Anda di halaman 1dari 52

3.

PROSEDUR PERENCANAAN

3.1. Umum
Bab ini menjelaskan prosedur perencanaan Sistem Rangka Pemikul
Momen Khusus (SRPMK) yang didesain dengan menggunakan Reduced Beam
Section (RBS) pada kedua arah orthogonal bangunan sesuai SNI 03-1729-2002
dan AISC 358-05. Pembebanan gempa nominal akibat pengaruh gempa rencana
dilakukan dengan metode analisis statik ekuivalen. Selain itu juga dijelaskan
mengenai analisis momen-kurvatur penampang balok dan kolom dengan
menggunakan program XTRACT v3.0.3 (Imbsen dan Chadwell, 2004), analisis
nonlinear static pushover dilakukan menggunakan program ETABS v9.6.0, dan
non linear time history menggunakan program SAP 2000 v11.0.0.

3.2. Informasi Perencanaan


Dalam penelitian ini ditinjau 4 bangunan yang terbuat dari struktur baja
yang direncanakan sebagai SRPMK. Tinggi masing-masing bangunan adalah 6-
dan 10-lantai untuk setiap wilayah 2 dan 6 peta gempa Indonesia. Bangunan-
bangunan tersebut memiliki denah yang simetris. Asumsi-asumsi yang digunakan
dalam perencanaan ini adalah:
 Model struktur yang digunakan dalam studi ini adalah bangunan tiga dimensi
struktur rangka baja. (Gambar 3.1dan 3.2).
 Seluruh profil menggunakan mutu baja fy = 240 MPa, fu = 370MPa.
 Struktur balok induk menggunakan RBS.
 Sambungan balok-kolom diasumsikan cukup kaku dan memiliki rigid end
factor sebesar 0,5.
 Balok anak yang terpasang saling tegak lurus. Balok anak dengan panjang
bentang 3 m menumpu balok anak dengan panjang bentang 6 m. Sambungan
antar balok anak dan balok anak ke balok induk adalah sambungan rigid.
 Bangunan berdiri di atas tanah lunak di wilayah gempa 2 dan 6 pada peta
gempa Indonesia menurut SNI 03-1726-2002

31
Universitas Kristen Petra
y

Gambar 3.1. Denah Struktur Bangunan

Gambar 3.2. Potongan Arah-x dan Arah-y Bangunan 6-lantai

32
Universitas Kristen Petra
Tabel 3.1 menunjukkan data struktur secara keseluruhan, Gambar 3.3
menunjukkan spesifikasi RBS yang digunakan dalam penelitian ini.

Tabel 3.1. Data Struktur yang Ditinjau

Data 6-lantai 10-lantai


Luas tiap lantai 30 × 30 m2
Tinggi bangunan 21,5 m 35,5 m
Tinggi lantai-1 4m
Tinggi antar tingkat 3,5 m
Tebal pelat lantai 120 mm
Mutu baja (fy) 240 MPa
Mutu beton (fc’) 25 MPa
Tegangan tekan residual (fr) 70 MPa

a = 0,625 bf ; b = 0,75 d ; c = 0,2 bf


Gambar 3.3. Spesifikasi RBS yang Digunakan

Dalam perhitungan penelitian ini, nilai awal a, b diambil nilai tengah dari
persyaratan geometri AISC 358-05. Sedangkan nilai c diambil sesuai dengan
default program ETABS v9.6.0.

Peraturan-peraturan yang digunakan dalam desain struktur adalah:


1. Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung 1983 (Yayasan Lembaga
Penyelidikan Masalah Bangunan, 1983)
2. Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Rumah dan Gedung,
SNI 03-1726-2002 (Badan Standarisasi Nasional, 2002)

33
Universitas Kristen Petra
3. Tata Cara Perhitungan Struktur Baja untuk Bangunan Gedung, SNI 03-1729-
2002 (Badan Standarisasi Nasional, 2002)
4. Prequalified Connections for Special and Intermediate Steel Moment Frames for
Seismic Applications, AISC 358-05 (AISC,2005)

3.3. Prosedur Perencanaan SRPMK


Langkah-langkah yang dilakukan di dalam mendesain komponen struktur
bangunan adalah sebagai berikut:
 Profil balok dan kolom diasumsikan terlebih dahulu dengan
mempertimbangkan syarat kapasitas penampang kolom yang dikorelasikan
dengan persyaratan strong column weak beam dengan RBS seperti yang
terdapat dalam pasal 5.4 AISC 358-05. Setelah menentukan profil yang akan
dipakai, dilakukan pemodelan struktur menggunakan program ETABS v9.6.0.
 Beban-beban yang dimasukkan meliputi beban hidup, beban mati serta beban
gempa. Beban gempa yang digunakan untuk mendesain adalah beban statik
ekuivalen.
 Selanjutnya dilakukan analisis dan pemeriksaan kinerja batas layan dan batas
ultimit terhadap komposisi balok dan kolom yang telah ditentukan. Apabila
komposisi balok dan kolom telah memenuhi persyaratan yang telah
disebutkan di atas, maka proses capacity design dapat dilakukan. Jika ada
salah satu persyaratan yang tidak dipenuhi, maka proses desain diulang
dengan menentukan profil yang baru agar semua persyaratan dapat terpenuhi.

3.3.1. Analisis Beban Statik Ekuivalen


Data-data yang diperlukan dalam mencari gaya geser dasar (V) adalah
sebagai berikut:
 Respons spektrum yang digunakan adalah respons spektrum wilayah gempa 2
dan 6 peta gempa Indonesia dengan jenis tanah lunak (Gambar 3.4).
Sedangkan waktu getar alami bangunan (T) diperoleh dari hasil analisis
program ETABS v9.6.0.
 Untuk faktor keutamaan bangunan (I) diambil menurut kategori gedung
perkantoran, yaitu sebesar 1 (Tabel 1 SNI 03-1726-2002 )

34
Universitas Kristen Petra
 Faktor reduksi gempa maksimum yang mampu dikerahkan Sistem Rangka
Pemikul Momen Khusus (SRPMK) berdasarkan Tabel 3 SNI 03-1726-2002
adalah sebesar 8,5
 Beban mati :
 Berat sendiri struktur beton bertulang (berat jenis = 2.400 kg/m3)
 Beban mati pelat lantai dan atap, meliputi berat spesi (tebal 3 cm) sebesar 63
kg/m2, berat penutup lantai sebesar 24 kg/m2, berat plafond dan
penggantungnya sebesar 18 kg/m2, dan berat ducting sebesar 60 kg/m2
 Berat dinding keliling bangunan (kecuali lantai atap) adalah setinggi 3,5 m
dari pasangan bata ½ batu (tebal 15 cm) sebesar 250 kg/m2
 Beban hidup :
 Untuk pelat lantai (selain lantai atap) sebesar 250 kg/m2
 Untuk pelat lantai atap sebesar 400 kg/m2
Berikut dijelaskan mengenai contoh perhitungan perencanaan beban
statik ekuivalen untuk bangunan 6-lantai pada wilayah 6:
a. Menghitung berat total dari bangunan 6-lantai (Wt):
Untuk menghitung berat total bangunan, digunakan reaksi gaya normal kolom
pada tiap - tiap lantai. Gaya normal kolom diambil berdasarkan reaksi
pembebanan 1,0 D + 0,5 L (Tabel 3.2)

Gambar 3.4. Respons Spektrum Gempa Rencana


Sumber: SNI 1726-03-2002

35
Universitas Kristen Petra
Tabel 3.2. Reaksi Tekan Kolom pada Bangunan 6-lantai

Kolom Lantai 1 Lantai 2 Lantai 3 Lantai 4 Lantai 5 Lantai 6

C1 576,08 470,26 364,54 259,38 156,6 56,46


C2 993,91 818,6 642,96 466,69 293,82 121,54
C3 963,6 793,18 622,21 450,89 283,27 116,63
C4 963,6 793,18 622,21 450,89 283,27 116,63
C5 993,91 818,6 642,96 466,7 293,82 121,54
C6 576,08 470,26 364,54 259,38 156,6 56,46
C7 993,91 818,6 642,96 466,69 293,82 121,54
C8 1455,25 1212,85 973,17 734,32 498,81 264,25
C9 1412,22 1177,35 943,76 710,5 480,89 252,27
C10 1412,22 1177,35 943,76 710,5 480,89 252,27
C11 1455,25 1212,85 973,17 734,32 498,81 264,25
C12 993,91 818,6 642,96 466,69 293,82 121,54
C13 963,6 793,18 622,21 450,89 283,27 116,63
C14 1412,22 1177,35 943,76 710,5 480,89 252,27
C15 1381,46 1151,96 922,38 692,7 466,96 242,26
C16 1381,46 1151,96 922,38 692,7 466,96 242,26
C17 1412,22 1177,35 943,76 710,5 480,89 252,27
C18 963,6 793,18 622,21 450,89 283,27 116,63
C19 963,6 793,18 622,21 450,89 283,27 116,63
C20 1412,22 1177,35 943,76 710,5 480,89 252,27
C21 1381,46 1151,96 922,38 692,7 466,96 242,26
C22 1381,46 1151,96 922,38 692,7 466,96 242,26
C23 1412,22 1177,35 943,76 710,5 480,89 252,27
C24 963,6 793,18 622,21 450,89 283,27 116,63
C25 993,91 818,6 642,96 466,69 293,82 121,54
C26 1455,25 1212,85 973,17 734,32 498,81 264,25
C27 1412,22 1177,35 943,76 710,5 480,89 252,27
C28 1412,22 1177,35 943,76 710,5 480,89 252,27
C29 1455,25 1212,85 973,17 734,32 498,81 264,25
C30 993,91 818,6 642,96 466,69 293,82 121,54
C31 576,08 470,26 364,54 259,38 156,6 56,46
C32 993,91 818,6 642,96 466,69 293,82 121,54
C33 963,6 793,18 622,21 450,89 283,27 116,63
C34 963,6 793,18 622,21 450,89 283,27 116,63
C35 993,91 818,6 642,96 466,69 293,82 121,54
C36 576,08 470,26 364,54 259,38 156,6 56,46
Total 40609 33653,32 26711,8 19770,25 12953,32 6175,4

36
Universitas Kristen Petra
Berdasarkan gaya tekan kolom tiap lantai diketahui berat total tiap lantai
yang akan digunakan untuk mencari gaya geser dasar pada masing-masing lantai.
Berat lantai-6 = = 6.175,40 kN
Berat lantai-5 = 12.953,32 – 6.175,4 = 6.777,92 kN
Berat lantai-4 = 19.770,25 – 12.953,25 = 6.816,93 kN
Berat lantai-3 = 26.711,80 – 19.770,25 = 6.941,55 kN
Berat lantai-2 = 33.653,32 – 26.711,80 = 6.941,25 kN
Berat lantai-1 = 40.690,00 – 33.653,32 = 6.955,68 kN +
Berat total = 40.690,0 kN

Perhitungan gaya geser statik Fi (kN) baik pada arah-x maupun arah-y
T = 1,0413 (diperoleh dari hasil analisis ETABS v9.6.0)
C = 0,91 (Gambar 2 SNI 03-1726-2002)
I = 1 (Tabel 1 SNI 03-1726-2002)
R =8,5 (Tabel 3 SNI 03-1726-2002)
Dari persamaan SNI 03-1726-2002 dapat dihitung besar gaya geser dasar sebagai
berikut:
C  I  Wt
V=
R
0,91  1  10.690,0
V= = 4.358,64 kN
8,5
Kemudian gaya geser dasar tersebut disebar pada masing-masing lantai
berdasarkan berat dan ketinggian lantai (Tabel 3.3)

Tabel 3.3. Distribusi Gaya Gempa Fix per Lantai


Lantai Wi (kN) Zi (m) Wi.Zi (kNm) Fi (kN)
Lantai-6 6.175,4 21,5 132.771,10 1.135,02
Lantai-5 6.777,92 18 122.002,56 1.042,96
Lantai-4 6.816,93 14,5 98.845,49 845,00
Lantai-3 6.941,55 11 76.357,05 652,75
Lantai-2 6.941,52 7,5 52.061,40 445,06
Lantai-1 6.955,68 4 27.822,72 237,85
∑= 509.860,32 4.358,64

37
Universitas Kristen Petra
3.3.2. Pemeriksaan Kinerja Batas Layan dan Kinerja Batas Ultimit
Struktur
 Persyaratan kinerja batas layan
Syarat drift maksimum untuk struktur lantai dengan h = 4 meter adalah
0,03 0,03
harga yang terkecil dari = = 0,003529 atau 30 mm / h1 = 30/4.000 =
R 8,5
0,0075. Dari antara 2 nilai tersebut diambil nilai drift maksimum = 0,003529.
Sedangkan syarat drift maksimum untuk struktur lantai dengan h = 3,5
0,03 0,03
meter adalah harga yang terkecil dari = = 0,003529 atau 30 mm / h1 =
R 8,5
30/3.500 = 0,008571. Dari antara 2 nilai tersebut diambil nilai drift maksimum =
0,003529.
Displacement dan simpangan antar lantai (drift) bangunan 6-lantai akibat
beban gempa nominal arah-x struktur ditampilkan pada Tabel 3.4. Pada penelitian
ini, displacement dan drift bangunan arah-y akibat gempa nominal arah-y simetris
dengan arah-x.

Tabel 3.4. Displacement dan Drift Maksimum Bangunan 6-lantai pada Arah-x
Struktur Akibat Beban Gempa Nominal Arah-x

h lantai Simpangan Syarat drift max


Lantai dix (m) drift x Syarat
(m) lantai (mm) 0,03/R 30 mm/hi
1 4 7,20 0,007200 0,001800 0,003529 0,007500 OK
2 3,5 17,20 0,010000 0,002857 0,003529 0,008571 OK
3 3,5 27,10 0,009900 0,002829 0,003529 0,008571 OK
4 3,5 37,40 0,010300 0,002943 0,003529 0,008571 OK
5 3,5 47,20 0,009800 0,002800 0,003529 0,008571 OK
6 3,5 56,80 0,009600 0,002743 0,003529 0,008571 OK

Contoh perhitungan drift pada lantai-3: (h3 = 3,5 meter):


Displacement pada lantai-2 dan lantai-3 gedung masing-masing adalah
sebesar 17,20 mm dan 27,10 mm. Sehingga dapat diperoleh harga simpangan
relatif pada lantai-3 adalah sebesar 27,10 – 17,20 = 9,90 mm. Dan harga drift
untuk lantai-3 adalah sebesar 9,90/3,5 = 0,002829. Harga tersebut tidak
melampaui syarat drift maksimum untuk struktur lantai-3 = 0,003529.

38
Universitas Kristen Petra
Dari Tabel 3.4 di atas dapat dilihat bahwa tidak ada drift lantai yang
melampaui syarat drift maksimum, sehingga dapat dikatakan bahwa gedung telah
memenuhi syarat kinerja batas layan.
Sedangkan berdasarkan SNI 03-1729-2002, syarat drift untuk kolom
dengan analisis orde pertama akibat beban sementara adalah 1/200 atau 0,005.
Adapun harga tersebut masih lebih besar dibandingkan persyaratan drift
berdasarkan SNI 03-1726-2002.

 Persyaratan kinerja batas ultimit


Perencanaan kinerja batas ultimit struktur gedung ditentukan oleh
simpangan - simpangan antar tingkat maksimum struktur gedung akibat pengaruh
gempa rencana dikalikan dengan faktor pengali ξ = 0,7 R. Simpangan tersebut
tidak boleh melampaui 0,02 kali tinggi tingkat yang bersangkutan. dimana faktor
pengali ξ untuk SRPMK adalah sebesar 0,7 × 8,5 = 5,95.
Displacement kinerja batas ultimit SRPMK 6-lantai akibat beban gempa
nominal arah-x pada struktur arah-x struktur ditampilkan pada Tabel 3.5. Pada
penelitian ini, displacement kinerja batas ultimit bangunan arah-y akibat gempa
nominal arah-y simetris dengan arah-x.

Tabel 3.5. Displacement Bangunan 6-lantai pada Kondisi Batas Ultimit


h lantai Displacement Displacement x 0,02 h
Lantai dix (mm) Syarat
(m) max (mm) ξ (mm) (mm)
1 4 7,2 42,84 42,84 80 OK
2 3,5 17,2 102,34 59,50 70 OK
3 3,5 27,1 161,25 58,91 70 OK
4 3,5 37,4 222,53 61,29 70 OK
5 3,5 47,2 280,84 58,31 70 OK
6 3,5 56,8 337,96 57,12 70 OK

Contoh perhitungan displacement ultimit pada lantai-3: (h3 = 3,5 meter):


Displacement pada lantai-2 dan lantai-3 gedung setelah dikalikan faktor ξ
masing-masing adalah sebesar 161,25 mm dan 102,34 mm. Sehingga dapat
diperoleh harga simpangan relatif pada lantai-3 adalah sebesar 161,25 – 102,34 =

39
Universitas Kristen Petra
58,91 mm. Harga tersebut tidak melampaui persyaratan kinerja batas ultimit
maksimum yakni 0,02 kali tinggi tingkat = 0,02 x 3.500 = 70 mm.
Dari Tabel 3.8 di atas dapat dilihat bahwa tidak ada simpangan lantai
yang melampaui syarat simpangan maksimum kondisi ultimit, sehingga dapat
dikatakan bahwa gedung telah memenuhi syarat kinerja batas ultimit.
Perhitungan gaya gempa statik dan displacement untuk bangunan 10-
lantai dapat dilihat pada Lampiran 1.

3.4. Perencanaan Desain Kapasitas


Sebagai contoh perhitungan, berikut dijelaskan mengenai perencanaan
desain kapasitas dari bangunan 6-lantai. Adapun profil balok dan kolom yang
digunakan pada bangunan 6-lantai dapat dilihat pada Tabel 3.6 dan 3.7.

Tabel 3.6. Profil Balok Terpakai pada Bangunan 6-lantai

Balok Induk
Lantai Balok Anak
Eksterior Interior
Lantai-1 WF 450×200×9×14 WF 450×200×9×14
Lantai-2
WF 500×200×10×16 WF 500×200×10×16
Lantai-3
WF 250×125×6×9
Lantai-4 WF 450×200×9×14 WF 450×200×9×14
Lantai-5 WF 400×200×8×13 WF 400×200×8×13
Lantai-6 WF350×175×7×11 WF350×175×7×11

Tabel 3.7. Profil Kolom Terpakai pada Bangunan 6-lantai

Kolom
Lantai
Eksterior Interior Sudut
Lantai-1 K 700×300×13×24 K 700×300×13×24 K 600×200×11×17
Lantai-2 K 700×300×13×24 K 700×300×13×24 K 600×200×11×17
Lantai-3 K 700×300×13×24 K 700×300×13×24 K600×200×11×17
Lantai-4 K 588×300×12×20 K 588×300×12×20 K 500×200×10×16
Lantai-5 K 588×300×12×20 K 588×300×12×20 K 400×200×8×13
Lantai-6 K 400×200×8×13 K 400×200×8×13 K 400×200×8×13

40
Universitas Kristen Petra
3.4.1. Perencanaan Balok Anak
Sebagai contoh dijelaskan mengenai perhitungan balok anak 6 meter
lantai-6. Profil yang digunakan adalah WF 250×125×6×9. Spesifikasi profil dapat
dilihat pada Tabel 3.8.

Tabel 3.8. Spesifikasi Profil WF 250×125×6×9


b
d (mm) 250 iy (mm) 28
b (mm) 125 Sx (mm3) 325 × 103
tw (mm) 6 Sy (mm3) 47 × 103
tf (mm) 9 Zx (mm3) 366 × 103
r (mm) 12 Zy (mm3) 72,4 × 103
A (mm2) 3.765,84 Mpx (kNm) 87,815 d
Ix (mm4) 4.060 × 104 Mpy (kNm) 17,376
Iy (mm4) 294 × 104 J (mm4) 77.454
ix (mm) 104 Iw (mm6) 45.883 × 106

a. Pemeriksaan kekompakan penampang (tabel 7.5-1 SNI 1729-2002)


 Sayap ( flange)
b 125
f  = = 6,94
2 tf 29

170 170
 pf  = = 10,97
fy 240

λf < λpf (sayap kompak)

 Badan ( web )
Nu
= 0 < 0,125
N y

h = d - 2 × tf - 2 × r = 250-2×9-2×12 = 208 mm
h 208
 = = 34,67
tw 6

1.680 1.680
p  = = 108,44
fy 240

λ < λp (badan kompak)


Jadi profil WF 250×125×6×9 berpenampang kompak.

41
Universitas Kristen Petra
Mnx = Mpx = 87,815 kNm
(SNI 03-1729-2002 pasal 8.2.3)

b. Pemeriksaan lateral torsional buckling:

E
Lp = 1,76 iy (SNI tabel 8.3-2)
fy

2  10 5
= 1,76 × 28 × = 1419 mm
240
L = 3.000 mm
fL = fy – fr = 240 – 70 = 170 MPa
E = 2 x 105 MPa
G = 80.000 MPa
J = 77454 mm4
A = 3765,84 mm2

 EGJA  2  10 5  80.000  77454  3765,84


X1 = =
Sx 2 325 × 10 3 2
= 14782 MPa
Iw = 45883 × 106 mm6
I w Sx 2 45883 10 6 325  10 3
X2 = 4 ( ) =4× ( )2
Iy G J 294 × 10 4
80.000  77454

= 1,72 × 10-4 mm4


X1
1 1 X2  fL
2
Lr = iy (SNI tabel 8.3-2)
fL

14782
= 28 × ( ) 1  1  1,72  10 -4  170 2 = 4505 mm
170
L = 3.000 mm
Lp = 1419 mm
Lp < L < Lr maka termasuk bentang menengah

Kapasitas momen arah sumbu x


Mr = Sx (fy – fr) = 325×103 × (240 – 70) = 55,212 kNm

42
Universitas Kristen Petra
12,5M max
Cb =
2,5M max  3M A  4M B  3M c
Momen diambil akibat pembebanan 1,2D +1,6L
Cb = 12,5 M max
3 1 1 1 3 1
2,5M max  3  ( - )M max  4  ( - )M max  3  ( - )M max
32 12 8 12 32 12
Cb = 1,563
Lr  L
Mnx = Cb (Mr + (Mp – Mr)( )) (SNI pasal 8.3.4)
Lr  Lp

4,505  3
= 1,563 (55,212 + (87,815 – 55,212)( ))
4,505  1,419
= 111,11 kNm > Mp = 87,815 kNm
Mnx = 87,815 kNm

c. Kapasitas momen penampang


Berdasarkan pengaruh kekompakan penampang dan pengaruh tekuk lateral maka
diambil nilai Mn = 87,815 kNm, ФMn = 0,9 × 87,815 = 79,033 kNm. Untuk lantai
atap beban hidup lantai 400 kg/m2 akibat pembebanan 1,2D+1,6L. Dari
perhitungan ETABS v9.6.0 diperoleh gaya dalam terbesar Mu = 72,460 kNm.
Maka Mu = 72,46 kNm < ФMn = 79,033 kNm (SNI 03-1726-2002 pasal 8.1.1).

d. Kapasitas geser penampang


Dari perhitungan ETABS v9.6.0 diperoleh gaya dalam terbesar Vu = 65,30 kN.

h 250 knE
= = 34,67  1,1  = 71,04 (SNI 03-1729-2002 pasal 8.8-2.a)
tw 6 fy

5 5
kn = 5 + =5+ = 5,01
(a ) 2
(3.000 )2
h 208
h = 350 - 2 × tf - 2 × r = 250-2×9-2×12 = 208 mm
34,67 < 71,04 plastic buckling in shear

Menurut pasal 8.8-3.a SNI 03-1729-2002 besar kapasitas geser nominal adalah
sebagai berikut:

43
Universitas Kristen Petra
ФVn = 0,9 × 0,6 × fy × Aw
= 0,9 × 0,6 × 240 × (250 × 6)
= 194,4 kN > Vu = 65,30 kN

e. Kontrol interaksi momen dan geser


Potongan penampang yang ditinjau adalah penampang pada tepi balok anak. Dari
perhitungan ETABS v9.6.0 diperoleh gaya dalam terbesar Mu = 72,460 kNm dan
Vu = 65,30 kN. Menurut persamaan 8.9-2 SNI 03-1729-2002 interaksi persamaan
balok dan kolom dihitung dengan persamaan berikut:
Mu V
 0,625 u ≤ 1,375
M n Vn

72,46  10 6 65,3  10 3
 0,625 = 1,127 ≤ 1,375 (OK)
79,033  10 6 194,4  10 3

f. Batas-batas Lendutan
Menurut pasal 6.4.3 SNI 03-1729-2002, batas lendutan untuk balok biasa adalah
L/240 = 6.000/240 = 25 mm. Dari hasil perhitungan ETABS v9.6.0 didapatkan
hasil lendutan untuk balok anak dengan kombinasi pembebanan 1,0 D + 1,0 L
adalah sebesar 16 mm < 25 mm.

3.4.2. Perencanaan Balok Induk


Sebagai contoh perhitungan digunakan balok induk interior dan kolom
pada as-3 lantai-2 pada bangunan 6-lantai wilayah 6 peta gempa Indonesia
(Gambar 3.5 dan 3.6).

44
Universitas Kristen Petra
A B C D E F G H I J K

11

10

Gambar 3.5. Tampak Atas Balok Induk dan Kolom yang Digunakan untuk
Contoh Perhitungan pada Bangunan 6-lantai Wilayah 6

A C E G I K

Gambar 3.6. Denah Potongan Balok Induk dan Kolom yang Digunakan untuk
Contoh Perhitungan pada Bangunan 6-lantai Wilayah 6

45
Universitas Kristen Petra
Profil balok induk terpakai adalah WF 500×200×10×16. Spesifikasi
profil dapat dilihat pada Tabel 3.9.

Tabel 3.9. Spesifikasi Profil WF 500×200×10×16

d (mm) 500 iy (mm) 43 b


b (mm) 200 Sx (mm3) 1.917×103
tw (mm) 10 Sy (mm3) 214×103
tf (mm) 16 Zx (mm3) 2.175×103
r (mm) 20 Zy (mm3) 332×103
d
A (mm2) 11.424 Mpx (kNm) 522
Ix (mm4) 47.921×104 Mpy (kNm) 80
Iy (mm4) 2.139×104 J (mm4) 702.133
ix (mm) 205 Iw (mm6) 1.337.038×106

A B

A B
a b
| | |
Gambar 3.7. Tampak Atas Penampang Balok Induk dengan Menggunakan RBS

Potongan RBS (Gambar 3.7):


a = 0,625 × bf = 0,625 × 200 = 125 mm
b = 0,75 × d = 0,75 × 500 = 375 mm
c = 0,2 × bf = 0,2 × 200 = 40 mm

a. Pada potongan A-A (Penampang WF penuh tanpa reduksi sayap)


a.1. Pemeriksaan kekompakan penampang (tabel 15.7-1 SNI 1729-2002)
 Sayap ( flange)
b 200 135 135
f  = = 6,25  pf  = = 8,71
2 tf 2  16 fy 240

λf < λpf (sayap kompak)

46
Universitas Kristen Petra
 Badan ( web )
Berdasarkan kombinasi pembebanan 1,2D + 1,6L diperoleh Nu= 0 kN
Nu
= 0 < 0,125
N y

h = d - 2 × tf - 2 × r = 500-2×16-2×20 = 468 mm
h 468
w  = = 46,8
tw 10

1.365  1,54 N u  1.365


 pw   1 =  1  1,54  0 = 88,110
f y  N y 
 240

λw < λpw ( badan kompak )


Jadi profil WF 500×200×10×16 berpenampang kompak.
Mnx = Mpx= 522,076 kNm
(SNI 03-1729-2002 pasal 8.2.3)

a.2. Pemeriksaan lateral torsional buckling:

E
Lp = 1,76 iy (SNI 03-1729-2002 tabel 8.3-2)
fy

2  10 5
= 1,76 × 43 × = 2.199 mm
240
L = 3.000 mm
fL = fy – fr = 240 – 70 = 170 MPa
E = 2 × 105 MPa
G = 80.000 MPa
J = 702.133 mm4
A = 11.424 mm2

 EGJA  2  10 5  80.000  702.133  11.424


X1 = =
Sx 2 1.488.900 2
= 13.134,08 MPa
Iw = 1.337.038 cm6
I w Sx 2 1.337.038 10 6 1.488.900
X2 = 4 ( ) =4× ( )2
Iy G J 21.392.613 80.000  702.133
= 2,911 × 10 5 mm4

47
Universitas Kristen Petra
X1
1 1 X2 x fL
2
Lr = iy (SNI 03-1729-2002 tabel 8.3-2)
fL
13.134,08
= 43×( ) 1  1  2,911  10 -5  170 2 = 6.743,3 mm
170
L = 3.000 mm
Lp = 2.199 mm
Lp < L < Lr maka termasuk bentang menengah

Kapasitas momen arah sumbu-x


Mr = Sx (fy – fr) = 1.488.900 × (240 – 70) = 325,865 kNm
12,5M MAX
Cb =
2,5M MAX  3M A  4M B  3M c
Untuk mempermudah penelitian ini, maka nilai Cb langsung diambil
kemungkinan nilai terkecil yang dapat dihasilkan secara teoritis pada
elemen struktur balok, yaitu sebesar 1,13.

Lr  L
Mnx = Cb (Mr + (Mp – Mr)( )) (SNI pasal 8.3.4)
Lr  Lp
6,7433  3,00
= 1,13×(325,865 + (522,076 – 325,865)( ))
6,7433  2,199
= 632 kNm > Mp = 318,49 kNm
Mnx = 550,849 kNm

a.3. Kapasitas momen penampang


Perhitungan gaya dalam momen menggunakan program ETABS v 9.6.0 dengan
kombinasi beban sebagai berikut :
- Mu1 = 1.4 MD
- Mu2 = 1.2 MD + 1.6 ML
- Mu3 = 1.2 MD + 1.0 × 0.5 ML + 1.0 MEx + 0.3 MEy
- Mu4 = 1.2 MD + 1.0 × 0.5 ML - 1.0 MEx - 0.3 MEy
- Mu5 = 1.2 MD + 1.0 × 0.5 ML + 1.0 MEy + 0.3 MEx
- Mu6 = 1.2 MD + 1.0 × 0.5 ML - 1.0 MEy - 0.3 ME
- Mu7 = 0.9 MD + 1.0 MEx + 0.3 MEy
- Mu8 = 0.9 MD - 1.0 MEx - 0.3 MEy
- Mu9 = 0.9 MD + 1.0 MEy + 0.3 MEx
- Mu10 = 0.9 MD - 1.0 MEy - 0.3 MEx

48
Universitas Kristen Petra
Dari kombinasi tersebut diperoleh Mu = 242,32 kNm. Berdasarkan pengaruh
kekompakan penampang dan pengaruh tekuk lateral maka diambil nilai Mn =
550,849 kNm, ФMn = 0,9 × 550,849 = 495,764 kNm. maka Mu = 242,32 kNm <
ФMn = 495,764 kNm (SNI 03-1729-2002 pasal 8.1.1)

a.4. Kapasitas geser penampang


Dari perhitungan ETABS v 9.6.0 diperoleh Vu = 129,89 kNm

h 468 knE
= = 46,8  1,1  = 71,72 (SNI 03-1729-2002 pasal 8.8-2.a)
t w 10 fy
5 5
kn = 5 + =5 + = 5,102
(a ) 2
(3.000 )2
h 468
h = d - 2 × tf - 2 × r = 500-2×16-2×20 = 468 mm
46,8 < 71,72 plastic buckling in shear

Menurut pasal 8.8-3.a SNI 03-1729-2002 besar kapasitas geser nominal adalah
sebagai berikut:
ФVn = 0,9 × 0,6 × fy × Aw
= 0,9 × 0,6 × 240 × 500 × 16
= 648 kN > Vu = 129,89 kN

a.5. Kontrol interaksi momen dan geser


Menurut persamaan 8.9-2 SNI 03-1729-2002 interaksi persamaan balok dan
kolom dihitung dengan persamaan berikut:
Mu V
 0,625 u ≤ 1,375
M n Vn
242,32  10 6 129,89  10 3
 0,625 = 0,614 ≤ 1,375 (OK)
495,764  10 6 648  10 3

a. Batas-batas Lendutan
Menurut pasal 6.4.3 SNI 03-1729-2002, batas lendutan untuk balok biasa adalah
L/240 = 6.000/240 = 25 mm. Dari perhitungan ETABS v9.6.0 didapatkan hasil
lendutan untuk balok anak L=6m untuk kombinasi pembebanan 1,0 D + 1,0 L
adalah sebesar 3,48 mm < 25 mm

49
Universitas Kristen Petra
b. Pada Potongan B-B
b.1. Kapasitas Momen Arah Sumbu-x pada Bagian RBS
 Sayap ( flange)
b 200  2  40
f  = = 3,75
2 tf 2  16
135 135
 pf  = = 8,714
fy 240
λf < λpf (sayap kompak)

 Badan ( web )
Berdasarkan kobinasi pembebanan 1,2D + 1,6L diperoleh Nu= 0 kN
Nu
= 0 < 0,125
N y
h = d - 2 × tf - 2 × r = 500-2×16-2×20 = 468 mm
h 468
w  = = 46,8
tw 10
1.365  1,54 N u  1.365
 pw   1 =  1  1,54  0 = 88,110
f y  N y  240
λw < λpw ( badan kompak )

ZRBS = Zx – 2c× tbf × (d – tbf ) (AISC 358-05 pasal 5.8)


ZRBS = 2.175×103 - 2 × 40 × 16 × (500-16) = 1.555.799 mm3

MRBS = ZRBS × 240


MRBS = 1.555.799 × 240 = 373,392 kNm

Dari perhitungan ETABS v 9.6.0 diperoleh Mu = 208,46 kNm & Vu = 127,99 kN


maka Mu = 208,46 kNm < ФMRBS = 373,392 kNm (SNI 03-1729-2002 pasal
8.1.1)

b.2. Pemeriksaan persyaratan Momen pada RBS


Mf ≤ Mpe (AISC 358-05 pasal 5.8)

50
Universitas Kristen Petra
Dengan Mf merupakan momen pada muka tumpuan akibat amplifikasi
perpindahan momen plastis pada bagian RBS dan Mpe merupakan momen plastis
pada bagian muka tumpuan.

Mpe = Zb × Ry × Fy
Mpe = 2175×103 × 1,5 × 240 = 783,115 kNm

Cpr = (fy + fu) / 2fy ≤ 1,2 (AISC 358-05 pasal 2.4.3)


Cpr = (240 + 370) / (2 × 240) = 1,27 ≤ 1,2
Cpr = 1,2

Mpr = Cpr × Fy × Ry × ZRBS


Mpr = 1,2 × 240 × 1,5 × 1.555.799 = 672,105 kNm

2M pr wuL w L
VRBS = + , di mana u adalah gaya geser pada bagian RBS akibat
L 2 2
pembebanan 1,2D + 0,5L ± 0,2S. Dengan menggunakan program ETABS v9.6.0
w L
diperoleh u = 95,980 kN
2
2  672,105
VRBS = + 95,980 = 371,66 kN
4,675
Mf = Mpr + VRBS × Sh
Mf = 672,105 + 371,66 × (125 + 0,5 ×375) /1000 = 788,249 kNm
Mf > Mpe (not OK)

Karena Mf >Mpe, maka nilai a,b,c pada RBS harus diubah. Perubahan terlebih
dahulu dilakukan dengan memperkecil nilai a dan b. Jika masih belum memenuhi,
maka selanjutnya nilai c diperbesar.

Dalam contoh perhitungan balok induk pada bangunan ini, cukup dengan
memperkecil nilai a dan b saja. Sedangkan nilai c tidak perlu diperbesar.
a = 0,5 × bf = 0,5 × 200 = 100 mm
b = 0,65 × d = 0,65 × 500 = 325 mm

51
Universitas Kristen Petra
Dengan langkah-langkah perhitungan yang sama seperti point b.2 di atas, ternyata
diperoleh nilai Mf = 768,085 kNm < Mpe (783,115 kNm) (OK)

3.4.3. Perencanaan Kolom


Spesifikasi profil kolom terpakai dapat dilihat pada Tabel 3.10.

Tabel 3.10. Spesifikasi Profil K 700×300×13×24


b
d (mm) 700 iy (mm) 212,3
b (mm) 300 Sx (mm3) 5.869×103
tw (mm) 13 Sy (mm3) 5.869×103 tw
tf (mm) 24 Zx (mm3) 7.356×103
d
r (mm) 28 Zy (mm3) 7.356×103
A (mm2) 45.583 Mpx (kNm) 1.765,39
Ix (mm4) 2.054.187×104 Mpy (kNm) 1.765,39
tf
Iy (mm4) 2.054.187×104 J (mm4) 6.475.042
ix (mm) 212,3 Iw (mm6) 234.678.801×106

a. Pemeriksaan kekompakan penampang (tabel 15.7-1 SNI 1729-2002)


 Sayap ( flange)
b 300 135 135
f  = = 6,25  pf  = = 8,71
2 tf 2  24 fy 240
λf < λpf (sayap kompak)

 Badan ( web )
Berdasarkan kobinasi pembebanan 1,2D + 1,6L diperoleh Nu= 1972,74 kN
Nu 1972,74  1.000
= = 0,21 > 0,125
N y 0,85  45583  240
h = d - 2 × tf - 2 × r = 700-2×24-2×28 = 596 mm
h 596
w  = = 45,85
tw 13
Nilai λpw diambil yang terbesar antara 2 nilai berikut:

500 N   pw 
665
 pw    2,33  u 
f y  N y  fy
665

500
 2,33  0,21 
240 240
= 68,35 = 42,93

52
Universitas Kristen Petra
λpw = 68,35
λw < λpw ( badan kompak )
Jadi profil WF700×300×13×24 berpenampang kompak.
Mnx = Mpx= 1.765,39 kNm

b. Pemeriksaan lateral torsional buckling:

E
Lp = 1,76 iy (SNI 03-1729-2002 tabel 8.3-2)
fy

2  10 5
= 1,76 × 212,3 × = 10.785,51 mm
240
L = 4.000 mm
fL = fy – fr = 240 – 70 = 170 MPa
E = 2 × 105 MPa
G = 80.000 MPa
J = 6.475.042 mm4
A = 45.583 mm2

 EGJA  2 10 5  80.000  6.475.042  45.583


X1 = =
Sx 2 5.869.105 2
= 26.020,79 MPa
Iw = 234.678.801 cm6
I w Sx 2 234.678.801  10 6 5.869.105
X2 = 4 ( ) =4× ( )2
Iy G J 2.054.189.296 80.000  6.475.042
= 5,866 × 10 5 mm4
X1
1 1 X2  fL
2
Lr = iy (SNI 03-1729-2002 tabel 8.3-2)
fL
26.020,79
= 212,3 × ( ) 1  1  5,866  10 -5  170 2 = 68.237,15 mm
170
L = 4.000 mm
Lp = 10.785,51 mm
L < Lp < Lr maka termasuk bentang pendek

53
Universitas Kristen Petra
Kapasitas momen arah sumbu-x
Mr = Sx (fy – fr) = 5.869.105 × (240 – 70) = 733,638 kNm

12,5M MAX
Cb =
2,5M MAX  3M A  4M B  3M c
Untuk mempermudah penelitian ini, maka nilai Cb langsung diambil
kemungkinan nilai terkecil yang dapat dihasilkan secara teoritis pada
elemen struktur kolom, yaitu sebesar 2,3.

Lr  L
Mnx = Cb (Mr + (Mp – Mr)( )) (SNI pasal 8.3.4)
Lr  Lp

68.237,15  3.500
= 2,3 × (733,638 + (1.765,39– 733,638)( ))
68.237,15  10.785,51
= 4.361,32 kNm > Mp = 1.765,39 kNm
Mnx = 1.765,39 kNm

c. Kapasitas aksial penampang


Balok Induk lt 2
WF 500×200×10×16

Kolom lt.2 dan lt.3 Balok Induk lt.1 3,5 m


K 700×300×13×24 WF 500×200×10×16

4m

Gambar 3.8. Arah Tekuk Kolom Interior Lantai-2

Balok yang merangkai pada joint balok-kolom lt. 2 adalah WF500×200×10×16,


dengan I× = 46036×104 mm4 dan L=6.000 mm. Sedangkan balok yang merangkai

54
Universitas Kristen Petra
pada lt. 1 adalah WF450×200×9×14, dengan I× = 32.259×104 mm4 dan L=6.000
mm Arah tekuk kolom interior dapat dilihat pada Gambar 3.9.
Ic
Lc  2.054.187  10 4 2.054.187  10 4   2  46.036 10 4 
GA= =    /   = 7,649
Ib  3.500 3.500   6.000 
Lb

Ic
Lc  2.054.187  10 4 2.054.187  10 4   2  32.259  10 4 
GB= =    /   = 10,234
Ib  4.000 3.500   6.000 
Lb
Kc (AB) = 4,2
Lkx = 4.000 × 4,2 = 16.800 mm

L fy
λcx = × (SNI 03-1729-2002 pasal 7.6.2)
 ix E
16.800 240
= × = 0,764
 212,3 2  10 5

Penelitian ini hanya meninjau kelangsingan kolom dalam arah-x penampang (λcx),
sehingga:
λc = λcx = 0,764
1,43
0,25<λc<1,2 ω= = 1,313
1,6  0,67c
fy 240
Nn = Ag × = 45.538 × = 8.323,78 kN
 1,313

d. Kontrol interaksi normal dan momen


Perhitungan momen dan gaya normal menggunakan program ETABS v9.6.0,
dengan kombinasi beban sebagai berikut :
 Kombinasi Momen.
Mu1 = 1.4 (MDx + MDy)
Mu2 = 1.2 (MDx + MDy) + 1.6 (MLx + MLy)
Mu3 = 1.2 (MDx + MDy) + 1.0 × 0.5 (MLx + MLy) + 1.0 (MEXx+ MEXy) + 0.3 (MEYx + MYy)
Mu4 = 1.2 (MDx + MDy) + 1.0 × 0.5 (MLx + MLy) - 1.0 (MEXx+ MEXy) - 0.3 (MEYx + MYy)
Mu5 = 1.2 (MDx + MDy) + 1.0 × 0.5 (MLx + MLy) + 1.0 (MEYx + MYy) + 0.3 (MEXx+ MEXy)
Mu6 = 1.2 (MDx + MDy) + 1.0 × 0.5 (MLx + MLy) - 1.0 (MEYx + MYy) - 0.3 (MEXx+ MEXy)

55
Universitas Kristen Petra
Mu7 = 0.9 (MDx + MDy) + 1.0 (MEXx+ MEXy) + 0.3 (MEYx + MYy)
Mu8 = 0.9 (MDx + MDy) - 1.0 (MEXx+ MEXy) - 0.3 (MEYx + MYy)
Mu9 = 0.9 (MDx + MDy) + 1.0 (MEYx + MYy) + 0.3 (MEXx+ MEXy)
Mu10 = 0.9 (MDx + MDy) - 1.0 (MEYx + MYy) - 0.3 (MEXx+ MEXy)

 Kombinasi Gaya Aksial.


Nu1 = 1.4 ND
Nu2 = 1.2 ND + 1.6 NL
Nu3 = 1.2 ND + 1.0 × 0.5 NL + 1.0 NEx + 0.3 NEy
Nu4 = 1.2 ND + 1.0 × 0.5 NL - 1.0 NEx - 0.3 NEy
Nu5 = 1.2 ND + 1.0 × 0.5 NL + 1.0 NEy + 0.3 NEx
Nu6 = 1.2 ND + 1.0 × 0.5 NL - 1.0 NEy - 0.3 NEx
Nu7 = 0.9 ND + 1.0 NEx + 0.3 NEy
Nu8 = 0.9 ND - 1.0 NEx - 0.3 NEy
Nu9 = 0.9 ND + 1.0 NEy + 0.3 NEx
Nu10 = 0.9 ND - 1.0 NEy - 0.3 NEx

Berikut ini adalah contoh perhitungan interaksi persamaan balok dan kolom
untuk kombinasi pembebanan 1.2 (MDx + MDy) + 1.0 × 0.5 (MLx + MLy) + 1.0
(MEXx+ MEXy) + 0.3 (MEYx + MYy) menurut persamaan 7.4.3.3 SNI 03-1729-2002.

Nu = 1972,74 kN , Mux = 233,6304 kNm dan Muy = 87,706 kNm


Nu 1972,74
  0,28 > 0,2
N n 0,85  8232,78

Rumus interaksi:
Nu 8 M ux M uy
+ ( + )≤1 (SNI 03-1729-2002 pasal 11.3)
N n 9  b M nx  b M ny
1972,74 8 233,6304 87,706
+ ( + )≤1
0,85  8232,78 9 0,9  1765,39 0,9  1765,39
0,462 < 1 (OK)

e. Pemeriksaan kapasitas kolom terhadap syarat strong column weak beam


Balok yang merangkai ialah WF500×200×10×16, di kedua sisi pada arah-x.
verikut ini adalah contoh pemeriksaan srong column weak beam pada kolom.

56
Universitas Kristen Petra
Gaya aksial terfaktor pada kolom adalah: (akibat kombinasi 1,2D+1,6L)
Kolom lantai 2 (atas) = -1.960,06 kN
Kolom lantai 3 (bawah) = -1.593,79 kN
N uc
ΣM*pc = Σ Zc (fyc - )
Ag
1.960,06  10 3 1.593,79  10 3
= 7.355.786 × (240 - ) + 7.355.786 × (240 - )
45.583 45.583
= 2.955,242 kNm

ΣM*pb = Σ (Cpr Ry fy ZRBS + VRBS × s) (AISC 358-05 pasal 5.4)


ΣM*pb = 2 × (1,2 × 1,5 × 240 ×1.555.799 + 365,54 × 0,57 × 106)
= 1.723, 898 kNm

M *
pc
=
2.955,242
= 1,71 > 1 (OK)
M *
pb 1.723,898

Hasil perhitungan balok dan kolom dapat dilihat pada Lampiran 2.

3.5. Analisis Momen-Kurvatur Penampang Menggunakan XTRACT


v3.0.3
Langkah awal yang perlu dilakukan pada pemakaian program XTRACT
v3.0.3 adalah mengisi judul proyek pada bagian “new project title”. Setelah itu
ditentukan nama profil, satuan, dan spesifikasi material yang akan dipakai. Pada
studi ini jenis profil WF yang dipakai memiliki spesifikasi sebagai berikut:
1. Jenis material yang dipakai adalah “EP Steel with Strain Hardening”.
2. Mutu baja (fy) 240 MPa dan ultimate stress (fs) 370 MPa.
3. Modulus elastisitas 200.000 MPa.
Fracture stress diambil sebesar 0,2 dan Strain at stain hardening diambil
sebesar 0,014. Contoh tampilan program XTRACT v3.0.3 dapat dilihat pada
Gambar 3.9. dan Gambar 3.10. di bawah ini:

57
Universitas Kristen Petra
Gambar 3.9. Input Awal XTRACT v3.0.3

Gambar 3.10. Spesifikasi Material

Setelah pengisian jenis dan spesifikasi material selesai dilakukan,


langkah selanjutnya adalah memodelkan profil yang digunakan. Untuk membuat
model profil yang digunakan, spesifikasi profil diisikan pada “draw shape mode”.
Spesifikasi yang harus dimasukkan untuk profil WF meliputi tinggi profil (h),
tebal badan profil (tw), lebar profil (b), tebal sayap profil (tf). Untuk profil balok

58
Universitas Kristen Petra
dengan RBS spesifikasi penampang yang digunakan adalah bagian minimum dari
penampang RBS (Gambar 3.11).
Draw shape mode

Gambar 3.11. Tampilan “Draw Shape Mode”untuk Penampang RBS

Pada program XTRACT v3.0.3 ini tidak ada pilihan jenis bentuk yang
sesuai dengan king cross . Oleh karena itu, untuk menggambar penampang kolom,
perlu ditambahkan profil T yang dirotasikan pada sisi kiri dan kanan badan I-WF
XTRACT v3.0.3 akan memberikan nilai default untuk ukuran mesh
(mesh size). Hasil mesh penampang yang sesuai dengan default XTRACT v3.0.3
akan langsung ditampilkan seperti terlihat pada Gambar 3.12.

Gambar 3.12. Tampilan Hasil Mesh Penampang Balok dengan RBS

59
Universitas Kristen Petra
Keakuratan analisis momen-kurvatur dapat ditingkatkan dengan
memperkecil ukuran elemen dengan opsi “discretize”. Nilai minimum mesh size
adalah suatu nilai batas di mana XTRACT v3.0.3 mampu membuat mesh
penampang tanpa mengeluarkan “warning error”. Contoh melakukan remesh dan
hasil discretize yang lebih halus dapat dilihat pada Gambar 3.13.

Gambar 3.13. Tampilan Proses dan Hasil “Remesh”

Cara pemberian beban dilakukan dengan memilih opsi “moment


curvature” pada “loading menu” yang terdapat pada “title bar layout”. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.14 di bawah ini:

Gambar 3.14. Tampilan “Loading Menu”

Pada “moment curvature loading” untuk profil balok dengan RBS input
yang harus diisikan meliputi:
1. General:
 Loading name, diisi sesuai dengan keinginan pemakai
 On section, diisi sesuai dengan profil yang akan dihitung
2. Applied First Step Loads:
 Axial load, diisi nol
 Mxx dan Myy diisi nol

60
Universitas Kristen Petra
3. Pada analisis momen kurvatur sumbu lokal-x penampang, dipilih opsi
“moment about the x-axis (Mxx)” pada incrementing loads. Penjelasan cara
pengisian dapat dilihat pada Gambar 3.15. di bawah ini.

Gambar 3.15. Pengisian “Moment Curvature Loading” untuk Balok RBS

Setelah “moment curvature loading” selesai diisi, analisis momen-


kurvatur dapat dijalankan. Hasil analisis didapatkan dengan cara memilih “show
data” pada “proccess menu” kemudian pilih menu “analysis report” seperti yang
terlihat pada Gambar 3.16. Contoh "analysis report" terlihat pada Gambar 3.17.

Gambar 3.16. Tampilan “Proccess Menu”

61
Universitas Kristen Petra
Gambar 3.17. Tampilan Hasil “Moment Curvature Loading”

Untuk mendapatkan nilai momen-kurvatur untuk profil kolom proses


yang dilakukan sama seperti yang dilakukan untuk memperoleh momen-kurvatur
profil balok. Bedanya hanya pada input “moment curvature loading” yaitu:
1. General:
 Loading name, diisi sesuai dengan keinginan pemakai
 On section, diisi sesuai dengan profil yang akan dihitung
2. Applied First Step Loads:
 Axial load, diisi sesuai dengan beban aksial hasil kombinasi pembebanan
1,2D + 0,5L

62
Universitas Kristen Petra
 Mxx dan Myy, diisi nol
3. Pada analisis momen kurvatur sumbu lokal-x penampang, dipilih opsi
“moment about the x-axis (Mxx)” pada incrementing loads

3.6. Analisis Pushover dengan ETABS v9.6.0


3.6.1. Model Struktur
Berikut ditampilkan pemodelan struktur 3 dimensi pada program ETABS
v9.6.0. Pemodelan struktur 6-lantai wilayah 6 dapat dilihat pada Gambar 3.18.

Gambar 3.18. Model SRPMK 6-lantai Wilayah 6 pada Program ETABS v9.6.0

Pemodelan balok dengan menggunakan RBS dapat dilakukan dengan


melakukan "assign", "frame/line" kemudian pilih menu "moment frame beam
type" kemudian pilih "Reduced Beam Section" dengan menggunakan "program
defaults" dengan a=0,625bf ,b=0,75db ,dan c = 0,20 bf (Gambar 3.19). Baru
setelah dilakukan perhitungan kapasitas RBS, dilakukan perubahan nilai a,b, dan c
jika ada yang tidak memenuhi. Perubahan nilai a, b, dan c ini dilakukan dengan
memasukkan suatu koefisien tertentu yang masih dalam ketentuan AISC 358
secara manual.

63
Universitas Kristen Petra
Gambar 3.19. Model RBS dengan Menggunakan Program ETABS v9.6.0

Kemudian untuk memunculkan output berupa momen dan geser pada


bagian tegah dari RBS dapat dilakukan dengan pemberian beban terpusat sebesar
1 Newton pada bagian tersebut.

3.6.2. Input Program


Setelah pembuatan model struktur dan pemberian beban-beban gravitasi
serta beban gempa yang bekerja pada struktur, tahapan berikutnya untuk
melakukan analisis pushover pada program ETABS v9.6.0 melalui beberapa
langkah berikut.

3.6.2.1. Pendefinisian “Non-linear Hinge Properties” Balok


Data hinge properties di-input-kan pada penampang balok daerah
penampang minimum dari RBS, yaitu di lokasi di mana sendi plastis diharapkan
terjadi. Hinge properties ini dimasukkan hanya untuk M3 saja karena pada
struktur balok yang menentukan adalah kegagalan lentur pada arah sumbu kuat.
Posisi sumbu lokal-3 dapat dilihat pada Gambar 3.20 berikut ini:

64
Universitas Kristen Petra
Local 2-axis
Minor axis
Major Direction

Local 3-axis
Major axis
Minor Direction

Gambar 3.20. Posisi Sumbu Lokal Balok pada ETABS v9.6.0

Untuk input hinge properties penampang balok, diperlukan data-data


berupa hubungan antara momen-rotasi (M-θ), nilai momen leleh (My), rotasi leleh
(θy), momen ultimit (Mu), dan rotasi ultimit (θu). Data-data tersebut bisa diperoleh
dari grafik momen-kurvatur yang telah dijelaskan pada subbab 3.5. Perlu diingat
bahwa hasil program XTRACT v3.0.3 adalah hubungan momen-kurvatur,
sedangkan input yang dibutuhkan pada program ETABS v9.6.0 adalah hubungan
momen-rotasi. Oleh karena itu, kurvatur yang diperoleh dari XTRACT v3.0.3
harus diubah terlebih dahulu menjadi rotasi. Berikut ini adalah hubungan antara
kurvatur dengan rotasi:

M (3.1)

EI
bM
   dx (3.2)
a EI
M (3.3)
 l
EI p

keterangan :
Ф = kurvatur EI = kekakuan
θ = rotasi lp = plastic hinge length
M = momen

Pada Persamaan 3.2 tampak bahwa rotasi merupakan hasil integrasi M/EI
pada daerah sepanjang sendi plastis. Dengan mengasumsi bahwa momen di

65
Universitas Kristen Petra
sepanjang sendi plastis adalah konstan, maka diperoleh Persamaan 3.3 sehingga
rotasi merupakan hasil perkalian antara kurvatur dengan plastic hinge length.
Panjang sendi plastis untuk struktur baja, untuk balok diambil sebesar 0,5 h profil
sesuai dengan FEMA 350, sedangkan untuk kolom diambil sebesar h profil.
Berikut ditampilkan contoh input data hinge properties untuk profil
WF400×200×8×13 (Gambar 3.21).

350

250 C, D, E
B
150
Momen (kNm)

50

-50 A

-150
C, D, E B
-250

-350
-1.6 -1.2 -0.8 -0.4 0.0 0.4 0.8 1.2 1.6
Rotasi (Radian)

Gambar 3.21. Grafik Hubungan Momen-Rotasi untuk Profil WF400×200×8×13

 Titik A  Titik di mana penampang belum menerima pembebanan.


A = (0;0)
 Titik B  Titik di mana penampang mengalami leleh pertama kali.
B = (yield moment ; yield rotation)
 Titik C  Titik di mana penampang berada pada kondisi ultimit.
C = (ultimate moment ; ultimate rotation)
 Titik D  Titik yang berada pada setelah kondisi ultimate penampang.
Diambil dari ekstrapolasi nilai C sebesar 1,01.
 Titik E  Titik yang berada pada setelah kondisi ultimate penampang.
Diambil dari ekstrapolasi nilai C sebesar 1,02.
 Titik IO  Titik di mana plastic rotation mempunyai nilai sebesar 0,1 dari

66
Universitas Kristen Petra
total plastic rotation (θu - θy).
 Titik LS  Titik di mana plastic rotation mempunyai nilai sebesar 0,333
dari total plastic rotation (θu - θy).
 Titik SS  Titik di mana plastic rotation mempunyai nilai sebesar 0,5 dari
total plastic rotation (θu - θy).

Penentuan titik IO, LS, dan SS ini disesuaikan dengan kriteria damage
index berdasarkan FEMA 350 dimana untuk level Immediately Occupancy,
damage index mempunyai nilai antara 0,1-0,333. Untuk level Life Safety, damage
index mempunyai nilai antara 0,333-0,5. Untuk level Structural Stability, damage
index mempunyai nilai antara 0,5-1,0.

Dari hasil program XTRACT v3.0.3 diperoleh nilai:


Yield moment (My) = 185,9 kNm
Yield curvature (Фy) = 0,00613 1/m
Ultimate moment (Mu) = 319,20 kNm
Ultimate curvature (Фu) = 1,022 1/m

Kemudian dengan mengalikan kurvatur dengan panjang sendi plastis


didapatkan nilai rotasi:
Yield rotation (θy) = Yield curvature × 0,5h × 2  (3.4)
= 0,00613 × (0,5 × 0,4) × 2 
= 0,00770 rad
Ultimate rotation (θu) = Ultimate curvature × 0,5h × 2  (3.5)
= 1,022 × (0,5 × 0,4) × 2 
= 1,2843 rad
Nilai moment dan rotation ini dimasukkan ke dalam “nonlinear hinge
properties” pada ETABS v9.6.0 dengan faktor skala moment SF dan rotation SF
diambil sebesar yield moment dan yield rotation (Gambar 3.22).

67
Universitas Kristen Petra
Gambar 3.22. Input Hinge Properties untuk Profil Balok WF400×200×8×13

Sebagai input dari "acceptance criteria" digunakan rumus berikut:


Immediately Occupancy = y
  0,1 ( u   y ) (3.6)
y

0,00770  0,1 (1,2843  0,00770)


=
0,00770

= 17,57
 y  0,333  ( u   y )
Life Safety = (3.7)
y
= 0,00770  0,333 (1,2843  0,00770)
0,00770
= 56.24

 y  0,5  ( u   y )
Collapse Prevention = (3.8)
y
0,00770  0,5  (1,2843  0,00770)
=
0,00770
= 83,86

68
Universitas Kristen Petra
3.6.2.2. Pendefinisian “Non-linear Hinge Properties” Kolom.
Data hinge properties untuk elemen kolom adalah model P-M2-M3, yang
mempunyai arti bahwa terjadinya sendi plastis ditentukan oleh interaksi gaya
aksial (P) dan momen (M) sumbu lokal-2 dan sumbu lokal-3. Posisi sumbu lokal-
2 dan sumbu lokal-3 pada kolom dapat dilihat pada Gambar 3.23:

Gambar 3.23. Posisi Sumbu Lokal Kolom pada ETABS v9.6.0

Sama seperti hinge properties balok, input hinge properties penampang


kolom memerlukan data-data berupa hubungan antara momen-rotasi (M-θ), yield
rotation (θy), ultimate moment (Mu) dan ultimate rotation (θu). Pada input hinge
properties kolom kita tidak perlu memasukkan nilai yield moment, karena
program ETABS v9.6.0 dapat menghitung besarnya yield moment ini berdasarkan
grafik P-M-M interaction surface. Grafik P-M-M interaction surface ini tidak
perlu kita input secara manual karena program ETABS v9.6.0 juga dapat
menggambarkan grafik ini berdasarkan kapasitas penampang kolom (Gambar
3.24).

Gambar 3.24. Input Hinge Properties untuk Profil Kolom

69
Universitas Kristen Petra
Secara teoritis, grafik moment-rotation untuk penampang kolom lebih
sulit untuk ditentukan. Hal ini disebabkan karena gaya aksial yang bekerja pada
kolom selalu berubah-ubah ketika bangunan dibebani oleh beban gempa. Ketika
gaya aksialnya berubah, maka grafik moment-rotation pun ikut berubah. Untuk
itu, pada penelitian ini dipakai gaya aksial yang sesuai dengan kombinasi
pembebanan ketika terjadi gempa berupa beban statis sebesar 1,2D + 0,5L dalam
penentuan grafik moment-rotation untuk kolom. Sedangkan untuk penentuan
tegangan leleh kolom diambil sebesar 240 MPa.
Prosedur perhitungan dan penentuan koordinat titik A, B, C, D, E, IO,
LS, CP untuk input hinge properties kolom sama dengan pada balok. Perbedaan
yang ada hanya pada panjang sendi plastis saja yaitu diambil sebesar h profil.

3.6.2.3. Penentuan Letak Sendi Plastis


Setelah proses input hinge properties balok dan kolom selesai, langkah
selanjutnya adalah penentuan letak terjadinya sendi plastis yang diinginkan.
Untuk balok letak sendi plastis yang diharapkan terjadi adalah pada bagian tengah
dari RBS, sedangkan untuk kolom letak sendi plastis adalah pada bagian ujung
dari kolom tersebut.
Pilih balok atau kolom yang akan di input, kemudian masuk pilihan
“assign-frame/line-frame nonlinear hinge”. Setelah itu pilih nama hinge property
sesuai dengan balok atau kolom yang kita pilih. Untuk opsi relative distance
balok isi dengan jarak dari as kolom ke bagian tengah RBS. Sedangkan untuk
kolom diisi dengan 0 dan 1 yang berarti letak sendi plastis berada di ujung kolom
(Gambar 3.25).

Gambar 3.25. Tampilan Input Letak Sendi Plastis Balok dan Kolom

70
Universitas Kristen Petra
3.6.2.4. Kondisi Pembebanan Pushover
Pada “static nonlinear pushover case” dibuat dua macam kondisi
pembebanan, di mana yang pertama adalah pembebanan akibat beban gravitasi.
Dalam studi ini, kombinasi pembebanan yang digunakan adalah 1,2D+0,5L
(sesuai dengan kombinasi yang dipakai dalam analisis momen-kurvatur dengan
program XTRACT v3.0.3). Setelah kondisi pertama selesai dijalankan,
pembebanan bangunan dilanjutkan dengan kondisi kedua, yakni akibat beban
lateral. Pola beban lateral yang mewakili gaya inersia bangunan akibat gempa ini
berupa beban terpusat yang menangkap pada pusat massa tiap lantai, yang
diperoleh dari analisis statik ekuivalen. Arah pembebanan beban lateral dilakukan
searah dengan sumbu utama bangunan.
Pada “static nonlinear pushover case” untuk beban gravitasi, dipilih
“push to load level defined by pattern” karena beban gravitasi yang akan bekerja
sudah diketahui besarnya melalui perhitungan. Contoh input pushover case untuk
beban gravitasi dapat dilihat pada Gambar 3.26 berikut ini:

Gambar 3.26. Input Pushover Case untuk Beban Gravitasi

Sedangkan untuk beban lateral, digunakan “push to displacement


magnitude” yang artinya pola pembebanan tertentu diberikan secara berangsur-

71
Universitas Kristen Petra
angsur hingga mencapai target displacement yang diinginkan, dalam hal ini pola
pembebanan yang dipakai adalah akibat beban gempa statik ekuivalen (EX),
target displacement yang ingin dicapai diambil sesuai dengan default program
ETABS v9.6.0 yaitu sebesar 0,04 kali tinggi bangunan total. Pada penelitian ini,
pushover case untuk beban lateral akibat gempa arah-x diberi nama “PUSHX”.
Efek non-linier geometri dan material dari struktur diberikan melalui P-Δ effect
dan hubungan antara moment-rotation dari penampang elemen struktur yang telah
di-input-kan. Untuk "unloading method" pada penelitian ini digunakan "apply
local redistribution" yang artinya beban akan ditransfer ke elemen di sebelahnya
apabila suatu elemen-A mengalami sendi plastis, namun elemen-A tersebut masih
tetap menerima pembebanan. Contoh input pushover case untuk beban lateral
dapat dilihat pada Gambar 3.27.

Gambar 3.27. Input Pushover Case untuk Beban Gempa

Pembebanan pushover lateral ini dilakukan setelah pembebanan


gravitasi. Dapat dilihat bahwa pada pushover arah lateral dipakai jumlah step yang
cukup banyak dan skala yang cukup kecil jika dibanding dengan pushover arah
gravitasi. Hal ini dilakukan agar hasil analisis dapat lebih teliti.

72
Universitas Kristen Petra
3.6.2.5. Analisis Kinerja Struktur dari Hasil Analisis Statis Pushover Non-
Linier
Program ETABS v9.6.0 dapat menampilkan hasil analisis berupa static
pushover curve. Untuk mengetahui performance point dari struktur akibat gempa
periode ulang 100, 500 dan 1000 tahun, maka diperlukan data berupa CA dan CV
dari masing-masing gempa periode ulang tersebut. Besar nilai CA didapat dari
nilai Peak Ground Acceleration. Peak Ground Acceleration (PGA) ialah
percepatan muka tanah maksimum pada suatu wilayah untuk gempa rencana
periode ulang 500 tahun. PGA untuk tiap wilayah gempa dan jenis tanah telah
ditentukan pada SNI 03-1726-2002 (Badan Standarisasi Nasional, 2002). Pada
wilayah 6 peta gempa Indonesia, untuk jenis tanah lunak, besarnya CA = 0,38 dan
CV = 0,95. Harga CA dan CV ini kemudian di-input-kan ke dalam program ETABS
v9.6.0 sehingga didapatkan performance point. Berikut ditampilkan contoh input
pada program ETABS v9.6.0 untuk mengetahui performance point akibat gempa
periode ulang 500 tahun (Gambar 3.28)

Gambar 3.28. Tampilan Performance Point Struktur Ketika Dibebani Gempa


dengan Periode Ulang 500 Tahun

Untuk menentukan tipe bangunan yang sesuai, dipilih tipe A sesuai


batasan yang terdapat dalam ATC-40, yaitu tipe bangunan baru dengan short
shaking duration.

73
Universitas Kristen Petra
SNI 03-1726-2002 hanya memberikan harga CA dan CV untuk gempa
dengan periode ulang 500 tahun saja. Oleh karena itu, untuk mengetahui besarnya
CA dan CV untuk gempa dengan periode ulang 100 tahun dan 1000 tahun,
digunakan faktor PGA. Faktor PGA adalah perbandingan PGA untuk gempa
dengan suatu periode ulang tertentu terhadap PGA untuk gempa dengan periode
ulang 500 tahun. Pada penelitian ini digunakan faktor PGA untuk wilayah 3 peta
gempa Indonesia (Susila, I.G.M, Seismic Microzonation and Site Specific
Response Analysis for Denpasar, 2000) seperti pada Gambar 3.30. Digunakannya
faktor PGA untuk wilayah 3 peta gempa Indonesia ini disebabkan karena tidak
diketahuinya faktor PGA untuk wilayah 6 peta gempa Indonesia. Kurva faktor
PGA dapat didekati dengan persamaan regresi :
y = x / (110,1304479 + 0,8808431 x – 0,0002063 x2) (3.9)
ketengan:
y = nilai faktor PGA
x = periode ulang gempa (tahun)
Nilai CA dan CV untuk gempa dengan periode ulang 1000 tahun di
wilayah 6 peta gempa Indonesia dengan jenis tanah lunak adalah 1,2744 x 0,38 =
0,484 (CA) dan 1,2744 x 0,95 = 1,211 (CV). Nilai ini lalu dimasukkan untuk
mengetahui performance point gempa dengan periode ulang 1000 tahun. (Gambar
3.29)

Gambar 3.29. Faktor Peak Ground Acceleration yang Digunakan


Sumber: Susila (2000)

74
Universitas Kristen Petra
Setelah mengetahui nilai performance point, maka dicari pada step ke
berapa struktur mencapai performance point. Hal ini dapat diketahui dengan
mengeluarkan ”display table”. Untuk gempa periode ulang 500 tahun step yang
paling mendekati nilai-nilai performance point adalah step 51 (Gambar 3.30),
maka kemudian struktur didorong sampai step 5 untuk mengetahui bagaimana
kinerja bangunan terhadap gempa rencana yaitu gempa dengan periode ulang 500
tahun pada wilayah gempa 6. Hasil pushover bangunan 6 lantai gempa 500 tahun
ini dapat dilihat pada Gambar 3.31.

Gambar 3.30. Step yang Paling Mendekati Performance Point Gempa 500 Tahun

(a) Portal Eksterior (b) Portal Interior

Gambar 3.31. Hasil Pushover Akibat Gempa 500 Tahun

3.7. Analisis Dinamis Nonlinier Riwayat Waktu dengan SAP 2000 v11.0.0
3.7.1 Model Struktur
Pada program SAP 2000 v11.0.0 tidak ada fasilitas khusus untuk dapat
langsung memodelkan RBS pada balok induk seperti pada program ETABS
v9.6.0. Oleh karena itu, untuk mendapatkan karakteristik struktur yang identik

75
Universitas Kristen Petra
dengan keadaan sebenarnya, maka pemodelan pada section RBS dibuat
menggunakan WF yang pada bagian sayapnya dikurangi secara linier tanpa radius
coakan (gambar 3.32). Untuk mendapatkan hasil analisis struktur yang mendekati
dengan hasil analisis menggunakan program ETABS v9.6.0, maka dilakukan
beberapa percobaan trial and error terlebih dahulu sehingga diperoleh lebar sayap
yang sesuai. Setelah dilakukan beberapa percobaan terhadap seluruh tipe WF yang
digunakan maka di tetapkan besarnya c adalah 0.11 dari bf. Sedangkan besarnya
nilai a dan b sama seperti yang dimodelkan pada program ETABS v9.6.0.

c = 0,11 bf

a b
Gambar 3.32. Pemodelan RBS pada Program SAP 2000 v11.0.0

3.7.2 Input Program


Setelah pembuatan model struktur dan pemberian beban-beban gravitasi
serta beban gempa yang bekerja pada struktur, tahapan berikutnya untuk
melakukan analisis time history pada program SAP 2000 v11.0.0 melalui
beberapa langkah berikut.

3.7.2.1 Pendefinisian “Non-linear Hinge Properties” Balok dan Kolom


Seperti pada program ETABS v9.6.0, sendi plastis pada balok dan kolom
induk juga harus didefinisikan terlebih dahulu. Data hinge properties pada balok
di-input-kan tepat pada bagian tengah penampang dari RBS, yaitu di lokasi di
mana sendi plastis diharapkan terjadi. Hinge properties ini dimasukkan hanya
untuk M3 saja. Sedangkan data hinge properties untuk elemen kolom adalah
model P-M2-M3. Gambar 3.33 dan gambar 3.34 menujukkan proses pendefinisian
sendi plastis pada balok dan kolom.

76
Universitas Kristen Petra
Gambar 3.33. Input Hinge Properties untuk Profil Balok

Gambar 3.34a. Input Hinge Properties untuk Profil Kolom

77
Universitas Kristen Petra
Gambar 3.34b. Input Hinge Properties untuk Profil Kolom

3.7.2.2 Letak Sendi Plastis


Proses input letak sendi plastis pada balok dan kolom sama persis seperti
pada program ETABS v9.6.0.

3.7.2.3 Kondisi Pembebanan


Pada nonliniear time history dynamic analysis juga ada dua macam
kondisi pembebanan, yaitu pembebanan akibat beban gravitasi dan pembebanan
percepatan gempa. Dalam studi ini, beban gravitasi yang digunakan adalah beban
mati dengan koefisien pembebanan 1,0 dan beban hidup dengan koefisien 0,5.

78
Universitas Kristen Petra
Pada static case untuk beban gravitasi, dipilih push to load level defined
by pattern, karena beban gravitasi yang akan bekerja sudah diketahui besarnya
melalui perhitungan. Pada penelitian ini pushover case untuk beban gravitasi
diberi nama PUSH1. Contoh masukan pushover case untuk beban gravitasi dapat
dilihat pada Gambar 3.35. Efek nonlinier geometri dan material struktur diberikan
melalui efek P-Δ dan hubungan antara momen-kurvatur dari penampang elemen
struktur yang telah dimasukkan.

Gambar 3.35. Input Data Analysis Case untuk Beban Gravitasi

79
Universitas Kristen Petra
Dalam studi ini, rekaman gempa yang digunakan untuk adalah gempa El
Centro 18 Mei 1940 komponen Utara-Selatan. Rekaman gempa tersebut
dimodifikasi terhadap periode ulang 500 tahun dengan program RESMAT
(Lumantarna dan Lukito, 1997), berdasarkan SNI 03-1726-2002 (SNI 1726,
2002). Target respons spektrum 500 tahun yang digunakan adalah target respons
spektrum untuk Wilayah 2 Peta Gempa
Rekaman Indonesia
Gempa El Centro(SNI 1726,
18 Mei 1940 2002) untuk jenis
Komponen North-South Dimodifikasi terhadap
tanah lunak (gambar 3.36). Periode Ulang 500 Tahun
0.4

0.3

0.2
Percepatan (g)

0.1

-0.1

-0.2

-0.3
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Waktu (detik)

Gambar 3.36. Rekaman Percepatan Gempa El Centro 1940 North -


South Modifikasi 500 tahun

Data rekaman gempa El Centro 18 Mei 1940 komponen Utara-Selatan


termodifikasi tersebut lalu dimasukkan ke dalam Time History Function dalam
program SAP 2000 v11.0.0 sebagai fungsi percepatan gempa yang digunakan
untuk analisis (Gambar 3.37).

Gambar 3.37. Time History Function (Gempa El Centro Termodifikasi)

80
Universitas Kristen Petra
Kemudian, dibuat suatu Time History Case seperti terlihat pada Gambar
3.38. Percepatan gempa ditinjau satu arah karena bangunan yang digunakan
simetris. Dalam analisis digunakan Time Step sebesar 0,02 detik dan dicatat
sampai detik ke-20. Scale Factor yang digunakan adalah nilai gravitasi, yang
berarti rekaman gempa yang dimasukkan nilainya akan dikali dengan 1 kali
gravitasi (g). Karena pada studi ini juga diteliti pada wilayah 6 peta gempa
Indonesia dengan besaran gempa 100 tahun, 500 tahun, dan 1000 tahun, maka
perlu diberikan scale factor (koefisien) untuk memodifikasi dari wilayah 2 gempa
500 tahun terhadap besarnya gempa yang akan ditinjau.

Gambar 3.38. Input Data untuk Analisis Dinamik Non-Linear Time History

81
Universitas Kristen Petra
Metode integrasi langsung yang digunakan adalah metode Newmark
dengan nilai β adalah 0,25 dan nilai γ adalah 0,5. Dalam analisis ini, parameter
nonlinear yang dimasukkan adalah efek P-Δ dan redaman yang digunakan adalah
sebesar 5%. Parameter non-linear yang digunakan (Gambar 3.39) untuk
mengontrol hasil Analisis Dinamik Non-Linear Time History adalah :
1. Minimum Substep Size, nilai yang diambil adalah 1/200 dari nilai Output
Time Step Size yang di dalam studi ini dimasukkan nilai 0,02 detik. Sehingga
nilai Minimum Substep Size adalah 0,001
2. Iteration Convergence Tolerance (Relative), untuk mengefisiensi proses
iterasi, nilai toleransi yang dimasukkan adalah 0,01

Gambar 3.39. Masukan Data untuk Nonliniear Parameter

3.7.2.4 Analisis Kinerja Struktur dari Hasil Analisis Dinamis Time History
Nonlinier
Untuk mengetahui nilai Damage Index yang terjadi pada elemen struktur,
maka dilihat pada step yang terakhir dari analisis time history ini, yaitu pada detik
ke-20. Tetapi dalam penelitian ini hanya ditinjau hingga detik ke-6 saja. Hal ini
dikarenakan untuk mencapai analisis hingga detik ke-20, program SAP v11.0.0
membutuhkan running time yang amat lama. Untuk mendapatkan nilai
displacement dan drift maksimum, harus dilakukan tinjauan secara menyeluruh
pada setiap time step.

82
Universitas Kristen Petra

Anda mungkin juga menyukai