Pendahuluan
Diferensiasi seksual dan perkembangan uretra sudah terjadi sejak dalam kandungan,
tepatnya dimulai sejak usia kehamilan 8 minggu hingga 15 minggu kehamilan. Urethra dibuat
dengan penggabungan antara lipatan urethra dengan bagian ventral dari penis, hipospodia
terjadi akibat adanya hambatan pada perkembangan penis, yaitu penyatuan dari lipatan uretra
Hipospadia umumnya ditemukan pada bayi tanpa adanya kelainan yang lain. Jika
ditemukan kelainan lain maka hal ini mendukung bahwa hipospadia sebagai salah satu
sindroma malformasi. Bentuk kelainan lain yang dapat ditemukan adalah keterlambatan
perkembangan, dismorfik wajah, malformasi anorectal, dan kelainan genital lain. Tujuan dari
penanganan kasus hipospadia adalah kembalinya fungsi dan tampilan penis se-normal
mungkin.2
1
Hipospadia
Definisi
Hipospadia adalah definisi yang menjelaskan posisi meatus uretra yang berada
dibagian ventral dari proximal penis. Letak meatus uretra bisa terletak pada glandular hingga
perianal.1,3 Hipospadia dianggap sebagai salah satu akibat dari proses maskulinisasi yang
terhambat, hal ini salah satunya disebabkan karena defek produksi dari testosteron, aktivitas
reseptor androgen, atau penyebab lainnya adalah pemberian progestin dan estrogen saat
kehamilan menunjukkan adanya peningkatan insidensi dari hipospadia.1,2
Angka kejadian hipospadia adalah 3,2 dari 1000 kelahiran hidup. Pada hipospadia
tidak didapatkan prepusium ventral sehingga prepusium dorsal menjadi berlebihan (dorsal
hood) dan sering disertai dengan korde (penis angulasi ke ventral).2
Klasifikasi
Terdapat beberapa bentuk dari hipospadia, dilihat dari dimana posisi meatus uretra di
sisi ventral penis, yakni :1
- Glandular, yaitu meatus uretra berada di proximal glans penis
- Coronal, yaitu meatus berada di sulkus koronalis
- Penile shaft, yaitu meatus pada 1/3 tengah dan proksimal penis
- Penoscrotal, yaitu meatus pada penoscrotal
- Scrotal, yaitu meatus pada srotum
- Perineal, yaitu meatus pada perineum
Dilihat dari letak muara urethrae yang tidak normal tersebut, hipospadia dibagi menjadi 3
bagian besar yaitu anterior, middle dan posterior. Hipospadia anterior merupakan tipe
glandula karena muaranya dekat dengan ujung penis. Tipe anterior sendiri terbagi atas
glanular, coronal, atau subcoronal. Untuk tipe middle hipospadia, terdiri atas distal penile,
proximal penile dan penoscrotal. Adapun untuk tipe posterior muara urathraenya ada di
2
Gambar 1. Klasifikasi hipospadia.3
Hampir 70% dari kasus hipospadia adalah tipe coronal atau glandular.1 Perlu
diperhatikan bahwa pada bayi yang baru lahir dengan hipospadia, sebaiknya jangan
disirkumsisi karena kulit preputium mungkin akan berguna untuk rekonstruksi.4 Tindakan
sirkumsisi pada penderita hipospadia adalah dikontraindikasikan, karena kulit preputium akan
digunakan sebagai bahan membuat uretra yang baru ( uretroplasty). Dengan hilangnya
sebagian besar kulit preputium akan menyebabkan rekonstruksi menjadi lebih sulit.5
Etiologi
anak tidak diketahui. Namun diperkirakan ada beberapa penyebab yang dapat menjadi sebab
- Faktor genetik : Agregasi familial ditemukan pada 4-10% kasus hipospadia, dan
berdasarkan penelitian agregasi familial tersebut lebih berkaitan dengan faktor genetik
3
dibandingkan dengan eksposur lingkungan. Pada penelitian Fan Xu et al (2014) di
China didapatkan angka kejadian hipospadia meningkat pada keluarga yang memiliki
riwayat kelainan hipospadia. Selain itu faktor usia ibu saat hamil juga berpengaruh,
didapatkan dari penelitian Fan xu et al, usia hamil <18 tahun atau >35 tahun
ibu yang hamil dengan usia subur.1,6,7 Usia ibu yang hamil diatas 35 tahun cenderung
mengakibatkan hipospadia 4,17 kali lebih tinggi. Menurut penelitian Carmichael dkk
yang melaporkan seorang ibu yang hamil pada usia diatas 35 tahun memiliki risiko
aliran darah plasenta yang tidak baik dikarenakan kekakuan pembuluh darah. Dengan
- Mutasi gen : dari studi-studi didapatkan adanya beberapa gen yang dapat dijadikan
skrining dari kasus hipospadia, contohnya adalah FGF8 dan FGFR2. Karena
4
testosteron oleh testis dan kelenjar adrenal, kegagalan konversi dari testosterone ke
hipospadia.1,6
- Gangguan endokrin eksternal : berdasarkan laporan dan studi yang dilakukan, maka
disimpulkan bahwa adanya peningkatan risiko dari hipospadia pada penggunaan obat
atau zat yang bersifat “estrogen-like” dan mempunyai efek anti-androgen. Dari
penelitian Diethylstilbesterol (DES) yang dipakai oleh ibu hamil dalam jangka lama
memiliki risiko kelainan kongenital 40 kali lipat untuk traktus reproduksi (1970),
sedangkan pada tahun 2002 oleh Klip et al, diteliti penggunaan DES punya risiko 21
- Smith-Lemli-Opitz sindrom : berasal dari mutasi autosomal resesif dari gen DHCR 7
dengan sindrom ini memiliki ciri retardasi mental, dismorfik fasial, mikrosefal, dan
sindaktili.
5
Manifestasi klinis
Pada bayi yang baru lahir maupun pada anak yang masih kecil jarang sekali terdapat
gejala yang berhubungan dengan hipospadia, namun ada anak yang lebih besar dan orang
dewasa akan memiliki keluhan kesulitan mengarahkan arah urin saat proses miksi, pancaran
urin yang lemah saat berkemih, nyeri saat ereksi dan gangguan saat berhubungan seks akibat
Chordee adalah adanya pembekokan menuju arah ventral dari penis. Hal ini
disebabkan oleh karena adanya atrofi dari corpus spongiosum, fibrosis dari tunica albugenia
dan fasia diatas tunica, pengencangan kulit ventral dan fasia Buck, perlengketan antara kulit
penis ke struktur disekitarnya atau perlengketan antara urethral plate ke corpus cavernosa.9
Pada hipospadia tipe perineal ataupun penoskrotal memerlukan proses miksi dalam
posisi duduk. Pada tipe ini juga sering ditemukan kasus infertilitas, dan keluhan bentuk penis
yang terlihat abnormal. Selain keluhan pada meatus, pada kasus hipospadia dapat juga
ditemukan testis yang tidak turun, sehingga perlu diperiksa juga skrotum anak tersebut.1
Kelainan penyerta yang bisa dijumpai pada hipospadia antara lain kriptorkismus atau
undescencus testis, retraktil testis, kelainan traktur urinarius atas maupun interseks.
Undescencus testis dijumpai 9% dari seluruh kasus hipospadia dan 32% dari hipospadia tipe
posterior.5
Pemeriksaan penunjang
Anak dengan hipospadia tipe penoscrotal dan perineal sering memiliki riwayat
skrotum bifid dan genitalia yang ambigu, pemeriksaan karyotipe dengan menggunakan
hapusan mukosa pipi dapat dilakukan untuk penentuan jenis kelamin. Urethroskopi dan
cystography dapat digunakan untuk menilai apakah organ genitalia interna laki-laki terbentuk
6
dengan sempurna. Urography dapat digunakan untuk menentukan adanya kelainan kongenital
dari ginjal atau ureter, namun biasanya tidak digunakan pada hipospadia tipe distal, karena
sebagai salah satu bentuk sindroma. Pemeriksaan radiologis dilakukan untuk pemeriksaan
pada pasien yang dicurigai hipospadia sebagai salah satu bentuk sindroma, karena menurut
penelitian sebelumnya hasil IVP dari pasien dengan non-sindromik hipospadia tidak memiliki
kelainan. USG ginjal disarankan untuk mengetahui adanya anomali lainnya pada saluran
kemih.1,2,9
Tatalaksana
Hipospadia ditatalaksana dengan operasi rekonstruksi pada penis. Usia yang sesuai
untuk operasi sebaiknya pada usia sebelum sekolah, karena untuk alasan psikologis.1 Pada
literatur lain, disebutkan usia antara 6 bulan hingga 18 bulan merupakan waktu yang paling
tepat untuk dilakukan operasi rekonstruksi hipospadia, dengan catatan bahwa dokter operator,
dokter anastesi, dan fasilitasi berpengalaman dalam menangani bayi usia tersebut. Apabila
umur tersebut sudah terlewat, maka direkomendasikan operasi ditunda hingga usia lebih dari
3 tahun.2,4
7
Pemberian depot testosterone secara IM (25mg testosterone propionate dan 110mg
testosterone enanthate dapat diberikan dengan dosis 2mg/kg pada 5 dan 2 minggu sebelum
operasi). Pemberian ini berfungsi untuk menambah ukuran glans penis dan menambah
vaskularisasi preputium.4
Antibiotik profilaktik yang dipilih adalah golongan spektrum luas, yang diberikan
pada hari operasi. Antibiotik diberikan hingga 1 minggu setelah operasi atau hingga selang
dicabut.4
Teknik operasi untuk rekonstruksi hipospadia sangat beragam, salah satu pemilihan
bergantung pada bentuk dari penis. Saat ini mulai dipilih teknik operasi 1 stage dengan
foreskin flap dan insisi bagian uretra. Fistula dapat terjadi 15-30% pada setiap pasien, namun
perbaikan fistula yang terjadi tergolong kecil dan akan direkonstruksi sebagai operasi kedua.1
Tujuan dari pembedahan adalah untuk membebaskan chordee sepenuhnya agar dapat
terjadi ereksi tanpa tahanan, untuk memperbaiki posisi urethra ke ujung penis, untuk
membentuk urethra yang baik tanpa striktur dan fistula, untuk membentuk pancaran urin
yang baik, tanpa aliran balik dan urin terpencar, dan untuk memberikan fungsi seksual
melakukan koreksi chordee sehingga penis dapat tegak lurus kembali, lalu dilakukan
8
urethrolasty, yaitu membuat urethra baru yang sesuai dengan lokasi seharusnya, serta
glansplasty, yaitu pembentukkan glans penis kembali. Glansplasty sering diikuti dengan
prepucioplasty.9
Teknik operasi yang paling sering dilakukan adalah urethroplasty seperti Meatal
Tubularization Incision of the Urethral Plate (TIP). Di Indonesia, teknik yang paling sering
digunakan adalah TIP. Hal ini dimungkinkan karena teknik TIP lebih fleksibel, angka
komplikasi rendah, dan menghasilkan muara uretra vertikal dan jenis hipospadia yang
ditemukan adalah hipospadia distal. Sedangkan pada hipospadia proksimal paling sering
Neo-urethrae biasanya dibuat dari kulit preputium, penis dan scrotum. Karena kulit
preputium merupakan bahan yang terbaik untuk urethroplasy, maka tidak dianjurkan
Teknik Operasi
Operasi 1 tahap berarti operasi diselesaikan dalam 1 tingkat dan lebih dipilih
dibandingkan dengan operasi 2 tahap, karena alasan operasi yang hanya dilakukan 1 kali dan
konservasi kulit. Operasi ini merupakan teknik operasi sederhana yang sering dapat
digunakan, terutama untuk hipospadia tipe distal. Operasi 1 tahap ini tidak direkomendasikan
untuk hipospadia tipe proksimal karena biasanya disertai dengan kelainan yang jauh lebih
berat, maka one stage urethroplasty tidak dapat dilakukan. Tipe hipospadia proksimal sering
kali diikuti dengan kelainan-kelainan yang berat seperti korda yang berat.
9
2. Operasi hipospadia dua tahap
Operasi 2 tahap : operasi tipe ini diperuntukkan untuk kasus-kasus khusus. Operasi
tahap pertama akan dilakukan chordectomi. Pada tahap pertama operasi bertujuan
meluruskan penis melalui koreksi chordee (orthoplasty). Setelah eksisi chordae, maka penis
akan menjadi lurus, tapi meatus masih pada tempatnya yang abnormal. Kemudian operasi
tahap kedua akan dilakukan urethroplasty. Operasi tahap kedua dilakukan pada 6 bulan atau
lebih setelah tahap pertama (kordektomi). Pada tahap ini dibuat insisi pada tiap sisi urethrae
sampai ke glans, lalu dibuat pipa dari kulit di bagian tengah ini untuk membentuk urathrae.
Setelah urethrae terbentuk, luka operasi ditutup dengan flap dari kulit preputium di bagian
Pada beberapa kasus dengan chordee yang berat, uretra harus dikorbankan. Dalam hal
ini hasil akhir pembedahan yang terbaik bisa dicapai melalui operasi bertahap.5
Teknik ini digunkaan pada hipospadia tipe granular dengan meatus uretra yang bisa
dimobilisasi sehingga bisa ditarik ke ujung penis. Jika meatus uretra tidak bisa dimobilisasi
- Bibir belakang meatus bagian distal dipotong longitudinal untuk menghindari urine
terpancar ke bawah.
Langkah-langkah Glanuloplasty:
- Dengan cara melebarkan bagian tepi meatus ke arah depan dan memutar sayap
glanular yang pipih ketas dan kearah ventral berbentuk kon. Penting untuk
memastikan jaringan glans berada dalam dua lapisan bersama penutupan yang dalam
10
Tubularized Incised Plate Urethroplasty (TIP)
Teknik operasi ini didasari oleh perkiraan bahwa insisi garis tengah ke dalam plat
uretra bisa diluaskan untuk uretroplasty tanpa tarikan. Banyak yang melaporkan teknik ini
- Kulit diinsisi 1-2 mm dari proksimal meatus dan kulit dilobangi ditempel
dipersimpangan penoscrotal.
- Plat uretra dipisahkan dari sayap glans dengan insisi parallel sepanjang persimpangan
tersebut.
- Torniket dilakukan di ujung penis agar memberikan vascularisasi yang lebih baik
11
- Insisi dilakukan dengan menggunakan gunting pada garis tengah antara meatus
dengan ujung plat uretra. Insisi tidak boleh sampai ujung glans. Kedalaman insisi
Komplikasi
Komplikasi dibagi menjadi dua yaitu, komplikasi dini dan komplikasi lanjutan.9
12
Komplikasi yang paling sering terjadi pada operasi hipospadia adalah fistel
uretroplasty.5
Nekrosis glans penis biasanya terjadi karena tidak adekuatnya suplai darah pada daerah distal
uretra, hal ini lebih mudah dicegah daripada diperbaiki. Bila vascularisasi kurang baik, teknik
operasi pada waktu menutup lapisan flap harus bagus, sehingga dapat menjamin kekurangan
vascularisasi tadi.5
Hemostasis
daerah corona, meatus, dan area chordee. Namun teknik ini harus diperhatikan karena
terdapat fenomena rebound vasodilatation bila operasi berlangsung lebih dari 90 menit.
Untuk mengurangi perdarahan maka dapat diberikan tekanan pada arteri dorsalis
untuk memberikan fungsi hemostasis. Saat operasi maka tourniquet dipasang di pangkal
penis. Setelah kulit penis dikupas, tourniquet dipasang langsung pada corpus. Pada
penggunaan tourniquet, maka alat tersebut harus dilepas 20-30 menit sekali.4
Prognosis
Anak-anak dengan hipospadia memiliki masa puber dan pertumbuhan seks sekunder
yang normal. Penderita hipospadia memiliki fungsi testis dan androgen yang normal.
Aktivitas seksual dan fertilitas tidak terpengaruh kecuali penderita memiliki kelainan lain
yang berkaitan.9
13
Setelah operasi rekonstruksi, hampir seluruh pasien dapat miksi dalam posisi berdiri
dan tidak memiliki keluhan dalam hubungan seksual, serta mampu memasukkan semen
kedalam vagina, sehingga angka infertilitas menurun. Hal yang masih menjadi tantangan
dalam operasi rekonstruksi hipospadia adalah dari segi kosmetik dan prevensi dari
munculnya fistula.1
Chordee ventral kongenital tanpa hipospadia diakibatkan dari uretra yang pendek,
atau jaringan fibrosa yang mengelilingi corpus spongiosum, atau gabungan keduanya. Meatus
uretra terdapat pada posisi normal, namun ereksi penis tampak seperti busur panah, sehingga
menyebabkan kepuasan seksual yang berkurang. Jika saat pemeriksaan pasien tidak mampu
mencapai ereksi yang sempurna secara natural, maka dapat dibantu ereksi dengan
pangkal penis. Jika panjang penis adekuat, maka permukaan dorsal penis dapat dipendekkan
dengan eksisi bagian tunia albugenia secara elips di dorsal penis. Jaringan fibrosa yang
ditemukan yang berhubungan dengan urethra dan corpus spongiosum sebaiknya di eksisi
semua.1
14
Daftar pustaka
1. Tanagho E A, McAninch J W. Smith’s general urology 17th ed. New York: McGraw-
3. Purnomo B B. Dasar-dasar urologi. Edisi ke-2. Jakarta: Sagung Seto. 2003. H. 197-8.
4. Hinman F Jr. Atlas of urologic surgery 2nd ed. United states: WB Saunders. 1998
;p.104-116.
7. Fan Xu L, Zhao Liang C, Lipianskaya J, Guo Chen X, Fan S, et al. Risk Factors for
8. Tangkudung FJ, Patria SY, Arguni E. Faktor risiko hipospadia pada anak di RSUP
Berkala Ilmiah Kedokteran Duta Wacana, vol. 02, no. 2, April 2017.p.325-31.
15