Anda di halaman 1dari 4

Hipertensi adalah suatu penyakit denga kondisi medis beragam yang ditandai dengan kenaikan tekanan darah

arteri secara persisten Klasifikasi dari hipertensi adalah normal (<120/<80 mmHg), prehipertensi (120-139/80-
89 mmHg), hipertensi stage 1 (140-159/90-99 mmHg), dan hipertensi stage 2 (≥160/≥100 mmHg) (Sassen, et
al, 2008 dan Dirjen Binfar, 2006). Etiologi untuk Hipertensi primer penyebabnya belum diketahui yang
biasanya disebabkan oleh genetik dan tidak dapat disembuhkan tapi dapat dikontrol. Hipertensi sekunder
dapat disembuhkan secara potensial dimana hipertensi sekunder bisa disebabkan karena penyakit seperti
ginjal kronis, hiperaldosteronisme primer, renovaskular, sindrom cushing, pheochromocytoma, koarktasi aorta,
tiroid/paratiroid bisa pula disebabkan karena obat seperti kortikosteroid, ACTH, estrogen, NSAID, cox-2
inhibitor, fenilpropanolamin, siklosporin, eritropoetin, sibutramin, antidepresan. (Sassen,2008). Patofisiologi
Hipertensi diregulasi oleh sistem RAA. Sistem ini dipengaruhi oleh keseimbangan aliran natrium dan kalium.
Penurunan tekanan arteri dan aliran darah ginjal akan menstimulasi pelepasan renin dari juxtaglomerular sel
diginjal. Renin akan mengkatalisis perubahan angiotensinogen menjadi angiotensin I, kemudian dengan
bantuan converting enzim angiotensin I berubah menjadi angiotensin II. AngiotensinII akan menstimulasi
jantung untuk meningkatkan kontraktilitas dan cardiac output, juga menstimulasi otot polos pembuluh darah
untuk vasokontriksi dan menstimulasi adrenal cortex sehingga dilepaskannya aldosteron. Aldosteron akan
mereabsorbsi Natrium/air dan terjadi peningkatan tekanan darah (Wells, 2009) Faktor resiko dari hipertensi
yaitu hipertensi merokok, obesitas (BMI ≥30), immobilitas, dislipidemia, Diabetes Mellitus, mikroalbuminuria
atau perkiraan GFR<60 ml/min), umur (>55 tahun untuk laki -laki, >65 tahun untuk perempuan), riwayat
keluarga untuk penyakit kardiovaskular prematur (laki-laki <55 tahun atau perempuan <65 tahun (Sassen,
2008) Tanda dan Gejala Tanda hipertensi tekanan darah sistolik >140mmHg dan diastolik >90mmHg,
gejalanya yaitu sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan, nyeri dada, sesak, kaki bengkak, sering haus,
poliuria, nokturia, jantung berdebar-debar, mudah Ieiah, penglihatan kabur, telinga berdenging dan mimisan
(Yogiantoro M, 2014). Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan,
berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria. Jika tidak ada tanda
kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60
ml/menit/1,73m². Etiologi Berdasarkan sumber terjadinya kelainan, glomerulonefritis dibedakan primer dan
sekunder. Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya berasal dari ginjal sendiri sedangkan
glomerulonefritis sekunder apabila kelainan ginjal terjadi akibat penyakit sistemik lain seperti diabetes melitus,
lupus eritematosus sistemik (LES), mieloma multipel, atau amiloidosis (Prodjosudjadi, 2006) Gagal ginjal
kronik diklasifikan menjadi 5 stadium. Stadium I dengan penurunan cadangan ginjal (faal ginjal 50%-75%)
penderita belum merasakan gejala,Stadium II mengalami insufiensi ginjal (faal ginjal 20%-50%) pada stadium
ini kadar BUN mulai meningkat diatas normal. Stadium III terjadi uremi gagal ginjal (faal ginjal sekitar 10-20%)
pada stadium ini 90% masa nefron rusak. Stadium IV yang mengalmi penurunan GFR menjadi 5% hanya
sedikit nefron yang masih tersisa. Stadium V merupakan gagal ginjal stadium akhir, ginjal sudah tidak
berfungsi. Adapun Terapi non farmakologi dengan cara menurunkan berat badan berlebih untuk pasien
overweight (BMI 18,5-24,9), melakukan diet khusus hipertensi (DASH) yang berpengaruh menurunkan TD
antara 8-14 mmHg, melakukan diet garam (1,5 gram / hari, atau 2,4 gram sodium, atau 6 gram sodium
klorida) berpengaruh menurunkan TD sebesar 2-8 mmHg, olahraga ringan berjalan kaki 30 menit sehari
berpengaruh menurunkan TD sebesar 4-9 mmHg, mengurangi alkohol, dan berhenti merokok berpengaruh
menurunkan TD sebesar 2-4 mmHg (Yogiantoro, 2009, Saseen et al, 2008). Terapi farmakologi untuk
hipertensi dengan komplikasi pemilihan terapinya yaitu dengan obat antihipertensi seperti diuretic, ACEI, ARB
atau β-bloker yang digunakan sesuai kebutuhan. Berdasarkan penyakit penyerta gagal jantung : 1. Diuretik
+ACEI 2. +beta bloker 3. +ARB+antagonis aldosteron, Infark miocard : 1. Beta bloker,2 +ACEI/ARB 3.
Antagonis aldosteron, jantung koroner : 1. Beta bloker,2 +ACEI/ARB 3. +CCB, diuretik, DM : 1. ACEI atau
ARB 2.+ diuretik 3+ beta bloker, gagal ginjal kronik : ACEI atau ARB, stroke : diuretik dengan ACEI atau ARB.
Hipertensi dengan penyakit penyulit untuk pencegahan kekambuhan stroke diberikan thiazide atau
thiazide+ACEI. Dengan penyakit penyerta gagal ginjal kronis diberikan ACEI/ARB. Dengan penyakit penyerta
DM diberikan ACEI/ ARB kemudian dapat ditambahkan CCB/ thiazide/ β-blocker (Dipiro, 2015 dan Sari,
2009). Hipertensi tanpa komplikasi dibedakan terapinya berdasarkan kelas hipertensinya yaitu untuk
hipertensi kelas I (TDS 140-159,TDD 90-99 mmHg) diterapi dengan diuretic tiazid pada umumnya dapat juga
dipertimbangkan penggunaan ACEI, ARB, β-bloker atau CCB / kombinasi, untuk hipertensi kelas II (TDS >
160, TDD > 100 mmHg) diterapi dengan kombinasi 2 obat yaitu diuretic tiazid dengan ACEI atau ARB atau β-
bloker atau CCB(Iso Farmakoterapi) Mekanisme Obat-obat diantaranya ACEI bekerja menghambat
pembentukan angiotensin I menjadi angiotensin II yang merupakan vasokntriktor poten dan stimulator sekresi
aldesteron. Selain itu juga menghambat degrasasi bradikinin dan menstimulasi sintesis zat vasodilator lainnya
seperti Pg2 dan prostasiklin contoh: benazepril, captopril,dll; CCB bekerja dengan merelaksasi otot jantung
dan otot polos dengan menghambat kanal kalsium sehingga menurunkan kalsium ekstraselular masuk ke
dalam sel sehingga terjadi vasodilatasi yang berhubungan dengan penurunan tekananan darah. CCB terdiri
atas 2 yaitu dihidropiridin seperti amlodipin, dll. dan non dihidropiridin seperti diltiazem dan verapamil. ARB
bekerja dengan secara langsung memblok angiotensin II dan tidak menghalangi degaradasi bradikinin contoh:
candesartan, irbesartan, dll. Β-blocker bekerja dengan menurunkan cardiac output melalui efek kronotropik
dan inotropik negatif pada jantung dan menghambat pelepasan renin dari ginjal contoh: atenolol, asebutolol,
dll. Diuretik bekerja dengan proses diuresis yang menyebabkan volume plasma dan volume stroke menurun
yang menyebabkan penurunan cardiac output dan tekanan darah. Contoh diuretik yaitu tiazid seperti hct,
klortalidone,dll. loop seperti furosemid, sparing kalium seperti amiloride. (Dipiro, 2015) adapun hubungan
antara hipertensi dengan gagal ginjal kronis yaitu adanya kerusakan pada bagian ginjal tertentu, terutama
bagian korteks/lapisan luar, akan merangsang produksi hormon renin yang akan menstimulasi terjadinya
peningkatan tekanan darah dan hipertensi. Selain itu, saat ginjal rusak ekskresi atau pengeluaran air dan
garam akan terganggu sehingga mengakibatkan isi rongga pembuluh darah meningkat dan tekanan darah
naik.selain itu hipertensi pada dasarnya merusak pembuluh darah. Jika pembuluh darahnya ada pada ginjal,
tentu ginjalnya yang mengalami kerusakan. Belum lagi salah satu kerja ginjal adalah memproduksi enzim
angio tension. Selanjutnya diubah menjadi angio tension II yang menyebabkan pembuluh darah mengkerut
atau menjadi keras. Pada saat seperti inilah terjadi hipertensi. Hipertensi bisa berakibat gagal ginjal.
Sedangkan bila sudah menderita gagal ginjal sudah pasti terkena hipertensi(Thomas, R,2008) Tipe dari
hipertensi terdiri dari Hipertensi emergensi (darurat) Peningkatan tekanan darah sistolik >180 mmHg atau
diastoik > 120 mmHg secara mendadak disertai kerusakan organ target. Hipertensi emergensi harus
ditanggulangi sesegera mungkin dalam satu jam dengan memberikan obat-obatan anti hipertensi intravena. 2.
Hipertensi urgensi (mendesak) Peningkatan tekanan darah seperti pada hipertensi emergensi namun tanpa
disertai kerusakan organ target. Pada keadaan ini tekanan darah harus segera diturunkan dalam 24 jam
dengan memberikan obat-obatan anti hipertensi oral. Tujuan terapi hipertensi adalah untuk menurunkan
morbiditas dan mortalitas menurut JNC 7 goal tekanan darah < 140/90 mmHg untuk kebanyakan pasien,
<140/80 mmHg untuk penderita DM dan <130/80 mmHg untuk penderita gagal ginjal kronis (JNC 7, 2004).
Dan keberhasilan terapi dapat dicapai ketika yang disyaratkan pada tujuan terapi telah tercapai. Untuk
Hipertensi krisis tatalaksana terapi nya yaitu terapi farmakologi dapat diberikan obat oral seperti kaptopril,
klonidin atau labetalol, selain dengan oral juga pada hipertensi emergensi diberikan obat secra intravena yaitu
nitropusida yang diberika secra ainfus dengan laju 0,25 sampai 10 µg/kg/menit, nitrogliserin yang diberikan
denagn laju 5-10 µg/menit secara intravena, nikardipin diberikan secara intravena 5-15 mg/jam ditambakan 1-
1.25 mg/jam setelah 5 menit, felodopam diberikan secara infus intravena dengan laju 0,1-0,3 mck/kg/menit,
labetalol diberikan dengan dosis awal sebesar 20 mg secara injeksi IV ditambah dengan dosis 40-80 mg
setelah 10 menit hingga dosis total 300 mg, dan hidralazin yang diberikan secara intravena dengan laju 0,5-1
mL/menit (Dipiro). dan untuk terapi non farmakologi sama dengan halnya terapi non farmakologi hipertensi.
adapun pada kasus yaitu terjadinya hipertensi emergensi dimana tujuan terapi pada hipertensi emergensi
yaitu adanya penurunan TD diastolik tidak kurang dari 100 mmHg, TD sistolik tidak kurang dari 160 mmHg,
ataupun MAP tidak kurang dari 120 mmHg selama 48 jam pertama, kecuali pada krisis hipertensi tertentu (
misal : disecting aortic aneurysm ). Penurunan TD tidak lebih dari 25% dari MAP ataupun TD yang didapat
selain itu pada kasus ini terdapat penyakit gagal ginjal kronis maka tujuan terapi yaitu TD <130/80 mmHg.
Sedangan untuk keberhasilan terapinya dapat diukur ketika tujuan terapi telah tercapai, atau goals yang
ditargetkan telah tercapai dalam kasus ini yaitu TD ,130/80 mmHg. seperti yang diketahui gagal ginjal kronis
dapat menyebabkan beberapa dampak, yang sering terjadi adalah anemia. Dimana terjadinya anemia
disebabkan karena pada pasien gagal ginjal kronis produksi eritropoietinnya menurun. Eritropoietin ini sendiri
yaitu glikoprotein yang diskresikan oleh ginjal yang sangat penting dalam pertumbuhan dan diferensiasi sel-sel
darah merah di sumsum tulang sehingga jika eritropoientin sedikit yang diproduksi akan mengakibatkan
anemia. Selain itu terjadi resiko kardiovaskular yang mana disebabkan karena adanya penimbunan garam
dan air, atau sistem renin angiotensin aldosterone (RAA)(Thomas,2008). Monitoring Untuk mengukur
efektivitas terapi, hal-hal berikut harus di monitor tekanan darah, kerusakan, target organ: jantung, ginjal,
mata, otak, interaksi obat dan efek samping, kepatuhan (adherence). sedangkan konseling yang diberikan
berupa edukasi tentang target nilai tekanan darah yang dinginkan, Pentingnya kontrol teratur, Konsekuensi
yang serius dari tekanan darah yang tidak terkontrol, Efek samping obat dan penanganannya, Pentingnya
peran terapi nonfarmakologi, Obat-obat bebas yang harus dihindari (seperti obat-obat yang mengandung
nasal decongestan dll) serta konseling tentang kepatuhan pasien yang harus rutin dalam menggunakan obat
(BINFAR, 2006) Hiperlipidemia adalah keadaan meningkatnya kadar lipid darah dalam lipoprotein berkaitan
dengan intake lemak dan karbohidrat dalam jumlah yang berlebihan dalam tubuh. Yang mana akan
menimbulkan resiko terjadinya artherosclerosis dan hipertensi. Artherosclerosis yaitu keadaan terbentuknya
bercak yang menebal dari dinding arteri bagian dalam dan dapat menutup saluran dari aliran darah dalam
arteri koronaria. Bila penyempitan terjadi pada pembuluh darah di ginjal maka dapat menyebabkan Penyakit
gagal ginjal. Pada kasus hipertensi Ny R yaitu untuk DRPnya gagal mendapatkan pengobatan karena ketidak
patuhan pasien dalam pengobatan. tercermin dari data laboratorium untuk TD pasien saat masuk rumah sakit
sangat tinggi yaitu 200/80 mmHg dan juga adanya indikasi yang tidak diterapi yaitu kadar kolestrol total pasien
diatas normal yaitu 210 mg/dL dan perhitungan LDL sebesar 138 mg/dL ini termasuk hyperlipidemia moderat
yang harus diterapi. tidak ada Non-DRP. Dilihat dari data laboratorium untuk pemeriksaan darah nilai ureum
sebesar 47 mg/dL dan nilai BUN sebesar 27 mg/dL melebihi batas normal selain itu juga hasil data
laboratorium untuk pemeriksaan urine terlihat adanya albumin dalam urin hal ini menunjukkan adanya
gangguan fungsi ginjal. Diperlukan pedoman intrepetasi data klinik uji laboratorium untuk pencapaian hasil
terapi yang telah ditetapkan dengan baik dan meminimalkan kesalahan dalam obat (Kemenkes, 2011).
Daftar Pustaka
1) Sasee, JJ. And Maclaughlin, EJ. Hypertension in Dipiro. 2008. Pharmacoterpahy Approach 7th edition.
McGraw-Hill Companies, pp 139-171
2) Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinis. 2006. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Hipertensi.
Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
3) Saseen JJ and MacLaughlin EJ, 2015, Hypertension in Pharmacotherapy and Pathophysiological Approach
9th Ed, Mc Graw Hill, New York, 100
4) Yogiantoro, M. Pendeketan Klinis Hipertensi. Dalam: Setiati, S., Alwi, I., Sudoyo, A.W., Simadibrata, K.,
Setiyohadi, B., Syam, A.F (Editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 6 jilid 2. InternaPublishing.
Jakarta. 2014. Hal. 2259-83.
5) Wells, B. G., 2009, Pharmacotherapy Handbook. The Annals of Pharmacotherapy (Vol. 34).
http://doi.org/10.1345/aph.10237
6) .Dipiro.J, Dipro.C, Wells.B.G, Schwinghammer.T.L, 2015, Pharmacotherapy Handbook 9 edition, Mc Graw
Hill,p: 111-129, 156-162
7) National Kidney Foundation, 2009.Chronic Kidney Disease. New york: National Kidney Foundation.
8) Thomas, R., Kanso, A., & Sedor, J. R. (2008).Chronic kidney disease and its complications.Primary care,
35(2), 329–44, vii.
9) Anonim, 2011, Pedoman Interpretasi Data Klinik, 9-24, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta.
BLOK PENGOBATAN RASIONAL
SKENARIO III

AKIBAT KELALAIANKU……

Nama: Rahma Okta Susanti


Nim :16811035

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2016

Anda mungkin juga menyukai