilai-nilai antropometrik bayi baru lahir dan kadar imunoglobulin pasien asma. Ia

juga dapat merupakan studi analitik, misalnya studi perbandingan antara kadar asam

urat pada manula yang normal dan yang gemuk.

Pada studi cross-sectional, variabel bebas (faktor risiko) dan tergantung (efek)

dinilai secara simultan pada suatu saat; jadi tidak ada follow-up. Dengan studi ini

diperoleh prevalens suatu penyakit dalam populasi pada suatu saat. Dari data yang

diperoleh, dapat dibandingkan prevalens penyakit pada kelompok dengan risiko

dengan prevalens penyakit pada kelompok tanpa risiko.

Hasil pengamatan cross-sectional untuk mengidentifikasi faktor risiko ini

kemudian disusun dalam tabel 2 x 2. Untuk desain seperti ini biasanya yang dihitung

adalah rasio prevalens, yakni perbandingan antara prevalens suatu penyakit atau efek

pada subyek dari kelompok yang mempunyai faktor risiko yang diteliti, dengan

prevalens penyakit atau efek pada subyek yang tidak mempunyai faktor risiko (

Sastroasmoro & Ismael, 2002)

Adapun langkah-langkah yang terpenting dalam rancangan studi cross-

sectional, yaitu :

a. Merumuskan pertanyaan penelitian dan hipotesis

Pertanyaan penelitian yang akan dijawab harus dikemukakan dengan jelas. Dalam

studi cross-sectional analitik hendaklah dikemukakan antar variabel yang diteliti.


50

b.Mengidentifikasi variabel penelitian

Semua variabel yang dihadapi dalam studi prevalens harus diidentifikasi

dengan cermat. Untuk itu perlu ditetapkan definisi operasional yang jelas, mana

yang termasuk dalam faktor risiko yang ingin diteliti, faktor risiko yang tidak akan

diteliti dan efek. Faktor yang mungkin merupakan risiko namun tidak diteliti perlu

diidentifikasi, agar dapat disingkirkan pada waktu pemilihan subyek penelitian.

c.Menetapkan subyek penelitian

Dalam menetapkan subyek penelitian, harus diupayakan agar variabilitas

faktor risiko cukup besar sehingga generalisasi hasilnya lebih mudah, namun

variabilitas variabel luar (variabel yang tidak diteliti) dibuat diminimum.

Menetapkan populasi penelitian, tergantung kepada tujuan penelitian, maka

ditentukan dari populasi terjangkau mana subyek penelitian yang akan dipilih.

Salah satu hal yang harus diperhatikan adalah besanya kemungkinan untuk

memperoleh faktor risiko yang diteliti. Hendaklah dipilih kelompok subyek yang

sering terpapar. Besar sampel harus diperkirakan dengan formula yang sesuai.

Berdasarkan perkiraan besar sampel serta perkiraan prevalens kelainan, dapat

ditentukan apakah seluruh populasi terjangkau akan diteliti atau dipilih sampel yang

representatif.

d.Melaksanakan pengukuran.

Pengukuran variabl bebas (faktor risiko) dari variabel tergantung (efek ,atau

penyakit) harus dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip pengukuran. Pengukuran

faktor risiko dapat dilaksanakan dengan berbagai cara, tergantung pada sifat faktor
51

risiko, dapat digunakan kuesioner, catatan medik, uji laboratorium atau prosedur

pemeriksaan khusus.

Pengukuran efek (penyakit) dapat ditentukan dengan kuesioner, pemeriksaan

fisik atau pemeriksaan khusus, tergantung pada karakteristik penyakit yang

dipelajari.

e.Menganalisis data

Analisis ini berupa suatu uji hipotesis ataupun analisis untuk memperoleh

risiko relatif. Hal terakhir inilah yang lebih sering dihitung dalam studi cross-

sectional untuk mengidentifikasi faktor risiko.

2.13.Teknik Statistik dalam Analisis

Statitik memegang peranan yang penting dalam penelitian, baik dalam

penyusunan model, perumusan hipotesis, pengembangan alat dan instrumen

pengumpulan data, penyusunan desain penelitian, penentuan sampel dan analisis data

( Nazir, 1983).

Statistik telah memberikan teknik-teknik sederhana dalam mengklasifikasikan

data serta dalam menyajikan data secara lebih mudah, sehingga data tersebut dapat

dimengerti secara lebih mudah. Teknik-teknik statistik juga dapat digunakan dalam

pengujian hipotesis. Mengingat tujuan penelitian pada umumnya untuk menguji

hipotesis-hipotesis yang telah dirumuskan.

Beberapa teknik statistik yang sering digunakan :

a. Distrubusi frekuensi

b. Mean, median dan mode


52

c. Varians dan standar deviasi

d. Uji t untuk membedakan 2 buah mean

e. Uji Mann-Whitney

f. Uji Chi –Square ( kategori – kategori )

g. Uji Kolmogorov-Smirnov

h. Analisis Varians (Anava)

i. Teknik Korelasi (numerik-numerik)

Jadi penggunaan teknik statistik tersebut tergantung dari hipotesis yang

dirumuskan dan data dalam penelitian.


53

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian adalah survei bersifat deskriptif analitik dengan rancangan

penelitian cross sectional. Studi cross sectional meneliti suatu faktor paparan dan

sebuah masalah kesehatan tanpa arah dimensi penyelidikan tertentu, yaitu hanya

melakukan satu kali pengukuran terhadap variabel-variabelnya dan dinilai dalam satu

saat atau suatu periode tertentu. Dengan demikian tidak ada tindak lanjut pada studi

cross sectional ( Sastroasmoro & Ismael, 2002).

3.2.Lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan pada pemukiman penduduk yang ada disekitar lokasi

Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah Terjun, Kecamatan Medan Marelan.

Alasan pemilihan lokasi penelitian berada di lingkungan TPA Terjun adalah :

1. Tingginya konsentrasi asam sulfida yang terkandung dalam udara yang diketahui

dari data hasil penelitian Meirinda (2008)

2. Banyaknya rumah-rumah penduduk di TPA Terjun.

3. Data dari Puskesmas Terjun penyakit ISPA menempati urutan pertama dari 10

penyakit terbesar.

3.3. Waktu penelitian

Waktu penelitian diawali dengan pengajuan judul penelitian, survai awal,

penelusuran daftar pustaka, persiapan proposal, konsultasi dengan pembimbing,


54

pelaksanaan penelitian, pengumpulan data dan pengolahan data sampai dengan

penyusunan laporan akhir direncanakan berlangsung selama 6 bulan, mulai dari bulan

September 2008 sampai Maret 2009.

3.4. Populasi dan Sampel

3.4.1. Populasi

A. Populasi Subyek

Subyek dalam penelitian ini ádalah seluruh masyarakat yang tinggal di TPA

dan di luar TPA Sampah Terjun kecamatan Medan Marelan yang masih berdekatan

dengan kawasan TPA dalam radius ± 300 meter di Kecamatan Medan Marelan Kota

Medan pada tahun 2009.

B. Populasi Obyek.

Obyek yang digunakan ádalah ambien udara yang ada di TPA dan di luar

TPA Terjun Kecamatan Medan Marelan yang berdekatan dengan kawasan TPA

dalam radius ± 300 meter tahun 2009.

3.4.2. Sampel

A. Kriteria Sampel

A.1.Kriteria Sampel Subyek

Sampel dalam penelitian ini adalah masyarakat yang berusia ≥ 18 tahun yang

tinggal di TPA dan di luar TPA Terjun dan telah bermukim minimal 3 tahun. Kriteria

usia 18 tahun didasarkan atas keseragaman antropometri dan lama mukim responden

minimal 3 tahun didasarkan pada penelitian Kilburn dan Warshaw tahun 1995. Studi

mereka menyatakan bahwa para pekerja yang terpapar hidrogen sulfida dengan
55

konsentrasi antara 0,010 – 0,100 ppm dari unit pengolahan minyak mentah selama

40 jam setiap minggu dalam 3-4 tahun, menunjukkan bahwa pekerja mengalami

gangguan saluran pernafasan, batuk dan sakit kepala.

Unit analisis adalah individu yang menghirup udara yang berasal dari udara

TPA Terjun Kecamatan Medan Marelan.

Kriteria Inklusi :

1. Berusia ≥ 18 tahun

2. Menghirup udara di lokasi penelitian

3. Telah bermukim minimal 3 tahun

Kriteria Eksklusi :

1. Berusia < 18 tahun

2. Tidak menghirup udara di lokasi penelitian

3. Tinggal dilokasi penelitian selama kurang dari 3 tahun

A.2. Kriteria Sampel Obyek

Sampel udara yang akan diambil adalah udara ambien di TPA dan di luar

TPA Terjun Kecamatan Medan Marelan tahun 2009.

B. Besar Sampel

B.1. Besar Sampel Subyek

Besaran sampel minimal yang harus diambil dalam penelitian ini dihitung

berdasarkan ukuiran sampel untuk rancangan crossectional untuk uji hipótesis

terhadap dua proporsi ( Sastroasmoro & Ismael, 2002) dengan persamaan sebagai

berikut :
56

n1 = n2 = ( Z √ 2 p. q + Z √ p1. q1 + p2. q2 ) ² ………(1)


( p1 – p2 )²

n1 = jumlah sampel terpapar yang diperlukan

n2 = jumlah sampel tidak terpapar yang diperlukan

Z = deviasi baku normal untuk pada derajat kepercayaan 95 %

Z = deviasi baku normal untuk pada derajat kepercayaan 80 %

p = proporsi total = p1 + p2
2
p1 = proporsi efek pada kelompok terpapar

p2 = proporsi efek pada kelompok yang tidak terpapar

q =1–p

Untuk memperoleh besar sampel subyek perla diketahui terlebih dahulu nilai

p1 dan nilai p2. Nilai p1 adalah proporsi subyek terpapar H2S dengan nilai RQ > 1.

Nilai p2 adalah proporsi subyek tidak terpapar H2S dengan RQ < 1. Untuk itu peneliti

terlebih dahulu melakukan studi pendahuluan dengan pengambilan sampel secara

acak sebanyak 30 orang sampel di TPA Terjun dan 30 orang sampel di luar TPA

Terjun.

Menurut Sugiyono (2005) distribusi rata-rata sampel dengan ukuran minimal

30 sampel dianggap normal dan dapat menggunakan statistik parametrik.

Studi pendahuluan tersebut, diperoleh nilai-nilai sebagai berikut:

p1 = 60 %

p2 = 10 %

p = p1 + p2 = 0,35
2
57

Dengan mensubstitusikan nilai-nilai yang diperoleh dari studi pendahuluan

tersebut ke persamaan (1), maka diperoleh :

n1 = n2 = { 1,96 √ 2 (0,35) (0,65) + 0,842 √ (0,6) (0,4) + (0,1) (0,9)} ²


( 0,6 – 0,1 )²
= 20,97

~ 21 orang

Dengan demikian jumlah sampel minimal dalam penelitian ini adalah 21 orang

untuk tiap kelompok. Dalam penelitian ini jumlah sampel yang diperlukan untuk

kelompok subyek di TPA Terjun sebanyak 40 orang dan 40 orang di luar TPA

Terjun.

B.2. Besar Sampel Obyek

Udara ambien yang di ukur diambil pada tiga lokasi, yaitu lokasi 1: TPA (3

titik) , lokasi 2 : luar TPA (3 titik), lokasi 3 : jauh dari TPA (1 titik).

3.5. Metode Analisa Hidrogen Sulfida dalam Udara

Metoda paling spesifik untuk mengukur konsentrasi H2S di udara dengan reaksi

p-amino-dimetil anilin dan FeCl3. ( Magill & Holden,1956)

3.5.1. Prinsip Metoda Analisa

Ion sulfida bereaksi dengan p-amino-dimetil anilin dan FeCl3 membentuk

metilen biru, yang kemudian intensitasnya diukur dengan spektrofotometer pada

panjang gelombang 670 nm.


58

3.5.2. Alat dan Bahan

a. Alat :

1. Midged impinger, flow meter, pompa vakum dan generator set

2. Spektrofotometer

b. Bahan dan Cara Pembuatan :

1. Larutan penyerap Cd(OH)2

Ditimbang 4,3 gram CdSO4.8H2O dan dilarutkan dalam air kemudian

ditambahkan 0,3 gram NaOH dan diencerkan hingga 1 liter.

2.Larutan amin

Ditimbang 12 gram p-amino-dimetil anilin dan ditambahkan 30 ml aquades

serta 50 ml H2SO4 pekat. (Stok)

Diambil larutan stok 25 ml dan diencerkan dengan H2SO4 : H2O (1:1)

sampai 1 liter

3.Larutan FeCl3

Ditimbang 100 gram FeCl3.6H2O dan diencerkan dengan aquades hingga

100 ml

4.Larutan standar sulfida

Ditimbang 0,71 g Na2S.9H2O dilarutkan dengan aqudes hingga volume 1

liter ( larutan induk). Kemudian dipipet 10 ml dan diencerkan dengan

aquades hingga volume 100 ml.


59

3.5.3. Prosedur Pembuatan Kurva Kalibrasi

1.Pipet dalam 6 labu tentukur masing-masing 0,1,2,3,4,5 ml larutan standar

kerja H2S

2.Ditambahkan 0,5 ml larutan uji amin dan 3 tetes larutan FeCl3.

Kemudian ditambahkan larutan penyerap sampai tanda batas

3.Tunggu selama 30-60 menit, dibaca absorbansi dengan spektrofotometer

pada panjang gelombang 670 nm.

4.Dihitung konsentrasi H2S dalam satu seri larutan tersebut

5.Dibuat kurva yang menyatakan hubungan absorbansi dengan komsentrasi

H2S

3.5.4. Prosedur Perlakuan dan Pengambilan Sampel : (SNI 19-7119.7-2005)

1.Larutan penyerap H2S sebanyak 20 ml dimasukkan ke dalam midget

impinger

2.Midget impinger dirangkaikan dengan pompa vakum dan diatur

kecepatan aliran udara pada 2 L/menit

3.Kemudian pengambilan sampel uji dilakukan selama 1 jam, setelah itu

pompa penghisap dimatikan.

4.Sesudah pengambilan sampel uji, diamkan selama 20 menit untuk

menghilangkan pengganggu. (Sampel uji dapat stabil selama 24 jam,jika

disimpan pada suhu 5ºC dan terhindar dari sinar matahari).


60

3.5.5. Cara analisa : (SNI 19-7119.7-2005)

1.Diambil 10 ml larutan sampel uji dalam midget (suhu kamar) ke dalam

labu takar 25 ml dan ditambahkan 5 ml air suling sebagai pembilas.

2.Sebanyak 0,5 ml larutan amin dan 3 tetes FeCl3 ditambahkan ke dalam

labu takar

3. Air suling ditepatkan sampai tanda batas, dihomogenkan dan diamkan

selama 30-60 menit

4. Campuran larutan diatas diukur serapannya dengan spektrofotometer

pada panjang gelombang 670 nm.

5. Untuk pengujian blanko, ulangi seperti langkah-langkah diatas dengan

menggunakan sebanyak 10 ml larutan penyerap.

3.5.6. Reaksi : ( Treadwell, 1963)

Cd(OH)2 ) + H2S -----------> CdS + 2H2O

2[ NH2.C6H4.N(CH3)2. H2SO4 ] + 6 Fe ³ + S² ----->

p-amino-dimetil aniline sulfat

C6H3 N (CH3)2

N S + 6 Fe² + NH4 + 4H + SO4²

C6H3 N (CH3)2

Cl

Metilen biru
61

3.6. Metode Pengumpulan Data

3.6.1. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari :

1. Data primer diperoleh dari hasil observasi melalui pengukuran langsung

konsentrasi hidrogen sulfida dalam udara ambien di TPA Terjun, data hasil

pengisian kuesioner, dan hasil penimbangan berat badan.

2. Data sekunder diperoleh dari pencatatan data-data tentang penduduk dari

Kelurahan Terjun, TPA sampah Terjun Kecamatan Medan Marelan dari

Dinas Kebersihan Kota Medan, Puskesmas, Kecamatan Medan Marelan dan

informasi kecepatan dan arah angin dari Badan Meteorologi dan Geofisika

Kota Medan.

3.6.2. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1. Data konsentrasi hidrogen sulfida dalam udara ambien yang di ukur pada

TPA, diambil tiga lokasi, yaitu lokasi 1: di TPA (3 titik), lokasi 2 : di luar TPA

( 3 titik ), lokasi 3 : ± 600 m dari TPA.

2. Data individu pengisian kuesioner dan hasil penimbangan.

Data kuesioner diperoleh dari hasil wawancara peneliti dengan responden yang

tinggal di lokasi penelitian. Sebelum dilakukan wawancara maka peneliti

menanyakan kesediaan responden untuk dijadikan sebagai subyek dalam

penelitian. Data-data yang telah diperoleh selanjutnya digunakan untuk


62

menghitung asupan hidrogen sulfida dalam udara yang masuk ke tubuh

manusia melalui jalur inhalasi

3.7. Variabel dan Definisi Operasional

3.7.1.Variabel

1.Variabel pengaruh (independent variabel ) adalah konsentrasi hidrogen

sulfida, durasi paparan, frekuensi paparan, berat badan, dan tempat tinggal.

2.Variabel terpengaruh (dependent variabel), adalah besar risiko, Risk

Quotients (RQ) terjadinya keracunan hidrogen sulfida.

Jadi pendekatan Analisis Resiko Kesehatan Lingkungan (ARKL) digunakan

untuk menghitung tingkat risiko yang dijadikan sebagai variabel dependen dalam

penelitian ini.
63

3.7.2.Definisi Operasional

No. Variabel Defenisi operasional Skala Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur
1. Konsentrasi Konsentrasi Asam Ordinal Impinger Melakukan mg/m³
H2S sulfida yang terukur, pengukuran
hasil pemeriksaan
kualitas udara

2. Laju Asupan Banyaknya udara yang Ordinal Kuesioner Hitung m³/hari


dihirup dalam waktu
24 jam

3. Durasi Lamanya waktu Ordinal Kuesioner Hitung tahun


Paparan responden menghirup
udara

4. Frekuensi Banyaknya jumlah hari Rasio Kuesioner Hitung hari / tahun


paparan dalam satu tahun
dimana responden
menghirup udara

5. Berat Badan Berat Badan responden Ordinal Timbangan Melakukan Kilogram


pada saat dilakukan Berat Badan penimbangan
penelitian secara insitu
Kuesioner
6. Tempat Rumah tempat tinggal Nominal Wawancara a.TPA
Tinggal responden ≥ 3 tahun b.Luar TPA

3.8. Teknik Pengumpulan Data

Data-data primer yang telah dihitung kemudian dilanjutkan dengan tahap-

tahap sebagai berikut :

1. Editing (pemeriksaan data)

Editing yaitu kegiatan pengecekan terhadap semua isian kuesioner yang telah

dikumpulkan yang dilakukan setelah pengambilan data di lapangan dan uji

laboratorium telah selesai. Kegiatan ini untuk memastikan bahwa data yang diperoleh

tersebut semua telah terisi, konsisten, relevan, dan dapat dibaca dengan baik.
64

2.Coding (pemberian kode)

Data yang telah terkumpul dan dikoreksi ketepatan dan kelengkapannya

kemudian diberi kode oleh peneliti secara manual sebelum diolah dengan

menggunakan perangkat software komputer.

3. Entry (pemasukan data ke komputer)

Data yang telah dibersihkan kemudian dimasukkan ke program komputer

untuk diolah.

4. Cleaning Data Entry

Pemeriksaan semua data yang telah dimasukkan ke dalam program komputer

guna menghindari terjadinya kesalahan pemasukan data.

5.Penyajian data / laporan, disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan

narasi sesuai dengan referensi yang relevan serta grafik.

3.9. Pengolahan Data

Penelitian ini memperkirakan tingkat risiko kesehatan akibat paparan udara

ambien yang mengandung hidrogen sulfida dari populasi berisiko. Data paparan H2S

diperoleh dari hasil pengukuran konsentrasi hidrogen sulfida dari udara di wilayah

penelitian. Konsentrasi tersebut kemudian dinyatakan sebagai konsentarsi risk agent

yang masuk ke tubuh manusia melalui inhalasi.

Pengolahan data menggunakan perhitungan analisis risiko yaitu dengan

menghitung asupan (intake), untuk mengetahui tingkat risiko risk agent (RQ)

terhadap konsumen. Perhitungan asupan (intake) diperoleh berdasarkan data

konsentrasi H2S sebagai risk agent dalam udara (mg/m³), laju asupan paparan
65

(m³/hari), frekuensi paparan tahunan (hari/tahun), durasi paparan (real time) dalam

tahun, berat badan (kg), periode waktu rata-rata (30 tahun x 365 hari/tahun untuk

nonkarsinogen) (Kolluru R.V.,et al, 1996).

Data asupan konsentrasi H2S dalam udara diperoleh dengan menggunakan

persamaan berikut (Kolluru R.V.et al,1996).

I = C x R x t x f x Dt .....................................................(2)
Wb x tavg

Keterangan:

I = asupan (intake), jumlah risk agent yang masuk ke dalam tubuh manusia

(mg/m³x hari)

C = konsentrasi risk agent (mg/m³)

R = laju (rate) asupan (0,83 m³/jam)

t = waktu paparan (jam/hari)

f = frekuensi paparan (hari/tahun)

Dt=durasi paparan, lama tinggal (tahun)

Wb=berat badan responden (kg)

tavg=periode waktu rata-rata (30 x 365 hari / tahun untuk zat karsinogen, 70

tahun x 365 hari/tahun untuk zat karsinogen)

Untuk mengetahui tingkat risiko kesehatan yang akan terjadi dari masing-

masing individu, maka dilakukan perhitungan RQ sesuai dengan persamaan berikut :

Risk Quotients (RQ) = Intake (mg/kg –hari) .................................(3)


(RfC = 0,001mg/m³-hari)
66

Hasil perhitungan RQ dapat menunjukkan tingkat risiko kesehatan masyarakat

akibat menghirup udara yang mengandung hidrogen sulfida. Apabila RQ ≤ 1

menunjukkan paparan masih berada dibawah batas normal dan penduduk yang

menghirup udara tersebut aman dari risiko kesehatan oleh H2S sepanjang hidupnya.

Sedangkan, bila RQ > 1 menunjukkan paparan berada diatas batas normal dan

penduduk yang menghirup udara tersebut memiliki risiko kesehatan oleh hidrogen

sulfida sepanjanng hidupnya.

3.10. Metode Analisa Data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan program lunak komputer

dengan tahapan sebagai berikut :

1. Analisis Univariat

Analisis univariat ini dilakukan untuk memperoleh gambaran pada masing-

masing variabel. Dalam analisis ini digunakan ukuran nilai tengah mean, median,

nilai minimum dan maksimum, 95 % Confidence Interval (CI), simpangan baku

untuk data numerik. Yang merupakan variabel dengan data numerik adalah :

konsentrasi hidrogen sulfida, laju asupan udara yang dihirup, durasi paparan,

frekuensi paparan, berat badan dan besar risiko (RQ)

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara 2 variabel.

Dalam penelitian ini terdapat 2 jenis variabel yaitu variabel independen (konsentrasi

hidrogen sulfida dalam udara, laju asupan, durasi paparan, frekuensi paparan, berat

badan, dan tempat tinggal ) dan variabel dependen ( besar resikonya terjadinya
67

toksisitas hidrogen sulfida ). Variabel-variabel yang ingin diketahui hubungan yaitu

antara variabel independen dan variabel dependen.

Dalam penelitian ini uji yang digunakan adalah uji chi-square karena baik

variabel independen maupun dependen merupakan data kategorik (data numerik yang

sudah diubah menjadi dua kelompok ). Uji ini bertujuan untuk menguji perbedaan

proporsi dua kelompok sampel.


68

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Deskripsi Wilayah Penelitian

4.1.1.Gambaran Umum Wilayah

Medan Marelan merupakan salah satu kecamatan yang berada di bagian utara

Kota Medan propinsi Sumatera Utara. Secara administratif, kecamatan Medan

Marelan terdiri dari 5 (lima kelurahan) antara lain adalah (Lampiran 4)

1. Kelurahan Labuhan Deli

2. Kelurahan Rengas Pulau

3. Kelurahan Terjun

4. Kelurahan Tanah Enam Ratus

5. Kelurahan Paya Pasir.

Kecamatan Medan Marelan memiliki luas wilayah 44,47 km² dengan batas-

batas sebagai berikut :

1. Sebelah utara berbatasan dengan kecamatan Medan Belawan

2. Sebelah selatan berbatasan dengan kabupaten Deli Serdang

3. Sebelah barat berbatasan dengan kabupaten Deli Serdang

4. Sebelah timur berbatasan dengan kecamatan Medan Labuhan

4.1.2.Keadaan Penduduk

Jumlah penduduk kecamatan Medan Marelan berjumlah 121.721 jiwa dengan

penduduk laki-laki berjumlah 58.918 jiwa den penduduk perempuan 62.803 jiwa.
69

Penelitian ini dilakukan pada di dua kelurahan di kecamatan Medan Marelan, yaitu :

kelurahan Terjun dan kelurahan Paya Pasir. Kelurahan Terjun terdiri dari 22

lingkungan, sedangkan kelurahan Paya Pasir terdiri dari 8 Lingkungan. TPA Terjun

sendiri berada di wilayah Lingkungan 6 kelurahan Terjun. Adapun keadaan penduduk

di daerah penelitian adalah sebagai berikut (Lampiran 5 ):

Tabel 2. Jumlah Rumah Tangga, Penduduk dan Rata-Rata Anggota Rumah Tangga di
Lokasi Penelitian Tahun 2008

No. Kelurahan Rumah Tangga Penduduk Jumlah Rata-rata


Laki-laki Perem Anggota RT
Puan

1 Terjun 5.050 11.256 13.992 25.248 5,0

2 Paya Pasir 2.223 5.570 5.544 11.114 5,0

Sumber : BPS Kota Medan,2008

4.1.3. Tata Guna Lahan

a. Kelurahan Terjun

Luas wilayah kelurahan Terjun adalah 16,05 km² yang terdiri lahan pemukiman

dan perumahan, lahan bangunan, ladang, kolam ikan serta kebun.

Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Terjun terdapat di kelurahan Terjun

dengan luas areal 14 Ha.

Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Terjun telah beroperasi sejak 7

Januari 1994 dengan menggunakan sistem open dumping. Jumlah sampah dari kota

Medan yang dibuang ke TPA Terjun sekitar 1500 m³ sampah per hari. Dalam rangka

mengurangi timbunan sampah, memperpanjang umur pakai TPA dan meminimalkan

dampak lingkungan di sekitar lokasi TPA, maka dilakukan upaya pengolahan


70

sampah. Upaya yang telah dilakukan adalah daur ulang dengan memanfaatkan

kembali benda-benda yang masih mempunyai nilai ekonomis, pemadatan (Balling)

dan pembakaran ( Dinas Kebersihan Kota Medan,2008)

Berdasarkan survai industri besar / sedang tahun 2007 tidak terdapat industri

kimia, industri logam dan industri pertambangan di kelurahan Terjun. Jenis industri

rumah tangga yang ada adalah industri makanan dan minuman (BPS Kota Medan,

2007).

b. Kelurahan Paya Pasir

Luas wilayah kelurahan Paya Pasir adalah 10 km² yang terdiri lahan

pemukiman dan perumahan, lahan bangunan, ladang, kolam ikan serta kebun.

Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Terjun terdapat di kelurahan Terjun

dengan luas areal 14 Ha.

Berdasarkan survai industri besar / sedang tahun 2007 terdapat industri

plastik di kelurahan Paya Pasir dan tidak terdapat jenis industri rumah tangga (BPS

Kota Medan, 2007) .

4.1.4.Data Jumlah Penyakit Terbesar

Data dari Puskesmas Terjun Kecamatan Medan Marelan menyatakan bahwa

penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) dengan jumlah kasus sebanyak

2.784 berada di urutan pertama dari sepuluh penyakit terbesar di puskesmas selama

bulan Januari sampai dengan Desember 2008. Adapun data sepuluh penyakit

terbanyak sebagai berikut :


71

Tabel 3. Data Sepuluh Penyakit Terbesar di Kecamatan Medan Marelan Tahun 2008

No. Nama Penyakit Jumlah Penderita

1. ISPA 2784

2. Diare 1918

3. Gigi 1608

4. Mata 314

5. TB Paru 311

6. Kecacingan 184

7. Hypertensi 178

8. Maag 165

9. Scabies 135

10. THT 131

Sumber : Puskesmas Medan Marelan, 2008

4.2. Analisis Risiko

4.2.1 Analisis Pemaparan (Exposure Assessment)

Analisa pemaparan dilakukan untuk menentukan dosis risk agent hidrogen

sulfida yang diterima individu sebagai asupan atau intake (I), yang dihitung dengan

persamaan :

I = C x R x t x f x Dt
Wb x t avg

Keterangan :

I = asupan (intake), jumlah risk agent yang masuk ke dalam tubuh manusia (mg/kg

x hari )
72

C = konsentrasi risk agent (mg/m³)

R = laju asupan (0,83 m³/jam)

t = waktu paparan (jam/hari)

f = frekuensi paparan (hari/tahun)

Dt = durasi paparan, lama tinggal (tahun)

Wb =berat badan responden (kg)

tavg=periode waktu rata-rata (30 tahun x 365 hari/tahun untuk zat non karsinogen, 70

tahun x 365 hari/tahun untuk zat karsinogen)

Nilai C dan Wb diperoleh dari pengukuran pada lokasi penelitian sedangkan t,

Dt dari hasil kuesioner serta nilai R, f, t avg (periode waktu rata-rata) didapat dari

referensi. Nilai t avg untuk zat non-karsinogen dengan frekuensi paparan (f) 365

hari/tahun adalah = 30 tahun x 365 hari/tahun = 10950 hari.

Contoh perhitungan besarnya intake untuk masing-masing individu adalah sebagai

berikut :

Hasil penelitian diketahui bahwa salah seorang responden bernama

H.Sitompul yang setiap hari bekerja diluar lokasi penelitian rata-rata 8 jam dengan

berat badan (Wb) = 50 kg. Responden tersebut telah tinggal selama (Dt) = 12 tahun

dengan frekuensi paparan setahun (f) = 365 hari/tahun,nilai t avg untuk zat non-

karsinogen adalah = 10950 hari dan bila berada di lokasi maka, responden setiap hari

menghirup udara bau yang mengandung hidrogen sulfida dengan konsentrasi (C) =

0,029 mg/m³ dan laju asupan (R) = 0,83 m³/jam, sehingga besarnya Intake (I) adalah:

I = 0,029 mg/m³ x 0,83 m³/jam x 16 jam/hari x 350 hari/tahun x 12 tahun


50 kg x 10950 hari
73

= 0,0029 mg/kg-hari

Jadi asupan (intake) hidrogen sulfida per hari untuk responden tersebut adalah 0,0029

mg/kg-hari. Hasil perhitungan secara lengkap disajikan pada lampiran 2.

4.2.2.Karakteristik Risiko (Risk Characterization)

Karakterisasi risiko dilakukan untuk membandingkan hasil analisa pemaparan

(intake) dengan nilai dosis acuan (RfC) yang dikenal dengan bilangan risiko atau

Risk Quotient (RQ). RQ dihitung dengan persamaan (3):

Risk Quotient (RQ) = Intake (mg/kg-hari) .


(RfC = 0,001mg/kg-hari)

RfC merupakan dosis acuan yang diperoleh dari kepustakaan (US EPA, 2003).RfC

untuk hidrogen sulfida adalah 0,001 mg/kg-hari, maka nilai RQ untuk hidrogen

sulfida dapat ditentukan. Dari contoh perhitungan asupan diatas, maka nilai RQ untuk

responden tersebut adalah :

Risk Quotient (RQ) = 0.0029 mg/kg-hari = 2,9


0,001 mg/kg-hari

Jadi Besar Risiko (RQ) responden tersebut adalah 2,9. Hasil perhitungan secara

lengkap disajikan pada lampiran 2.

4.3. Hasil Analisa Univariat

Berdasarkan hasil analisa univariat diperoleh bahwa variabel numerik : laju

asupan,lama paparan (Dt), asupan (risk agent) , besar risiko (RQ), tidak memenuhi

asumsi distribusi normal, karena uji Kolmogorov-Smirnov menunjukkan nilai p <

0,05 (lihat tabel 4 ).Oleh karena itu dalam penelitian ini seluruh variabel numerik

diubah menjadi kategorik.


74

Tabel 4. Distribusi Statistik Deskriptif Variabel Konsentrasi H2S dalam udara (C),
Laju Asupan (R),Frekuensi Paparan (f), Durasi Paparan (Dt), Berat Badan
(Wb), Intake H2S, dan Besar Risiko (RQ) Gangguan Kesehatan Masyarakat
di TPA dan luar TPA Terjun Tahun 2009

Variabel Mean Min 95 % CI SD p-value


Median Maks Kolmogorov
Smirnov
Konsentrasi H2S dalam 0,0160 0,003 0,00381 0,0188 0,122
udara (mg/m³)
0,0100 0,052 0,03581
Laju asupan udara 14,7844 8,30 14,0620 3,2459 0,001
mengandung H2S(m³/hari)
14,0620 19,92 15,5067
Frekuensi Paparan (hari / Data tidak Dapat diolah karena Homogen
tahun) (Frekuensi paparan: 365 hari/thn)

Durasi paparan (tahun) 11,76 4 10,75 4,549 0,000

15,00 15 12,77
Berat Badan responden 57,40 30 54,74 11,95 0,200
(kg)
58,00 90 60,06
Intake Hidrogen Sulfida 0,0014 0,0001 0,0011 0,0014 0,000
( mg/kg-hari )
0,0008 0,0057 0,0018
Besar Risiko (RQ) 1,449 0,10 1,126 1,4490 0,000
Kesehatan Masyarakat
0,800 5,70 1,771

Kategorisasi variabel berdasarkan nilai referensi untuk variabel konsentrasi

hidrogen sulfida dan besar risiko (RQ) gangguan kesehatan, sedangkan variabel lain

berdasarkan nilai median. Selengkapnya kategorisasi seluruh variabel disajikan pada

tabel 5.
75

Tabel 5.Distribusi Frekuensi Konsentrasi H2S dalam udara (C), Laju Asupan
(R),Frekuensi Paparan (f), Durasi Paparan (Dt), Berat Badan (Wb), Intake
H2S, dan Besar Risiko (RQ) Gangguan Kesehatan Masyarakat di TPA dan
luar TPA Terjun Tahun 2009

Variabel Jumlah Persentase (%)

Konsentrasi H2S dalam


udara ambien
> 0,028 mg/m³ 3 50
≤ 0,028 mg/m³ 3 50
TOTAL 6 100
Laju Asupan Udara yang
mengandung H2S
≥ 14 m³/hari 41 51
< 14 m³/hari 39 49
TOTAL 80 100
Durasi Paparan (Dt)
≥ 15 tahun 49 61
< 15 tahun 31 39
TOTAL 80 100
Berat Badan Responden
(Wb)
> 58 kg 39 49
≤ 58 kg 41 51
TOTAL 80 100

Tempat Tinggal Responden


- TPA Terjun 40 50
- Luar TPA Terjun 40 50

TOTAL 80 100

Besar Risiko (RQ)


Kesehatan Masyarakat
> 1 30 38
≤ 1 50 62
TOTAL 80 100

Hasil analisa pada tabel 4 menunjukkan uji Kolmogrov-Smirnov

menghasilkan nilai p sebesar 0,122. Hal ini berarti distribusi data normal. Rata-rata

konsentrasi hidrogen sulfida dalam udara ambien di lokasi penelitian adalah 0,016
76

mg/m³, dengan simpangan baku 0,0188 mg/m³. Konsentrasi terendah adalah 0,003

mg/m³ dan konsentrasi tertinggi 0,052 mg/m³. Dari hasil estimasi interval dapat

disimpulkan bahwa 95 % diyakini rata-rata konsentrasi hidrogen sulfida dalam udara

ambien di lokasi penelitian adalah berada diantara 0,00381 mg/m³ sampai dengan

0,03581 mg/m³ (tabel 4).

4.3.1 Distribusi Konsentrasi Hidrogen Sulfida dalam udara ambien di TPA dan
Luar TPA Terjun Tahun 2009

Distribusi hasil pengukuran konsentrasi hidrogen sulfida dalam udara ambien

di TPA Terjun dan luar TPA Terjun tahun 2009 dapat dilihat pada lampiran 5.

Tabel 6. Distribusi Konsentrasi Hidrogen Sulfida (mg/m³) dalam Udara Ambien


Menurut Tempat Tinggal Responden di TPA dan di luar TPA Terjun Tahun
2009

Tempat Tinggal N Mean Min SD p-value


Responden Median Maks Kolmogrov-Smirnov
TPA 3 0,0290 0,016 0,02023 -

0,0180 0,052
Luar TPA 3 0,0033 0,003 0,00057 -

0,0030 0,004

Hasil analisa pada tabel 6 menunjukkan uji Kolmogorov-Smirnov tidak ada

nilainya. Maka nilai p diambil dari tabel 4 sebesar 0,122 . Oleh karena distribusi data

untuk konsentrasi hidrogen sulfida di TPA normal, maka yang dijadikan nilai tengah

adalah mean. Rata-rata (mean) konsentrasi hidrogen sulfida dalam udara ambien di

TPA Terjun adalah 0,0290 mg/m³ dengan simpangan baku 0,02023 mg/m³.

Konsentrasi terendah adalah 0,016 mg/m³ dan konsentrasi tertinggi mencapai 0,052

mg/m³.
77

4.3.2. Distribusi Konsentrasi Hidrogen Sulfida dalam udara ambien di Luar


TPA Terjun

Hasil analisa pada tabel 6 menunjukkan uji Kolmogorov-Smirnov tidak ada

nilainya. Maka nilai p diambil dari tabel 4 sebesar 0,122. Hal ini berarti distribusi

data normal.Oleh karena distribusi data untuk konsentrasi hidrogen sulfida di luar

TPA normal, maka yang dijadikan nilai tengah adalah mean. Rata-rata (mean)

konsentrasi hidrogen sulfida dalam udara ambien di luar TPA Terjun adalah 0,0033

mg/m³ dengan simpangan baku 0,00057 mg/m³. Konsentrasi terendah adalah 0,003

mg/m³ dan konsentrasi tertinggi mencapai 0,004 mg/m³.

4.3.3.Distribusi Laju Asupan Udara Perhari (R)

Distribusi laju asupan udara per hari pada responden di TPA Terjun dan luar

TPA Terjun tahun 2009 dapat dilihat pada lampiran 6.

Berdasarkan uji Kolmogorov-Smirnov (Tabel 4 ) menghasilkan nilai p sebesar

0,001 yang menunjukkan distribusi data tidak normal. Hal ini dapat juga dilihat dari

gambar 6. Oleh karena distribusi data untuk laju asupan udara tidak normal maka

yang dijadikan nilai tengah adalah adalah median. Rata-rata (median) laju asupan

udara di lokasi penelitian adalah 14,0620 m³/hari, dengan simpangan baku 3,2459

m³/hari. Laju asupan udara terendah adalah 8,30 m³/hari dan tertinggi mencapai 19,92

m³/hari. Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95 % diyakini rata-rata

laju asupan udara di lokasi penelitian adalah berada diantara 14,0620 m³/hari sampai

dengan 15,5067 m³/hari (tabel 4).


78

4.3.4. Distribusi Durasi Paparan (Dt)

Distribusi durasi / lama paparan pada responden di TPA Terjun dan luar TPA

Terjun tahun 2009 dapat dilihat pada lampiran 7.

Berdasarkan kurva histogram durasi paparan (gambar 6.) dan uji Kolmogorov-

Smirnov (tabel 4 ) menghasilkan nilai p sebesar 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa

distribusi data tidak normal. Oleh karena distribusi data untuk durasi paparan tidak

normal maka yang dijadikan nilai tengah adalah adalah median. Rata-rata (median)

durasi paparan di lokasi penelitian adalah 15,00 tahun dengan simpangan baku 4,549

tahun. Durasi paparan terendah adalah 4 tahun dan tertinggi mencapai 15 tahun. Dari

hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95 % diyakini rata-rata durasi

paparan di lokasi penelitian adalah berada diantara 10,75 tahun sampai dengan 12,77

tahun (tabel 4 ).

4.3.5 Distribusi Berat Badan (Wb)

Distribusi berat badan pada responden di TPA Terjun dan luar TPA Terjun

tahun 2009 dapat dilihat pada lampiran 8.

Berdasarkan kurva histogram berat badan (gambar 7) dan uji Kolmogorov-

Smirnov (tabel 4 ) menghasilkan nilai p sebesar 0,200. Hal ini menunjukkan bahwa

distribusi data normal. Oleh karena distribusi data untuk berat badan normal maka

yang dijadikan nilai tengah adalah adalah mean. Rata-rata (mean) berat badan di

lokasi penelitian adalah 57,40 kg dengan simpangan baku 11,95 kg. Berat badan

terendah adalah 30 kg dan tertinggi mencapai 90 kg. Dari hasil estimasi interval dapat
79

disimpulkan bahwa 95 % diyakini rata-rata durasi paparan di lokasi penelitian adalah

berada diantara 54,74 kg sampai dengan 60,06 kg (tabel 4 ).

4.3.6.Distribusi Asupan (Intake) Hidrogen Sulfida

Distribusi asupan (intake) hidrogen sulfida pada responden di TPA Terjun dan

luar TPA Terjun tahun 2009 dapat dilihat pada lampiran 9.

Berdasarkan kurva histogram Intake Hidrogen Sulfida (gambar 8) dan uji

Kolmogorov-Smirnov (tabel 4 ) menghasilkan nilai p sebesar 0,000. Hal ini

menunjukkan bahwa distribusi data tidak normal. Oleh karena distribusi data untuk

Intake H2S tidak normal maka yang dijadikan nilai tengah adalah adalah median.

Rata-rata (median) Intake H2S di lokasi penelitian adalah 0,0008 mg/kg-hari dengan

simpangan baku 0,0014 mg/kg-hari. Intake H2S terendah adalah 0,0001 mg/kg-hari

dan tertinggi mencapai 0,0057 mg/kg-hari. Dari hasil estimasi interval dapat

disimpulkan bahwa 95 % diyakini rata-rata Intake H2S di lokasi penelitian adalah

berada diantara 0,0011 mg/kg-hari sampai dengan 0,0018 mg/kg-hari (tabel 4 ).

4.3.7 Distribusi Besar Risiko (RQ) Kesehatan Masyarakat Menurut Tempat


Tinggal Responden

Tabel 7.Distribusi Besar Risiko Kesehatan (RQ) Masyarakat menurut Tempat


Tinggal Responden

Variabel Mean Min 95 % CI SD p-value


Median Maks Kolmogrov-
Smirnov
TPA Terjun 2,413 0,70 1,931-2,894 1,5068 0,000

2,300 5,70
Luar TPA Terjun 0,485 0,10 0,396-0,574 0,2788 0,000

0,400 1,20
80

4.3.8 Distribusi Besar Risiko (RQ) Kesehatan Masyarakat di TPA Terjun

Berdasarkan uji Kolmogorov-Smirnov (tabel 4 ) menghasilkan nilai p sebesar

0,000, yang menunjukkan distribusi data tidak normal. Oleh karena distribusi data

untuk besar risiko tidak normal maka yang dijadikan nilai tengah adalah adalah

median. Rata-rata (median) besar risiko untuk masyarakat yang tinggal di lokasi TPA

Terjun adalah 2,300 dengan simpangan baku 1,5068. Nilai RQ terendah adalah 0,70

dan tertinggi mencapai 5,70. Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95

% diyakini rata-rata RQ untuk masyarakat yang tinggal di lokasi TPA Terjun adalah

berada diantara 1,931 sampai dengan 2,894 (tabel 6 ).

4.3.9.Distribusi Besar Risiko (RQ) Kesehatan Masyarakat di Luar TPA Terjun

Berdasarkan uji Kolmogorov-Smirnov (tabel 4 ) menghasilkan nilai p sebesar

0,000, yang menunjukkan distribusi data tidak normal. Oleh karena distribusi data

untuk besar risiko tidak normal maka yang dijadikan nilai tengah adalah adalah

median. Rata-rata (median) besar risiko untuk masyarakat yang tinggal di luar lokasi

TPA Terjun adalah 0,400 dengan simpangan baku 0,2788. Nilai RQ terendah adalah

0,10 dan tertinggi mencapai 1,20. Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan

bahwa 95 % diyakini rata-rata RQ untuk masyarakat yang tinggal di luar lokasi TPA

Terjun adalah berada diantara 0,396 sampai dengan 0,574 (tabel 6).

4.4. Hasil Analisa Bivariat

Analisa bivariat antara variabel independen dengan variabel dependen

dilakukan dengan uji Chi Square, karena variabel-variabel yang diuji baik variabel
81

independen maupun variabel dependen merupakan data kategorik pengkategorian

variabel-variabel yang diteliti selengkapnya disajikan pada tabel 7.

Tabel 8. Hasil Analisa Chi Square Distribusi Konsentrasi H2S dalam udara (C), Laju
Asupan (R),Frekuensi Paparan (f), Durasi Paparan (Dt), Berat Badan (Wb),
Intake H2S, dan Besar Risiko (RQ) Gangguan Kesehatan Masyarakat di
TPA dan luar TPA Terjun Tahun 2009

Variabel Besar Risiko (RQ)


Gangguan Kesehatan
RQ ≤ 1 RQ > 1 OR 95% CI

N % N %
Konsentrasi H2S dalam
udara ambien
> 0,028 mg/m³ 15 37,5 25 62,5 11,667 3,751- 36,290
≤ 0,028 mg/m³ 35 87,5 5 12,5

Laju Asupan Udara yang


mengandung H2S
≥ 14 m³/hari 21 51,2 20 48,8 2,762 1,074-7,101
< 14 m³/hari 29 74,4 10 25,6
Durasi Paparan (Dt)
≥ 15 tahun 25 51,0 24 49,0 4,000 1,396-11,458
< 15 tahun 25 50,0 6 19,4
Berat Badan Responden
(Wb)
> 58 kg 23 59,0 16 41,0 1,342 0,541-3,325
≤ 58 kg 27 65,9 14 34,1
Tempat Tinggal
Responden
- TPA Terjun 15 37,5 25 62,5 11,667 3,751- 36,290
- Luar TPA Terjun 35 87,5 5 12,5

4.4.1 Hubungan Konsentrasi Hidrogen Sulfida dalam Udara Ambien dengan


Besar Risiko (RQ)

Hasil uji Chi Square seperti yang ditampilkan pada tabel menunjukkan bahwa

ada 25 responden dari 40 responden (62,5 %) yang menghirup udara yang

mangandung H2S di atas kadar maksimal yang diperbolehkan menurut Keputusan


82

Menteri Negara Kesehatan Lingkungan Hidup Nomor KEP-50/MENLH/11/1996

memiliki risiko akan mengalami gangguan kesehatan akibat menghirup udara yang

mengandung H2S. Dari 40 responden yang menghirup udara mengandung H2S yang

tidak melebihi kadar maksimal, hanya 5 responden (12,5 %) yang berpotensi akan

mengalami gangguan kesehatan akibat terpapar udara mengandung H2S.

Hasil uji statistik dengan CI 95% dan nilai interval kepercayaan yang tidak

mencakup 1 ( 3,751 – 36,290 ), maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi

besar risiko gangguan kesehatan antara responden yang terpapar udara yang

mengandung H2S melebihi kadar maksimal dengan responden yang menghirup udara

tidak melebihi kadar maksimal. Nilai OR adalah 11,67. Hal ini berarti bahwa

responden yang terpapar udara mengandung H2S melebihi kadar maksimal

mempunyai peluang 11,67 kali memiliki risiko akan mengalami gangguan kesehatan

akibat menghirup H2S yang terkandung dalam udara dibandingkan dengan responden

yang tidak melebihi kadar maksimal.

4.4.2 Hubungan Laju Asupan Udara (R) dengan Besar Risiko (RQ)

Hasil uji Chi Square seperti yang ditampilkan pada tabel 8 menunjukkan

bahwa ada 20 responden dari 41 responden ( 48,8 %) yang menghirup udara yang

mangandung H2S ≥ 14 m³ per hari memiliki risiko akan mengalami gangguan

kesehatan akibat menghirup udara yang mengandung H2S. Dari 39 responden yang

menghirup udara mengandung H2S yang kurang dari 14 m³, hanya 10 responden

(25,6 %) yang berpotensi akan mengalami gangguan kesehatan akibat terpapar udara

mengandung H2S.
83

Hasil uji statistik dengan CI 95 % dan nilai interval kepercayaan yang tidak

mencakup 1 (1,074 – 7,101 ), maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi besar

risiko gangguan kesehatan antara responden yang menghirup udara mengandung

H2S ≥ 14 m³ per hari dengan responden yang menghirup udara kurang dari 14 m³ per

hari . Nilai OR adalah 2,762. Hal ini berarti bahwa responden yang menghirup udara

mengandung H2S yang melebihi 14 m³ per hari mempunyai peluang 2,762 kali

memiliki risiko akan mengalami gangguan kesehatan akibat menghirup H2S yang

terkandung dalam udara dibandingkan dengan responden yang menghirup udara tidak

melebihi 14 m³ per hari

4.4.3 Hubungan Durasi Paparan (Dt) dengan Besar Risiko (RQ)

Hasil uji Chi Square seperti yang ditampilkan pada tabel 8 menunjukkan bahwa

ada 24 responden dari 49 responden ( 49 %) yang menghirup udara yang

mangandung H2S selama 15 tahun memiliki risiko akan mengalami gangguan

kesehatan akibat menghirup udara yang mengandung H2S. Dari 31 responden yang

menghirup udara mengandung H2S kurang dari 15 tahun, hanya 6 responden (19,4

%) yang berpotensi akan mengalami gangguan kesehatan akibat terpapar udara

mengandung H2S.

Hasil uji statistik dengan CI 95 % dan nilai interval kepercayaan yang tidak

mencakup 1 (1,396 – 11,458), maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi besar

risiko gangguan kesehatan antara responden yang menghirup udara mengandung

H2S selama 15 tahun dengan responden yang menghirup udara kurang dari 15 tahun.

Nilai OR adalah 4,000. Hal ini berarti bahwa responden yang menghirup udara
84

mengandung H2S selama 15 tahun mempunyai peluang 4,000 kali memiliki risiko

akan mengalami gangguan kesehatan akibat menghirup H2S yang terkandung dalam

udara dibandingkan dengan responden yang menghirup udara kurang dari 15 tahun.

4.4.4 Hubungan Berat Badan (Wb) dengan Besar Risiko (RQ)

Hasil uji Chi Square seperti yang ditampilkan pada tabel 8 menunjukkan

bahwa ada 16 responden dari 39 responden ( 41,0 %) yang mempunyai berat badan

lebih dari 58 kg memiliki risiko akan mengalami gangguan kesehatan akibat

menghirup udara yang mengandung H2S. Dari 41 responden yang mempunyai berat

badan tidak lebih dari 58, hanya 14 responden (34,1 %) yang berpotensi akan

mengalami gangguan kesehatan akibat terpapar udara mengandung H2S.

Hasil uji statistik dengan CI 95 % dan nilai interval kepercayaan yang

mencakup 1 (0,541 – 3,325 ), maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi

besar risiko gangguan kesehatan antara responden yang memilki berat badan lebih

dari 58 kg dengan responden yang mempunyai berat bedan tidak melebihi 58 kg.

Nilai OR adalah 1,342. Hal ini berarti bahwa responden yang memiliki berat badan

lebih dari 58 kg mempunyai peluang 1,342 kali memiliki risiko akan mengalami

gangguan kesehatan akibat menghirup H2S yang terkandung dalam udara

dibandingkan dengan responden yang mempunyai berat badan tidak melebihi 58 kg.

4.4.5 Hubungan Tempat Tinggal Responden dengan Besar Risiko (RQ)

Hasil uji Chi Square seperti yang ditampilkan pada tabel 8 menunjukkan

bahwa ada 25 responden dari 40 responden (62,5 %) yang tinggal di TPA Terjun

memiliki risiko akan mengalami gangguan kesehatan akibat menghirup udara yang
85

mengandung H2S. Dari 40 responden yang tinggal di TPA Terjun, hanya 5 responden

(12,5 %) yang berpotensi akan mengalami gangguan kesehatan akibat terpapar udara

mengandung H2S.

Hasil uji statistik dengan CI 95 % dan nilai interval kepercayaan yang tidak

mencakup 1 (3,751 – 36,290), maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi besar

risiko gangguan kesehatan antara responden yang tinggal di TPA Terjun dengan

responden yang tinggal di luar TPA Terjun. Nilai OR adalah 11,667. Hal ini berarti

bahwa responden yang tinggal di TPA Terjun mempunyai peluang 11,667 kali

memiliki risiko akan mengalami gangguan kesehatan akibat menghirup H2S yang

terkandung dalam udara dibandingkan dengan responden yang tinggal di luar TPA

Terjun.
86

BAB V

PEMBAHASAN

5.1. Pembahasan Hasil Penelitian

Distribusi hasil pengukuran konsentrasi H2S dalam udara ambien, laju asupan

udara, lama paparan, berat badan, asupan (intake) dan besar risiko (RQ) responden

yang terpapar H2S di TPA Terjun maupun di luar TPA Terjun tahun 2009 dilakukan

uji Kolmogorov-Smirnov untuk melihat distribusi frekuensi apakah berdistribusi

normal atau tidak normal. Dinyatakan distribusi normal apabila kurva histogram

berbentuk seperti lonceng, mean = median = modus dan nilai p > 0,05.

Hasil uji Kolmogorov-Smirnov menunjukkan bahwa laju asupan udara, lama

paparan, asupan (intake) dan besar risiko berdistribusi nomal, kecuali konsentrasi

hidrogen sulfida dan berat badan. Dalam menentukan rata-rata untuk data yang

berdistribusi normal adalah nilai mean. Bila sebaliknya, maka rata-ratanya ialah nilai

median.

5.1.1.Konsentrasi H2S dalam udara ambien

Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Terjun, kota Medan dikelola dengan sistem

open dumping. Teknik open dumping adalah cara pembuangan sampah yang

sederhana, yaitu sampah dihamparkan di suatu lokasi dan dibiarkan terbuka begitu

saja.Teknik ini sering menimbulkan masalah berupa munculnya bau busuk,

menimbulkan pemandangan tidak indah, menjadi tempat bersarangnya tikus, lalat dan

berbagai kutu, serta menimbulkan bahaya kebakaran.


87

Dari hasil pemeriksaan dari 6 titik di lokasi penelitian menunjukkan terdapat

perbedaan yang bermakna pada konsentrasi H2S antara udara ambien di TPA dengan

di luar TPA. Rata-rata (mean) konsentrasi H2S di TPA Terjun adalah 0,029 mg/m³,

sedangkan rata-rata (mean) konsentrasi H2S di luar TPA Terjun 0,0033 mg/m³. Nilai

OR adalah 11,667. Hal ini berarti bahwa responden yang terpapar udara mengandung

H2S melebihi kadar maksimal mempunyai peluang 11,667 kali memiliki risiko akan

mengalami gangguan kesehatan akibat menghirup H2S yang terkandung dalam udara

dibandingkan dengan responden yang tidak melebihi kadar maksimal.

Peneliti juga melakukan pengukuran konsentrasi H2S dalam udara ambien

yang berjarak ± 600 meter dari TPA Terjun sebagai kontrol yang menunjukkan

bahwa konsentrasi H2S sama dengan 0 mg /m³. Berdasarkan wawancara singkat

dengan penduduk sekitar tidak ada mengalami gangguan pernafasan,batuk dan sakit

kepala karena mencium bau seperti bau telur busuk.

Keputusan Menteri Negara Kesehatan Lingkungan Hidup Nomor KEP-

50/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Kebauan, menyebutkan bahwa

konsentrasi maksimum H2S adalah 0,02 ppm (0,028 mg/m³). Berdasarkan Keputusan

Menteri Negara Kesehatan Lingkungan Hidup tersebut maka rata-rata konsentrasi

H2S dalam udara ambien di TPA Terjun telah melebihi kadar maksimum yang

diperbolehkan. Sebagai perbandingan, untuk rata-rata konsentrasi H2S dalam udara

ambien di luar TPA Terjun masih berada dibawah kadar maksimum yang

diperbolehkan.
88

5.1.2.Laju Asupan Udara yang Mengandung Hidrogen Sulfida

Rata-rata (median) laju asupan udara di lokasi penelitian adalah 14,1100

m³/hari.Data laju asupan ini diperoleh dari hasil perkalian antara faktor 0,83 m³ / jam

dengan lamanya (t) berada di lokasi penelitian.

Hasil uji beda diperoleh kesimpulan ada perbedaan proporsi besar risiko

gangguan kesehatan antara responden yang menghirup udara dengan laju asupan ≥ 14

m³/hari dengan responden yang memiliki laju asupan kurang dari 14 m³/hari.

Kaitannya dengan hasil penelitian ini, dapat dijelaskan bahwa dari hasil analisa

bivariat menunjukkan bahwa distribusi responden yang memiliki laju asupan kurang

dari 14 m³/hari dan memiliki RQ>1 hanya 10 atau 25,6 % (lihat lampiran 9).

Nilai OR adalah 2,762. Hal ini berarti bahwa responden yang menghirup udara

mengandung H2S ≥ 14 m³ per hari mempunyai peluang 2,762 kali memiliki risiko

akan mengalami gangguan kesehatan akibat menghirup H2S yang terkandung dalam

udara dibandingkan dengan responden yang menghirup udara kurang dari 14 m³ per

hari.

5.1.3 Durasi Paparan (lama paparan)

Rata-rata (median) durasi paparan di lokasi penelitian adalah 15 tahun dengan

durasi paparan terendah adalah 4 tahun dan maksimum 15 tahun. Dari 80 responden

yang diteliti, sekitar 61,0 % ( 49 orang) telah terpapar H2S selama ≥ 15 tahun.

Dari uji statistik diperoleh nilai OR adalah 4,0. Hal ini berarti bahwa responden

yang menghirup udara mengandung H2S selama 15 tahun mempunyai peluang 4,0

kali memiliki risiko akan mengalami gangguan kesehatan akibat menghirup H2S
89

yang terkandung dalam udara dibandingkan dengan responden yang menghirup udara

kurang dari 15 tahun.

Paparan yang terus-menerus dari H2S dapat mengakibatkan gangguan

kesehatan. Target organ yang sering terganggu adalah sistem saluran pernafasan.

Sebuah penelitian Kilburn dan Warshaw tahun 1995 bahwa ada hubungan paparan

H2S dari unit pengolahan minyak dan efek gangguan kesehatan para pekerja pada

saluran pernafasan, batuk dan sakit kepala. Peneliti membagi area studi menjadi 2

wilayah berdasarkan perbedaan konsentrasi H2S dalam udara ambien. Rata-rata

konsentrasi H2S di TPA adalah 0,029 mg/m³ dan di luar TPA adalah 0,0033 mg/m³.

Efek gangguan saluran pernafasan dievaluasi berdasarkan pengisian kuesioner seperti

batuk, sakit kepala dan sesak nafas.Penelitian menunjukkan bahwa perbedaan antara

di TPA Terjun dan luar TPA Terjun secara statistik dengan CI 95 %, yang

menandakan adanya gangguan saluran pernafasan pada penduduk yang tinggal di

TPA Terjun walaupun sifatnya hilang-timbul.

5.1.4 Berat Badan

Dalam analisa risiko, berat badan akan mempengaruhi besarnya nilai risiko dan

secara teoritis semakin berat badan seseorang maka semakin kecil kemungkinannya

untuk risiko mengalami gangguan kesehatan. Dalam penelitian ini, dari uji bivariat

dengan CI 95 % dan nilai interval kepercayaan yang mencakup nilai 1 (0,541 –

3,325). Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan proporsi besar risiko

gangguan kesehatan antara responden yang memiliki berat badan melebihi 58 kg

dengan responden yang memiliki berat badan kurang dari atau sama dengan 58 kg.
90

Kaitannya dengan hasil penelitian ini, dapat dijelaskan bahwa dari hasil analisa

bivariat menunjukkan bahwa distribusi responden yang memiliki berat badan lebih

dari 58 kg dan mempunyai nilai RQ >1 berjumlah 16 (53%). Apabila dibandingkan

distribusi responden yamg mempunyai berat badan kurang atau sama dengan 58 kg

dan memiliki nilai RQ > 1 berjumlah 14 (47%). Hal ini dapat disimpulkan bahwa

persentase kedua kelompok responden tersebut tidak berbeda, sehingga hasil uji

bivariatnya juga tidak berbeda.

Nilai OR adalah 1,342. Hal ini berarti bahwa responden yang memiliki berat

badan lebih dari 58 kg mempunyai peluang 1,342 kali memiliki risiko akan

mengalami gangguan kesehatan akibat menghirup H2S yang terkandung dalam udara

dibandingkan dengan responden yang mempunyai berat badan tidak melebihi 58 kg.

5.1.5 Besar Risiko (RQ) menurut Tempat Tinggal

Penelitian ini menghasilkan 80 nilai RQ (Risk Quotient). Ada dua kelompok

populasi yang diteliti yaitu kelompok populasi di TPA dan kelompok populasi di luar

TPA. Ada sebanyak 30 responden yang mempunyai nilai RQ>1 atau sebanyak 38,0

%. Dan dari 30 responden yang mempunyai nilai RQ>1, ada 25 responden yang

tinggal di TPA Terjun (83,33 %) dengan nilai OR 11,667. Dapat diambil kesimpulan

bahwa responden yang tinggal di TPA Terjun mempunyai peluang 11,667 kali

memiliki risiko akan mengalami gangguan kesehatan akibat terpapar H2S dalam

udara ambien dibandingkan dengan responden yang tinggal di luar TPA Terjun.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa rata-rata (median) besaran risiko (RQ) di

TPA Terjun adalah 2,300. Hasil ini menunjukkan bahwa penduduk di lokasi TPA
91

Terjun berdasarkan parameter, populasi telah memilki risiko akan terkena gangguan

kesehatan akibat terpapar H2S dari pembusukan sampah.

Hasil analisa hubungan konsentrasi H2S dengan besar risiko (RQ) dengan CI

95 % dan nilai interval kepercayaan yang tidak mencakup 1 (3,751- 36,290 ), maka

dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi besar risiko gangguan kesehatan antara

responden yang terpapar udara yang mengandung H2S melebihi kadar maksimal

dengan responden yang menghirup udara tidak melebihi kadar maksimal. Nilai OR

adalah 11,667. Hal ini berarti bahwa responden yang terpapar udara mengandung

H2S melebihi kadar maksimal mempunyai peluang 11,667 kali memiliki risiko akan

mengalami gangguan kesehatan akibat menghirup H2S yang terkandung dalam udara

dibandingkan dengan responden yang tidak melebihi kadar maksimal.

5.2. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional analitik. Keterbatasan

desain ini adalah pengukuran hanya dilakukan sesaat. Keterbatasan lain dalam

penelitian adalah :

1.Data untuk penilaian paparan dalam penelitian ini hanya berdasarkan hasil satu kali

pengukuran risk agent (hidrogen sulfida), dengan tidak memperhitungkan adanya

perbedaan konsentrasi sebelum ataupun sesudah penelitian ini dilakukan, sehingga

konsentrasi yang diukur untuk menghitung asupan (intake) H2S yang diterima

kurang mewakili.

2.Dalam perhitungan asupan (intake) hanya menghitung asupan yang berasal dari

Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Terjun, tidak memperhitungkan asupan dari


92

sumber lain dari industri sebagai pencemar H2S karena di lokasi penelitian tidak

ada ditemukan industri penghasil H2S.

3.Jalur paparan hidrogen sulfida melalui oral dan kulit tidak diukur. Hal ini

disebabkan karena jalur paparan lewat oral dan kontak kulit sangat kecil, sehingga

dapat diabaikan.

4.Tidak dilakukan pemeriksaan organ saluran pernafasan dari masing-masing

responden untuk mengetahui efek toksisitas H2S. Hanya berdasarkan laporan dari

hasil kuesioner antara lain : batuk-batuk, pusing dan sesak nafas.

5.Untuk pengukuran biomarker paparan (exposure) H2S tidak dilakukan dalam

penelitian ini karena keterbatasan dana dan waktu.

Berdasarkan keterbatasan penelitian ini maka diharapkan dari hasil penelitian

ini akan dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian yang lebih lanjut, sehingga

faktor-faktor keterbatasan penelitian ini dapat teratasi.


93

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Rata-rata konsentrasi H2S dalam udara ambien di TPA Terjun tahun 2009 adalah

0,0290 mg/m³ dan rata-rata konsentrasi H2S di luar TPA Terjun tahun 2009

adalah 0,0033 mg/m³.

2. Rata-rata laju asupan udara yang mengandung H2S di TPA dan luar TPA Terjun

tahun 2009 yaitu 14,0620 m³/hari atau ~ 14 m³/hari

3. Rata-rata durasi atau lama paparan terhadap H2S dalam udara ambien pada

masyarakat di TPA dan luar TPA Terjun tahun 2009 adalah 15 tahun

4. Rata-rata berat badan masyarakat yang terpapar H2S dalam udara ambien di TPA

Terjun dan luar TPA Terjun tahun 2009 adalah 57,40 kg ~ 57 kg

5. Rata-rata besaran risiko (RQ) gangguan kesehatan akibat terpapar H2S dalam

udara ambien pada masyarakat yang tinggal di TPA Terjun adalah 2,3 dan rata-

rata risiko (RQ) gangguan kesehatan pada masyarakat yang tinggal di luar TPA

Terjun adalah 0,4

6. Ada perbedaan konsentrasi H2S dalam udara ambien di TPA dan luar TPA Terjun

kecamatan Medan Marelan kota Medan tahun 2009.

7. Ada perbedaan besar risiko gangguan kesehatan antara masyarakat yang tinggal di

TPA Terjun dengan masyarakat yang tinggal di luar TPA Terjun kecamatan

Medan Marelan kota Medan tahun 2009.


94

6.2. Saran

6.2.1.Bagi Instansi Terkait

a.Pemerintah Kota Medan

Disarankan kepada Pemerintah Kota (Pemko) Medan agar mempertimbangkan

perubahan sistem pengelolaan TPA Terjun. Ada dua alternatifnya adalah dengan

menggunakan sistem sanitary landfill atau Lokasi TPA dipindahkan.

b.Dinas Kesehatan Kota Medan

Sebaiknya melaksanakan program penyuluhan kesehatan masyarakat dengan

langkah-langkah sebagai berikut :

1.Menggunakan data-data yang diperoleh dari hasil penelitian ini untuk

menginformasikan pada masyarakat yang tinggal di TPA Terjun dan sekitarnya

mengenai konsentrasi H2S.

2.Memberikan informasi mengenai jumlah asupan (Intake) H2S yang masuk ke

dalam tubuh masyarakat yang bermukim di TPA akibat terpapar H2S dalam udara

ambien.

3.Memberitahukan risiko kesehatan yang akan terjadi di kemudian hari khususnya

pada responden yang hasil perhitungan RQ-nya lebih besar dari 1, jika masih tetap

tinggal di TPA Terjun.

6.2.2.Bagi Ilmu Pengetahuan

Hasil penelitian dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dan sebagai

informasi mengenai risiko paparan hidrogen sulfida pada masyarakat disekitar TPA
95

Sampah Terjun Kecamatan Medan Marelan dan sebagai dokumen ilmiah yang dapat

dikembangkan oleh peneliti selanjutnya.


96

DAFTAR PUSTAKA

ATSDR.2000. Toxicological Profile for Hydrogen Sulfide.US Departement of Health


and Human Services. Public Health Services. Agency for Toxic Substances
and Disease Registry.

ATSDR 2003. Draft Toxicological Profile for Hydrogen Sulfide Up Date.US


Departement of Health and Human Services. Public Health Services.
Agency for Toxic Substances and Disease Registry.

BPOM, 2001. Manajemen Risiko, Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan


Berbahaya, Percetakan Negara 23, Jakarta Pusat

Chandra, Budiman.,2007.Pengantar Kesehatan Lingkungan, Buku Kedokteran EGC,


Jakarta

Hastono, S.P.2001. Analisis Data. Modul Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas


Indonesia

IPCS. 2004 Enviromental Health Criteria XXX: Principles for modelling, dose-
response for the risk assessment of chemicals, Geneva, IPCS, and World
Health Organization

Kep.Men.L.H. No.KEP-50 / MENLH / 11/1996 tentang Baku Tingkat Kebauan.


Jakarta.

Kolluru, R.V., Bartel & Pitblado, R. 1996. Risk Assessment and Management
Handbook : for Enviromental, Health and Safety Professional, McGraw
Hill, New York

Kusnoputranto H dan Dewi Susanna, 2000. Kesehatan Lingkungan, Fakultas


Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Jakarta

Louvar FL and Louvar BD.1998. Health and Envromental Risk Analysis :


Fundamental with Application. Volume 2, New Jersey, Prentice Hall PTR

Magill L.Paul and Holden R.Francis. 1956. Air Pollution Handbook, McGraw-Hill
Book Company,Inc,New York

Meirinda.2008. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kualitas Udara dalam


Rumah di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Kelurahan Terjun
Kecamatan MEdan Marelan, USU, Medan
97

Mukono, H.J.2005. Toksikologi Lingkungan, Penerbit Airlanga Universitas, Cetakan


I, Surabaya

Nazir M, 1983. Metode Penelitian, Penerbit : Darussalam, Aceh

Noriko, Nita.,2003. Tinjauan Akhir Tempat Pemusnahan Akhir Bantar Gebang


Bekasi, Progaram Pasca Sarjana S3, Institut Pertanian Bogor.
http://tumoutou.net/6 sem2 023/nita noriko.htm. Diakses tgl. 15-9-2008.

Parti-Pellinen, Martila O, Vikka V, 1996.South Karelia Air Pollution Study : Effects


of Law –Levels Exposure to Maladorous Sulfur Compounds on Symptoms,
Arch. Environmental Healths.

Rahman, A.2005. Prinsip-Prinsip Dasar, Metode, Teknik, dan Prosedur Analisis


Risiko Kesehatan Lingkungan. Pusat kajian Kesehatan Lingkungan dan
Industri. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok

Sastrawijaya T.,1991. Pencemaran Lingkungan, Jakarta : PT .Rineka Cipta.

Sastroasmoro, S., Ismael, S., 2002. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi
ke-2, Sagung Seto, Jakarta

Soemirat, J. 1999.Kesehatan Lingkungan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta

------------- 2003. Toksikologi Lingkungan. Gajah Mada University Press.


Yogyakarta.

Sugiyono.2005. Metode Penelitian Administrasi. Edisi ke-12. Alfabeta, Bandung

Suriawiria U.,1985. Pengantar Mikrobiologi Umum, Penerbit : Angkasa, Bandung

Treadwell F.P, 1963. Analytical Chemistry, John Wiley & Sons, Inc,Ninth Edition,
New York

U.S. EPA.2000 : Integrated Risk Information System. Database April On-Line


Inhalation RfC (Assesment Last Revised July 01,1995

U.S. EPA.2003 : Integrated Risk Information System Toxicity Summary for


Hidrogen Sulfide

Wilburn, KH and R.H.Warshaw.1995. Hydrogen Sulfide and Reduced Sulfur Gases


Adversely Effect Neurophysiological Function, Toxicology & and Industrial
Health.
98

Xu X, Cho SI, Sammel M,1998. Association of Retrochemical Exposure with


Spontaneus Abortion. Occupational Environmental, ed. 55

Yassi, A.et al. 2001. Basic Environmental Health, Oxford University Press
99

Lampiran 1

KUESIONER PENELITIAN

ANALISIS RESIKO PAPARAN HIDROGEN SULFIDA


DALAM UDARA PADA MASYARAKAT SEKITAR TPA
SAMPAH TERJUN KECAMATAN MEDAN MARELAN
TAHUN 2009
A. Karakteristik Keluarga

I. Tempat Penelitian

Kelurahan

Lingkungan

No.

Nama KK

II. Data Keluarga yang Tinggal Serumah


No. Nama Jenis Kelamin Umur Hubungan
( L/P) (tahun) dalam Kel.
1.

2.

3.

4.

5.

6.
100

Lampiran 1

III. Data lamanya paparan bau terhadap individu

No. Pertanyaan

1. Berapa lama anda menetap ditempat ini ?

. tahun

2. Rata-rata dalam seharian lamanya berada di luar lokasi ini ?

. . jam

3. Jadi rata-rata berada di lokasi . . jam

B. KARAKTERISTIK RESPONDEN

Nomor Urut Responden :

Isilah pertanyaan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan beri tanda silang pada

pertanyaan pilihan.

I. IDENTITAS

a. Nama :

b.Tgl Lahir /Umur :

c. Jenis Kelamin :

1. Laki-laki

2. Perempuan

Lampiran 1
101

Lampiran 1

d. Status Perkawinan :

1. Menikah

2. Belum Menikah

3. Duda

4. Janda

e. Agama :

1. Islam

2. Kristen

3. Hindu

4. Budha

f. Status Pekerjaan :

1. Bekerja

Jenis pekerjaan :

o Pemulung

o Pedagang /wiraswasta

o Pegawai Swasta / Negeri

o Buruh

o Lain-lain : ……………….

2. Tidak Bekerja

g. Pendidikan :

1. Pendidikan Sekolah Dasar ( SD) atau sederajat


102

Lampiran 1.

2. Pendidikan Sekolah Menengah Pertama atau sederajat

3. Pendidikan Sekolah Menengah Umum atau sederajat

4. Pendidikan Perguruan Tinggi

II. DATA ANTROPOMETRI

Berat Badan : kg.

III.DATA KESEHATAN

1. Penyakit yang sering diderita sejak 3 tahun terakhir berada di lokasi :

a. Batuk b. Sakit kepala c. Pilek d. Sesak Nafas e. Tidak ada

2. Setelah menetap dilokasi saat ini, pada tahun keberapa mulai timbul :

a. Tahun -1 b. Tahun -2 c. Tahun-3

3. Sifat penyakit tersebut :

a. Terus-menerus b. Hilang-kambuh

4. Usaha dalam mengatasinya :

a. Pengobatan sendirii b. Berobat ke Puskesmas c. Berobat praktek

Bidan / Mantri
103

Lampiran 2.
104

Lampiran 2.
105

Lampiran 2.
106

Lampiran 2.
107

Lampiran 3

Lampiran 3.Peta Kecamatan Medan Marelan, Kota Medan


108

Lampiran 4

Lampiran 4. Peta Lokasi Penelitian


109

Lampiran 5

Histogram

2
Frequency

Mean =0.016
Std. Dev. =0.019
N =6
0
0.000 0.010 0.020 0.030 0.040 0.050 0.060
Konsentrasi H2S dalam udara ambien

Lampiran 5. Kurva Histogram Distribusi Konsentrasi H2S dalam Udara Ambien di


TPA dan Luar TPA Terjun Tahun 2009
110

Lampiran 6

Laju Asupan

20

15
Frequency

10

Mean =14.78
Std. Dev. =3.246
N =80
0
8.00 10.00 12.00 14.00 16.00 18.00 20.00 22.00
Laju Asupan

Lampiran 6. Kurva Histogram Distribusi Laju Asupan Udara di TPA dan Luar TPA
Terjun Tahun 2009
111

Lampiran 7

Histogram

50

40
Frequency

30

20

10

Mean =11.76
Std. Dev. =4.549
N =80
0
2.5 5 7.5 10 12.5 15
Lama Paparan

Lampiran 7. Kurva Histogram Distribusi Durasi Paparan di TPA dan Luar TPA
Terjun Tahun 2009
112

Lampiran 8

Berat Badan

12.5

10.0
Frequency

7.5

5.0

2.5

Mean =57.4
Std. Dev. =11.951
N =80
0.0
30 40 50 60 70 80 90
Berat Badan

Lampiran 8. Kurva Histogram Distribusi Berat Badan di TPA dan Luar TPA Terjun
Tahun 2009
113

Lampiran 9

Histogram

30

20
Frequency

10

Mean =0.0014
Std. Dev. =0.0014
N =80
0
0.0000E0 1.0000E-3 2.0000E-3 3.0000E-3 4.0000E-3 5.0000E-3 6.0000E-3
Intake Risk Agent

Lampiran 9. Kurva Histogram Distribusi Intake Hidrogen Sulfida di TPA dan Luar
TPA Terjun Tahun 2009
114

Lampiran 10

Histogram

30

20
Frequency

10

Mean =1.45
Std. Dev. =1.449
N =80
0
0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0
Besar Risiko

Lampiran 10. Kurva Histogram Distribusi Besar Risiko Kesehatan Masyarakat di


TPA dan Luar TPA Terjun Tahun 2009
115

Lampiran 11

Selain program penyuluhan, ada 3 langkah skenario yang dapat dilakukan

sebagai upaya manajemen / pengelolaan risiko bagi anggota masyarakat dengan

RQ>1. Pada dasarnya pengelolaan risiko adalah memanipulasi intake agar nilainya

sama dengan RfC sehingga I / RfC = 1. Untuk membuat I (intake) = RfC dapat

dilakukan dengan beberapa skenario, yaitu :

1. Menurunkan Konsentrasi H2S

Besar penurunan konsentrasi H2S secara kuantitatif berbeda-beda untuk setiap

segmen populasi karena perbedaan pola paparan dan karakteristik antropometri.

Berikut adalah contoh perhitungan untuk menurunkan konsentrasi H2S dengan

menggunakan data antropometri dan pola paparan sesuai parameter populasi studi ini

(Wb=50 kg, f = 350 hari/tahun ) dengan laju asupan = 14 m³/hari, dan RfC = 0,001

m³/kg-hari, menggunakan persamaan :

RfC = I

RfC = C x R x f x Dt
Wb x tavg

0,001 m³/kg-hari = C mg/m³ x 14 m³/hari x 350 hari/tahun x 12 tahun


50 kg x 30 tahun x 365 hari / tahun

C = 0,0093 mg/m³

Konsentrasi 0,0093 mg/m³ adalah konsentrasi yang aman bagi orang-orang

yang berat badannya 50 kg dan terpapar terus-menerus setiap hari selama 350 hari

dalam setahun untuk jangka waktu 12 tahun.


116

Berdasarkan hasil penelitian ada 25 responden (62,5 %) yang terpapar H2S

dalam udara ambien pada konsentrasi diatas 0,028 mg/m³ dan 5 responden (11,1 %)

pada konsentrasi dibawah 0,028 mg/m³ yang memiliki RQ > 1.

2. Menurunkan Laju Asupan

Upaya lain yang dapat dilakukan untuk memanipulasi intake, agar nilainya

sama dengan RfC adalah dengan menurunka laju asupan. Contoh berikut diambil dari

seorang respoden yang memiliki nilai RQ tertinggi yaitu 5,7 dengan rata-rata

konsentrasi H2S yang terpapar sebesar 0,029 mg/m³, berat badan (Wb) 45 kg, lama

paparan (Dt) 15 tahun :

R = I x Wb x t avg
C x f x Dt

= 0,001 m³/kg-hari x 45 kg x 10.950 hari / tahun


0,029 mg/m³ x 350 hari x 15 tahun

= 3,24 m³/hari

Jadi laju asupan H2S dalam udara ambien yang dianjurkan untuk responden

tersebut adalah 3,24 m³/hari, agar udara yang terhirup oleh responden tersebut tidak

menyebabkan risiko gangguan kesehatan.

3. Mengurangi Waktu Kontak

Cara yang mungkin untuk mengurangi waktu kontak adalah memperkecil

paparan tahunan (f). Berikut diberikan contoh pengubahan f yang ditabulasi pada

tabel 7.1 untuk 3 responden yaitu (a) 0,029 mg/m³ ; Berat Badan (BB) 61 kg (b)

0,029 mg/m³; BB 59 kg (c) 0,029 mg/m³ ; Berat Badan (BB) 64 kg dengan contoh

perhitungan :
117

f = 0,001 m³/kg-hari x 61 kg x 365 hari/tahun


0,029 mg/m³ x 14 m³/hari

= 54,84 hari / tahun

~ 55 hari / tahun

Contoh pengendalian risiko dengan menurunkan paparan tahunan (f) pada tiga

responden.

No Konsentrasi H2S (C) Berat Badan (Wb) Paparan Tahunan (f)


(mg/m³) (kg) ( hari/tahun)
1. 0,029 61 54,84

2. 0,029 59 53,04

3. 0,029 64 57,54

Pada contoh diatas tampak bahwa responden nomor 1 hanya boleh terpapar H2S

dalam udara ambien dengan konsentrasi sebesar 0,029 mg/m³ selama 54,84 hari atau

dibulatkan menjadi 55 hari dalam setahun.Sedangkan untuk responden kedua dan

ketiga masing-masing hanya boleh terpapar selama 54 hari dan 58 hari dalam

setahun.

Dengan melakukan manajemen risiko diharapkan anggota masyarakat yang

memiliki risiko akan terkena gangguan kesehatan di kemudian hari akibat terpapar

H2S dalam udara ambien di TPA Terjun dapat dihindari.


118

Lampiran 12

Lampiran 12. Surat Keterangan Hasil Uji H2S dalam Udara Ambien
119

Lampiran 13

Lampiran 13. Surat Keterangan Arah Angin dan Rata-rata Kecepatan Angin
120

Case Processing Summary


Lampiran 14
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Konsentrasi H2S
dalam udara ambien 6 7.5% 74 92.5% 80 100.0%

Descriptives

Statistic Std. Error


Konsentrasi H2S Mean .01600 .007707
dalam udara ambien 95% Confidence Lower Bound -.00381
Interval for Mean Upper Bound
.03581

5% Trimmed Mean .01472


Median .01000
Variance .000
Std. Deviation .018879
Minimum .003
Maximum .052
Range .049
Interquartile Range .024
Skewness 1.808 .845
Kurtosis 3.435 1.741

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnov(a) Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Konsentrasi H2S
dalam udara ambien .291 6 .122 .759 6 .024

a Lilliefors Significance Correction


121

Lampiran 14
Case Processing Summary

Tempat Tinggal Cases


Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Konsentrasi H2S TPA
3 100.0% 0 .0% 3 100.0%
dalam udara ambien
Luar TPA 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%

Descriptives

Tempat Tinggal Statistic


Konsentrasi H2S TPA Mean
.02867
dalam udara ambien
95% Confidence Lower Bound
-.02159
Interval for Mean
Upper Bound
.07893

5% Trimmed Mean .
Median .01800
Variance .000
Std. Deviation .020232
Minimum .016
Maximum .052
Range .036
Interquartile Range .
Skewness 1.713
Kurtosis .
Luar TPA Mean .00333
95% Confidence Lower Bound
.00190
Interval for Mean
Upper Bound
.00477

5% Trimmed Mean .
Median .00300
Variance .000
Std. Deviation .000577
Minimum .003
Maximum .004
Range .001
Interquartile Range .
Skewness 1.732
Kurtosis .
122

Lampiran 14
Tests of Normality

Tempat
Tinggal Kolmogorov-Smirnov(a)
Statistic df Sig.
Konsentrasi H2S TPA
.368 3 .
dalam udara ambien
Luar TPA .385 3 .
a Lilliefors Significance Correction

Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Laju Asupan 80 100.0% 0 .0% 80 100.0%

Descriptives

Statistic Std. Error


Laju Asupan Mean 14.7844 .36290
95% Confidence Lower Bound 14.0620
Interval for Mean Upper Bound
15.5067

5% Trimmed Mean 14.8363


Median 14.1100
Variance 10.536
Std. Deviation 3.24587
Minimum 8.30
Maximum 19.92
Range 11.62
Interquartile Range 5.81
Skewness -.084 .269
Kurtosis -1.058 .532

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnov(a) Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Laju Asupan .166 80 .000 .937 80 .001
a Lilliefors Significance Correction
123

Lampiran 14
Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Berat Badan 80 100.0% 0 .0% 80 100.0%

Descriptives

Statistic Std. Error


Berat Badan Mean 57.40 1.336
95% Confidence Lower Bound 54.74
Interval for Mean Upper Bound
60.06

5% Trimmed Mean 57.53


Median 58.00
Variance 142.825
Std. Deviation 11.951
Minimum 30
Maximum 90
Range 60
Interquartile Range 15
Skewness -.106 .269
Kurtosis -.036 .532

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnov(a) Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Berat Badan .057 80 .200(*) .986 80 .556
* This is a lower bound of the true significance.
a Lilliefors Significance Correction
124

Lampiran 14
Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Lama Paparan 80 100.0% 0 .0% 80 100.0%

Descriptives

Statistic Std. Error


Lama Paparan Mean 11.76 .509
95% Confidence Lower Bound 10.75
Interval for Mean Upper Bound
12.77

5% Trimmed Mean 12.01


Median 15.00
Variance 20.690
Std. Deviation 4.549
Minimum 4
Maximum 15
Range 11
Interquartile Range 9
Skewness -.875 .269
Kurtosis -1.071 .532

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnov(a) Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Lama Paparan .374 80 .000 .674 80 .000
a Lilliefors Significance Correction
125

Lampiran 14
Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Intake Risk Agent 80 100.0% 0 .0% 80 100.0%

Descriptives

Statistic Std. Error


Intake Risk Agent Mean .001449 .0001620
95% Confidence Lower Bound .001126
Interval for Mean Upper Bound
.001771

5% Trimmed Mean .001317


Median .000800
Variance .000
Std. Deviation .0014490
Minimum .0001
Maximum .0057
Range .0056
Interquartile Range .0020
Skewness 1.293 .269
Kurtosis .516 .532

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnov(a) Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Intake Risk Agent .273 80 .000 .788 80 .000
a Lilliefors Significance Correction
126

Lampiran 14
Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Besar Risiko 80 100.0% 0 .0% 80 100.0%

Descriptives

Statistic Std. Error


Besar Risiko Mean 1.449 .1620
95% Confidence Lower Bound 1.126
Interval for Mean Upper Bound
1.771

5% Trimmed Mean 1.317


Median .800
Variance 2.100
Std. Deviation 1.4490
Minimum .1
Maximum 5.7
Range 5.6
Interquartile Range 2.0
Skewness 1.293 .269
Kurtosis .516 .532

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnov(a) Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Besar Risiko .273 80 .000 .788 80 .000
a Lilliefors Significance Correction
127

Lampiran 15
Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Berat Badan *
Besar Risiko 80 100.0% 0 .0% 80 100.0%

Berat Badan * Besar Risiko Crosstabulation

Besar Risiko Total


>1 <=1 >1
Berat Badan > 58 Count 16 23 39
% within Berat Badan 41.0% 59.0% 100.0%
<= 58 Count 14 27 41
% within Berat Badan 34.1% 65.9% 100.0%
Total Count 30 50 80
% within Berat Badan 37.5% 62.5% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square .404(b) 1 .525
Continuity
.163 1 .686
Correction(a)
Likelihood Ratio .404 1 .525
Fisher's Exact Test .645 .343
Linear-by-Linear
Association .399 1 .528
N of Valid Cases 80
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14.63.

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper Lower


Odds Ratio for Berat
Badan (> 58 / <= 58) 1.342 .541 3.325
For cohort Besar
Risiko = >1 1.201 .681 2.120
For cohort Besar
Risiko = <=1 .896 .636 1.261
N of Valid Cases 80
128

Lampiran 15
Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Lama Paparan *
Besar Risiko 80 100.0% 0 .0% 80 100.0%

Lama Paparan * Besar Risiko Crosstabulation

Besar Risiko Total


>1 <=1 >1
Lama Paparan >=15 Count 24 25 49
% within Lama Paparan 49.0% 51.0% 100.0%
<15 Count 6 25 31
% within Lama Paparan 19.4% 80.6% 100.0%
Total Count 30 50 80
% within Lama Paparan 37.5% 62.5% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 7.110(b) 1 .008
Continuity
5.902 1 .015
Correction(a)
Likelihood Ratio 7.480 1 .006
Fisher's Exact Test .009 .007
Linear-by-Linear
Association 7.021 1 .008
N of Valid Cases 80
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.63.

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper Lower


Odds Ratio for Lama
Paparan (>=15 / <15) 4.000 1.396 11.458
For cohort Besar
Risiko = >1 2.531 1.168 5.484
For cohort Besar
Risiko = <=1 .633 .458 .875
N of Valid Cases 80
129

Lampiran 15 Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Laju Asupan *
Besar Risiko 80 100.0% 0 .0% 80 100.0%

Laju Asupan * Besar Risiko Crosstabulation

Besar Risiko Total


>1 <=1 >1
Laju Asupan >= 14 Count 20 21 41
% within Laju Asupan 48.8% 51.2% 100.0%
< 14 Count 10 29 39
% within Laju Asupan 25.6% 74.4% 100.0%
Total Count 30 50 80
% within Laju Asupan 37.5% 62.5% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 4.566(b) 1 .033
Continuity
3.632 1 .057
Correction(a)
Likelihood Ratio 4.633 1 .031
Fisher's Exact Test .040 .028
Linear-by-Linear
Association 4.509 1 .034
N of Valid Cases 80
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14.63.

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper Lower


Odds Ratio for Laju
Asupan (>= 14 / < 14) 2.762 1.074 7.101
For cohort Besar Risiko
= >1 1.902 1.024 3.535
For cohort Besar Risiko
= <=1 .689 .485 .978
N of Valid Cases 80
130

Lampiran 15

Konsentrasi H2S dalam udara ambien * Besar Risiko Crosstabulation

Besar Risiko Total


>1 <=1 >1
Konsentrasi H2S dalam > 0.028 Count 25 15 40
udara ambien % within Konsentrasi H2S
dalam udara ambien 62.5% 37.5% 100.0%
<= 0.028 Count 5 35 40
% within Konsentrasi H2S
dalam udara ambien 12.5% 87.5% 100.0%
Total Count 30 50 80
% within Konsentrasi H2S
dalam udara ambien 37.5% 62.5% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 21.333(b) 1 .000
Continuity
19.253 1 .000
Correction(a)
Likelihood Ratio 22.783 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear
Association 21.067 1 .000
N of Valid Cases 80
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15.00.

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper Lower


Odds Ratio for
Konsentrasi H2S
dalam udara ambien (> 11.667 3.751 36.290
0.028 / <= 0.028)
For cohort Besar
Risiko = >1 5.000 2.128 11.749
For cohort Besar
Risiko = <=1 .429 .282 .650
N of Valid Cases 80
131

Lampiran 15

Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Tempat Tinggal dalam 2
kelompok * Besar Risiko 80 100.0% 0 .0% 80 100.0%

Tempat Tinggal dalam 2 kelompok * Besar Risiko Crosstabulation

Besar Risiko Total


>1 <=1 >1
Tempat Tinggal dalam 2 TPA Count
25 15 40
kelompok
% within Tempat Tinggal
dalam 2 kelompok 62.5% 37.5% 100.0%
Luar TPA Count 5 35 40
% within Tempat Tinggal
dalam 2 kelompok 12.5% 87.5% 100.0%
Total Count 30 50 80
% within Tempat Tinggal
dalam 2 kelompok 37.5% 62.5% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 21.333(b) 1 .000
Continuity
19.253 1 .000
Correction(a)
Likelihood Ratio 22.783 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear
Association 21.067 1 .000
N of Valid Cases 80
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15.00.
132

Lampiran 15

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper Lower


Odds Ratio for
Tempat Tinggal
dalam 2 kelompok 11.667 3.751 36.290
(TPA / Luar TPA)
For cohort Besar
Risiko = >1 5.000 2.128 11.749
For cohort Besar
Risiko = <=1 .429 .282 .650
N of Valid Cases 80
133

Lampiran 16

Lampiran 16. Keadaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Terjun Kecamatan
Medan Marelan

Anda mungkin juga menyukai