para aplikator pestisida terutama para petani saat dianjurkan menggunakan baju lengan
panjang, sarung tangan, masker, sepatu boot, kacamata goggles dan topi ketika akan
pestisida terjadi pada pekerja di sektor pertanian, sekitar 5000-10.000 orang per tahun
diantaranya mengalami dampak yang sangat fatal, seperti kanker, cacat, kemandulan dan
liver (Novizan 2003). Di benak petani hanya terfokus pada kesehatan tanamannya saja,
sembarangan, dan tidak menggunakan alat pelindung diri merupakan pemandangan yang
tidak asing lagi di lapangan. Jika saja mereka mengetahui arti penting alat-alat tersebut yang
tergabung dalam alat pelindung diri (APD), tentunya faktor “nyaman” akan ditempatkan
Persepsi keliru yang beredar di kalangan petani kerap kali menganggap pestisida sebagai “obat”
tanaman, padahal dari asal katanya saja pesti = hama, dan cide = membunuh, jelas merujuk
pada sesuatu yang membahayakan atau dengan kata lain racun. Toksisitas pestisida terbagi
menjadi dua tipe yaitu toksisitas akut dan kronis. Toksisitas akut adalah kemampuan suatu
zat untuk menimbulkan kerusakan atau gangguan (fatal/mematikan) pada hewan uji dalam
jangka pendek (24 jam). Toksistas akut suatu pestisida biasanya dinyatakan dalam LD50 atau
50% dari hewan uji. Semakin rendah nilai LD50/LC50 maka semakin tinggi toksisitasnya.
Cara kerja (mode of action) pestisida menunjukkan cara atau metode suatu pestisida merusak atau
mematikan organisme targetnya. Pestisida yang bahan aktifnya berasal dari golongan
senyawa kimia yang sama biasanya memilki cara kerja yang sama. Secara umum, sistem
pada serangga yang sering menjadi target dari insektisida adalah sistem syaraf,
pertumbuhan dan perkembangan, serta proses metabolisme/ produksi energi. Salah satu
jenis insektisida yang banyak digunakan petani berasal dari golongan Organofosfat yang
menyerang sistem syaraf hama sasaran. Lebih spesifik lagi, cara kerja dari insektisida ini
yaitu mengganggu Acetylcholinesterase (AChE) (Hidayat 2018). Enzim ini dimiliki oleh
mengungkapkan bahwa fungsi AChE untuk menguraikan asetilkolin (Ach) menjadi asetat dan
kolin untuk menjaga keseimbangan antara produksi dan degradasi Ach. Menurut Rustia
(2010) AChE berperan menjaga agar otot-otot, kelenjar dan sel-sel syaraf bekerja secara
terorganisir dan harmonis. Akibat paparan insektisida organofosfat yang berlebihan, AChE
dihambat sehingga terjadi akumulasi ACh. ACh yang menumpuk akan menyebabkan
kontraksi otot (kejang), petani akan bereaksi mengeluarkan air mata, dan air liur yang
berlebihan, nyeri lambung, mual, dan diare. Munculnya tanda-tanda tersebut sangat
dipengaruhi oleh berat ringannya efek toksik, dengan tingkatan sebagai berikut:
1. Kasus ringan (4-24 jam) : lelah, lemah, pusing, mual, dan pandangan kabur.
2. Kasus moderat (4-24 jam) : sakit kepala, berkeringat, air mata berlinang, mual, dan
pandangan terbatas.
3. Kasus berat (4-24 jam) : kram perut, berkemih, diare, tremor, sempoyongan, hipotensi berat,
Menurut Rustia (2010), penderita dengan keracunan ringan sebaiknya menghentikan aktivitas
menyemprot pestisida selama dua minggu, agar memberikan kesempatan kepada tubuh
untuk mengembalikan kadar normal kolinesterase. Penderita dengan keracunan sedang dan
berat agar menghentikan aktivitas yang berhubungan dengan insektisida, dan segera
lakukan pemeriksaan.
Dengan memperhatikan catatan ini, manusia sebagai aplikator pestisida memiliki risiko yang cukup
tinggi akan paparan pestisida kimiawi. Paparan tersebut bisa masuk melalui kulit (dermal),
mata (ocular), mulut (oral), dan pernafasan (inhalasi). Kulit merupakan jalur masuk yang
sangat mudah dan berbahaya karena seluruh tubuh manusia ditutupi oleh kulit. Dengan
demikian dibutuhkan Alat Pelindung Diri (APD) untuk menghindari paparan tersebut.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.Per.03/Men/1986 tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Di Tempat Kerja Yang Mengelola Pestisida. Pasal 2 ayat (2) menyebutkan
tenaga kerja yang mengelola Pestisida harus memakai alat-alat pelindung diri yang berupa
pakaian kerja, sepatu lars tinggi (boot), sarung tangan, kacamata pelindung atau pelindung
menyemprotkan pestisida khususnya petani harus melakukan prosedur kerja yang standar
Dalam bekerja menggunakan pestisida yang berbentuk cairan atau debu maka petani memerlukan
alat pelindung diri yang sesuai. Alat pelindung diri yang wajib digunakan oleh petani saat
yang berpinggiran lebar agar dapat melindungi area tengkuk dan tentunya area kulit kepala
agar terhindar dari percikan pestisida di udara dan kemungkinan dapat menempel pada kulit
kepala. Topi yang harus digunakan adalah topi yang berbahan dari bahan plastik.
b. Kaca mata: melindungi mata dari percikan pestisida yang terbawa angin. Jenis kaca mata yang
digunakan untuk bekerja adalah jenis kaca mata yang terbuat dari bahan plastik.
c. Masker : melindungi area pernapasan agar terhindar dari menghirup percikan pestisida. Jenis
masker yang digunakan saat bekerja ini adalah jenis masker yang tahan terhadap cairan agar
percikan pestisida tidak dapat menembus masuk ke dalam saluran pernapasan maupun
saluran pencernaan.
d. Sarung tangan : terbuat dari bahan karet yang panjang hingga menutupi bagian pergelangan
tangan. Hal ini bertujuan untuk melindungi tangan dari percikan pestisida melalui udara
e. Pakaian lengan panjang dan celana panjang : melindungi tubuh dari percikan pestisida mengenai
f. Sepatu boots : untuk mencegah pestisida menempel pada punggung kaki. Sepatu boot sangat
penting bila pekerja penyemprot pestisida yang berbentuk debu, apalagi jenis herbisida yang
diaplikasikan di atas permukaan tanah (dekat dengan kaki splikator). Sepatu boot sebaiknya
Pakaian pelindung langsung dicuci segera setelah pengaplikasian pestisida dilakukan. Pencucian
dilakukan secara terpisah dengan pakaian lainnya. Petugas (aplikator) juga mencuci
mengenai pengaplikasian pestisida dapat dibaca pada label kemasan pestisida. Jadi, biasakan
arti penting penggunaan APD saat pengaplikasian pestisida terus dilakukan di kalangan para
petugas lapangan dan petani, salah satu diantaranya kepada para petugas Brigade Proteksi