Anda di halaman 1dari 2

“SHARIA NEVER ENDS” DAN TANTANGANNYA (368)

Oleh Ahmad Rofiq

Assalamualaikum wrwb.
Mari kita bersyukur kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Hanya atas anugrah dan pertolongan-Nya
semata kita sehat afiat dan dapat menjalankan hidup ini dengan dasar iman dan taqwa. Itulah
bekal yang akan kita bawa dalam menjalani hidup di akhirat nanti. Shalawat dan salam mari kita
senandungkan untuk baginda Rasulullah Muhammad saw, keluarga, sahabat, dan pengikut yang
setia mencintai dan meneladani beliau.
AlhamduliLlah saya mendapat kehormatan sebagai salah satu anggota Dewan Penasehat
Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) Indonesia yang diketuai oleh Prof. Dr. Bambang Brojonegoro,
yang juga Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dalam acara Silaturrahim
Nasional dan Halal Bi Halal di Balai Pertemuan Hotel Bidakara Jalarta. Hadir ketua umum MUI
yang juga Rois ‘Am PBNU Prof. Dr. KH. Ma’ruf Amin, Gubernur BI Perry Warjiyo, dan Ketua Dewan
Komisioner Wimboh Santoso, dan semua organisasi terkait dengan pengembangan ekonomi
Islam se Indonesia.
Tema yang diusung adalah “Sharia Never Ends”. Di antara maksud dan tujuan pemilihan tema
tersebut adalah pembangunan ekonomi Islam di Indonesia dibangun maka pantang untuk
menyerah. Bukan saja ekonomi syariah tidak pernah berakhir, akan tetapi terus berkembang
dengan kualitas dan ragam produk yang memiliki kekuatan strategis bagi pemberdayaan dan
pemakmuran umat. Karena itu, saya memberanikan dengan menambah “dan tantangannya”.
Tantangan terbesar adalah bahwa market share perbankan syariah masih di angka 5,8
persen. Demikian sambutan Wimboh Santoso Ketua OJK. Karena itu perlu kerja keras dan
memperbaiki sektor industri secara sinergis yang tidak hanya terbatas pada “model” korporasi,
tetapi lebih difokuskan pada sektor UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) juga sektor lainnya
seperti pariwisata, dan perdagangan ekspor. Kebiasaan impor, harus diimbangi atau bahkan
perlu usaha surplus produk-produk halal yang busa diekspor ke negara-negara lain.
Beberapa waktu lalu, saya menulis di media sosial, “menyiapkan wirausahawan muda
muslim” yang tentu membutuhkan kebijakan fasilitasi secara afirmatif bahkan dalam hal-hal yang
memang diprediksi aman dan menguntungkan, untuk ditempuh langkah “diskresi” jika
pemerintah ingin perkembangan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia dapat berkembang
dengan baik. Sudah banyak Bank Wakaf Mikro (BWM) yang sejak awal memang didisain untuk
mengadvokasi dan memberikan atensi dan jejaring perbankan syariah untuk mengembangkan
kewirausahaan, utamanya di lingkungan pesantren, namun karena boleh jadi volumenya belum
begitu besar, maka pertumbuhannya juga memerlukan atensi dan kesabaran.
Dalam hal produk halal, meskipun sudah lahir UU No. 33/2014 tentang Jaminan Produk Halal,
hingga tulisan ini dibuat, belum bisa dilaksanakan dengan efektif. Karena belum ada Peraturan
Pemerintah tentang pelaksanaan UU tersebut. MUI melalui LPPOM (Lembaga Pengkajian
Makanan, Obat-obatan, dan Kosmetika) sudah hampir 30 tahun telah melaksanakan ikhtiar
sertifikasi halal secara volunter atau sukarela. LPPOM MUI Jawa Tengah sudah mengeluarkan
sertifikat halal tanpa membebani biaya apapun ke Industri Rumah Tangga (IRT) sebanyak seribu
lebih hingga tahhn 2018.
Tidak berarti dalam sertifikasi halal tersebut tanpa biaya, akan tetapi biaya dibiayai oleh
kerjasama LPPOM MUI dengan Kementerian Koperasi dan UKM, Dinas Koperasi dan UKM
Provinsi Jawa Tengah, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi, Dinas Kesehatan, dan
beberapa Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten/Kota di Jawa Tengah. Bahkan Kepala Dinas
Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah pada saat digelar even Jambore Halal 2018, menjanjikan
biaya sertifikasi halal 150 IRT.
Seandainya semua IRT dibiayai oleh Pemerintah, dalam rangka affirmasi dan sekaligus
advokasi serta dukungan kepada IRT agar mampu tumbuh dan berkembang menjadi industri atau
usaha menengah untuk mendapatkan sertifikat syariah, tentu akan sangat baik. Atau misalnya,
melalui Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) bisa mendistribuskan zakat produktifnya kepada
perintis IRT untuk “dimodali” atau tambahan, agar usahanya tumbuh dan berkembang dengan
baik. Belum lagi dalam pelaksanaan sistem jaminan produk halal secara terpadu, termasuk di
dalamnya, sistem ketahanan pangan yang menjadi bagian penting perlindungan konsumen.
Yang tidak kalah pentingnya adalah motivasi dan teologi agar kaum muslim mau berusaha
atau berdagang. Al-Qur’an pun menggunakan beberapa istilah “tijarah” dalam memposisikan
iman kepada Allah, iman kepada Rasulullah saw, dan berjuang (jihad) di jalan Allah (QS. Ash-Shaf:
10-11). Rasulullah saw pun selain memberikan contoh mulai dari sebagai penggembala kambing,
berdagang membawa dagangan saudagar kaya Sayyidati (Siti) Khadijah ra. yang kemudian dicatat
sejarah, akhirnya menjadi istri Beliau hingga akhir hayatnya.
Rasulullah saw menganjurkan, “alaikum bi t-tijaarah fa inna fiihaa tis’atu a’syari r-rizqi”
artinya “berdaganglah kamu sekalian, maka sesungguhnya di dalamnya (berdagang) terdapat
sembilan persepuluh rizqi” (Riwayat Ibrahim al-Harby).
Secara empirik, kalau kita ingin bisa membayar zakat, shadaqah dan infaqnya besar, maka
Islam sesungguhnya menganjurkan pemeluknya agar menjadi orang kaya. Dalam bahasa yang
lebih santun, Rasulullah saw menegaskan “al-yadu l-‘ulyaa khairun min al-yadi s-suflaa” artinya
“tangan di atas lebih baik dari pada tangan di bawah”. Posisi “tangan di atas” ini tidak bisa
dilakukan apabila kaum Muslim tidak berkemakmuran dan berkecukupan alias menjadi orang
kaya. Karena itu, mari kita motivasi anak-anak muda kita untuk merintis usaha atau menjadi
wirausahawan atau entrepreneur muda.
Semoga dengan Silaturrahim Nasional IAEI, Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), Otoritas Jasa
Keuangan (OJK). Gubernur Bank Indonesia (BI) dan semua organisasi terkait dengan
pengembangan ekonomi Islam akan membawa hasil yang menggembirakan. KH Ma’ruf Amin
mengakhiri taushiyahnya dengan mengutip sabda Rasulullah saw. “Barangsiapa hari ininya lebih
baik dari hari kemarin, maka dia termasuk orang yang beruntung, yang hari ini sama dengan
kemarin, dia termasuk orang yang merugi, dan yang hari ini lebih buruk dari kemarin, dia
termasuk yang tertipu atau bahkan ada riwayat mengatakan terlaknat” (Riwayat ath-Thabrani).
Allah a’lam bi sh-shawab.
Wassalamualaikum wrwb.
Hotel Kartika Candra Jakarta – Semarang, 30/6/2018.

Anda mungkin juga menyukai