Laporan Asuhan Keperawatan Kelompok Usia Lanjut Dengan Masalah Post Stroke Di Ruang
Santo Fransiscus Assisi Panti Werda Pangesti Lawang – Malang, disahkan pada :
Hari :
Tanggal :
Mengetahui,
Mahasiswa
( Kelompok 6 )
( ) ( )
NIP. NIP.
Kepala Ruangan
( )
NIP.
LAPORAN PENDAHULUAN
KONSEP LANJUT USIA (LANSIA)
A. Definisi Lansia
Menurut UU no 4 tahun 1945 Lansia adalah seseorang yang mencapai umur 55 tahun,
tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima
nafkah dari orang lain (Wahyudi, 2000).
Usia lanjut adalah sesuatu yang harus diterima sebagai suatu kenyataan dan fenomena
biologis. Kehidupan itu akan diakhiri dengan proses penuaan yang berakhir dengan kematian
(Hutapea, 2005).
Usia lanjut adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindari (Azwar, 2006).
Menua secara normal dari system saraf didefinisikan sebagai perubahan oleh usia yang
terjadi pada individu yang sehat bebas dari penyakit saraf “jelas” menua normal ditandai oleh
perubahan gradual dan lambat laun dari fungsi-fungsi tertentu (Tjokronegroho Arjatmo dan
Hendra Utama,1995).
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang
diderita (Constantinides 1994). Proses menua merupakan proses yang terus menerus
(berlanjut) secara alamiah dimulai sejak lahir dan umumnya dialami pada semua makhluk
hidup (Nugroho Wahyudi, 2000).
B. Batasan Lansia
C. Tipe-tipe Lansia
Pada umumnya lansia lebih dapat beradaptasi tinggal di rumah sendiri daripada tinggal
bersama anaknya. Menurut Nugroho W ( 2000) adalah:
1. Tipe Arif Bijaksana: Yaitu tipe kaya pengalaman, menyesuaikan diri dengan
perubahan zaman, ramah, rendah hati, menjadi panutan.
2. Tipe Mandiri: Yaitu tipe bersifat selektif terhadap pekerjaan, mempunyai kegiatan.
3. Tipe Tidak Puas: Yaitu tipe konflik lahir batin, menentang proses penuaan yang
menyebabkan hilangnya kecantikan, daya tarik jasmani, kehilangan kekuasaan,
jabatan, teman.
4. Tipe Pasrah: Yaitu lansia yang menerima dan menunggu nasib baik.
5. Tipe Bingung: Yaitu lansia yang kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder,
pasif, dan kaget.
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies-spesies
tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang terprogramoleh molekul-
molekul atau DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi.
Teori stress
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi
jaringan tidak dapat mempertahankan kesetabilan lingkungan internal, dan stres menyebabkan
sel-sel tubuh lelah dipakai.
Teori telomer
Dalam pembelahan sel, DNA membelah denga satu arah. Setiap pembelaan akan
menyebabkan panjang ujung telomere berkurang panjangnya saat memutuskan duplikat
kromosom, makin sering sel membelah, makin cepat telomer itu memendek dan akhirnya
tidak mampu membelah lagi.
Teori apoptosis
Teori ini disebut juga teori bunuh diri (Comnit Suitalic) sel jika lingkungannya
berubah, secara fisiologis program bunuh diri ini diperlukan pada perkembangan persarapan
dan juga diperlukan untuk merusak sistem program prolifirasi sel tumor. Pada teori ini
lingkumgan yang berubah, termasuk didalamnya oleh karna stres dan hormon tubuh yang
berkurang konsentrasinya akan memacu apoptosis diberbagai organ tubuh.
Teori ini menyatakan bahwa pada lanjut usia yang sukses adalah mereka yang aktif
dan ikut bnyak kegiatan social.
Keperibadian lanjut (Continuity theory)
Teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang lanjut usia
sangat dipengaruhi tipe personality yang dimilikinya.
Banyak kemampuan berkurang pada saat orang bertambah tua. Dari ujung rambut
sampai ujung kaki mengalami perubahan dengan makin bertambahnya umur. Menurut
Nugroho (2000) perubahan yang terjadi pada lansia adalah sebagai berikut:
Jumlahnya menjadi sedikit, ukurannya lebih besar, berkurangnya cairan intra seluler,
menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, dan hati, jumlah sel otak menurun,
terganggunya mekanisme perbaikan sel.
Sistem Persyarafan
Respon menjadi lambat dan hubungan antara persyarafan menurun, berat otak
menurun 10-20%, mengecilnya syaraf panca indra sehingga mengakibatkan berkurangnya
respon penglihatan dan pendengaran, mengecilnya syaraf penciuman dan perasa, lebih
sensitive terhadap suhu, ketahanan tubuh terhadap dingin rendah, kurang sensitive terhadap
sentuhan.
Sistem Penglihatan.
Menurun lapang pandang dan daya akomodasi mata, lensa lebih suram (kekeruhan
pada lensa) menjadi katarak, pupil timbul sklerosis, daya membedakan warna menurun.
Sistem Pendengaran.
Hilangnya atau turunnya daya pendengaran, terutama pada bunyi suara atau nada yang
tinggi, suara tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas umur 65 tahun,
membran timpani menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis.
Sistem Cardiovaskuler.
Pada pengaturan suhu hipotalamus dianggap bekerja sebagai suatu thermostat yaitu
menetapkan suatu suhu tertentu, kemunduran terjadi beberapa factor yang mempengaruhinya
yang sering ditemukan antara lain: Temperatur tubuh menurun, keterbatasan reflek
menggigildan tidak dapat memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi rendahnya
aktifitas otot.
Sistem Respirasi.
Sistem Gastrointestinal.
Banyak gigi yang tanggal, sensitifitas indra pengecap menurun, pelebaran esophagus,
rasa lapar menurun, asam lambung menurun, waktu pengosongan menurun, peristaltik lemah,
dan sering timbul konstipasi, fungsi absorbsi menurun.
Sistem Genitourinaria.
Otot-otot pada vesika urinaria melemah dan kapasitasnya menurun sampai 200 mg,
frekuensi BAK meningkat, pada wanita sering terjadi atrofi vulva, selaput lendir mongering,
elastisitas jaringan menurun dan disertai penurunan frekuensi seksual intercrouse berefek
pada seks sekunder.
Sistem Endokrin.
Produksi hampir semua hormon menurun (ACTH, TSH, FSH, LH), penurunan sekresi
hormone kelamin misalnya: estrogen, progesterone, dan testoteron.
Sistem Kulit.
Kulit menjadi keriput dan mengkerut karena kehilangan proses keratinisasi dan
kehilangan jaringan lemak, berkurangnya elastisitas akibat penurunan cairan dan
vaskularisasi, kuku jari menjadi keras dan rapuh, kelenjar keringat berkurang jumlah dan
fungsinya, perubahan pada bentuk sel epidermis.
System Muskuloskeletal.
Tulang kehilangan cairan dan rapuh, kifosis, penipisan dan pemendekan tulang,
persendian membesar dan kaku, tendon mengkerut dan mengalami sclerosis, atropi serabut
otot sehingga gerakan menjadi lamban, otot mudah kram dan tremor.
Perubahan Mental
1. Perubahan fisik.
2. Kesehatan umum.
3. Tingkat pendidikan.
4. Hereditas.
5. Lingkungan.
6. Perubahan kepribadian yang drastis namun jarang terjadi misalnya kekakuan sikap.
7. Kenangan, kenangan jangka pendek yang terjadi 0-10 menit.
8. Kenangan lama tidak berubah.
9. Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal, berkurangnya
penampilan, persepsi, dan ketrampilan, psikomotor terjadi perubahan pada daya
membayangkan karena tekanan dari factor waktu.
Perubahan Psikososial
o Perubahan lain adalah adanya perubahan psikososial yang menyebabkan rasa tidak aman,
takut, merasa penyakit selalu mengancam sering bingung panic dan depresif.
o Hal ini disebabkan antara lain karena ketergantungan fisik dan sosioekonomi.
o Pensiunan, kehilangan financial, pendapatan berkurang, kehilangan status, teman atau
relasi
o Sadar akan datangnya kematian.
o Perubahan dalam cara hidup, kemampuan gerak sempit.
o Ekonomi akibat perhentian jabatan, biaya hidup tinggi.
o Penyakit kronis.
o Kesepian, pengasingan dari lingkungan social.
o Gangguan syaraf panca indra.
o Gizi
o Kehilangan teman dan keluarga.
o Berkurangnya kekuatan fisik.
Menurut Hernawati Ina MPH (2006) perubahan pada lansia ada 3 yaitu perubahan
biologis, psikologis, sosiologis.
(1). Perubahan biologis meliputi :
Massa otot yang berkurang dan massa lemak yang bertambah mengakibatkan jumlah
cairan tubuh juga berkurang, sehingga kulit kelihatan mengerut dan kering, wajah
keriput serta muncul garis-garis yang menetap.
Penurunan indra penglihatan akibat katarak pada usia lanjut sehingga dihubungkan
dengan kekurangan vitamin A vitamin C dan asam folat, sedangkan gangguan pada
indera pengecap yang dihubungkan dengan kekurangan kadar Zn dapat menurunkan
nafsu makan, penurunan indera pendengaran terjadi karena adanya kemunduran fungsi
sel syaraf pendengaran.
Dengan banyaknya gigi geligih yang sudah tanggal mengakibatkan ganguan fungsi
mengunyah yang berdampak pada kurangnya asupan gizi pada usia lanjut.
Penurunan mobilitas usus menyebabkan gangguan pada saluran pencernaan seperti
perut kembung nyeri yang menurunkan nafsu makan usia lanjut. Penurunan mobilitas
usus dapat juga menyebabkan susah buang air besar yang dapat menyebabkan wasir .
Kemampuan motorik yang menurun selain menyebabkan usia lanjut menjadi lanbat
kurang aktif dan kesulitan untuk menyuap makanan dapat mengganggu aktivitas/
kegiatan sehari-hari.
Pada usia lanjut terjadi penurunan fungsi sel otak yang menyebabkan penurunan daya
ingat jangka pendek melambatkan proses informasi, kesulitan berbahasa kesultan
mengenal benda-benda kegagalan melakukan aktivitas bertujuan apraksia dan ganguan
dalam menyusun rencana mengatur sesuatu mengurutkan daya abstraksi yang
mengakibatkan kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari yang disebut dimensia
atau pikun.
Akibat penurunan kapasitas ginjal untuk mengeluarkan air dalam jumlah besar juga
berkurang. Akibatnya dapat terjadi pengenceran nutrisi sampai dapat terjadi
hiponatremia yang menimbulkan rasa lelah.
Incotenensia urine diluar kesadaran merupakan salah satu masalah kesehatan yang
besar yang sering diabaikan pada kelompok usia lanjut yang mengalami IU sering kali
mengurangi minum yang mengakibatkan dehidrasi.
Pada usia lanjut juga terjadi yaitu ketidak mampuan untuk mengadakan penyesuaian–
penyesuaian terhadap situasi yang dihadapinya antara lain sindroma lepas jabatan
sedih yang berkepanjangan.
Pada usia lanjut sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan pemahaman usia
lanjut itu atas dirinya sendiri. Status social seseorang sangat penting bagi
kepribadiannya di dalam pekerjaan. Perubahan status social usia lanjut akan membawa
akibat bagi yang bersangkutan dan perlu dihadapi dengan persiapan yang baik dalam
menghadapi perubahan tersebut aspek social ini sebaiknya diketahui oleh usia lanjut
sedini mungkin sehingga dapat mempersiapkan diri sebaik mungkin.
Perawatan Lansia
Pendekatan Psikis.
Perawat punya peran penting untuk mengadakan edukatif yang berperan sebagai
support system, interpreter dan sebagai sahabat akrab.
Pendekatan Sosial.
Perawat mengadakan diskusi dan tukar pikiran, serta bercerita, memberi kesempatan
untuk berkumpul bersama dengan klien lansia, rekreasi, menonton televise, perawat
harus mengadakan kontak sesama mereka, menanamkan rasa persaudaraan.
Pendekatan Spiritual.
Perawat harus bisa memberikan kepuasan batin dalam hubungannya dengan Tuhan
dan Agama yang dianut lansia, terutama bila lansia dalam keadaan sakit.
DAFTAR PUSTAKA
A. Pengertian
Stroke atau cerebrovaskula accident (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer & Bare, 2002). Stroke
adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progesi cepat, berupa defisit
neurologis fokal dan/ atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung
menimbulkan kematian, dan semata–mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak
non traumatik (Mansjoer, 2000).
Menurut Price & Wilson (2006) pengertian dari stroke adalah setiap gangguan neurologik
mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai
arteri otak. Dari beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian stroke adalah
gangguan sirkulasi serebral yang disebabkan oleh sumbatan atau penyempitan pembuluh
darah oleh karena emboli, trombosis atau perdarahan serebral sehingga terjadi penurunan
aliran darah ke otak yang timbulnya secara mendadak.
Suatu gangguan peredaran darah otak tanpa terjadi suatu perdarahan yang ditandai
dengan kelemahan pada satu atau keempat anggota gerak atau hemiparese, nyeri kepala, mual,
muntah, pandangan kabur dan dysfhagia (kesulitan menelan). Stroke non haemoragik dibagi
lagi menjadi dua yaitu stroke embolik dan stroke trombotik (Wanhari, 2008).
2. Stroke Hemoragik
Suatu gangguan peredaran darah otak yang ditandai dengan adanya perdarahan intra
serebral atau perdarahan subarakhnoid. Tanda yang terjadi adalah penurunan kesadaran,
pernapasan cepat, nadi cepat, gejala fokal berupa hemiplegi, pupil mengecil, kaku kuduk
(Wanhari, 2008).
B. Etiologi
Menurut Smeltzer & Bare (2002) stroke biasanya diakibatkan dari salah satu empat
kejadian yaitu:
1. Thrombosis yaitu bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher.
2. Embolisme serebral yaitu bekuan darah atau material lain yang di bawa ke otak dari
bagian tubuh yang lain.
4. Hemoragi serebral yaitu pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan ke dalam
jaringan otak atau ruang sekitar otak.
Akibat dari keempat kejadian diatas maka terjadi penghentian suplai darah ke otak, yang
menyebabkan kehilangan sementara atau permanen gerakan, berpikir, memori, bicara, atau
sensasi.
1. Yang tidak dapat diubah: usia, jenis kelamin, ras, riwayat keluarga, riwayat stroke,
penyakit jantung koroner, dan fibrilasi atrium.
2. Yang dapat diubah: hipertensi, diabetes mellitus, merokok, penyalahgunaan alkohol dan
obat, kontrasepsi oral, dan hematokrit meningkat.
C. Patofisiologi
Otak sangat tergantung kepada oksigen, bila terjadi anoksia seperti yang terjadi pada
stroke di otak mengalami perubahan metabolik, kematian sel dan kerusakan permanen yang
terjadi dalam 3 sampai dengan 10 menit (non aktif total). Pembuluh darah yang paling sering
terkena ialah arteri serebral dan arteri karotis Interna.
Adanya gangguan peredaran darah otak dapat menimbulkan jejas atau cedera pada otak
melalui empat mekanisme, yaitu :
Menurut Smeltzer & Bare (2002) dan Price & Wilson (2006) tanda dan gejala penyakit
stroke adalah kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh,
hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran, penglihatan ganda atau kesulitan melihat
pada satu atau kedua mata, pusing dan pingsan, nyeri kepala mendadak tanpa kausa yang
jelas, bicara tidak jelas (pelo), sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat, tidak
mampu mengenali bagian dari tubuh, ketidakseimbangan dan terjatuh dan hilangnya
pengendalian terhadap kandung kemih.
E. Penatalaksanaan Medis
F. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit stroke menurut Smeltzer & Bare (2002)
adalah:
G. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut (Doenges dkk, 1999) pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada
penyakit stroke adalah:
Dari seluruh dampak masalah di atas, maka diperlukan suatu asuhan keperawatan yang
komprehensif. Dengan demikian pola asuhan keperawatan yang tepat adalah melalui proses
perawatan yang dimulai dari pengkajian yang diambil adalah merupakan respon klien, baik
respon biopsikososial maupun spiritual, kemudian ditetapkan suatu rencana tindakan
perawatan untuk menuntun tindakan perawatan. Dan untuk menilai keadaan klien, diperlukan
suatu evaluasi yang merujuk pada tujuan rencana perawatan klien dengan stroke non
hemoragik.
1. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar bagi seorang perawat dalam melakukan
pendekatan secara sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisa, sehingga dapat
diketahui kebutuhan klien tersebut. Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan
membantu menentukan status kesehatan dan pola pertahanan klien serta memudahkan
menentukan status kesehatan dan pola pertahanan klien serta memudahkan dalam perumusan
diagnosa keperawatan (Doenges dkk, 1999).
Adapun pengkajian pada klien dengan stroke (Doenges dkk, 1999) adalah :
a. Aktivitas/ Istirahat
Gejala: merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan, kehilangan sensasi
atau paralisis (hemiplegia), merasa mudah lelah, susah untuk beristirahat (nyeri/ kejang otot).
Tanda: gangguan tonus otot, paralitik (hemiplegia), dan terjadi kelemahan umum, gangguan
penglihatan, gangguan tingkat kesadaran.
b. Sirkulasi
c. Integritas Ego
Tanda: emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih, dan gembira, kesulitan untuk
mengekspresikan diri.
d. Eliminasi
e. Makanan/ Cairan
Gejala: nafsu makan hilang, mual muntah selama fase akut, kehilangan sensasi pada lidah, dan
tenggorokan, disfagia, adanya riwayat diabetes, peningkatan lemak dalam darah.
Tanda: kesulitan menelan, obesitas.
f. Neurosensori
Gejala: sakit kepala, kelemahan/ kesemutan, hilangnya rangsang sensorik kontralateral pada
ekstremitas, penglihatan menurun, gangguan rasa pengecapan dan penciuman.
Tanda: status mental/ tingkat kesadaran biasanya terjadi koma pada tahap awal hemoragis,
gangguan fungsi kognitif, pada wajah terjadi paralisis, afasia, ukuran/ reaksi pupil tidak sama,
kekakuan, kejang.
g. Kenyamanan / Nyeri
Tanda: tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada otot
h. Pernapasan
Gejala: merokok
Tanda: ketidakmampuan menelan/ batuk/ hambatan jalan nafas, timbulnya pernafasan sulit,
suara nafas terdengar ronchi.
i. Keamanan
Tanda: masalah dengan penglihatan, perubahan sensori persepsi terhadap orientasi tempat
tubuh, tidak mampu mengenal objek, gangguan berespons terhadap panas dan dingin,
kesulitan dalam menelan, gangguan dalam memutuskan.
j. Interaksi Sosial
k. Penyuluhan/ Pembelajaran
Gejala: adanya riwayat hipertensi pada keluarga, stroke, pemakaian kontrasepsi oral,
kecanduan alkohol.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan neuromuskuler
2. Kelemahan, parestesia
3. Paralisis spastis
4. Kerusakan perseptual/ kognitif
1. Kurang pemajanan
2. Keterbatasan kognitif, kesalahan interprestasi informasi, kurang mengingat
3. Tidak mengenal sumber-sumber informasi
3. Perencanaan
Perencanaan adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tujuan yang berpusat pada
klien dan hasil yang diperkirakan ditetapkan dan intervensi keperawatan dipilih untuk
mencapai tujuan tersebut (Potter & Perry, 2005). Perencanaan merupakan langkah awal dalam
menentukan apa yang dilakukan untuk membantu klien dalam memenuhi serta mengatasi
masalah keperawatan yang telah ditentukan. Tahap perencanaan keperawatan adalah
menentukan prioritas diagnosa keperawatan, penetapan kriteria evaluasi dan merumuskan
intervensi keperawatan.
Tujuan yang ditetapkan harus sesuai dengan SMART, yaitu spesific (khusus),
messeurable (dapat diukur), acceptable (dapat diterima), reality (nyata) dan time (terdapat
kriteria waktu). Kriteria hasil merupakan tujuan ke arah mana perawatan kesehatan diarahkan
dan merupakan dasar untuk memberikan asuhan keperawatan komponen pernyataan kriteria
hasil.
Rencana tindakan keperawatan yang disusun pada klien dengan Stroke ( Doenges dkk,
1999) adalah sebagai berikut :
d) Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikkan dan dalam posisi anatomis (netral).
c) Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua ekstremitas
Rasional: dapat berespons dengan baik jika daerah yang sakit tidak menjadi lebih
terganggu.
e) Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan resistif, dan ambulasi pasien.
2) Kriteria hasil; Klien dapat mengemukakan bahasa isyarat dengan tepat, terjadi
kesapahaman bahasa antara klien, perawat dan keluarga
3) Intervensi;
Rasional: Perubahan dalam isi kognitif dan bicara merupakan indikator dari derajat
gangguan serebral
Rasional: bahasa isyarat dapat membantu untuk menyampaikan isi pesan yang
dimaksud
c) Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan seperti berikan pasien suatu benda untuk
menyentuh dan meraba.
d) Anjurkan pasien untuk mengamati kakinya bila perlu dan menyadari posisi bagian
tubuh tertentu.
e) Bicara dengan tenang dan perlahan dengan menggunakan kalimat yang pendek.
Rasional: Jika klien tidak mampu perawatan diri perawat dan keluarga membantu
dalam perawatan diri
Rasional: Klien terlihat bersih dan rapi dan memberi rasa nyaman pada klien
c) Rapikan klien jika klien terlihat berantakan dan ganti pakaian klien setiap hari
Rasional: Memberi kesan yang indah dan klien tetap terlihat rapi
Rasional: membantu peningkatan rasa harga diri dan kontrol atas salah satu
bagian kehidupan.
d) Dorong orang terdekat agar member kesempatan pada melakukan sebanyak mungkin
untuk dirinya sendiri.
Rasional: membangun kembali rasa kemandirian dan menerima kebanggan diri dan
meningkatkan proses rehabilitasi.
Rasional: dapat memudahkan adaptasi terhadap perubahan peran yang perlu untuk
perasaan/ merasa menjadi orang yang produktif.
Rasional: intervensi nutrisi/ pilihan rute makan ditentukan oleh faktor-faktor ini.
b) Letakkan pasien pada posisi duduk/ tegak selama dan setelah makan
Rasional: menguatkan otot fasiel dan otot menelan dan menurunkan resiko terjadinya
aspirasi.
e) Berikan cairan melalui intra vena dan/ atau makanan melalui selang.
Rasional: memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika pasien tidak mampu
untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut.
c) Beri kesempatan kepada klien dan keluarga untuk menanyakan hal- hal yang belum
jelas.
d) Beri feed back/ umpan balik terhadap pertanyaan yang diajukan oleh keluarga atau
klien.
4. Pelaksanaan
5. Evaluasi
Evaluasi adalah respons pasien terhadap terapi dan kemajuan mengarah pencapaian hasil
yang diharapkan. Aktivitas ini berfungsi sebagai umpan balik dan bagian kontrol proses
keperawatan, melalui mana status pernyataan diagnostik pasien secara individual dinilai untuk
diselesaikan, dilanjutkan, atau memerlukan perbaikan (Doenges dkk, 1999).
Evaluasi asuhan keperawatan sebagai tahap akhir dari proses keperawatan yang bertujuan
untuk menilai hasil akhir dan seluruh tindakan keperawatan yang telah dilakukan. Evaluasi ini
bersifat sumatif, yaitu evaluasi yang dilakukan sekaligus pada akhir dari semua tindakan
keperawatan yang telah dilakukan dan telah disebut juga evaluasi pencapaian jangka panjang.
Kriteria hasil dari tindakan keperawatan yang di harapkan pada pasien stroke adalah
mempertahankan tingkat kesadaran dan tanda-tanda vital stabil, kekuatan otot bertambah dan
dapat beraktivitas secara minimal, dapat berkomunikasi sesuai dengan kondisinya,
mempertahankan fungsi perseptual, dapat melakukan aktivitas perawatan diri secara mandiri,
klien dapat mengungkapakan penerimaaan atas kondisinya, dan klien dapat memahami
tentang kondisi dan cara pengobatannya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Carpenito, L.J & Moyet. (2007). Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 10. Jakarta:
EGC.
A. DATA UMUM
Nama Panti : Panti Werdha Pangesti Lawang Malang
B. DATA INTI
a. Sejarah berdirinya Panti Werdha
Bermula dari Rumah Sakit Panti Waluya Sawahan di salah satu Paviliun dirawat
beberapa orang lanjut usia (St. Anna Paviliun). Dalam perjalanan waktu, para lansia semakin
banyak. Pada tahun 1972 Tarekat Misericordia mendapat tawaran dari keuskupan Malang
untuk menempati gedung seminari marianum yang bertempat di Jl. sumberwuni 14 Lawang.
Kami menerima tawaran tersebut dan mempersiapkan sebagai rumah khusus untuk para lanjut
usia. Tepatnya pada tanggal 21 februari 1972 kami mulai menempati gedung tersebut bersama
para lansia yang berada di St. Anna Paviliun yan kemudian disebut Panti Werdha Pangesti
Kami merawat para lanjut usia disana, sampai suatu waktu para suster mempunyai
keinginan untuk mempunyai gedung sendiri. Setelah berkeliling melihat-lihat dan
mempertimbangkan dengan pro dan kontra yang kami alami, akhirnya pada tahun 2007 kami
memutuskan untuk membeli tanah di Jl. sumber mlaten 3 Lawang.
Pembangunan segera dimulai, dan selesai kira-kira pertengahan tahun 2008 dan
diberkati oleh Bapak Uskup Malang Mgr. Herman Yoseph Pandoyoputro O.Carm dan
diresmikan oleh Bapak Bupati Malang pada tanggal 17 Nopember 2008. Oleh karena listrik
belum menyala dan air sumur belum juga selsesai dibor, maka baru pada tanggal 27
Desember 2008 kami pindah bersama opa / oma ke gedung baru di Jl. Sumber Mlaten 3
Lawang Malang.
b. Data Demografi
- Jumlah anggota : 19 Orang
- Distribusi Lansia menurut:
1. P 11 57,89 %
2. L 8 42,11 %
Jumlah 19 100 %
Intepretasi data:
Jumlah 19 100%
Interpretasi data :
- Berdasarkan tabel 2.2 diketahui bahwa dari 19 lansia, yang paling banyak
menghuni ruang Fransiscus ialah lansia dengan umur 75-90 adalah 9 lansia
(47,36%) dan yang paling sedikit adalah lansia yang berumur 90 ke atas yaitu 1
orang (5,26%).
Tabel 2.3 Distribusi Menurut Status Perkawinan
NO. STATUS JUMLAH PRESENTASE
PERKAWINAN
1. Kawin 10 52,63%
3. Janda 2 10,52%
4. Duda 2 10,52%
Jumlah 19 100%
Interpretasi data :
Berdasarkan tabel 2.3 diketahui dari 19 lansia di ruang fransiscus yang paling
banyak adalah kawin yaitu sebanyak 10 orang (52,63%) yang sudah menikah
dan yang paling sedikit lansia yang janda-duda rata-rata 2 orang ( 10,52%).
1. Islam 2 10,53%
2. Kristen 6 31,58%
3. Katolik 11 57,89%
Jumlah 19 100%
Interpretasi data :
Berdasarkan tabel 2.4 diketahui agama yang paling banyak dianut di ruang Fransiscus
adalah yang paling banyak beragama khatolik yaitu 11 orang (57,89%) dan yang
paling sedikit adalah beragama Islam yaitu 2 orang (10,53%).
Tabel 2.5 Distribusi Menurut Pendidikan Terakhir
1. SD 6 31,57%
2. SMP 8 42,11%
3. SMA/SMK 5 26,3%
4. Perguruan Tinggi - -
5. Tidak Sekolah - -
Jumlah 19 100%
Interpretasi data :
Berdasarkan tabel 2.5 diketahui bahwa pendidikan terakhir para lansia yang
paling banyak adalah SMP yaitu sebanyak 8 orang ( 42,11% ) dan yang paling
sedikit pendidikan lansia adalah SMA sebanyak 5 orang ( 26,3% ).
1. Sendiri 4 21,05%
2. Anak/Cucu 6 31,57%
3. Keluarga 9 47,38%
Jumlah 19 100%
Interpretasi data :
Berdasarkan tabel 2.6 diketahui bahwa lansia yang tinggal dirumah paling
banyak tinggal bersama keluarga sebanyak 9 orang ( 47,38% ) dan lansia yang
paling sedikit tinggal sendiri sebanyak 4 orng ( 21,05% ).
c. Vital Statistik
Data Status Kesehatan Kelompok Usia Lanjut :
1. Hipertensi 5 26,31%
2. Diabetes Melitus 0 0%
4. Dermatitis 2 10,52%
7. Kontraktur 1 5,27%
Jumlah 19 100%
Interpretasi data :
Berdasarkan tabel 3.1 diketahui bahwa dari 19 lansia penyakit yang paling
banyak diderita oleh lansia di ruang Fransiscus adalah Post Stoke yaitu
sebanyak 7 orang (36,84%).
Tabel 3.2 Distribusi Menurut Kegiatan hidup sehari-hari
PEMENUHAN
NO. KEBUTUHAN JUMLAH PRESENTASE
NUTRISI MAKAN
Jumlah 19 100%
Interpretasi data :
PEMENUHAN
NO. KEBUTUHAN JUMLAH PRESENTASE
NUTRISI MINUM
Jumlah 19 100%
Interpretasi data :
Jumlah 19 100%
Interpretasi data :
Berdasarkan tabel 3.4 diketahui bahwa dari 19 lansia dalam Pola istirahat tidur
yang paling banyak di ruang Fransiscus adalah 6-7 jam sebanyak 15 orang
(78,94%) dan yang paling sedikit adalah 8-9 jam 4 orang (21,06%). Para lansia
tidur pada siang hari pada pukul 11.00-13.00 WIB dan pada malam hari pada
pukul 18.00-03.00 WIB.
Jumlah 19 100%
Interpretasi data :
Berdasarkan tabel 3.5 diketahui bahwa dari19 lansia dalam pola eliminasi uri
yang paling banyak di ruang Fransiscus adalah mengalami inkontinensia uri
(menggunakan popok dan pampers jadi untuk melihat berapa kali eliminasi uri
tidah bisa di hitung) sebanyak 13 orang (68,43%) dan untuk eliminasi uri
sebanyak 1-3 kali sehari adalah 6 orang (31,57%)
Jumlah 19 100%
Interpretasi data :
Berdasarkan tabel 3.6 diketahui bahwa dari 19 lansia dalam eliminasi alvi yang
paling banyak adalah inkontinensia alvi (menggunakan popok dan pampers
jadi untuk melihat berapa kali eliminasi alvi tidah bisa di hitung) sebanyak 13
orang (68,44%) dan rata-rata sama sekitar 10,52% normal dalam eliminasi alvi.
Interpretasi data :
Berdasarkan data 3.7 diketahui bahwa dari 19 lansia di ruang Fransiscus yang
paling banyak mandi 2xsehari sebanyak 15 orang 78,94% dan yang paling
sedikit mandi 1 kali sehari yaitu 0 %.
Tabel 3.8 Distribusi Menurut Alat Bantu yang digunakan :
NO. ALAT BANTU JUMLAH PRESENTASE
3. Tongkat 1 5,26%
Jumlah 19 100%
Interpretasi data :
Berdasarkan tabel 3.8 diketahui bahwa dari 19 lansia yang paling banyak
adalah menggunakan alat bantu kursi roda sebanyak 11orang (57,89%) dan
yang paling sedikir adalah dengan alat bantu tongkat sebanyak 1 orang
(5,26%).
1. Mandiri 7 36,85%
2. Parsial 7 36,85%
3. Total 5 26,30%
Jumlah 19 100%
Interpretasi da ta :
Berdasarkan tabel 3.9 diketahui bahwa dari 19 lansia yang paling banyak rata-
rata untuk indeks baerthel bisa melakukan aktivitas secara mandiri dan
sebagian sebanyak masing-masing 7 orang (36,85%), dan yang paling sedikit
secara total tidak bisa melakukan aktivitas sehari-hari sebanyak 5 orang
(26,30%).
Tabel 3.10 Short portable mental status questioner
Berdasarkan table 3.9 diketahui bahwa dari 19 lansia yang paling banyak
adalah mengalami fungsi intelektual kerusakan ringan yaitu sebanyak 6 orang
(31,57%) dan yang paling sedikit yaitu fungsi intelektual utuh sebanyak 3
orang (15,78%).
Berdasarkan table 3.10 diketahui bahwa dari 19 lansia yang ada di ruang
Fransiscus yang paling banyak adalah mengalamigangguan kognitif sedang
dan yang paling sedikit adalah yang mengalami gangguan kognitif berat dan
tidak ada gangguan kognitif masing-masing adalah 3 orang (15,78%).
Tabel 3.12 Pengkajian Keseimbangan
NO. KESEIMBANGAN JUMLAH PRESENTASE
1. Resiko jatuh tinggi 7 36,86%
2. Resiko jatuh sedang 6 31,57%
3. Resiko jatuh rendah 6 31,57%
Jumlah 19 100%
Interpretasi data :
Berdasarkan table 3.11 diketahui bahwa dari 19 lansia di ruang fransiscus yang
paling banyak untuk keseimbangan adalah resiko jatuh tinggi sebanyak 7 orang
(36,84%) dan yang paling sedikir resiko jatuh rendah dan sedang sebanyak
masing-masing 6 orang (31,57%).
Berdasarkan table 3.12 diketahui bahwa dari 19 lansia di ruang fransiscus yang
terbanyak adalah mengalami tekanan darah normal yaitu 18 orang (94,74%)
dan yang paling sendikit menderita tekanan darah sedang dan berat yaitu tidak
ada (0%).
Tabel 3.14 Nadi
NO. KLASIFIKASI JUMLAH PRESENTASE
1. Bradikardi - -
2. Normal 19 100%
3. Tachikardi - -
Jumlah 19 100%
Interpretasi data :
Berdasarkan table 3.13 diketahui bahwa dari 19 lansia nadi yang di dapat
berdasarkan pengukuran dalalam batas normal pada semua lansia di ruang
fransiscus (100%).
1. Merokok 3 15,78%
3. Minum alkohol - -
6. Lemak 2 10,52%
Jumlah 19 100%
Interpretasi data :
2. Pusing 1 5,26%
3. Batuk 2 10,52%
4. Badan terasa - -
lemah
6. Tidak ada - -
keluhan
Jumlah 19 100%
Interpretasi data :
Berdasarkan tabel 3.13 diketahui bahwa keluhan yang saat ini para oma opa di
ruang fransiscus yang terbanyak adalah sulit berdiri dan berjalan (kebanyakan
oma opa menggunakan kursi roda, sehingga ada keluhan untuk kesulitan
berdiri maupun berjalan) yaitu 14 orang (73,68%) dan yang sedikit adalah
pusing yaitu sebanyak 1 orang (5,26%)
Untuk pemenuhan gizi para lansia, disesuaikan dengan kondisi pasien dan diet
yang sudah dianjurkan oleh dokter yaitu yang lebih banyak untuk makanan lansia
yaitu dengan rendah lemak dan tinggi kalori. (makan pagi dan siang : nasi, lauk,
sayur, buah [pepaya/pisang], minum teh/air putih), Snack (singkong, ketela,
lumpia, donat, susu, teh) di sesuaikan dengan diet dari penyakit, namun rata-
rata di ruang fransiscus sama makanannya yang terpenting rendah lemak dan
tinggi kalori.
C. DATA SUBSISTEM
1. Lingkungan Fisik
a) Sarana Perumahan
Konstruksi bangunan permanen, luas bangunan sekitar 1 hektar, lantai bagian
dalam keramik dan bagian luar dipaving untuk lantai sudah cukup baik untuk
lansia karena di desain lantai yang tidak licin dan tidak berbahaya bagi lansia.
Namun untuk warna dari keramiknya kurang cerah sedikit sebab apabila ada air di
lantai terkadang tidak kelihatan , penerangan dan pencahayaan baik, semua
ruangan dan lorong diberi lampu, tiap ruangan memiliki beberapa ventilasi udara,
kebersihan terjaga, setiap hari di sapu dan dipel (setiap melakukan tindakan,
seperti setelah makan, setelah mandi, dll), jumlah ruangan kamar ada 5, yaitu:
1. R. VIP tiap kamar berisi 1-2 orang, ada 5 kamar (Santo Yusuf)
4. R. Kelas IIIA tiap kamar berisi 5 orang, ada 6 kamar (Santo Michael)
5. R. Kelas IIIB tiap kamar berisi 12 orang, ada 2 kamar (Santo Fansiscus Assisi)
b) Pekarangan
Pekarangan cukup luas, namun keadaan masih belum tertata dengan rapi karena
ada pembangunan, dan dimanfaatkan untuk menanam tanaman hias,sayur,buah.
Sarana air bersih memadai berasal dari PDAM dan sumur bor, namun air yang
keluar kurang jernih, tiap kamar dan tiap ruangan mempunyai kamar mandi dan
terdapat pula sarana sapitank di depan asrama
f) Sarana Mandi
Ditiap kamar mandi ruangan terdapat 1 kran air panas dan 1 kran air dingin
Kondisi kamar mandi tergolong kurang bersih karena air yang mengalir tidak
jernih dan bak mandi juga terlihat kotor, seperti jarang dikuras. Di dalam kamar
mandi, terdapat ventilasi yang memadai, kondisi lantai tidak licin, dan terdapat
pegangan di dinding kamar mandi
g) Sarana SPAL
-Belum: 52 orang
No Jam Hari
Senin Selasa Rabu Kamis Jum’at Sabtu Minggu
1 03.30- Mandi Mandi Pagi Mandi Mandi Mandi Pagi Mandi Pagi Mandi Pagi
05.00 Pagi Pagi Pagi
05.00- Menunggu Menunggu Menunggu Menunggu Menunggu Menunggu Menunggu
07.00 makan makan pagi makan makan makan pagi makan pagi makan pagi
pagi pagi pagi
07.00- Makan Makan Makan Makan Makan Pagi Makan Pagi Makan Pagi
07.30 Pagi Pagi Pagi Pagi
07.30- Berdoa Berdoa Berdoa Berdoa Berdoa Berdoa Berdoa
09.30 Berjemur Berjemur Berjemur Berjemur Pemeriksaan Berjemur Berjemur
Fisioterapi Fisioterapi Fisioterapi Fisioterapi Tanda-tanda Fisioterapi Menyalurkan
(sesuai (sesuai (sesuai (sesuai Vital (sesuai hobby
Jadwal) Jadwal) Jadwal) Jadwal) Berjemur Jadwal) Senam
Fisioterapi Potong Lansia
(sesuai kuku,
Jadwal) potong
Visite rambut
Dokter
09.30- Makan Makan Makan Makan Makan Makan Makan
09.45 Snack Snack Snack Snack Snack Snack Snack
09.45- Kembali Kembali ke Kembali Kembali Kembali ke Kembali ke Kembali ke
11.00 ke kamar kamar ke kamar ke kamar kamar kamar kamar
masing- masing- masing- masing- masing- masing- masing-
masing masing masing masing masing masing masing
(istirahat) (istirahat) (istirahat) (istirahat) (istirahat) (istirahat) (istirahat)
11.00- Makan Makan Makan Makan Makan Makan Makan Siang
11.30 Siang Siang Siang Siang Siang Siang
13.30- Mandi Mandi Sore Mandi Mandi Mandi Sore Mandi Sore Mandi Sore
14.30 Sore Sore Sore
14.30- Istirahat Istirahat Istirahat Istirahat Istirahat Istirahat Istirahat
16.00
16.00 Makan Makan Makan Makan Makan Makan Makan
Snack Snack Snack Snack Snack Snack
Snack
17.00- Makan Makan Makan Makan Makan Makan Makan
17.30 Malam Malam Malam Malam Malam Malam Malam
18.00- Tidur Tidur Tidur Tidur Tidur Tidur Tidur Malam
02.30 Malam Malam Malam Malam Malam Malam
3. Pendidikan pegawai
Tabel 3.1 Status Pendidikan
1. SD 10 19,2%
2. SMP 17 32,7%
3. SMA/SMK 23 44,2%
5. Tidak Sekolah - -
Total 53 100%
Interpretasi Data :
Berdasarkan tabel 3.1 didapatkan data bahwa status pendidikan pegawai dip anti
werdha pangesti yang paling banyak adalah berpendidikan sampai SMA/SMK
yaitu sebanyak 23 orang (44,2%) dan yang paling sedikit yaitu berpendidikan
samapai perguruan tnggi sebanyak 3 orang (3,8%).
PIMPINAN
PENGADAAN
PERAWATAN KEBERSIHA PERSONALIA / KEUANGAN SATPAM / SOPIR /
DAPUR
LANSIA RUANGAN DAN INFORMASI KEAMANAN KENDARAAN
RUANGAN
LINGKUNGAN
- Sistem Pendanaan Panti
Sistem pendanaan Panti Werdha Pangesti Lawang ini berasal dari
Bantuan Pemerintah, Bantuan dari donatu dan juga berasal dari
keluarga dari para lansia yang ada di dalam panti.
6. Komunikasi
Ditiap ruangan terdapat telefon untuk sarana komunikasi antar ruangan
maupun sarana komunikasi untuk kepentingan panti telepon ini di pasang
secara paralel, dan didekat tempat tidur pasien terdapat bel untuk
memudahkan pasien memanggil perawat sewaktu-waktu.
7. Ekonomi
Dari Dalam Panti untuk kehidupan Lansia :
Pemasukan : Rp. 126.521.500
8. Rekreasi
Pada saat waktu luang, beberapa lansia ada yang memanfaatkan untuk
berlatih berjalan, menyulam, membaca surat kabar, atau bahkan mengobrol
dengan lansia lain maupun dengan perawat. serta setiap hari minggu
diadakan kumpul-kumpul bersama. Untuk rekreasi keluar panti tidak ada,
yang ada hanyalah senam lansia yang dilakukan setiap hari minggu seperti
bernyanyi atau permainan lain yang bisa menyalurkan hobi dari para lasia
tersebut.
Denah Ruang Fransciscus
Keterangan :
Berdasarkan
pengkajian yang
telah dilakukan oleh
kelompok di
dapatkan bahwa
sebagian besar
lansia mengeluh
sulit berdiri dan
berjalan sebanyak
16 orang (73,68%)
berkaitan dengan
kelemahan otot,
sehingga hanya
menggunakan kursi
roda.
DO :
Berdasarkan pengkajian
yang telah dilakukan
didapatkan data bagwa
lansia yang
menggunakan alat bantu
kursi roda sebanyak
11orang (57,89%)
Berdasarkan pengkajian
keseimbangan yang
telah dilakukan di
dapatkan bahwa para
lansia yang memiliki
Resiko jatuh tinggi
sebanyak 7 orang
(36,84%).
Berdasarkan data yang
telah di dapat jumlah
lansia yang menderita
stoke sebanyak 7 orang.
Barthel indeks di
dapatkan data bawa
lansia yang secara total
tidak bisa melakukan
kemandirian dalam
kehidupan sehari-hari
sebanyak 5 orang
(26,32%).
diketahui bahwa dari 19
lansia di ruang
fransiscus yang
terbanyak adalah
mengalami tekanan
darah normal yaitu 18
orang (94,74%)
diketahui bahwa dari 19
lansia nadi yang di dapat
berdasarkan pengukuran
dalalam batas normal
pada semua lansia di
ruang fransiscus
(100%).
DS : -
Kurang pengetahuan Penurunan Fungsi
Intelektual
DO : berdasarkan
pengkajian yang telah
dilakukan di dapatkan hasil
: