Anda di halaman 1dari 3

TIPS MENULIS ARY NYLANDARI SISWANTO

Mengikuti saran Tiar agar kiat-kiat penyuntingan ditulis di dalam


jurnal, alih-alih quick note, mulai edisi ini (hehehe, gaya bener),
aku manut deh, menulis di jurnal. Kujuduli dengan [Menulis
Cermat] ya, dengan sub judul sesuai bahasan.

Kenapa tidak dijuduli [Kiat Penyuntingan]? Karena, kecermatan


ini nanti dianggap tugas penyunting atau editor belaka. Padahal,
penulis wajib membuat tulisannya jelas, efektif, tepat, koheren,
agar makna yang disampaikannya terbaca dan tidak disalahpahami.

Ketika penulis mau repot sedikit memperhatikan kaidah


kebahasaan, pilihan kata, logika dan koherensi
antarkalimat/antarparagraf, maka tulisannya menjadi sebuah craft,
karya seni. Idenya yang bagus dan unik akan sampai kepada
pembaca dengan bagus dan unik. Bukan tanpa maksud istilah
writing craft ada dalam bahasa Inggris, kan?

Sudah lama aku ingin berbagi pengalaman selama 12 tahun


menjadi editor, berbagi catatan dari telaah terhadap ratusan
naskah. Tapi...hehehe, sudah ah, alasan klise ini tak perlu kutulis.
Tapi kadang, masalahnya sederhana, aku harus mulai dari mana?
Bagaimana berbagi tanpa kesan menggurui? Bukankah teman-
teman sudah terbiasa menulis, bahkan sudah banyak yang
menerbitkan buku atau memenangi lomba menulis, apa perlunya
posting telaah kebahasaan? Masih adakah yang peduli dengan
"berbahasa Indonesia dengan baik dan benar", sementara blog
identik dengan tempat curhat yang membebaskan?

Nah, dari tugas editing di tanganku sekarang, aku mendapatkan


banyak bahan untuk dishare. Jadi tak perlu membongkar-bongkar
file lama. Dan dari diskusi dengan Mas Suga, aku mendapatkan
keberanian dan gagasan untuk posting singkat-singkat saja,
mengatasi hambatan ketiadaan waktu.

Maka, mulailah aku membombardir inbox teman-teman dengan QN


tentang menulis cermat. Tanpa permisi, tanpa prolog. Hehehe. Maaf
ya....

[Tiaaaar, ini risikonya menulis jurnal, panjaaaaang jadinya. Mudah-


mudahan cuma prolognya]

Yah, dalam tugas itu, yang terdiri atas puluhan naskah pendek,
kutemukan bermacam-macam ketidakcermatan.
"Oooh, sayang sekali, ide si penulis sebetulnya bagus dan unik,
tetapi keterbacaannya rendah."

"Wah, kalimat ini maksudnya apa ya?"

"Kenapa ya dia pakai kata ini padahal aku yakin maksudnya bukan
begitu."

"Antarkalimat dan antarparagrafnya tidak koheren, lompat-lompat,


kadang terbalik-balik logikanya..."

"Sayang, puisinya terlalu banyak dan metaforanya tidak tepat."

dst.

Kira-kira, kalau aku menganalisis ketidakcermatan itu dan


mengajak teman-teman ikut membenahinya, maukah?

Oh, jangan takut nantinya jadi sulit menulis karena kepikiran kaidah
terus.

Bagaimanapun, ketika pertama menulis, gunakan hati. Biarkan mengalir


sebebasnya, jangan ragu. Setelah selesai, nah, baru gunakan kepala.
Menulis cermat akan menjadi otomatis setelah kita sering menggunakan
kepala menyunting tulisan kita sendiri.

Untuk bukti bahwa menulis cermat itu perlu, bacalah kalimat ini:

Seorang wanita berjuang melawan maut untuk mempertahankan


kelahiran bayi yang ada dijaninnya.

Analisis:
Karena hambur kata dan salah diksi, pesan yang sampai kepada
pembaca (aku) adalah:

Wanita ini sedang berjuang antara hidup dan mati "mengabadikan"


kelahiran bayi yang ada di dalam janinnya. Jadi, janin (bakal
bayi/embrio) di dalam rahim wanita itu juga berisi bayi, yang
proses kelahirannya terus-menerus dipertahankan.

Tentu saja aku mengerti maksud penulis sebenarnya adalah:


Seorang wanita berjuang melawan maut melahirkan bayi dari
rahimnya.

Atau lebih singkat lagi: Seorang wanita tengah berjuang melawan


maut dalam proses persalinan.

Beruntunglah si penulis, kali ini pembaca bisa mengerti maksudnya.


Untuk kalimat lebih panjang, lebih rumit, lebih tidak jelas, risiko
pembaca menangkap pesan yang keliru akan lebih besar lagi.
(Ingat wysiwyg? What you see is what you get. Ganti see dengan
read.)

Boleh menulis kalimat panjang, boleh menulis kalimat indah, tapi


perhatikan apakah pesan tersampaikan dengan benar. Pembaca
hanya ingin membaca dengan asyik dan puas (mungkin juga
cepat), jangan bebani mereka dengan tugas meningkatkan
keterbacaan kalimat. Satu-dua kalimat, mereka mungkin masih bisa
bersabar, menebak-nebak maksud penulis. Tapi satu-dua paragraf?
Mereka akan meletakkan tulisan kita tanpa ampun.

Ya, kecermatan perlu terutama jika kita menulis untuk publik.

Oke?

Anda mungkin juga menyukai