Anda di halaman 1dari 19

BAB II

ANALISIS KASUS

Telah diajukan kasus seorang An. N perempuan berumur 3 tahun, dengan keluhan
sejak 3 minggu yang lalu, lendir (-), darah (-), sesak (-). Demam (+), sejak 1 minggu yang
lalu, menggigil (-), keringat malam (-), kejang (-). Mual (+), muntah (-), nafsu makan
menurun (+), sulit menelan (+). BAB encer bercampur dengan lendir (+), darah (-). BAK
kesan normal. Juga terdapat benjolan pada leher kiri dan kanan sejak . riwayat keluhan yang
sama sebelumnya (-). Riwayat penyakit lainnya (-). Riwayat penyakit TB pada keluarga (+).
Riwayat pengobatan sebelumnnya telah diberikan paracetamol, amoxicillin. Pada
pemeriksaan fisik pasien didapatkan kesan sakit berat, gizi buruk, sadar dengan tanda-tanda
vital TD: 80/50 mmHg, N: 140x/mnt, P: 40x/mnt, S: 38,4. Pada pemeriksaan didapatkan kulit
kering, bibir pucat, pada saluran mulut tampak kadidiasis oral, wajah old face, baggy pants,
muscle wasting (+) dan pembesaran kelenjar limfe sebesar 3x3 cm di leher kiri dan kanan.
Bunyi pernafasan vesikuler (+/+), rhonki (+/+), wheezing (-/-). Pasien didiagnosis dengan TB
milier , anemia dan gizi buruk (marasmus).

1. Definisi

Tuberkulosis milier merupakan kelainan patologis berupa granuloma berukuran 12


mm, yang disebabkan penyebaran Mycobacterium tuberculosis secara hematogen dan
limfogen di organ paru atau ekstraparu. Tuberkulosis milier menurut WHO diklasifikasikan
ke dalam TB paru karena didapatkan lesi di paru. Organ tubuh yang paling sering tejadi
penyebaran TB milier adalah organ yang mempunyai banyak sel fagosit di dinding sinusoid.
(1)

Faktor risiko TB milier antara lain keganasan, transplantasi organ, penyakit HIV,
malnutrisi, diabetes, silikosis,penyakit ginjal endstage, bedah mayor, alkoholisme,
kehamilan, dan obat imunosupresi. Tuberkulosis milier dapat terjadi pada saat infeksi TB
primer, atau reaktivasi TB laten. Reaktivasi dan penyebaran TB milier terjadi karena adanya
defek pada sel makrofag, sel natural killer (NK), sel limfosit T γ/d, serta adanya gangguan
ekspansi sel limfosit Tγ/d. TB milier banyak ditemukan pada pasien HIV karena terjadi
penurunan sel limfosit T CD4+ menyebabkan penurunan produksi IFN-γ dan IL-2 sehingga
terjadi penyebaran TB secara milier. (1)
Tuberkulosis milier termasuk salah satu bentuk TB berat dan merupakan 3-7% kasus
TB dengan angka kematian yang tinggi. Tuberkulosis milier merupakan jenis tuberkulosis
yang bervariasi mulai dari infeksi kronis, progresif lambat, hingga penyakit fulminan akut,
yang disebabkan penyebaran hematogen dan mengenai banyak organ. (1)
Tuberkulosis milier lebih sering terjadi pada bayi dan anak kecil, terutama usia
dibawah 2 tahun, karena imunitas seluler spesifik, fungsi makrofag dan mekanisme lokal
pertahanan parunya belum berkembang sempurna sehingga kuman TB mudah berkembang
biak dan menyebar keseluruh tubuh.
Tuberkulosis milier yang timbul di pengaruhi oleh dua faktor, yaitu jumlah dan
virulensi kuman Mycobacterium tuberculosis dan status imunologis pasien (non spesifik dan
spesifik). Beberapa kondisi yang menurunkan sistem imun juga dapat memudahkan
timbulnya TB milier, seperti infeksi HIV, malnutrisi, infeksi morbili, pertusis, diabetes
melitus, gagal ginjal, keganasan, dan penggunaan kortikosteroid jangka lama. Faktor-faktor
lain yang mempengaruhi perkembangan penyakit adalah faktor lingkungan, yaitu kurangnya
sinar matahari, perumahan yang padat, polusi udara, asap rokok, penggunaan alkohol, obat
bius, serta sosial ekonomi. (1)
Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh basil Mycobacterium
tuberculosis kompleks yang secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan
nekrosis jaringan.(2)

Terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya infeksi TB maupun timbulnya


penyakit TB pada anak. Faktor -faktor tersebut dibagi menjadi faktor risiko infeksi dan faktor
risiko progresi infeksi menjadi penyakit (risiko penyakit).
a. Risiko Infeksi TB
Faktor risiko terjadinya infeksi TB antara lain adalah anak yang terpajan dengan
orang dewasa dengan TB aktif (kontak TB positif), daerah endemis, kemiskinan,
lingkungan yang tidak sehat (higiene dan sanitasi tidak baik), dan tempat penampungan
umum (panti asuhan, penjara, atau panti perawatan lain), yang banyak terdapat pasien TB
dewasa aktif.
b. Risiko Sakit TB
Anak yang telah terinfeksi TB tidak selalu mengalami sakit TB. Faktor yang dapat
menyebabkan berkembangnya infeksi TB menjadi sakit TB antara lain usia, infeksi baru
yang ditandai dengan adanya konversi uji tuberkulin (dari negatif menjadi positif) dalam 1
tahun terakhir, malnutrisi, keadaan imunokompromais, diabetes melitus, dan gagal ginjal
kronik.
Pada pasien ini berumur 3 tahun dimana pada pasien anak imunitas seluler spesifik,
fungsi makrofag dan mekanisme lokal pertahanan parunya belum berkembang sempurna
sehingga kuman TB mudah berkembang biak dan menyebar keseluruh tubuh. Pada pasien ini
juga terdapat faktor risiko dimana ada riwayat kontak dengan pasien penyakit TB positif.

2.Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis TB terbagi dua, yaitu manifestasi sistemik, dan manifestasi spesifik
organ/lokal.
a. Manifestasi Sistemik (umum/nonspesifik)
 Demam lama (≥ 2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas, yang dapat
disertai dengan keringat malam. Demam umumnya tidak tinggi.
 Batuk lama > 3 minggu, dan sebab lain telah disingkirkan.
 Berat badan turun tanpa sebab yang jelas, atau tidak naik dalam 1 bulan dengan
penanganan gizi yang adekuat.
 Nafsu makan tidak ada (anoreksia) dengan gagal tumbuh dan BB tidak naik
dengan adekuat (failure to thrive).
 Lesu atau malaise
 Diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan baku diare.
b. Manifestasi spesifik organ/lokal
 Pembesaran kelenjar limfe superfisial
 Tuberkulosis pada SSP; nyeri kepala, penurunan kesadaran, muntah proyektil,
dan kejang
 TB sistem skeletal; nyeri, bengkak pada sendi yang terkena, dan gangguan atau
keterbatasan gerak, gibbus, pincang, lumpuh, dan sulit membungkuk
 Tuberkulosis kulit/ skrofuloderma.

Pada pasien ini, dari anamesis didapatkan adanya manifestasi sistemik berupa
batuk ≥3 minggu, berat badan yang turun tnpa sebab yang jelas, nafsu makan yang
tidak ada. Juga terdapat manifestasi spesifik organ berupa pembesaran kelenjar limfe
di leher sebesar 3x3 cm.

Anemia adalah komplikasi tersering dari penderita TB dan faktor resiko untuk kematian.
Banyakpenelitian menyatakan tingginya prevalensi anemia pada penderita TB (16-94%). Terdapat
berbagai macam patogenesis yang menjelaskan hubungan TB dengan anemia. Akan tetapi, banyak
penelitian memperlihatkan penyebab anemia pada TB yaitu dikarenakan penekanan eritropoiesis oleh
mediator inflamasi yaitu IL-6 ,IFN-γ , IL-1ß ,TNF-a. Kejadian anemia dapat diperberat oleh
defisiensi zat gizi dan sindrom malabsorbsi. Defisiensi besi adalah penyebab anemia pada penderita
TB.
Anemia tanpa defisiensi besi berhubungan juga dengan peningkatan resiko TB rekurens.
Anemia pada penderita vtuberkulosis juga dapat terjadi akibat status nutrisi yang buruk pada
3
penderita tuberkulosis dibandingkan dengan individu sehat.
Anemia bisa terjadi baik akibat penyakit kronik ataupun defisiensi besi. Anemia
penyakit kronis sering bersamaan dengan anemia defisiensi besi dan keduanya memberikan
gambaran penurunan besi serum, namun TIBC (Total Iron Binding Capacity) pada anemia
defisiensi besi meningkat. Rendahnya besi pada anemia penyakit kronis disebabkan aktifitas
mobilisasi besi sistem retikuloendotelial ke plasma menurun, sedangkan penurunan
saturasi transferin pada anemia defisiensi besi diakibatkan oleh degradasi transferin yang
meningkat. 4
Pada pemeriksaan lab didapatkan pasien hasil Hgb 5,1 ; MCV: 63,6; MCH: 16,7.
Sehingga dapat disimpulkan pada pasien ini mederita anemia mikrositik hipokrom.
T uberkulosis dapat menyebabkan atau memperparah malnutrisi dengan cara mengurangi
nafsu makan dan meningkatkan katabolisme. Keadaan ini berhubungan dengan keparahan penyakit
TB dan prediktor kematian pada penderita TB. Penderita dengan kenaikan berat badan yang rendah
selama terapi TB beresiko untuk gagal terapi dan relaps dari penyakit TB. 3
TB merupakan wasting or consumption disease yang membuat adanya perubahan
metabolik pada penderita tuberkulosis.Perubahan metabolik yang terjadi adalah anabolic
block. Anabolic block merupakan keadaan dimana asam amino tidak dapat dibangun menjadi
protein yang lebih kompleks. Malnutrisi protein dapat menyebabkan anemia normositik
normokromik dengan penurunan retikulosit dan eritropoesis di sumsum tulang dan
limpa.Selain itu, perubahan metabolik yang dapat terjadi yaitu penurunan nafsu
makan,malabsorbsi nutrisi dan malabsorbsi mikronutrisi. Defisiensi mikronutrisi merupakan
penyebab tersering dari imuodefisiensi sekunder dan tuberkulosis. Pada penderita
tuberkulosis didapatkan defisiensi beberapa mikronutrisi seperti zink, vitamin A dan
selenium. Hal ini menyebabkan terganggunya respon imun tubuh. Defisiensi zink
menyebabkan penurunan aktivitas fagositosis dan mengurangi jumlah sel T di sirkulasi. Zink
mempunyai peranan yang penting dalam kontribusi makrofag terhadap pertahanan tubuh di
tempat infeksi. (3)
KEP merupakan salah satu masalah gizi utama di indonesia. KEP disebabkan karna
defisiensi makronutrient. Marasmus adalah KEP yang disebabkan kekurangan energy yang
memiliki tanda tanda anak mengalami badan kurus kering,rambut rontok, dan flek hitam Pada
kulit.
Manifestasi klinis marasmus yaitu :
- Anak kurus, tinggal tulang terbungkus kulit
- Wajah seperti orang tua (old man face)
- Cengeng, rewel
- Degenerasi hebat jaringan lemak subkutan dan atrofi otot (Wasting)
- Tidak ada edema
- Tulang rusuk tampak terlihat jelas
- Kelainan kulit / rambut ringan dan jarang
- Diare berulang tetapi lebih ringan
- Terlihat tulang belakang lebih menonjol dan di temukan baggy pants.
- Resistensi tubuh rendah (5)

Pada pasien ini didapatkan TB 85 cm, dan BB 8 kg sehingga didapatkan stus gizi kurang
(61.5%), tampak sangat kurus, wajah seperti orang tua, kulit keriput, pantat kendur (baggy
pants). Ini sesuai dengan gejala klinis KEP.
Gejala lain yang dapat di temukan adalah kelainan kulit berupa tuberkuloid, papula
nekrotik, nodul, atau purpura. Tuberkel koroid di temukan pada 13-87% pasien, dan jika di
temukan dini dapat menjadi tanda yang sangat spesifik dan sangat membantu diagnosis TB
milier, sehingga pada TB milier perlu di lakukan funduskopi untuk menemukan tuberkel
koroid.(1)Namun pada pasien ini tidak ditemukan kelainan kulit tersebut.
Lesi milier dapat terlihat pada foto thorak dalam waktu 2-3 minggu setelah
penyebaran kuman secara hematogen. Gambarannya sangat khas, yaitu berupa tuberkel halus
(millii) yang tersebar merata diseluruh lapangan paru, dengan bentuk yang khas dan ukuran
yang hampir seragam (1-3mm). Lesi-lesi kecil dapat bergabung membentuk lesi yang
lebihbesar, kadang-kadang membentuk infiltrat yang luas. Sekitar 1-2 minggu setelah
timbulnya penyakit, pada foto thoraks dapat di lihat lesi yang tidak teratur seperti kepingan
salju. (1)
Pada pasien ini telah dilakukan foto thoraks paru dimana didapatkan gambaran miliar
yang tersebar di kedua lapangan paru. Hal ini mendukung diagnosis dari TB milier.
3. Diagnosis

Dalam menegakkan diagnosis TB anak, semua prosedur diagnostik dapat dikerjakan,


namun apabila dijumpai keterbatasan sarana diagnostik yang tersedia, dapat menggunakan
suatu pendekatan lain yang dikenal sebagai sistem skoring.

Parameter 0 1 2 3
Tidak jelas - Laporan BTA (+)
keluarga
Kontak TB (BTA negatif
atau tidak
jelas)
Negatif - - Positif ( ≥10 mm,
atau ≥ 5 mm pada
Uji Tuberkulin
keadaan
imunosupresi
- BB/TB < Klinis gizi -
90% atau buruk atau
Berat badan/
BB/U < 80% BB/TB <
keadaan gizi
70% atau
BB/U < 60%
Demam yang - ≥ 2 minggu - -
tidak diketahui
penyebabnya
Batuk kronik - ≥ 3 minggu - -
Pembesaran - ≥ 1 cm, - -
kelenjar limfe jumlah > 1,
kolli, aksila, tidak nyeri
inguinal
Pembengkakan - Ada - -
tulang/sendi pembengkaka
panggul, lutut, n
falang
Normal/ke Gambaran
Foto toraks lainan sugestif TB
tidak jelas
Keterangan :
 Diagnosis dengan system skoring ditegakkan oleh Dokter
 Bila dijumpai gambaran milier atau skrofuloderma, langsung didiagnosis TB
 Berat badan dinilai saat pasien datang (moment opname)
 Demam dan batuk tidak memiliki respons terhadap terapi baku
 Foto thoraks bukan merupakan alat diagnostik utama pada TB anak
 Gambaran sugestif TB, berupa : pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal
dengan/tanpa infiltrate; konsolidasi segmental/lobar; kalsifikasi dengan infiltrate;
atelektasis; tuberkuloma. Gambaran milier tidak dihitung dalam skor karena
diperlakukan secara khusus
 Mengingat pentingnya peran uji tuberkulin dalam mendiagnosis TB anak, maka
sebaiknya disediakan tuberkulin di tempat pelayanan kesehatan
 Diagnosis kerja TB anak ditegakkan skor ≥6 (skor maksimal 13) (6)

Pada pasien diagnosis scoring didapatkan sebanyak 8, dimana (+) terdapat kontak
dengan pasien TB BTA (+) score 3, uji tuberculin belum dilakukan (score 0), keadaan gizi
buruk (score 2), demam yang tidak diketahui penyababnya ada namun baru terjadi selama
seminggu (score 0), batuk kronik ≥3 minggu positif (score 1), pembesaran kelenjar getah
bening (+) (score 1), pembengkakan tulang/sendi panggul tidak ada (score 0), gambaran foto
thoraks terdapat gambaran TB miliar (score 1). Sehingga total keseluruhan yakni 8, dan dapat
ditegakkan sebagai TB paru milier.

4. Penatalaksanaan

A. TB Miliar

Tatalaksana medikamentosa TB Anak terdiri dari terapi (pengobatan) dan profilaksis


(pencegahan). Terapi TB diberikan pada anak yang sakit TB, sedangkan profilaksis TB
diberikan pada anak yang kontak TB (profilaksis primer) atau anak yang terinfeksi TB tanpa
sakit TB (profilaksis sekunder). (6)
Beberapa hal penting dalam tatalaksana TB Anak adalah:
 Obat TB diberikan dalam paduan obat tidak boleh diberikan sebagai monoterapi.
 Pemberian gizi yang adekuat.
 Mencari penyakit penyerta, jika ada ditatalaksana secara bersamaan. (6)

Prinsip pengobatan TB anak:


 OAT diberikan dalam bentuk kombinasi minimal 3 macam obat untuk mencegah
terjadinya resistensi obat dan untuk membunuh kuman intraseluler dan ekstraseluler.
(6)

 Waktu pengobatan TB pada anak 6-12 bulan. pemberian obat jangka panjang selain
untuk membunuh kuman juga untuk mengurangi kemungkinan terjadinya
kekambuhan. (6)
 Pengobatan TB pada anak dibagi dalam 2 tahap:
o Tahap intensif, selama 2 bulan pertama. Pada tahap intensif, diberikan
minimal 3 macam obat, tergantung hasil pemeriksaan bakteriologis dan berat
ringannya penyakit. (6)
o Tahap Lanjutan, selama 4-10 bulan selanjutnya, tergantung hasil pemeriksaan
bakteriologis dan berat ringannya penyakit. (6)

Selama tahap intensif dan lanjutan, OAT pada anak diberikan setiap hari untuk mengurangi
ketidakteraturan minum obat yang lebih sering terjadi jika obat tidak diminum setiap hari. (6)

Pada TB anak dengan gejala klinis yang berat, baik pulmonal maupun ekstrapulmonal
seperti TB milier, meningitis TB, TB tulang, dan lainlain dirujuk ke fasilitas pelayanan
kesehatan rujukan. (6)
Pada kasus TB tertentu yaitu TB milier, efusi pleura TB, perikarditis TB, TB endobronkial,
meningitis TB, dan peritonitis TB, diberikan kortikosteroid (prednison) dengan dosis 1-2
mg/kg BB/hari, dibagi dalam 3 dosis. Dosis maksimal prednisone adalah 60mg/hari. Lama
pemberian kortikosteroid adalah 2-4 minggu dengan dosis penuh dilanjutkan tappering off
dalam jangka waktu yang sama. Tujuan pemberian steroid ini untuk mengurangi proses
inflamasi dan mencegah terjadi perlekatan jaringan. (6)

Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia adalah:


o Kategori Anak dengan 3 macam obat: 2HRZ/4HR
o Kategori Anak dengan 4 macam obat: 2HRZE(S)/4-10HR(6)
Tabel . Obat antituberkulosis (OAT) yang biasa dipakai dan dosisnya
Dosis
Dosis harian
Nama obat maksimal Efek samping
(mg/kgBB/hari)
(mg per hari)
Isoniazid 5-15* 300 Hepatitis, neuritis perifer,
hipersensitivitas
Rifampisin* 10-20 600 Gastrointestinal, reaksi kulit,
* hepatitis, trombositopenia,
peningkatan enzim hati,
cairan tubuh berwarna orange
kemerahan.
Pirazinamid 15-20 2000 Toksisitas hati, artralgia,
gastrointestinal
Etambutol 15-20 1250 Neuritis optik, ketajaman
mata berkurang, buta warna
merah-hijau, penyempitan
lapangan pandang,
hipersensitivitas,
gastrointestinal
Streptomisin 15-40 1000 Ototoksik, nefrotoksik

maksimal
(mg /hari)
Efek sampin
Paduan OAT Kategori Anak dan peruntukannya secara lebih lengkap sesuai dengan tabel
tabel berikut ini:4
Jenis
Fase

lanjutan
B. Anemia

-Preparat Besi

Preparat yang tersedia ferrous sulfat, ferrous glukonat, ferrous fumarat, dan ferrous
suksinat. Dosis besi elemental 4-5mg/kgBB/hari. Repons terapi dengan menilai kenaikan
kadar Hb/Ht setelah satu bulan, yaitu kenaikan kadar Hb sebesar 2 g/dL atau lebih.

Bila respon ditemukan, terapi dilanjutkan sampai 2-3 bulan

Komposisi besi elemental:

Ferous fumarat : 33% meruapakan besi elemental

Ferous gluklonat : 11.6% merua[pakan besi elemental


Ferous sulfat: 20% meruapakan besi elemental (IDAI )

- Transfusi darah
Prinsip transfuse darah secara umum:
- Pencegahan dan pengelolan dini anemia merupakan srategi penting dalam
mengurangi kebutuhan transfuse darah pada anak.
- Bila terjadi hipoksia tubuh akan mengadakan kompensasi, pemberian terapi suportif
(oksigenasi) lebih diutamakan, bila belum stabil berikan transfuse darah
- Kadar hemoglobin bukan merupakan indicator satu-satunya untuk transfusi, tetapi
juga ditentukan oleh keadaan klinis
- Pemberian transfuse berulang pada kasus tertentu mungkin dibutuhkan (thalasemia,
sickle cell anemia)
- Pertimbangkan terjadinya risiko infeksi yang akan terjadi\
- Catat semua reaksi transfuse yang terjadi
- Pelatihan bagi tenaga kesehatan yang melakukan transfuse darah sangat dianjurkan

 Sel darah merah pekat (packed red cell/PRC)


Sel darah merah berisi hemoglobulin merupakan kompleks zat besi dan berisi protein
yang akan membawa oksigen ke seluruh tubuh serta member warna merah pada darah.
Sel darah merah yang tersedia dalam bentuk sel darah merah pekat(PRC), berasal dari
WB dengan volume PRC yang dihasilkan ±200 ml dan nilai hematokrit 70-80%.
Pemberian PRC diberikan pada keadaan kehilangan darah akut untuk menjaga volume
darah yang ada di sirkulasi.

Indikasi

- Pada keadaan kehilangan darah akut >15% dari total volume darah dan konsentrasi
Hb>7gr/dl
- Kehilangan darah dari total volume darah, diberikan kristaloid/kolid
Dosis

- Setiap unit PRC akan menaikkan konsentrasi Hb kira kira 1gr/dL atau kenaikan
hematokrit sekitar 3%
- Hampir semua anak-anak mentoleransi dosis 5-10mL/kg. Dosis neonates adalah 10-
15 ml/kg
- Digunakan dosis 5ml/kg apabila hematokrit <20% dan dosis 2.5 ml/kg bila hematokrit
<10%
- Transfuse PRC 3ml/kg akan menaikkan Hb 1 g/dl akan menaikkan hematokrit 10%.
- Lama pemberian PRC minimum 2 jam dan maksimum 4 jam
contoh perhitungan dosis (quick formula) :
𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑑𝑎𝑟𝑎ℎ 𝑥 (𝐻𝑡 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖ℎ𝑎𝑟𝑎𝑝𝑘𝑎𝑛−𝐻𝑡 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑡𝑟𝑎𝑛𝑠𝑓𝑢𝑠𝑖)
volume transfusi = 𝐻𝑡 𝑑𝑜𝑛𝑜𝑟 𝑢𝑛𝑖𝑡

total volume darah =7- cc x BB (kg) atau 75 cc x BB (kg)

Contoh: BB pasien 50 kg, Ht sebelum tranfusi 23%. Ht yang diharapkan 30%. Ht PRC =70%.

75𝑥 50 (0.3−0.23)
volume transfusi = = 375 cc (7.5 cc/kg) (7)
0,70

C. Marasmus

Penanganan umum meliputi 10 langkah dan terbagi dalam 4 fase yaitu: fase
stabilisasi, fase transisi, fase rehabilitasi dan fase tindak lanjut
a. Fase Stabilisasi
Pada fase ini, peningkatan jumlah formula diberikan secara bertahap dengan tujuan
memberikan makanan awal supaya anak dalam kondisi stabil. Formula hendaknya
hipoosmolar rendah laktosa, porsi kecil, rendah serat dan sering. Setiap 100 ml mengandung
75 kal dan protein 0,9 gram. Diberikan makanan formula 75 (F 75). Resomal dapat diberikan
apabila anak diare/ muntah/ dehidrasi, 2 jam pertama setiap ½ jam selanjutnya 10 jam
berikutnya diselang seling dengan F75. Pada fase ini diberikan ½ TKTP (80% kebutuhan
normal). (8,9)

Tabel 1. Kebutuhan zat gizi fase stabilisasi.(10)


Zat Gizi Stabilisasi (hari ke 1-7)
Energi 80-100 kkal/kgBB/hari
Protein 1-1,5 gram/kgBB/hari
Cairan cairan 130ml/kgBB/hari
Fe Sulfas ferosus 200mg + 0,25 mg
asam folat, sirup besi 150 ml.
Vitamin A
- Bayi < 6 bulan ½ kapsul vitamin A dosis 100.000 SI (warna biru)
- Bayi 6-11 bulan 1 kapsul vitamin A dosis 100.000 SI (warna biru)
- Balita 12-60 bulan 1 kapsul vitamin A dosis 200.000 SI (warna merah)
Vitamin lain
Zinc
- Kalium
- Natrium
- Magnesium
Mineral lain Pemberiannya dicampur dengan F75, F100 dan F135
- Vitamin C
- Vitamin B
kompleks
- Asam folat
b. Fase Transisi
Pada fase ini anak mulai stabil dan memperbaiki jaringan tubuh yang rusak (cathup).
Diberikan F100, setiap 100 ml F100 mengandung 100 kal dan protein 2,9 gram. Pada masa
transisi diberi makanan ¾ TKTP (150% kebutuhan normal).

Tabel 2. Kebutuhan zat gizi fase transisi.(10)


Zat Gizi Transisi (hari ke 8-14)
Energi 100-150 kkal/kgBB/hari
Protein 2-3 gram/kgBB/hari
Cairan 150ml/kgBB/hari
Fe Sulfas ferosus 200mg + 0,25 mg
asam folat, sirup besi 150 ml.
Vitamin A
- Bayi < 6 bulan ½ kapsul vitamin A dosis 100.000 SI (warna biru)
- Bayi 6-11 bulan 1 kapsul vitamin A dosis 100.000 SI (warna biru)
- Balita 12-60 bulan 1 kapsul vitamin A dosis 200.000 SI (warna merah)
Vitamin lain Diberikan sebagai multivitamin Diawali 5 mg,
- Vitamin C selanjutnya 1
- Vitamin B mg/hari
kompleks
- Asam folat
Mineral lain Pemberiannya dicampur dengan F75, F100 dan F135
- Zinc
- Kalium
- Natrium
- Magnesium

c. Fase Rehabilitasi
Terapi nutrisi fase ini adalah untuk mengejar pertumbuhan anak. Diberikan setelah
anak sudah bisa makan. Makanan padat diberikan pada fase rehabilitasi berdasarkan BB< 7
kg diberi MP ASI dan BB ≥ 7 kg diberi makanan balita. Diberikan makanan formula 135 (F
135) dengan nilai gizi setiap 100 ml F135 mengandung energi 135 kal dan protein 3,3 gram.
Pada tahap ini diberi makanan TKTP penuh (150-200% kebutuhan normal) . (9,10)
Tabel 3. Kebutuhan zat gizi fase rehabilitasi.(10)
Zat Gizi Rehabilitasi (minggu ke 2-6)
Energi 150-200 kkal/kgBB/hari
Protein 3-4 gram/kgBB/hari
Cairan 150 – 200 ml/kgBB/hari
Fe Berikan awal selama 4 minggu.
Vitamin A
- Bayi < 6 bulan ½ kapsul vitamin A dosis 100.000 SI (warna biru)
- Bayi 6-11 bulan 1 kapsul vitamin A dosis 100.000 SI (warna biru)
- Balita 12-60 bulan 1 kapsul vitamin A dosis 200.000 SI (warna merah)
Vitamin lain Diberikan sebagai multivitamin
- Vitamin C
- Vitamin B kompleks
- Asam folat
Mineral lain Pemberiannya dicampur dengan F75, F100 dan F135
- Zinc
- Kalium
- Natrium
- Magnesium

d. Fase tindak lanjut


Dilakukan di rumah setelah anak dinyatakan sembuh, bila BB/TB atau BB/PB ≥ -2 SD,
tidak ada gejala klinis dan memenuhi kriteria selera makan sudah baik, makanan yang
diberikan dapat dihabiskan, ada perbaikan kondisi mental, anak sudah dapat tersenyum,
duduk, merangkak, berdiri atau berjalan sesuai umurnya, suhu tubuh berkisar antara 36,5 –
37, 7 °C, tidak muntah atau diare, tidak ada edema, terdapat kenaikan BB sekitar 50g/kg
BB/minggu selama 2 minggu berturut-turut. Mineral Mix dapat diberikan sebagai nutrisi gizi
buruk yang terbuat dari bahan yang terdiri dari KCl, tripotasium citrat, MgCl2.6H2O, Zn
asetat 2H2O dan CuSO4.5H2O, bahan ini dijadikan larutan. Mineral mix ini dikembangkan
oleh WHO dan telah diadaptasi menjadi pedoman Tatalaksana Anak Gizi Buruk di Indonesia.
Mineral mix digunakan sebagai bahan tambahan untuk membuat Rehydration Solution for
Malnutrition (ReSoMal) dan Formula WHO. (9,10)
Tabel 4. Komposis Mix Campuran. 9,10)
Zat Gizi Kadar Satuan

KCl 1,792 Gram


Tripotasium Citrat 0,648 Gram
MgCl2.6H2O 0,608 Gram
Zn asetat 2H2O 0,0656 Gram
CuSO4.5H2O 0,0112 Gram

Tabel 5. Tiap kemasan dimaksudkan untuk membuat 20ml larutan (10)


Bahan Makanan Per 1000 ml F75 F100 F135
Formula WHO
Susu skim bubuk Mg 25 85 90
Gula pasir Mg 100 50 65
Minyak sayur Mg 30 60 75
Larutan elektrolit Ml 20 20 27
Tambahkan air Ml 1000 1000 1000
s/d
Nilai Gizi
Energi Kkal 750 1000 1350
Protien G 9 29 33
Laktosa G 13 42 48
Kalium Mmol 36 59 63
Natrium Mmol 6 19 22
Magnesium Mmol 4,3 7,3 8
Seng Mg 20 23 30
Tembaga Mg 2,5 2,5 3,4
% Energi Protein - 5 12 10
% Energi Lemak - - 36 63 67
Osmolaritas Mosml 413 419 508
(1) Mencegah dan mengatasi hipoglikemi.
Hipoglikemi jika kadar gula darah < 54 mg/dl atau ditandai suhu tubuh sangat rendah,
kesadaran menurun, lemah, kejang, keluar keringat dingin, pucat. Pengelolaan berikan segera
cairan gula: 50 ml dekstrosa 10% atau gula 1 sendok teh dicampurkan ke air 3,5 sendok
makan, penderita diberi makan tiap 2 jam, antibotik, jika penderita tidak sadar, lewat sonde.
Dilakukan evaluasi setelah 30 menit, jika masih dijumpai tanda-tanda hipoglikemi maka
ulang pemberian cairan gula tersebut. (9,10)
(2) Mencegah dan mengatasi hipotermi.
Hipotermi jika suhu tubuh anak < 35°C , aksila 3 menit atau rectal 1 menit.
Pengelolaannya ruang penderita harus hangat, tidak ada lubang angin dan bersih, sering
diberi makan, anak diberi pakaian, tutup kepala, sarung tangan dan kaos kaki, anak
dihangatkan dalam dekapan ibunya (metode kanguru), cepat ganti popok basah, antibiotik.
Dilakukan pengukuran suhu rectal tiap 2 jam sampai suhu > 36,5°C, pastikan anak memakai
pakaian, tutup kepala, kaos kaki. (9,10)
(3) Mencegah dan mengatasi dehidrasi.
Pengelolaannya diberikan cairan Resomal (Rehydration Solution for Malnutrition) 70-
100 ml/kgBB dalam 12 jam atau mulai dengan 5 ml/kgBB setiap 30 menit secara oral dalam
2 jam pertama. Selanjutnya 5-10 ml/kgBB untuk 4-10 jam berikutnya, jumlahnya disesuaikan
seberapa banyak anak mau, feses yang keluar dan muntah. Penggantian jumlah Resomal pada
jam 4,6,8,10 dengan F75 jika rehidrasi masih dilanjutkan pada saat itu. Monitoring tanda
vital, diuresis, frekuensi berak dan muntah, pemberian cairan dievaluasi jika RR dan nadi
menjadi cepat, tekanan vena jugularis meningkat, jika anak dengan edem, edemnya
bertambah. (9,10)
(4)Koreksi gangguan elektrolit.
Berikan ekstra Kalium 150-300mg/kgBB/hari, ekstra Mg 0,4- 0,6 mmol/kgBB/hari dan
rehidrasi cairan rendah garam (Resomal) . (9,10)
(5)Mencegah dan mengatasi infeksi.
Antibiotik (bila tidak ada komplikasi : kotrimoksazol 5 hari, bila ada komplikasi
amoksisilin 15 mg/kgBB tiap 8 jam 5 hari. Monitoring komplikasi infeksi seperti
hipoglikemia atau hipotermi . (9,10)
(6)Mulai pemberian makan
Segera setelah dirawat, untuk mencegah hipoglikemi, hipotermi dan mencukupi
kebutuhan energi dan protein. Prinsip pemberian makanan fase stabilisasi yaitu porsi kecil,
sering, secara oral atau sonde, energi 100 kkal/kgBB/hari, protein 1-1,5 g/kgBB/hari, cairan
130 ml/kgBB/hari untuk penderita marasmus, marasmik kwashiorkor atau kwashiorkor
dengan edem derajat 1,2, jika derajat 3 berikan cairan 100 ml/kgBB/hari. (9,10)

(7)Koreksi kekurangan zat gizi mikro


Berikan setiap hari minimal 2 minggu suplemen multivitamin, asam folat (5mg hari 1,
selanjutnya 1 mg), zinc 2 mg/kgBB/hari, cooper 0,3 mg/kgBB/hari, besi 1-3 Fe
elemental/kgBB/hari sesudah 2 minggu perawatan, vitamin A hari 1 (<6 bulan 50.000 IU, 6-
12 bulan 100.000 IU, >1 tahun 200.000 IU). Jangan memberikan zat besi pada masa
stabilisasi karena dapat memperburuk keadaan infeksi, diberikan pada saat anak sudah mau
makan dan berat badannya sudah mulai naik. (9,10)
(8) Memberikan makanan untuk tumbuh kejar Satu minggu perawatan fase
rehabilitasi, berikan F100 yang mengandung 100 kkal dan 2,9 g protein/100ml, modifikasi
makanan keluarga dengan energi dan protein sebanding, porsi kecil, sering dan padat gizi,
cukup minyak dan protein.
(9) Memberikan stimulasi untuk tumbuh kembang
Mainan digunakan sebagai stimulasi, macamnya tergantung kondisi, umur dan
perkembangan anak sebelumnya. Diharapkan dapat terjadi stimulasi psikologis, baik mental,
motorik dan kognitif.
(10) Mempersiapkan untuk tindak lanjut di rumah.
Setelah BB/PB mencapai -1 SD dikatakan sembuh, tunjukkan kepada orang tua
frekuensi dan jumlah makanan, berikan terapi bermain anak, pastikan pemberian imunisasi
boster dan vitamin A tiap 6 bulan. (11)

5. Pencegahan TB

1. Imunisasi BCG
Imunisasi BCG diberikan pada usia sebelum 2 bulan, dosis untuk bayi sebesar 0,05 ml
dan untuk anak 0,10 ml, diberikan secara intrakutan di daerah insersio otot deltoid kanan.
Bila BCG diberikan pada usia > 3 bulan, sebaiknya dilakukan uji tuberkulin terlebih
dahulu. Imunisasi BCG efektif terutama untuk mencegah TB milier, meningitis TB, dan
spondilitis TB pada anak.
2. Kemoprofilaksis
Terdiri dari :
a. Kemoprofilaksis primer untuk mencegah terjadinya infeksi TB. Diberikan isoniazid
dengan dosis 5-10 mg/kgBB/hari dosis tunggal selama 6 bulan. 3 bulan pemberian
profilaksis dilakukan uji tuberkulin ulang. Jika tetap negatif, profilaksis dilanjutkan
hingga 6 bulan. Jika tuberkulin positif, evaluasi status TB pasien, pada akhir bulan
keenam dilakukan uji tuberkulin ulang.
b. Kemoprofilaksis sekunder untuk mencegah berkembangnya infeksi menjadi sakit
TB. 6

Anda mungkin juga menyukai