Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Published by Design by
Yayasan Batik Indonesia MALT
Studio
Concept by hello@maltstudio.com
Yayasan Batik Indonesia
Designers
Project Coordinators Jesselyn Nathania
Diana Santosa Tafarrel Hakim Tohir
Komarudin Kudiya Hana Fairuzia Nadira
Aditya Putra
Rahadian Indra Mukti Design Technologist
Ryana Kharismawati Argi Tendo
Authors
e.a. natanegara
Dira Djaya
Copyright by
Yayasan Batik Indonesia, 2019
Jl. Talang No.3 , Proklamasi, Jakarta Pusat
Phone: (+62 21) 390-4367, 525-3790, 525-5509 ext. 2793
Fax: (+62 21) 52-53790
YayasanBatikIndonesia.id
info@yayasanbatikindonesia.id
Penerbit telah mencoba menjangkau semua pemegang hak cipta dan berupaya untuk
menghormati hak-hak pihak ketiga. Jika hak tersebut diabaikan dalam kasus individual
karena alasan di luar kendali penerbit dan beberapa sumber foto belum terdaftar,
penerbit meminta maaf dan kesalahannya adalah dikoreksi dalam edisi mendatang.
Tidak ada bagian dari publikasi ini yang boleh direproduksi atau dialihkan dalam bentuk apa pun
atau dengan cara apa pun, elektronik atau mekanik, termasuk fotokopi, rekaman atau sistem
penyimpanan dan pengambilan informasi lainnya, tanpa izin terlebih dahulu dari penerbit.
dipersembahkan oleh
Daftar isi
Bab IV
Menjadi Identitas Bangsa
Hal. 35
4
5
Assalamualaikum Warahmatulahi Wabarakatuh,
Salam sejahtera untuk kita semua.
Kebanggaan masih terasa ketika sepuluh tahun lalu ketika UNESCO menetapkan batik sebagai
Intangible Cultural Heritage of Humanity dari Indonesia. Sudah menjadi kewajiban bagi kita
semua untuk mengemban amanah tersebut sebaik-baiknya dengan cara terus menjaga
keluhuran budaya dan mengembangkan kreativitas seni batik nusantara.
Alhamdulillah, kita telah membuktikannya dengan pertumbuhan perajin batik yang amat
pesat dan kini berkembang hampir di seluruh wilayah tanah air. Batik pun semakin masif
dipergunakan oleh rakyat Indonesia, bahkan tampil dalam berbagai panggung busana kelas
dunia. Batik telah mampu menjadi identitas nasional yang lintas daerah dan lintas etnis;
menjadi simbol pemersatu dalam kreativitas seni yang beragam.
Dalam rangka memperingati Hari Batik Nasional 2019, saya sangat menghargai upaya Yayasan
Batik Indonesia dalam mengungkapkan rasa kebangsaan dan kebanggaan terhadap warisan
budaya Indonesia ini, antara lain melalui persembahan buku ‘Batik Indonesia’. Buku ini sangat
enak dibaca, dibuat sederhana dalam dua bahasa, ringkas, mudah dimengerti, dan informatif
yang akan menarik untuk generasi muda Indonesia baik di dalam, maupun di luar negeri.
Perjalanan batik di Indonesia merupakan sebuah perjalanan panjang yang telah membuktikan
dedikasi para pembatik, seniman, dan juga industriawannya. Sudah sepantasnya semangat
melestarikan dan menghargai batik terus dihidupkan dengan berbagai cara yang edukatif.
Saya berharap buku ini dapat menjadi inspirasi bagi generasi muda Indonesia untuk terus
mencintai, memiliki, dan mengenakan batik-batik Indonesia dengan berbagai kualitas
yang disandangnya.
Untuk itu saya menyampaikan terima kasih, rasa bangga, dan penghargaan kepada semua
pihak yang senantiasa mendukung perkembangan dan pelestarian batik, juga kepada seluruh
perajin batik, pencinta dan pemerhati batik Indonesia yang tergabung dalam Yayasan Batik
Indonesia (YBI). Semoga batik Indonesia akan tetap memiliki citra positif di mata dunia,
berjaya, dan lestari sepanjang masa.
JOKO WIDODO
Bab I
BATIK DI
INDONESIA
Budaya mengenakan kain batik di Jawa, lahir dari
lingkungan keraton yang ‘melengkapinya’ dengan
filosofi kehidupan: perpaduan antara matra, seni, adat,
pandangan hidup, dan kepribadian. Singkatnya, batik
lahir bukan sekadar benda niaga, tetapi merupakan
bagian dari kehidupan.
8
Bab I
Rentang Waktu:
Sejarah Batik di Indonesia
1. Pra Islam
Ragam hias yang kemudian populer dalam batik
seperti lereng, ceplok, sidomukti, dan kawung
sudah terlihat pada arca-arca yang berasal dari
candi Hindu seperti candi Prambanan, candi
Singosari dan candi Banon, serta lokasi-lokasi
yang kental dengan tradisi Hindu seperti di
daerah Dieng.
4. Pertengahan
Abad-19 :
Batik Cap
Seiring dengan makin
maraknya permintaan akan
batik, muncul juga teknik baru
dalam membatik, yaitu cap.
Teknik cap ini langsung dirasa
dapat membantu mempercepat
6. Akhir Abad-19 :
proses pembatikan sehingga
harga jual kain batik tidak lagi Pendidikan Berkembang
terlalu mahal.
Tata krama Eropa terutama dalam
berpakaian menyebar. Perubahan
paling terasa di antara pria, di mana
pakaian bergaya barat memberikan
arti “kemajuan” dan “modernitas”.
Pemakaian kain batik mulai bergeser,
digantikan celana panjang bergaya barat.
5. Zaman
Kolonial Belanda
Untuk rakyat kebanyakan, VOC
mengeluarkan peraturan-peraturan
yang mengharuskan rakyat tetap
mengenakan “pakaian nasional”.
“Pakaian nasional” yang dimaksud
adalah pakaian tradisional masing-
masing daerah; di Jawa berupa kain
batik yang digunakan sebagai jarit.
Disebabkan pakaian bergaya barat
hanya boleh dikenakan oleh orang
Eropa dan Nasrani.
10
Bab I
9. Batik Seragam
Mulai terjadi salah kaprah secara masal
dari definisi ‘batik’. Kata ‘batik’ tidak lagi
sepenuhnya ditujukan pada proses yang
menggunakan malam panas, melainkan
pada pola ragam hias, sehingga tekstil
batik pun disebut batik. Padahal, tekstil
batik adalah tekstil produksi “pabrik”
dengan motif bergaya seperti ragam hias
batik dan sama sekali tidak menggunakan
lilin panas sebagai perintang warna di
dalam proses pembuatannya.
7. 1950-an
Dari kecintaannya terhadap kostum
kebaya dan rasa nasionalisme, Sukarno
kemudian mengambil mengaplikasikan
“persatuan” dengan menggunakan kain
batik. Pada sekitar tahun 1950 lahirlah
“batik Indonesia” yang menyatukan desain
pola ragam hias batik keraton dengan
proses tata warna batik pesisir. Konsep ini
mendapat tanggapan baik dari seniman
batik, antara lain Ibu Soed dengan batik
“Terang Bulan”, Ibu Sakrie, Ibu Setyowati,
dan KRT Hardjonagoro (Go Tik Swan).
8. 14 Juli 1972
Orang jarang menggunting batik untuk dijual
sebagai busana, kecuali untuk kebutuhan sendiri
dan dipakai di rumah. Baru setelah Ali Sadikin
sebagai gubernur Jakarta, ia menetapkan batik
sebagai pakaian resmi pria di wilayah DKI Jakarta,
terjadi ombak besar yang kemudian mengubah
cara orang Indonesia melihat batik. Kain batik mulai
dilihat potensinya sebagai tekstil untuk dijadikan
bukan hanya busana bergaya barat, melainkan juga
sebagai keperluan dekorasi rumah.
Batik di Indonesia
12
Bab I
Batik:
Gita Sejarah yang Indah
13
Batik di Indonesia
14
Bab I
15
Batik di Indonesia
16
Bab I
Batik di Indonesia
18
Bab II
BATIK DAN
BUKAN BATIK
Batik Itu Apa?
Bila menyebut kata batik, yang harus pertama kali
terbayang adalah PROSES pembuatannya dan bukan
hanya sekadar ragam hiasnya. Secara resmi, definisi batik
menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah “proses
pewarnaan teknik celup rintang dengan canting tulis atau
canting cap, menggunakan lilin panas”.
“Proses pewarnaan
teknik celup rintang
dengan cap atau canting,
menggunakan lilin panas.
20
Bab II
Mata Jeli:
Membedakan Batik
dan Bukan Batik
Batik Tulis
Menorehkan lilin panas dengan canting tulis maka hasil akhirnya disebut
BATIK TULIS. Dahulu, pembatikan dilakukan di kedua sisi kain, sehingga
bagian depan sama dengan bagian belakang. Tetapi, sekarang pembatikan
hanya dilakukan satu sisi disebabkan pertimbangan waktu dan harga jual akhir.
Ciri-ciri:
Bau lilin batik, jumlah-ukuran-
jarak-bentuk isen tidak sama,
terdapat rembesan warna
karena tipisanya goresan
malam, dan goresan bekas
malam tidak selalu tepat sama
pada garis klowong.
Batik Cap
Menorehkan lilin panas dengan canting cap maka hasil akhirnya disebut BATIK CAP.
Ciri-ciri:
Bau lilin batik, jumlah-ukuran-
jarak-bentuk isen selalu sama
(seragam), dan ragam hias
utama berulang secara seragam
atau terlihat ada pergeseran
dalam setiap pengulangan.
21
Batik dan Bukan Batik
Ciri-ciri:
Merupakan gabungan dari
kedua sifat batik tulis dan batik
cap. Biasanya ragam hias utama
dilakukan dengan canting
cap dan isen-isen atau cecek
dilakukan dengan canting tulis.
22
Bab III
MENGHARGAI
BATIK
Alat-Alat
untuk Membatik
1a. wajan kecil
2. canting tulis
3. canting cap
4. malam / lilin
5. kain mori
24
Bab III
Selain canting tulis, malam, wajan, dan kompor, seorang pebatik juga
membutuhkan gawangan tempat menggantung kain yang sedang
dikerjakan dan juga bangku kecil (dingklik).
25
Menghargai Batik
Canting tulis terdiri dari tiga bagian utama: gagang yang terbuat dari kayu/bambu, nyamplung tempat
menampung lilin panas, dan cucuk (ujung canting).
Setelah pola ragam hias dijiplak ke permukaan kain mori, tahap berikutnya adalah klowong,
mengikuti garis pola ragam hias dengan lilin panas.
26
Bab III
1. 2.
Menyiapkan kain mori untuk dibatik Mbathik/klowongan: menggambar pola
dengan dicuci, dikanji, dan di-kemplong. ragam hias menggunakan lilin panas
dengan canting di atas kain mori.
3. 4.
Nembok: menutup bagian yang Medel: mencelup kain setelah tahap
akan dibiarkan warna putih dengan nembok ke dalam warna biru.
lilin panas.
27
Menghargai Batik
5. 6.
Ngerik: mengerok lilin dari bidang yang Mbironi: menutup bagian yang sudah
akan diberi warna cokelat. biru dan tetap akan berwarna biru,
sekaligus bagian yang akan menjadi
isen-isen dengan lilin panas.
7. 8.
Nyoga: mencelup kain dalam Nglorod: merebus kain berlilin dengan
warna cokelat. air mendidih, sebagai tahap akhir dari
proses pembuatan batik tradisional.
28
Bab III
1. 2.
Gelar kain mori di atas meja khusus untuk Setelah cair, masukkan
mencap, yaitu meja yang sudah dialasi canting cap sekitar 1-2 cm
sehingga memiliki permukaan agak lunak. dalam lilin panas.
Siapkan cairan lilin panas dalam kompor
sampai mencair dan mencapai suhu
sekitar 70 derajat Celcius
3. 4.
Letakan canting cap di atas kain mori Setelah proses pengecapan
dengan agak ditekan sehingga cairan selesai, kain siap diwarnai.
malam dapat meresap sampai tembus
ke belakang kain.
5.
Kain yang sudah kering dari pewarnaan,
kemudian direbus (nglorod) untuk
menghilangkan lilin.
29
Menghargai Batik
30
Bab III
31
Menghargai Batik
32
Bab III
Pewarnaan:
Alami dan Sintetis
Dalam proses mewarnai kain batik dapat dilakukan dengan
dua cara: menggunakan zat pewarna dari alam dan zat pewarna
sintetis. Proses pewarnaan kain batik secara tradisional pada
awalnya amat sederhana dan hanya menggunakan satu warna,
merah-putih (bang-bangan) atau biru-putih (kelengan).
Dalam perkembangannya zat warna nabati yang digunakan
makin beragam, sampai sekarang.
33
Menghargai Batik
Nuansa warna dengan menggunakan zat pewarna sintetis menghasilkan warna-warna bersaturasi kuat
yang beraneka ragam.
Nuansa warna dengan menggunakan zat pewarna alam cenderung menghasilkan warna-warna lembut.
Warna hijau ini dihasilkan oleh tanaman jalawe (kuning) dan indigo (biru).
34
Bab IV
MENJADI
IDENTITAS
BANGSA
Siapa yang sekarang bisa mengingkari batik sebagai
salah satu produk unggulan dan kebanggaan nasional?
Akhir-akhir ini tidak berlebihan jika menyebut bahwa
batik sudah bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
Kepopuleran batik sekarang tidak lepas dari pemikiran
tokoh-tokoh Indonesia yang sudah bisa melihat
potensi batik jauh-jauh hari sebelum kebanyakan
penduduk Indonesia.
36
Buat peta ini menjadi lebih hidup!
Untuk mengaktifkan augmented reality,
ikuti instruksi yang ada di akhir buku.
Bab V
BUNGA RAMPAI
RAGAM HIAS
BATIK INDONESIA
Minangkabau
jambi
bengkulu
3. Batik Besurek
Diperkenalkan orang Arab dan India pada
abad ke-17 kepada masyarakat Bengkulu.
Ragam hiasnya berupa kaligrafi Arab,
dalam bahasa Bengkulu besurek berarti
bersurat atau tulisan.
palembang
4. Batik Laseman
Dari namanya dapat diketahui bahwa batik
Lasem merupakan salah satu yang populer
di Palembang. Biasanya bercorak kental
dengan pengaruh Cina, nuansa merah, biru,
dan putih.
40
Bab V
lampung
5. Kapal Naga
Ragam hias kapal naga merupakan
pola populer dalam kain tapis Lampung.
Batik ini merupakan sebuah usaha
mengangkat budaya lokal dengan
menggunakan teknik membatik.
garut
6. Merak Ngibing
Merak Ngibing adalah pola hias merak
yang sedang bersolek dan dijadikan
sebagai salah satu ciri khas Garutan
walaupun pola hias ini juga ada di daerah
lain, seperti Madura dan Indramayu.
Indramayu
7. Kain Sisihan
Awalnya, batik Indramayu hanya diwarnai
biru tua atau merah tua dengan latar putih.
Tetapi, pada akhir 1800-an, muncul warna
cokelat kehitaman dengan hiasan bunga
dan daun kapas.
CIREBON
8. Mega Mendung
Ini merupakan pola hias pengaruh Cina;
awan terdiri dari gradasi biru berlatar
merah; garis awan dihasilkan dengan
pewarnaan langsung menggunakan kuas,
dan latar diwarnai dengan celup tong.
41
Bunga Rampai Ragam Hias Batik Indonesia
CIREBON
Cirebon
Banyumas
42
Bab V
PEKALONGAN
pekalongan
13. Jlamprang
(1890-1970)
Solo
43
Bunga Rampai Ragam Hias Batik Indonesia
SOLO
Solo
Yogyakarta
Yogyakarta
44
Bab V
Yogyakarta
TULUNGAGUNG
TUBAN
21. Lokcan
Lokcan adalah sebutan ‘selendang sutera’ dari
pesisir utara Jawa pada awal abad 20. Pola
coraknya: bunga kapas, tumbuhan merambat,
dan burung hong yang umumnya berwarna
mirip roti bakar. Contoh ini adalah lokcan
Tuban di atas tenun gedhog diwarnai indigo.
Madura
22. Barna’an
Batik ini padat dengan pola seperti
atap surau bertumpuk yang berbatasan
dengan bentuk geometris. Ini membuat
pemakainya bebas memilih tampilan
yang mana.
45
Bunga Rampai Ragam Hias Batik Indonesia
MADURA
TORAJA
PAPUA
46
kiat-kiat
mencuci dan
menyimpan
batik
47
Kain Batik (Pewarnaan Alami)
Kain dikucek dengan air rendaman buah lerak atau sabun lerak.
Cara Penyimpanan
Kain Batik
Dilipat atau digantung.
48
Yayasan Batik Indonesia (YBI) didirikan pada
tanggal 28 Oktober 1994 dan diprakarsai oleh
Ibu Jultin Ginandjar Kartasasmita, Bapak Ir. Firdaus
Ali dan Bapak DR. Dipo Alam MEM. YBI memiliki misi
sosial, budaya, dan ekonomi yang bertujuan untuk
melestarikan, melindungi, mengembangkan, dan
memasyarakatkan batik nasional sebagai warisan
budaya bangsa Indonesia. Selama ini YBI aktif
memajukan usaha kerajinan batik melalui kegiatan
ekonomi bernilai tambah yang pada gilirannya
akan mampu mendukung pemerataan dan
peningkatan pendapatan, perajin / pengusaha
batik kecil dan tradisional.
49
Ucapan Terima Kasih
Jultin G. Kartasasmita
(Ketua Umum Yayasan Batik Indonesia)
50
Appendix
Daftar Pustaka
Achjadi, Judi (ed.): Batik: Spirit of Indonesia. Jakarta. Yayasan Batik Indonesia. 1999.
Achjadi, Judi: The Glory of Batik. Jakarta. BAB Publishing. 2010.
Achjadi, Judi & Natanegara, E. A.: Tenun Gedhog: the Hand-loomed Fabrics of Tuban, East Java.
Jakarta. Media Indonesia Publishing. 2010
Achjadi, J., Kartasasmita, J. & Natanegara, E. A.: Dunia Batik Seorang Jultin. Jakarta.
Red and White Publishing. 2012.
Doellah, H. Santosa: Batik: Pengaruh Zaman dan Lingkungan. Solo. Danar Hadi. 2002.
Doellah, H. Santosa & Natanegara, E.A.: Perjalanan 50 Tahun Batik Danar Hadi. Solo.
Danar Hadi. 2017.
Hitchcock, M. & Nuryanti, W. (ed): Building on Batik: the Globalization of a Craft Community,
University of North London Voices in Development Management. London.
University of London. 2000.
Nordholt, Henk Schulte (ed.): Outward Appearances: Dressing State and Society in Indonesia.
Jakarta. KITLV Press. 1998.
Daftar Foto
Courtesy of Danar Hadi. Hal. 13, 14, 15, 16, 25, 26, 34 (atas)
Photography by Timur Angin, Courtesy of Danar Hadi. Hal. 5, 24, 30, 31, 32
Photography by Priyanto Parto, Courtesy of Danar Hadi. Hal. 27, 28
Photography by Chris Bunjamin. Hal. 17, 18
Photography by Rinal Wiratama. Hal. 21, 22, 34 (bawah), 40, 41 (no. 5 & 8), 42 (no. 11),
43 (no. 13), 45 (no. 20), 46 (no. 23)
Daftar Kain
Courtesy of Museum Batik Danar Hadi. Sampul,
Hal. 43 (no. 12 & 14), 44 (no. 15 s/d 18), 45 (no. 19 & 22)
Courtesy of Ibu Tumbu A. Ramelan. Hal. 40 (no. 3 & 4), 41 (no. 8), 42 (no. 11), 43 (no. 13)
Courtesy of Ibu Jultin G. Kartasasmita. Hal. 41 (no. 6 & 7), 42 (no. 9 & 10)
Courtesy of Bapak Komarudin Kudiya. Hal. 45 (no. 21), 46 (no. 24 & 25)
Courtesy of Ibu Damayanti Hakim Tohir. Hal. 40 (no. 1 & 2)
Courtesy of Ibu Rina Doddy. Hal. 46 (no. 23)
Courtesy of Yayasan Batik Indonesia. Hal. 41 (no. 5)
Courtesy of Yayasan Batik Losari. Hal. 34 (bawah)
Daftar Barang
Courtesy of Galeri Batik Jawa. Hal. 17 & 18
51
Cara mengaktifkan peta
augmented reality (hal. 37-38) :
1. Pastikan ada aplikasi Facebook dalam
ponsel, karena hanya bisa digunakan
dengan fitur kamera Facebook.
52
Didukung oleh:
53