Anda di halaman 1dari 57

Case Report

KHOLELITHIASIS

Oleh:

dr. Anggraeni Putri Pertiwi


Pembimbing:
dr. Jeffri, Sp.B-KBD

RUMAH SAKIT SILOAM SRIWIJAYA


PALEMBANG

2019
HALAMAN PENGESAHAN

Case report berjudul :

Kholelithiasis

dr. Anggraeni Putri Pertiwi

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat mengikuti


Program Internship di RS Siloam Sriwijaya Palembang periode 11
Oktober 2018 – 11 Oktober 2019.

Palembang, 6 September 2019

dr. Jeffri, Sp.KBD


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat-Nya kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan laporan kasus ini untuk memenuhi syarat Program
Internship di RS Siloam Sriwijaya Palembang. Dengan disusunnya
laporan kasus ini diharapkan bias sedikit memberikan gambaran
tentang “Kholelithiasis”.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dr. Jeffri, Sp.B-


KBD selaku pembimbing penyusunan laporan kasus ini dengan
memberikan bimbingan dan nasehat dalam penyelesaian laporan
kasus ini.

Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang tidak


terhingga kepada teman-teman, serta staf RS Siloam Sriwijaya
Palembang, dan keluarga serta semua pihak yang telah membantu
dalam menyelesaikan laporan kasus ini. Dengan menyadari
sepenuhnya bahwa masih banyak kelemahan yang terdapat dalam
penulisan laporan kasus ini, kritik dan saran sangat diharapkan untuk
perbaikan penulisan selanjutnya. Semoga tulisan ini bermanfaat.

Palembang, 6 September 2019

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL DEPAN ............................................................................... i


KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi ................................................................................................. 5
2.2 Fisiologi .................................................................................................. 9
2.3 Definisi Kolelitiasis ................................................................................ 11
2.4 Epidemiologi ......................................................................................... 15
2.5 Etiologi ................................................................................................... 16
2.6 Manifestasi Klinis ................................................................................... 16
2.7 Patofisiologi ............................................................................................ 17
2.8 Faktor Resiko .......................................................................................... 18
2.9 Diagnosis ................................................................................................ 19
2.10 Pemeriksaan Penunjang ......................................................................... 20
2.11 Komplikasi ............................................................................................ 23
2.12 Penatalaksanaan .................................................................................... 27
2.13 Prognosis ............................................................................................... 31
BAB I11 STATUS PASIEN
3.1 Status pasien .......................................................................................... 32
BAB IV Analisis Kasus
4.1 Analisis Kasus ....................................................................................... 32
BAB IV KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan ........................................................................................... 32

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 33


6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kolelithiasis dimaksudkan untuk penyakit batu empedu yang dapat


ditemukan di dalam kandung empedu atau didalam ductus choleaductus, atau pada
keduanya. Sebagian besar batu empedu terutama batu kolesterol, terbentuk di dalam
kandung empedu (kolesistolitiasis). Batu kandung empedu berpindah ke dalam
saluran empedu ekstrahepatik disebut batu saluran empedu sekunder atau
koledokolitiasis. 1

Kebanyakan batu duktus koledokus berasal dari batu kandung empedu,


tetapi ada juga yang terbentuk primer di dalam saluran empedu ekstrahepatik
maupun intrahepatik. Batu primer dari saluran empedu, harus memenuhi kriteria
sebagai berikut : ada masa asimptomatik setelah kolesistektomi, morfologik cocok
dengan batu empedu primer, tidak ada sisa duktus sistikus yang panjang. 1

Sekitar 16 juta orang di AS menderita batu empedu, yang mengharuskan


dilakukakannya sekitar 500.000 kolesistektomi setahun. Batu empedu bertanggung
jawab secara langsung bagi sekitar 10.000 kematian setahun. Prevalensi batu
empedu bervariasi sesuai dengan usia dan jenis kelamin. Wanita dengan batu
empedu melebihi jumlah pria dengan perbandingan 4 : 1. Wanita yang minum
estrogen mempunyai peningkatan resiko, yang melibatkan lebih lanjut dasar
hormon. Batu empedu tidak biasa ditemukan pada orang yang berusia kurang dari
20 tahun (1 %), lebih sering pada usia 40-60 tahun (11 %) dan ditemukan sekitar 30
% pada orang yang berusia diatas 80 tahun. 2
7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi
2.1.1 Embriologi

Cikal bakal saluran empedu dan hati adalah penonjolan sebesar 3 mm, yang
timbul di daerah ventral usus depan. Bagian kranial tumbuh menjadi hati, bagian
kaudal menjadi kandung empedu. Dari tonjolan berongga yang bagian padatnya
kelak menjadi sel hati, tumbuh saluran empedu yang bercabang-cabang seperti
pohon di antara sel hati tersebut. 1

2.1.2 Anatomi

Kandung empedu adalah kantung berbentuk buah pir, panjang sekitar 7


sampai 10 cm, dengan kapasitas rata-rata 30 sampai 50 ml. Ketika obstruksi,
kandung empedu dapat distensi dan berisi hingga 300 ml. 3
Kandung empedu terletak di fossa pada permukaan inferior hati. Sebuah
garis dari fossa ini ke vena cava inferior membagi hati menjadi lobus hati kanan dan
kiri. Kantong empedu dibagi menjadi empat bidang anatomi: fundus, corpus
(tubuh), infundibulum, dan leher. Fundus adalah bulat, akhirnya yang biasanya
meluas 1 sampai 2 cm di atas margin hati. Berisi sebagian besar otot polos organ,
berbeda dengan corpus, yang merupakan tempat penyimpanan utama dan berisi
sebagian besar jaringan elastis. Tubuh memanjang dari fundus dan mengecil ke
leher, daerah berbentuk corong yang menghubungkan dengan duktus sistikus. Leher
biasanya mengikuti kurva lembut, konveksitas yang dapat diperbesar untuk
membentuk infundibulum atau kantong Hartmann. Leher terletak di bagian
terdalam dari fossa kandung empedu dan meluas ke bagian bebas dari ligamen
hepatoduodenal. 3
Lapisan peritoneum yang sama yang meliputi hati meliputi fundus dan
permukaan inferior kantong empedu. Kadang-kadang, kandung empedu memiliki
penutup peritoneal lengkap dan ditangguhkan dalam mesenterium dari permukaan
8

rendah hati, dan jarang, itu tertanam jauh di dalam parenkim hati (sebuah kantung
empedu intrahepatik). 3

Kantong empedu dilapisi oleh satu, sangat dilipat, epitel kolumnar tinggi
yang mengandung kolesterol dan lemak gelembung-gelembung. Lendir
disekresikan ke kandung empedu berasal dari kelenjar tubuloalveolar ditemukan di
mukosa yang melapisi infundibulum dan leher kandung empedu, tetapi absen dari
tubuh dan fundus. Lapisan epitel kandung empedu didukung oleh lamina propria.
Lapisan otot memiliki serat longitudinal dan melingkar miring, tapi tanpa lapisan
berkembang dengan baik. Subserosa perimuskular mengandung jaringan ikat, saraf,
pembuluh, limfatik, dan adiposit. Hal ini ditutupi oleh serosa kecuali kantong
empedu tertanam daam hati. Kantong empedu berbeda histologis dari saluran
pencernaan dalam hal ini tidak memiliki mukosa muskularis dan submukosa. 3

Gambar 1. Anatomi Hepar 8


9

Gambar 2. Anatomi Hepar dan Kandung Empedu 8

Empedu di sekresi oleh sel hepar ke dalam ductulus biliaris yang bersatu
menjadi ductulus biliaris interlobularis yang bergabung untuk membentuk ductus
hepaticus dexter dan ductus hepaticus sinister. Ductus hepaticus dexter
menyalurkan empedu dari lobus hepatis dexter, dan ductus hepaticus sinister
menyalurkan empedu dari lobus hepatis sinister, termasuk lobus caudatus dan
hampir seluruh lobus quadratus. Setelah melewati porta hepatis, kedua ductus
hepaticus bersatu untuk membentuk ductus hepaticus communis. Dari sebelah
kanan ductus cysticus bersatu dengan ductus hepaticus communis untuk
membentuk ductus choledochus (biliaris) yang membawa empedu ke dalam
duodenum. 4
Ductus choledochus berawal di sisi bebas omentum minus dari persatuan
ductus cysticus dan ductus hepaticus communis. Ductus choledochus melintas ke
kaudal di sebelah dorsal pars superior duodenum dan menempati alur pada
permukaan dorsal caput pancreatic. Disebelah kiri bagian duodenum yang menurun,
ductus choledochus bersentuhan dengan ductus pancreaticus. Kedua ductus ini
melintas miring melalui dinding bagian kedua duodenum, lalu bersatu membentuk
ampulla hepatopancreatica. Ujung distal ampulla hepatopancreatica bermuara ke
10

dalam duodenum melalui papilla duodeni major. Otot yang terdapat pada ujung
distal ductus choledochus menebal untuk membentuk musculus sphinter ductus
choledochi. Jika musculus sphinter ductus choledochi mengkerut, empedu tidak
dapat memasuki ampula hepatopancreatica dan atau duodenum, maka empedu
terbentdung dan memasuki ductus cysticus ke dalam vesica biliaris untuk
dipekatkan dan disimpan. 4

Gambar 3. Anatomi Kandung Empedu, Vesica biliaris (fellea), saluran


empedu. 8
11

2.2 Fisiologi
Fungsi kandung empedu, yaitu :
a. Tempat menyimpan cairan empedu dan memekatkan cairan empedu yang
ada di dalamnya dengan cara mengabsorpsi air dan elektrolit. Cairan
empedu ini adalah cairan elektrolit yang dihasilkan oleh sel hati.
b. Garam empedu menyebabkan meningkatkan kelarutan kolesterol, lemak
dan vitamin yang larut dalam lemak, sehingga membantu penyerapannya
dari usus. Hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah merah
diubah menjadi bilirubin (pigmen utama dalam empedu) dan dibuang ke
dalam empedu 3,5

Kandung empedu mampu menyimpan 40-60 ml empedu. Diluar waktu


makan, empedu disimpan sementara di dalam kandung empedu. Empedu hati
tidak dapat segera masuk ke duodenum, akan tetapi setelah memasuki ductus
hepaticus, empedu masuk ke duktus sistikus dan ke kandung empedu. Dalam
kandung empedu, pembuluh limfe dan pembuluh darah mengabsorpsi air dari
garam-garam anorganik, sehingga empedu dalam kandung empedu kira-kira
lima kali lebih pekat dibandingkan empedu hati.

Empedu disimpan didalam kandung empedu selama periode interdigestif


dan diantarkan ke duodenum setelah rangsangan makanan. Pengaliran cairan
empedu diatur oleh 3 faktor, yaitu :

1. Sekresi empedu oleh sel hati


2. Kontraksi kandung empedu
3. Tahanan sfingter koledokus

Dalam keadaaan puasa, empedu yang diproduksi akan dialirkan ke dalam


kandung empedu. Setelah makan, kandung empedu berkontraksi, sfingter
relaksasi dan empedu mengalir ke duodenum.

Memakan makanan akan menimbulkan pelepasan hormone duodenum,


yaitu kolesistokinin (CGK), yang merupakan stimulus yang lebih kuat. Reseptor
CGK telah dikenal terletak dalam otot polos dari dinding kandung empedu.
12

Pengosongan maksimum terjadi dalam waktu 90 – 120 menit setelah konsumsi


makanan. Empedu secara primer terdiri dari air, lemak, organic, dan elektrolit,
yang normalnya disekresi oleh hepatosit. Zat terlarut organik adalah garam
empedu, kolesterol, dan fosfolipid. 1,3

Sebelum makan, garam-garam empedu menumpuk di dalam kandung


empedu dan hanya sedikit empedu yang mengalir dari hati. Makanan di dalam
duodenum memicu serangkaian sinyal hormonal dan sinyal saraf sehingga
kandung empedu berkontraksi. Sebagai akibatnya, empedu mengalir ke dalam
duodenum dan bercampur dengan makanan.

Empedu memiliki fungsi, yaitu membantu pencernaan dan penyerapan


lemak, berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama
hemoglobin yang berasal dari penghacuran sel darah merah dan kelebihan
kolesterol, garam empedu merangsang pelepasan air oleh usus besar untuk
membantu menggerakkan isinya, bilirubin (pigmen utama dari empedu)
dibuang ke dalam empedu sebagai limbah dari sel darah merah yang
dihancurkan, serta obat dan limbah lainnya dibuang dari empedu dan
selanjutnya dibuang dari tubuh.

Garam empedu kembali diserap ke dalam usus, disuling oleh hati dan
dialirkan kembali ke dalam empedu. Sirkulasi ini dikenal sebagai sirkulasi
enterohepatik. Seluruh garam empedu didalam tubuh mengalami sirkulasi
sebanyak 10-12 kali/hari. Dalam setiap sirkulasi, sejumlah kecil garam empedu
masuk ke dalam usus besar (kolon). Di dalam kolon, bakteri memecah garam
empedu menjadi berbagai unsur pokok. Beberapa dari unsur pokok ini diserap
kembali dan sisanya dibuang bersama tinja. Hanya sekitar 5 % dari asam
empedu yang di sekresi ke dalam feces. 1,3
13

2.3 Definisi Kolelithiasis

Istilah kolelithiasis dimaksudkan untuk penyakit batu empedu yang dapat


ditemukan di dalam kandung empedu atau di dalam duktus koledokus, atau pada
keduanya. Sebagian besar batu empedu, terutama batu kolesterol, terbentuk di
dalam kandung empedu (kolesistolitiasis). kalau batu kandung empedu ini
berpindah ke dalam daluran empedu ekstrahepatik disebut batu saluran empedu
sekunder atau koledokolithiasis sekunder.

Kolelitiasis disebut juga Sinonimnya adalah batu empedu, gallstones,


biliary calculus. Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam
kandung empedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur
yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung
empedu.

Gambar 4. Batu dalam kandung empedu

Komposisi dari kolelitiasis adalah campuran dari kolesterol, pigmen


empedu,kalsium dan matriks inorganik. Lebih dari 70% batu saluran empedu pada
anak-anak adalah tipe batu pigmen, 15-20% tipe batu kolesterol dan sisanya dengan
komposisi yang tidak diketahui.
14

Batu empedu dapat bervariasi ukurannya dari sebesar pasir hingga sebesar
bola golf Jumlah yang terbentuk juga bisa mencapai beberapa ribu. Bentuknya
juga berbeda-beda tergantung dari jenis:

Kandungannya Secara garis besar batu empedu dapat dibedakan menjadi 3


jenis, yaitu :

1. Batu kolesterol

Batu kolesterol murni jarang terjadi dan memperhitungkan <10% dari semua
batu. Mereka biasanya terjadi sebagai batu-batu besar tunggal dengan permukaan
yang halus. Sebagian besar batu kolesterol lainnya mengandung jumlah variabel
pigmen empedu dan kalsium, tapi selalu > 70% kolesterol. Batu-batu ini biasanya
banyak, dengan ukuran variabel, dan mungkin sulit dan faceted atau tidak beraturan
irreguller berbentuk seperti murbei, dan lembut. Warna berkisar dari keputihan
kuning dan hijau menjadi hitam.

Kebanyakan batu kolesterol yang radiolusen; <10% yang radiopak. Apakah


murni atau alam campuran, acara utama umum dalam pembentukan batu kolesterol
jenuh empedu dengan kolesterol. Oleh karena itu, kadar kolesterol empedu dan batu
empedu kolesterol tinggi dianggap sebagai salah satu penyakit. Kolesterol sangat
nonpolar dan tidak larut dalam air dan empedu. Kelarutan kolesterol bergantung
pada konsentrasi relatif dari kolesterol, garam empedu, dan lesitin (fosfolipid utama
dalam empedu). Supersaturasi hampir selalu disebabkan oleh kolesterol
hipersekresi bukan oleh sekresi berkurang dari fosfolipid atau garam empedu. 3

Jenis kolesterol ini merupakan 80% dari keseluruhan batu empedu.


Penampakannya biasanya berwarna hijau namun dapat juga putih atau kuning. Batu
kolesterol dapat terbentuk jika empedu mengandung terlalu banyak kolesterol
dibadingkan dengan garam empedu. Selain itu 2 faktor yang: berperan dalam
pembentukan batu kolesterol adalah seberapa baik kantung empedu kita
berkontraksi untuk mengeluarkan empedu dan adanya protein dalam hati yang
berperan untuk menghambat masuknyaolesterol kedalam batu empedu.
15

Kenaikan hormon estrogen kehamilan mendapat terapi hormone dan KB dapat


meningkatkan kandungan kolesterol dalam empedu dan mengurangi kontraksinya
sehingga mempermudah pembentukan batu empedu.

2. Batu pigmen

Batu pigmen mengandung < 20% kolesterol dan berwarna gelap karena
kandungan kalsium bilirubinate. Jika tidak, batu pigmen berwarna hitam dan coklat
memiliki sedikit dan harus dianggap sebagai entitas yang terpisah.
Batu pigmen hitam biasanya ukuran kecil, rapuh, hitam, dan kadang-
kadang spiculated. Mereka dibentuk oleh jenuh kalsium bilirubinate, karbonat, dan
fosfat, paling sering sekunder untuk gangguan hemolitik seperti sferositosis
herediter dan penyakit anemia sel sabit, dan pada penyakit sirosis. Seperti batu
kolesterol, mereka hampir selalu terbentuk di kandung empedu. Bilirubin tak
terkonjugasi jauh lebih larut dari terkonjugasi bilirubin dalam empedu.
Deconjugation bilirubin terjadi biasanya dalam empedu pada tingkat yang lambat.
Tingkat berlebihan bilirubin terkonjugasi, seperti di negara-negara hemolitik,
menyebabkan peningkatan laju produksi bilirubin tak terkonjugasi. Sirosis dapat
menyebabkan peningkatan sekresi bilirubin tak terkonjugasi. Ketika kondisi
berubah menyebabkan peningkatan kadar bilirubin dalam empedu deconjugated,
curah hujan dengan kalsium terjadi. Di negara-negara Asia seperti Jepang, akun
batu hitam untuk persentase yang jauh lebih tinggi dari batu empedu dibandingkan
di belahan bumi Barat.
Batu coklat biasanya dengan ukuran < 1 cm, berwarna kuning kecoklatan,
lunak, dan sering lunak. Dapat membentuk di dalam kantong empedu atau di
saluran empedu, biasanya sekunder terhadap infeksi yang disebabkan oleh stasis
empedu. Endapan kalsium bilirubinate dan badan sel bakteri membentuk bagian
utama dari batu.
Bakteri seperti Escherichia coli mensekresikan β-glucuronidase yang
enzimatik membelah bilirubin glukuronida untuk menghasilkan larut bilirubin tak
terkonjugasi. Hal endapan dengan kalsium, dan bersama dengan badan sel bakteri
mati, membentuk coklat yang lembut batu di saluran empedu.
16

Batu coklat biasanya ditemukan di saluran empedu dari populasi Asia dan
berhubungan dengan stasis sekunder untuk parasit infeksi. Dalam populasi Barat,
batu coklat terjadi sebagai empedu utama batu saluran pada pasien dengan
penyempitan empedu atau batu empedu saluran lain yang menyebabkan stasis dan
kontaminasi bakteri. 3

3. Batu campuran

Batu campuran antara kolesterol dan pigmen dimana mengandung 20-50%


kolesterol.

Gambar 5. Klasifikasi batu dalam kandung empedu

2.4 Epidemiologi

Penyakit batu empedu merupakan salah satu masalah yang paling umum
yang mempengaruhi saluran pencernaan. Laporan otopsi menunjukkan prevalensi
batu empedu dari 11% menjadi 36 %. Prevalensi batu empedu berhubungan dengan
banyak faktor, termasuk usia, jenis kelamin, dan latar belakang etnis. Kondisi
tertentu predisposisi yang pengembangan batu empedu. Obesitas, kehamilan, faktor
makanan, penyakit Crohn, reseksi ileum terminal, operasi lambung, sferositosis
herediter, penyakit sel sabit, dan talasemia yang semua yang berhubungan dengan
peningkatan risiko mengembangkan batu empedu.
17

Wanita tiga kali lebih mungkin untuk mengembangkan batu empedu


dibandingkan laki-laki, dan kerabat tingkat pertama pasien dengan batu empedu
memiliki prevalensi dua kali lipat lebih besar. 6
Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah kesehatan yang penting di
negara barat sedangkan di Indonesia baru mendapatkan perhatian di klinis,
sementara publikasi penelitian batu empedu masih terbatas.

Sekitar 5,5 juta penderita batu empedu ada di Inggris dan 50.000
kolesistektomi dilakukan setiap tahunnya. Kasus batu empedu sering ditemukan di
Amerika, yaitu pada 10 sampai 20% penduduk dewasa. Setiap tahun beberapa ratus
ribu penderita ini menjalani pembedahan.6 Dua per tiga dari batu empedu adalah
asimptomatis dimana pasien tidak mempunyai keluhan dan yang berkembang
menjadi nyeri kolik tahunan hanya 1-4%. Sementara pasien dengan gejala
simtomatik batu empedu mengalami komplikasi 12% dan 50% mengalami nyeri
kolik pada episode selanjutnya. Risiko penyandang batu empedu untuk mengalami
gejala dan komplikasi relatif kecil. Walaupun demikian, sekali batu empedu
menimbulkan masalah serangan nyeri kolik yang spesifik maka resiko untuk
mengalami masalah dan penyulit akan terus meningkat.6

Di negara Barat 10-15% pasien dengan batu kandung empedu juga disertai
batu saluran empedu. Pada beberapa keadaan, batu saluran empedu dapat terbentuk
primer di dalam saluran empedu intra-atau ekstra-hepatik tanpa melibatkan
kandung empedu. Batu saluran empedu primer lebih banyak ditemukan pada pasien
di wilayah Asia dibandingkan dengan pasien di negara Barat.6
18

2.5 Etiologi

Empedu normal terdiri dari 70% garam empedu (terutama kolik dan
asam chenodeoxycholic), 22% fosfolipid (lesitin), 4% kolesterol, 3% protein
dan 0,3% bilirubin.2 Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan
sempurna namun yang paling penting adalah gangguan metabolisme yang
disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu dan infeksi
kandung empedu.3 Sementara itu, komponen utama dari batu empedu adalah
kolesterol yang biasanya tetap berbentuk cairan. Jika cairan empedu menjadi
jenuh karena kolesterol, maka kolesterol bisa menjadi tidak larut dan
membentuk endapan di luar empedu.

2.6 Manifestasi Klinis

Pada anamnesis, didapatkan setengah sampai dua pertiga penderita batu


kandung empedu adalah asimtomatik. Keluhan yang mungkin timbul berupa
dyspepsia yang kadang disertai intoleransi terhadap makanan berlemak.

Pada asimptomatik, keluhan berupa nyeri didaerah epigastrium, kuadran kanan


atau precordium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin berlangsung
lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian.
Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan, tetapi pada sepertiga kasus timbul
secara tiba-tiba. Penyebaran nyeri dapat ke punggung bagian tengah, scapula, atau
puncak bahu, disertai mual dan muntah.

Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri menghilang


setelah makan antacid. Kalau terjadi kolesistitis, keluhan nyeri menetap dan
bertambah pada waktu menarik nafas dalam dan sewaktu kandung empedu
tersentuh ujung jari tangan sehingga pasien menarik nafas, yang merupakan tanda
rangsangan peritoneum setempat (Murphy sign). 1

Gejala empedu simtomatik utama yang terkait dengan batu adalah nyeri. Rasa
sakit adalah konstan dan peningkatan keparahan selama setengah jam pertama atau
lebih dan tipikal berlangsung selama 1 sampai 5 jam. Hal ini terletak di epigastrium
19

atau kuadran kanan atas dan sering menyebar ke punggung bagian atas kanan atau
antara skapula. Rasa sakit parah dan datang pada tiba-tiba, biasanya pada malam
hari atau setelah makan lemak. Hal ini sering dikaitkan dengan mual dan muntah
kadang-kadang. Rasa sakit adalah episodik. Pasien menderita serangan diskrit
nyeri, antara yang mereka merasa baik. Pemeriksaan fisik dapat mengungkapkan
ringan kuadran kanan atas nyeri selama episode nyeri. Jika pasien sakit gratis,
pemeriksaan fisik biasanya kategorinya sekutu biasa-biasa saja. Nilai laboratorium,
seperti jumlah dan fungsi hati WBC tes, biasanya normal pada pasien dengan batu
empedu dipersulit. 3

2.7 Patofisiologi

Hepatolitiasis ialah batu empedu yang terdapat di dalam saluran empedu dari
awal percabangan duktus hepatikus dextra dan sinistra meskipun percabangan
tersebut mungkin terdapat diluar parenkrim hati. Batu tersebut umumnya berupa
batu pigmen yang berwarna coklat, lunak, bentuk seperti lumpur dan rapuh.
Hepatolitiasis akan menimbulkan kolangitis piogenik rekurens atau kolangitis
oriental yang sering sulit penanganannya.

Batu kandung empedu dapat berpindah ke dalam duktus koledokus melalui


duktus sistikus. Didalam perjalanannya melalui duktus sistikus, batu tersebut dapat
menimbulkan sumbatan aliran empedu secara parsial atau komplet sehingga
menimbulkan gejala kolik empedu. Pasase batu empedu berulang melalui duktus
sistikus yang sempit dan dapat menimbulkan iritasi dan perlukaan sehingga dapat
menimbulkan peradangan dinding duktus sistikus dan striktur. Kalau batu terhenti
di dalam duktus sistikus karena diameternya terlalu besar atau tertahan oleh striktur,
batu akan tetap berada di sana sebagai batu duktus sistikus.

Kolelitiasis asimptomatik biasanya diketahui secara kebetulan, sewaktu


pemeriksaan ultrasonografi, pembuatan foto polos abdomen, atau perabaan
sewaktu operasi. Pada pemeriksaan fisik dan laboratorium tidak ditemukan
kelainan.
20

2.8 Faktor Resiko


Faktor resiko untuk kolelitiasis, yaitu :
a. Usia
Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya
usia. Orang dengan usia > 40 tahun lebih cenderung untuk terkena
kolelitiasis di bandingkan dengan usia yang lebih muda. Di Amerika serikat
20 % wanita lebih dari 40 tahun mengidap batu empedu. Semakin
meningkat usia, prevalensi batu empedu semakin tinggi. Hal ini disebabkan
oleh:
1. Batu empedu sangat jarang mengalami disolusi spontan.
2. Meningkatnya sekresi kolesterol ke dalam empedu sesuai dengan
bertambahnya usia.
3. Empedu semakin itogenik bila usia semakin bertambah.
b. Jenis Kelamin
Wanita memiliki resiko dua kali lipat untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan pria, hal ini disebabkan karena pada wanita
dipengaruhi oleh hormon estrogen, yang berpengaruh terhadap peningkatan
eksresi kolesterol oleh kandung empedu. Hingga decade ke-6, 20 % pada
wanita dan 10 % pada pria menderita batu empedu dan prevalensinya
meningkat dengan bertambahnya usia, walaupun umumnya selalu pada
wanita.
c. Berat Badan (BMI)
Pada orang yang memiliki Body Mass Indeks (BMI) tinggi, mempunyai
resiko lebih tinggi untuk terjadi kolelitiasis, hal ini dikarenakan dengan
tingginya BMI maka kadar kolesterol di dalam kandung empedu tinggi dan
mengurangi garam empedu serta mengurangi kontraksi / pengosongan
kandung empedu.
d. Makanan
Konsumsi makanan yang mengandung lemak terutama lemak hewani
beresiko untuk menderita kolelitiasis. Kolesterol merupakan komponen dari
21

lemak. Jika kadar kolesterol yang terdapat dalam cairan empedu melebihi
batas normal, maka cairan empedu dapat mengendap dan lama kelamaan
menjadi batu. Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat
mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat
menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
e. Aktivitas fisik
Kurangnya aktivitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko
terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih
sedikit berkontraksi.

2.9 Diagnosis

Diagnosis batu empedu simtomatik atau kolesistitis kronis tergantung


pada kehadiran gejala-gejala yang khas dan demonstrasi batu pada pencitraan
diagnostik. USG abdomen adalah tes diagnostik standar untuk batu empedu. Batu
empedu kadang-kadang diidentifikasi pada radiografi abdomen atau CT scan.
Dalam kasus ini, jika pasien memiliki gejala yang khas, USG kantong empedu dan
saluran bilier harus ditambahkan sebelum intervensi bedah. Batu dapat di diagnosis
kebetulan pada pasien tanpa gejala harus dibiarkan di tempat seperti yang dibahas
sebelumnya di anamnesa. Kadang-kadang, pasien dengan serangan khas nyeri bilier
tidak memiliki bukti batu pada ultrasonografi. Kadang-kadang hanya lumpur di
kantong empedu ditunjukkan pada ultrasonografi. Jika pasien memiliki serangan
nyeri bilier yang khas dan lumpur terdeteksi pada dua atau tiga kali, kolesistektomi
dibenarkan. Selain sludge dan batu, cholesterolosis dan adenomyomatosis dari
kantong empedu dapat menyebabkan gejala empedu yang khas dan dapat dideteksi
pada ultrasonografi. Cholesterolosis disebabkan oleh akumulasi kolesterol dalam
makrofag di mukosa kandung empedu, baik secara lokal atau polip. Ini
menghasilkan penampilan makroskopik klasik dari "strawberry kandung empedu."
Adenomyomatosis atau kolesistitis glandularis proliferans adalah
dikarakterisasikan pada mikroskop oleh hipertrofi bundel otot polos dan dengan
ingrowths dari kelenjar mukosa ke dalam lapisan otot (pembentukan sinus epitel).
22

Polip granulomatosa berkembang di lumen di fundus, dan dinding kandung empedu


menebal dan septae atau striktur dapat dilihat di kantong empedu. Pada pasien
simptomatik, kolesistektomi adalah pengobatan pilihan untuk pasien dengan
kondisi ini.

2.10 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan laboratorium
Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan
kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat
terjadi leukositosis. Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan
ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar
bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus
koledukus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum
biasanya meningkat sedang setiap setiap kali terjadi serangan akut.1

2. Pemeriksaan Radiologis
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena
hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang
kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat
dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang
membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan
lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di
fleksura hepatika.1
23

Gambar 6. Foto rongent pada kolelitiasis

3. Pemeriksaan Ultrosonografi (USG)


USG akan menunjukkan batu di kandung empedu dengan sensitivitas dan
spesifisitas > 90 %. Terdapat batu dengan bayangan akustik dan mencerminkan
gelombang ultrasound kembali ke transduser ultrasonik. Karena batu memblokir
bagian dari gelombang suara ke daerah belakang dan menghasilkan bayangan
akustik. 3

Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk


mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik
maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu
yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun
sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi
karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa
nyeri pada batu kandung empedu yang ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi
biasa. 1
24

Gambar 7. USG Kandung Empedu Normal

Terlihat kontur, besar dan batas yang normal, dinding tidak menebal. Terletak diantara
parenkim hati lobus kanan pada fossa vesika felea. Ekocairan homogen

Gambar 8. Kolelitiasis terlihat hiperekoik dengan bayangan akuistik di bawahnya

4. Kolesistografi
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena
relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga
dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan
ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan
25

hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati.
Pemeriksaan kolesitografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung
empedu.1

2.11 Komplikasi

Komplikasi Kolelithiasis dapat berupa kolesistitis akut yang dapat


menimbulkan perforasi dan peritonitis, kolesistitis kronik, icterus obstruktif,
kolangitis, kolangiolitis piogenik, fisitel bilienterik, ileus batu empedu,
ankreatitis dan perubahan keganasan.

Batu empedu dari ductus koledokus dapat masuk ke dalam duodenum


melalui papila Vater dan menimbulkan kolik, iritasi, perlukaan mukosa,
peradangan, udem, dan striktur papilla vater.

1. Kolesistitis Akut

Hampir semua kolesititis akut terjadi akibat sumbatan duktus sistikus oleh
batu yang terjebak di dalam kantung Hartmann, komplikasi ini terjadi pada
penderita kolelittiasis 5%.

Gambaran klinis, keluhan utama ialah nyeri akut di perut kuadran kanan
atas, yang kadang-kadang menjalar ke belakang di daerah scapula. Pada
kolesistitis, nyeri menetap dan disertai tanda rangsang peritoneal berupa nyeri
tekan, lepas, dan defans muscular otot dinding perut. Kandung empedu yang
membesar dan dapat diraba. Pada separuh penderita dapat disertai mual dan
muntah.

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan jumlah leukosir meningkat atau


dalam batas normal.

Pada pemeriksaan USG kolesistisis akut ialah sering ditemukan batu,

penebalan dinding kandung empedu, hidrops dan kadang-kdang terlihat eko


26

cairan di sekelilingnya yang menandakan adanya perikolesisitisis atau perforasi.

Sering diikuti rasa nyeri pada penekanan dengan transduser yang dikenal

sebagai Morgan sign positif atau positive transducer sign. 9

Gambar 9. Kolesistitis akut, ditandai dengan penebalan dinding

Dan adanya ekocairan disekelilingnya (cirri khas) sebagai reaksi perikolesistisis

2. Kolesititis Kronik

Kolesititis kronik merupakan kelainan kandung empedu yang paling umum


ditemukan. Penyebabnya adlah hampir selalu batu empedu. Diagnosis
Kolesititis kronik adalah kolik bilier, dyspepsia dan ditemukan batu kandung
empedu pada pemeriksaan ultrasonografi. Nyeri kolik bilier yang khas dapat
dicetuskan oleh makanan berlemak dan khas kolik bilier dirasakan di perut
kanan atas, dan nyeri alih ke titik boas.

Kandung empedu sering tidak/sukar terlihat. Dinding menjadi sangat tebal

dan eko cairan lebih terlihat hiperekoik. Sering terdapat pada kolesistisis kronik
27

lanjut dimana kandung empedu sudah mengisut (contracted gallbladder).

Kadang-kandang hanya eko batunya saja yang terlihat pada fossa vesika felea.9

Gambar 10. USG Kolesistitis kronik, terlihat dinding yang menebal, kandung
empedu mengkisut dan batu yang disertai bayangan akuistik.

3. Keganasan

Insidens tumor ganas primer saluran empedu pada penderita dengan

kolelitiasis dan tanpa kolelitiasis, pada perempuan dan laki-laki tidak berbeda.

Umur kejadian rata-rata pada 60 tahun, jarang pada usia muda. Jenis tumor

kebanyakan adenokarsinoma pada duktus hepatikus atau duktus koledokus.

Gambaran histologik tumor dapat murni sebagai adenokarsinoma, yang juga

disebut kolangiokarsinoma.

Keganasan kandung empedu jarang ditemukan dan biasanya terdapat pada

usia lanjut. Kebanyakan berhubungan dengan batu empedu. Resiko timbul


28

keganasan sesuai dengan lamanya menderita batu kandung empedu. Tumor

gans primer kandung empedu adalah jenis adenokarsinoma dengan penyebaran

invasive langsung ke dalam hati dan porta hati.

Gambaran klinis, keluhan biasanya ditentukan oleh kolesistolitiasis. Sering

ditemukan nyeri menetap di perut uadran kanan atas, mirip kolik bilier. Apabila

tejadi obstruksi duktus sstikus, akan timbul kolesistitis akut. Diagnosis, pada

pemeriksaan fisik didapatkan teraba massa di daerah kandung empedu. Massa

ini tidak akan disangka tumor apabila disertai tanda kolesistitis akut.

Pada pemeriksaan ultrasonografi terlihat sebagai massa dengan batas tidak

rata dan melebar sampai ke parenkim hati. 9


29

Gambar 11. Keganasan : Terlihat massa padat di dalam kandung empedu dengan
batas ireguler,tidak menimbulkan bayangan akustik, kandung empedu
membesar,sehingga batasnya dengan parenkim hepar tidak tegas.
Terlihat area anekoik sekeliling kandung empedu (perikolesistitis)

4. Kolangitis

Kolangitis yang umumnya disertai dengan obstruksi, akan ditemukan gejala


klinis yang sesuai dengan beratnya kolangitis tersebut. Kolangitis akut yang
ringan sampai sedang biasanya kolangitis bacterial non piogenik yang ditandai
dengan “Trias Charcot” yaitu demam dan menggigil, nyeri di daerah hati dan
ikterus. Apabila tejadi kolangiolitis, biasanya berupa kolangitis piogenik
intrahepatic, akan timbul lima gejala pentade “Reynold”, berupa tiga gejala trias
Charcoat, ditambah syok, kekacauan mentau atau penurunan kesadaran sampai
koma.

2.12 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pasien dengan batu empedu simtomatik harus disarankan


untuk memiliki elektif kolesistektomi laparoskopi. Sambil menunggu operasi, atau
jika operasi harus ditunda, pasien harus disarankan untuk menghindari lemak
makanan dan makanan besar. Pasien diabetes dengan batu empedu simtomatik
harus memiliki cholecystectomy segera, karena lebih rentan untuk mengembangkan
30

cholesistitis akut yang sering parah. Wanita hamil dengan batu empedu simtomatik
yang tidak dapat dikelola harap dengan diet modifikasi dapat dengan aman
menjalani kolesistektomi laparoskopi selama trimester kedua. Kolesistektomi
laparoskopi aman dan efektif pada anak-anak dan dewasa, kolesistektomi,
laparoskopi terbuka, untuk pasien dengan batu empedu yang simptomatik. Sekitar
90 % dari pasien dengan gejala khas empedu dan batu tersebut diberikan bebas dari
gejala setelah kolesistektomi. Untuk pasien dengan gejala atypikal atau dispepsia
(kembung, bersendawa, kembung, dan intoleransi lemak dari makanan), hasilnya
tidak seperti yang menguntungkan. 3

Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri
yang hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau
mengurangi makanan berlemak. 1
Jika batu kandung empedu menyebabkan serangan nyeri berulang meskipun
telah dilakukan perubahan pola makan, maka dianjurkan untuk menjalani
pengangkatan kandung empedu (kolesistektomi). Pengangkatan kandung empedu
tidak menyebabkan kekurangan zat gizi dan setelah pembedahan tidak perlu
dilakukan pembatasan makanan. 1

Pilihan penatalaksanaan antara lain :


1. Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien denga
kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi
adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas
yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling
umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh
kolesistitis akut.
2. Kolesistektomi laparaskopi
Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan
sekarang ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi. 80-
90% batu empedu di Inggris dibuang dengan cara ini karena memperkecil
31

resiko kematian dibanding operasi normal (0,1-0,5% untuk operasi normal)


dengan mengurangi komplikasi pada jantung dan paru.2 Kandung empedu
diangkat melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding
perut.
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa
adanya kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak
ahli bedah mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut
dan pasien dengan batu duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan
ini dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat mengurangi perawatan
di rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali
bekerja, nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang belum
terpecahkan adalah kemanan dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden
komplikasi seperti cedera duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih
sering selama kolesistektomi laparaskopi.

Gambar 12. Kolesistektomi laparaskopi


3. Disolusi medis
Masalah umum yang mengganggu semua zat yang pernah digunakan
adalah angka kekambuhan yang tinggi dan biaya yang dikeluarkan. Zat
disolusi hanya memperlihatkan manfaatnya untuk batu empedu jenis
kolesterol. Penelitian prospektif acak dari asam xenodeoksikolat telah
mengindikasikan bahwa disolusi dan hilangnya batu secara lengkap terjadi
sekitar 15%. Jika obat ini dihentikan, kekambuhan batu tejadi pada 50%
32

pasien.10 Kurang dari 10% batu empedu dilakukan cara ini an sukses.2
Disolusi medis sebelumnya harus memenuhi criteria terapi non operatif
diantaranya batu kolesterol diameternya < 20 mm, batu kurang dari 4 batu,
fungsi kandung empedu baik dan duktus sistik paten.
4. Disolusi kontak
Meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut kolesterol yang
poten (Metil-Ter-Butil-Eter (MTBE)) ke dalam kandung empedu melalui
kateter yang diletakkan per kutan telah terlihat efektif dalam melarutkan batu
empedu pada pasien-pasien tertentu. Prosedur ini invasif dan kerugian
utamanya adalah angka kekambuhan yang tinggi (50% dalam 5 tahun).

5. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)


Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu, analisis biaya-
manfaat pad saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada
pasien yang telah benar-benar dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.

Gambar 13. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)

6. Kolesistotomi
Kolesistotomi yang dapat dilakukan dengan anestesia lokal bahkan di
samping tempat tidur pasien terus berlanjut sebagai prosedur yang
bermanfaat, terutama untuk pasien yang sakitnya kritis.
33

7. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)


Pada ERCP, suatu endoskop dimasukkan melalui mulut,
kerongkongan, lambung dan ke dalam usus halus. Zat kontras radioopak
masuk ke dalam saluran empedu melalui sebuah selang di dalam sfingter
oddi. Pada sfingterotomi, otot sfingter dibuka agak lebar sehingga batu
empedu yang menyumbat saluran akan berpindah ke usus halus. ERCP dan
sfingterotomi telah berhasil dilakukan pada 90% kasus. Kurang dari 4 dari
setiap 1.000 penderita yang meninggal dan 3-7% mengalami komplikasi,
sehingga prosedur ini lebih aman dibandingkan pembedahan perut. ERCP
saja biasanya efektif dilakukan pada penderita batu saluran empedu yang
lebih tua, yang kandung empedunya telah diangkat.

Gambar 14. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)

2.13 Prognosis

Untuk penderita dengan ukuran batu yang kecil, pemeriksaan serial USG
diperlukan untuk mengetahui perkembangan dari batu tersebut. Batu bisa
menghilang secara spontan. Untuk batu besar masih merupakan masalah, karena
resiko terbentuknya karsinoma kandung empedu (ukuran batu > 2cm). Karena
resiko tersebut, dianjurkan untuk mengambil batu tersebut.
34

BAB III

STATUS PASIEN

Nama : Ny. K
Umur : 48 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Palembang
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Status : Menikah
Jumlah anak : 2
No. RM : SHPL 00 16 08 93
MRS : 24/03/2019
Waktu Pemeriksaan : 24/03/2019

I. SUBJECTIVE
a. Keluhan Utama
Nyeri perut kanan atas.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan atas sejak 4 hari
SMRS. Nyeri dirasakan tiba-tiba dan menetap dengan intensitas
berat selama ± 1-3 jam kemudian menghilang perlahan-lahan.
Selanjutnya nyeri muncul kembali. Nyeri dirasakan dari perut kanan
atas hingga bagian ulu hati namun tidak menjalar sampai ke bahu
kanan dan punggung. Nyeri seperti ini dirasakan terus-menerus
selama 4 hari terakhir. Jika nyeri muncul pasien sampai keringat
dingin menahan rasa nyeri dan tidak dapat melakukan aktivitas
apapun. Pasien biasanya hanya berbaring di tempat tidur jika
serangan nyeri datang. Nyeri dirasakan bertambah apabila pasien
menarik napas dalam. Sesak dan nyeri dada disangkal.
35

Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah. Pasien muntah 2 kali,


isi makanan, darah (-). Setiap kali makan pasien mengaku sering
merasa mual. Nafsu makan menjadi menurun semenjak sakit.
Pasien juga mengatakan mengalami demam sejak 2 hari SMRS.
Demam dirasakan terus menerus, naik-turun, dan tidak disertai
menggigil. Demam meningkat terutama saat nyeri muncul. Demam
turun jika diberi obat penurun panas.
Pasien juga mengeluhkan matanya menjadi kuning. Pasien tidak
memperhatikan sejak kapan matanya menjadi kuning, namun
menurut pasien saat sebelum masuk rumah sakit ( di rumah),
matanya belum sekuning seperti saat ini. Namun sejak di rumah sakit
selama 3 hari ini, makin hari makin terlihat jelas mata menjadi
semakin kuning.
Pasien juga mengatakan bahwa buang air besar berwarna putih sejak
4 hari SMRS. Terakhir pasien buang air besar tadi pagi, dan
warnanya putih pucat. Frekuensi buang air besar 2 kali/hari, padat,
nyeri saat BAB (-), darah/ kehitaman (-). Selain itu, menurut pasien
warna kencing menjadi kuning kecoklatan (gelap) sejak 4 hari
SMRS hingga saat ini dengan frekuensi BAK 2-3x/hari, nyeri saat
BAK (-), kencing berpasir (-).

c. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Akan
tetapi, pasien mengaku memiliki riwayat sakit maag sejak lama
namun jarang kambuh. Jika terasa nyeri biasanya hanya di bagian
ulu hati saja dan sembuh jika minum antasid.
Riwayat hipertensi (+), DM (-), penyakit jantung (-) dan keganasan
(-). Riwayat sakit kuning (-)
36

d. Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada di keluarga pasien yang mengalami keluhan serupa
dengan pasien. Riwayat hipertensi (-), DM (-), penyakit jantung (-),
riwayat asma (-). Riwayat batu empedu (-).

e. Riwayat Pengobatan
Pasien hanya minum antasid dan paracetamol untuk mengatasi
keluhannya tersebut. Riwayat minum obat penghilang rasa nyeri
atau obat rematik disangkal.

f. Riwayat Alergi :
Pasien tidak pernah memiliki riwayat alergi terhadap obat-obatan
dan makanan tertentu.

g. Riwayat Pribadi dan Sosial


Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga. Pasien mengaku tidak
pernah minum alkohol. Pasien tidak ada riwayat merokok.

II. OBJECTIVE
a. Status Present
Keadaan Umum : Sedang
Kesan Sakit : Sedang
Kesadaran : Compos Mentis / E4V5M6
BeratBadan : 67 kg
Tinggi badan : 155 cm
IMT : 27.9
Kesan gizi : Berat adan lebih
37

b. Vital Sign
Tekanandarah : 140/80 mmHg
Nadi : 92 x / menit, kuat angkat, teratur
Pernapasan : 18 x / menit
Suhu : 37,1° C

c. Status Generalis
Kepala  Bentuk dan ukuran kepala : Normosefali.
 Permukaan Kepala : tidak tampak benjolan, lesi, malar rash,
edema, maupun hiperpigmentasi.
 Ekspresi wajah normal : tidak tampak paralisis fasialis.
 Rambut : berwarna hitam, tidak mudah dicabut.
 Nyeri tekan kepala : negatif
Mata  Bentuk : dalam batas normal
 Alis : dalam batas normal
 Bola mata : kesan eksoftalmus - /- dan anoftalmus -
/-
 Palpebra : edema - / - , ptosis - / -
 Konjungtiva : anemis - / - , hiperemi - / -
 Sklera : ikterik + / +, perdarahan - / - , pterygium -
/-
38

 Pupil : refleks cahaya + / +, isokor +


 Lensa : tampak jernih
Telinga  Bentuk aurikula : normal
 Lubang telinga : sekret (-)
Hidung  Bentuk : normal, simetris, deviasi septum (-)

Mulut  Bentuk : simetris


 Bibir : sianosis (-), edema (-), perdarahan (-)
 Lidah : leukoplakia (-)
Leher  Tidak tampak deviasi trakea
 Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar getah bening.
 Tidak tampak hipertrofi SCM dan SCM tidak aktif
 JVP : 5 ± 2 cm
Toraks Inspeksi:

 Pada keadaan statis, bentuk dinding dada kanan dan kiri terlihat
simetris. Bentuk dan ukuran dinding dada kanan dan kiri terlihat
sama.
 Pada keadaan dinamis, dinding dada kanan dan kiri terlihat
simetris dan tidak terlihat pergerakan dinding dada kanan
maupun kiri tertinggal pada waktu pernafasan.
 Tidak terdapat retraksi atau penggunaan otot pernapasan
tambahan.
 Pada permukaan dada : massa (-), jaringan sikatrik (-), jejas (-),
spider naevi (-)
 Fossa supraklavikula dan infraklavikula tidak cekung dan
simetris.
39

 Fossa jugularis : tidak tampak deviasi trakea.


 Pulsasi ichtus kordis tidak tampak
 Tipe pernafasan : torako-abdominal dengan frekuensi nafas 18
kali/ menit

Palpasi:

 Pergerakan dinding dada simetris.


 Vokal fremitus dinding dada kiri dan kanan teraba dan simetris.
 Ichtus kordis teraba di ICS V linea midklavikula sinistra.
 Nyeri tekan (-), massa (-), thrill (-), krepitasi (-)

Perkusi:

 Pada kedua lapangan paru sonor +/+.


 Batas Paru – Hati :
- Inspirasi : ICS IV linea midklavikula dextra
- Ekspirasi : ICS V linea midklavikula dextra
- Ekskursi : 1 ICS
 Batas Paru-Jantung :
- Batas atas : ICS 2
- Batas bawah : ICS 5
- Batas kanan : ICS 5 linea parasternal dextra
- Batas kiri : ICS 5 linea midclavikula sinistra
Auskultasi:

 Bunyi paru vesikuler +/-, ronki -/-, wheezing -/-.


 Bunyi jantung S1dan S2 tunggal, murmur(-), gallop (-).
Abdomen Inspeksi :

 Dinding abdomen simetris, massa (-), distensi (-), vena kolateral


(-), caput medusa (-), jaringan sikatrik (-)
40

Auskultasi :

 Bising Usus (+) normal, metalic sound ( -), bising aorta (-)

Palpasi :

 Turgor : Normal
 Tonus : Normal
 Nyeri tekan (+) di epigatrik dan hipokondrium dextra , Murphy
sign (+), distensi abdomen (-), defense muscular (-), Nyeri tekan
mac burney (-), rovsing sign (-), psoas sign (-), obturator sign (-
), Hepar / Lien / Ren : tidak teraba

+ + -
- - -

- - -
Perkusi :

 Timpani di seluruh lapangan abdomen


 Nyeri ketok CVA (-)

Punggung  Tampak dalam batas normal.


 Tidak terlihat kelainan bentuk tulang belakang.
Ekstremitas
+ +
atas dan bawah
 Akral hangat + +

- -

- -
 Deformitas
41

 Sianosis - -

- -

- -
 Edema
- -

Genetelia Tidak dievaluasi

d. Pemeriksaan Penunjang
1. Hasil Pemeriksaan Darah Lengkap (25/03/2019)

Parameter Hasil Normal


Eritrosit 5.19 4.20 – 5.40 10^6 / UL
Hematokrit 43.9 37- 47 %
Hemoglobin 14.5 12.0 – 16.0 [g/ dL]
Trombosit 208 150- 400 10^3 /Ul
MCV ↓ 84.6 82,0 – 92,0 [fL]
MCH ↓ 27.9 27,0-31,0 [pg]
MCHC ↓ 33 32,0-37,0 [g/dL]
Leukosit 6.4 4.0- 10.0 [103/ µL]

 Ureum darah (18.70 mg/ DL )


 Kreatinin darah (0.70 MG/ DL )
 EGFR 89.31
42

 HbSAg : (-) / non-reaktif


 Hasil Pemeriksaan Kimia Klinik (25/03/2019) :

Parameter Hasil Normal


GDS 120 <160 mgl/dl
Bilirubin total ↑ 4.44 <1,0
Bilirubin direct ↑ 4.43 <0,2
Bilirubin indirect 0.01
SGOT ↑ 339 < 40
SGPT ↑ 139 < 41
Fosfatase alkali ↑ 189 35-105
Gamma GT↑ 501 5-36

2. Hasil Pemeriksaan USG Abdomen (25/03/2019):

-- Fatty liver derajat ringan

-- Multipel cholesistholithiasis dengan ukuran terbesar 1,1 cm

Tidak tampak kelainan pada organ-organ intraabdomen lainnya yang tervisualisasi


43

3. RO THORAX

Intrepertasi :
Tidak tampak kelainan signifikan pada pemeriksaan ini.
44

4. MR - MRCP
45
46
47

HASIL INTREPARETASI :

1. Batu pada medial ductus choledukus ukuran 1 cm dengan obstruksi yang


menyebabkan dilatasi ductus choledokus di proksimal batu dengan lebar lumen 1
cm dan dilatasi yang tapering pada ductus hepatikus, tidak tampak dilatasi pada
ductus biler intrahepatic
2. Cholelithiasis multiple (+/- 6 batu dengan +/- 1 cm disertai dilatasi ductus
sistikus dengan batu pada pangkal ductus cysticus ukuran +/- 7 mm
3. Tak tampak penebalan dinding kantung empedu
48

5. EKG

III. RESUME
Pasien perempuan, 40 tahun, datang dengan keluhan keluhan nyeri
perut kanan atas sejak 4 hari SMRS. Nyeri dirasakan tiba-tiba dan
menetap dengan intensitas berat selama ± 1-3 jam kemudian
menghilang perlahan-lahan. Selanjutnya nyeri muncul kembali. Nyeri
dirasakan dari perut kanan atas hingga bagian ulu hati namun tidak
menjalar sampai ke bahu kanan dan punggung. Nyeri seperti ini
dirasakan terus menerus selama 4 hari terakhir. Jika nyeri muncul
pasien sampai keringat dingin menahan rasa nyeri dan tidak dapat
melakukan aktivitas apapun. Pasien biasanya hanya berbaring di tempat
tidur jika serangan nyeri datang. Nyeri dirasakan bertambah apabila
pasien menarik napas dalam. Sesak dan nyeri dada disangkal.
Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah. Pasien muntah 2 kali, isi
makanan, darah (-). Setiap kali makan pasien mengaku sering merasa
mual. Nafsu makan menjadi menurun semenjak sakit.
Pasien juga mengatakan mengalami demam sejak 2 hari SMRS.
Demam dirasakan terus menerus, naik-turun, dan tidak disertai
49

menggigil. Demam meningkat terutama saat nyeri muncul. Demam


turun jika diberi obat penurun panas.
Pasien juga mengeluhkan matanya menjadi kuning. Pasien tidak
memperhatikan sejak kapan matanya menjadi kuning, namun menurut
pasien saat sebelum masuk rumah sakit ( di rumah), matanya belum
sekuning seperti saat ini. Namun sejak di rumah sakit selama 3 hari ini,
makin hari makin terlihat jelas mata menjadi semakin kuning.
Pasien juga mengatakan bahwa buang air besar berwarna putih sejak 4
hari SMRS. Terakhir pasien buang air besar tadi pagi, dan warnanya
putih pucat (kelabu). Frekuensi buang air besar 2 kali/hari, padat, nyeri
saat BAB (-), darah/ kehitaman (-). Selain itu, menurut pasien warna
kencing menjadi kuning kecoklatan (gelap) sejak 4 hari SMRS hingga
saat ini dengan frekuensi BAK 2-3x/hari, nyeri saat BAK (-), kencing
berpasir (-).
Pada pemeriksaan fisik didapatkan : sklera ikterik +/+, nyeri tekan di
epigastrium dan hipokondrium dextra, serta murphy sign positif.

IV. IDENTIFIKASI MASALAH


SUBYEKTIF OBYEKTIF

 Nyeri perut kanan atas hingga ulu hati  Sklera ikterik +/+
 Mual dan muntah  Nyeri tekan epigastrium dan hipkondrium dextra
 Demam  Murphy sign (+)
 Mata kuning  Bilirubin total dan direct meningkat
 BAB warna putih pucat (kelabu)  SGOT dan SGPT meningkat
 BAK kuning kecoklatan (gelap)  Alkali fosfatase & gamma GT meningkat
 USG abdomen : kesan batu empedu dengan
kolesistitis
50

V. ASSESSMENT
 kolelitiasis
VI. PLANNING
a. Diagnostik
 DL, SGOT, SGPT, UR/CR.GDS, HBsAg
 Bilirubin total, bilirubin direct, bilirubin indirect,alkali fosfatase,
gamma GT
 USG abdomen
 MR-MRCP
 Ro thorax
b. Terapi
Medikamentosa
 IVFD Asering 20 tpm
 Inpepsa sirup 3 x 1 c
 Braxidin 3 x 1 tablet
 Amlodipin 1 x 10 mg
 Ondancentron 1 x 8mg
 Prosogan 3 x 30 mg
 Pronalges suppose kp
 KSR 2 X1 PO
Non- Medikamentosa
 pro Laparaskopik CBD explorasi dan laparaskopik
kolesistektomi
 Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein Rendah Lemak
c. Monitoring
 KU dan Vital sign
VII. PROGNOSIS
Dubia et bonam
51

BAB IV

ANALISIS KASUS

Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan atas sejak 4 hari SMRS.
Nyeri dirasakan tiba-tiba dan menetap dengan intensitas berat selama ± 1-3 jam
kemudian menghilang perlahan-lahan. Selanjutnya nyeri muncul kembali. Nyeri
dirasakan dari perut kanan atas hingga bagian ulu hati namun tidak menjalar sampai
ke bahu kanan dan punggung. Nyeri seperti ini dirasakan terus-menerus selama 4
hari terakhir. Jika nyeri muncul pasien sampai keringat dingin menahan rasa nyeri
dan tidak dapat melakukan aktivitas apapun. Pasien biasanya hanya berbaring di
tempat tidur jika serangan nyeri datang. Nyeri dirasakan bertambah apabila pasien
menarik napas dalam. Sesak dan nyeri dada disangkal.
Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah. Pasien muntah 2 kali, isi
makanan, darah (-). Setiap kali makan pasien mengaku sering merasa mual. Nafsu
makan menjadi menurun semenjak sakit.
Pasien juga mengatakan mengalami demam sejak 2 hari SMRS. Demam
dirasakan terus menerus, naik-turun, dan tidak disertai menggigil. Demam
meningkat terutama saat nyeri muncul. Demam turun jika diberi obat penurun
panas.
Pasien juga mengeluhkan matanya menjadi kuning. Pasien tidak
memperhatikan sejak kapan matanya menjadi kuning, namun menurut pasien saat
sebelum masuk rumah sakit ( di rumah), matanya belum sekuning seperti saat ini.
Namun sejak di rumah sakit selama 3 hari ini, makin hari makin terlihat jelas mata
menjadi semakin kuning.
Pasien juga mengatakan bahwa buang air besar berwarna putih sejak 4 hari
SMRS. Terakhir pasien buang air besar tadi pagi, dan warnanya putih pucat.
Frekuensi buang air besar 2 kali/hari, padat, nyeri saat BAB (-), darah/ kehitaman
(-). Selain itu, menurut pasien warna kencing menjadi kuning kecoklatan (gelap)
sejak 4 hari SMRS hingga saat ini dengan frekuensi BAK 2-3x/hari, nyeri saat BAK
(-), kencing berpasir (-).
52

Berikut tabel diagnosis banding untuk nyeri perut berdasarkan onset:

Nyeri abdomen
Nyeri abdomen
subakut/kronik
Episode pertama Episode berulang

AAA

Iskemia mesenterik akut


Apendisitis
Penyakit bilier
Divertikulitis Penyakit bilier
Ketoasidosis diabetik Iskemia mesenterik kronik
Kehamilan ektopik Ketoasidosis diabetik
Gastroenteritis Divertikulitis IBD
Kolitis iskemik Nefrolitiasis IBS
Infark miokard Penyakit pankreas Hepatitis
Torsio ovarium Penyakit inflamatorik pelvis Penyakit ulkus peptikum
Nefrolitiasis Obstruksi usus halus atau besar
Pankreatitis
Perotonitis
Penyakit inflamatorik pelvis
Obstruksi usus halus atau besar
Ruptur lien
53

Untuk nyeri dengan predileksi nyeri di bagian atas abdomen, kita patut
mencurigai beberapa diagnosis banding. Nyeri di bagian tengah epigastrium
seperti yang dikeluhkan pasien dapat berasal dari berbagai organ. Jantung,
gaster, pankreas, aorta, hati dan saluran bilier. Dari anamnesis kita dapatkan
bahwa nyeri berulang sehingga diagnosis akut dapat kita pikirkan sebagai
diagnosis banding ke sekian. Nyeri perut pada pasien dicetuskan oleh makanan
berlemak kemungkinan nyeri berasal dari saluran bilier, nyeri pada pasien juga
kadang dicetuskan oleh makanan pedas, asam maupun terlambat makan, maka
kita dapat diagnosis banding berasal dari organ lambung. Nyeri bertambah
hebat saat menarik napas, dimana seperti yang kita ketahui nyeri dari penyakit
bilier dapat bertambah apabila pasien menarik napas dan menyentuh perut
kanan atasnya. Nyeri tidak dicetuskan oleh aktivitas, dan nyeri tidak membaik
dengan istirahat sehingga kemungkinan besar bukan berasal dari jantung. Os
juga mengeluh mual dan muntah, sehingga tetap kita dapat pikirkan diagnosis
banding nyeri akibat dispepsia. Tidak ada sesak maupun nyeri dada.

Dari riwayat kita tidak mendapatkan riwayat trauma perut sehingga


diagnosis banding ruptur organ dapat kita singkirkan. Riwayat darah tinggi (+).
Riwayat kencing manis (-). Riwayat penyakit hati (-). Riwayat penyakit jantung (-
54

). Pasien pernah berobat ke Sp.PD dan diberi obat untuk lambung (pasien lupa
nama obatnya) namun keluhan tidak berkurang, ini dapat mengarahkan kita
bahwa kemungkinan nyeri perut bukan disebabkan oleh organ lambung. Pasien
mengatakan tidak ada di keluarganya yang mengalami sakit yang sama dengan
yang dikeluhkan pasien. Pasien merupakan ibu rumah tangga. Pasien tidak
merokok, pasien tidak meminum alkohol, pasien jarang berolahraga.

Dari pemeriksaan fisik tanda-tanda vital dalam batas normal, kepala dbn
pada mata terdapat sklera ikterik +/+, leher, dan thoraks juga dalam batas normal.
Pada pemeriksaan abdomen hepar/lien tidak teraba, ginjal tidak teraba
ballotement (-/-), nyeri tekan (+)epigastrium , Nyeri ketok Costa Vertebrae (-/-),
undulasi (-/-) Murphy sign (+) Nyeri tekan Mc Burney (-) obturator sign (-) defans
muscular (-). Pemeriksaan fisik yang didapat lebih mengerucutkan diagnosis
banding yang ada.

Pemeriksaan penunjang pun dilakukan. Pemeriksaan hematologi


didapatkan Hb/ Ht/ WBC/ PLT/LEU: 13.2/ 41.9/ 4.84/ 245/5.2. Tersapat
leukositosis . Tes Kimia Darah didapatkan SGOT *392 U/L SGPT *219 Bilirubin total:
4.44* mg/dL, Bilirubin Direk: 4.43* mg/dL, Bilirubin Indirek: 0.01* mg/dL.Terjadi
peningkatan. Alkali Fosfatase : 189 U/L* Gamma GT *501 U/L . Alkali fosfatase
merupakan enzim hidrolase yang terutama ditemukan pada sebagian besar organ
tubuh, terutama dalam jumlah besar di hati, tulang, dan plasenta. Peningkatan
gangguan fungsi hati, misalnya sirosis, hepatitis, kolesistitis, batu empedu, dan
kanker hati. Selain gangguan fungsi hati, gangguan pankreas, gangguan kelenjar
kelenjar paratiroid dan gangguan kesehatan tulang (riket, osteomalasia, kanker
tulang, dan kekurangan vitamin D) juga dapat meningkatkan serum alkali
fosfatase. SGOT/PT dan Gamma GT meningkat . Peningkatan aktivitas GGT serum
dapat ditemukan dalam penyakit hati, sistem empedu, dan pankreas.

Pemeriksaan penunjang berikutnya ialah EKG dengan kesan normal EKG,sehingga


dapat mengeliminasi nyeri akibat jantung. Pada kasus ini diperlukan penunjang
55

USG abdomen dengan hasil multipel cholesistholithiasis dengan ukuran terbesar


1,1 cm. Dilakukan juga MRCP dengan kesimpulan Cholelithiasis multiple (+/- 6
batu dengan +/- 1 cm disertai dilatasi ductus sistikus dengan batu pada pangkal
ductus cysticus ukuran +/- 7 mm.
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka kita
mendapatkan diagnosis Khoelelthiasis. Selanjutnya dilakukan tatalaksana
analgetik dan kholesistektomi. Analgetik yang digunakan sesuai dengan VAS Score
5 berdasarkan WHO 3 step ladder sehingga dipilihlah analgetik sedang.

Penatalaksanaan pasien dengan batu empedu simtomatik harus disarankan


untuk memiliki elektif kolesistektomi laparoskopi.
Jika batu kandung empedu menyebabkan serangan nyeri berulang meskipun
telah dilakukan perubahan pola makan, maka dianjurkan untuk menjalani
pengangkatan kandung empedu (kolesistektomi).
56

BAB V
KESIMPULAN

Kolelitiasis disebut juga batu empedu, gallstones, biliary calculus.


dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandung
empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material
mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu

Penyebab Kolelitiasis adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh


perubahan susunan empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu. Sementara
itu, komponen utama dari batu empedu adalah kolesterol yang biasanya tetap
berbentuk cairan. Jika cairan empedu menjadi jenuh karena kolesterol, maka
kolesterol bisa menjadi tidak larut dan membentuk endapan di luar empedu. Batu
empedu lebih banyak ditemukan pada wanita dan faktor resikonya adalah Usia
lanjut, Kegemukan (obesitas), Diet tinggi lemak, dan Faktor keturunan.

Apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi, seperti


kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrop kandung empedu,
empiema kandung empedu, atau pankretitis. Pada pemeriksaan ditemukan nyeri
tekan dengan punktum maksimum didaerah letak anatomis kandung empedu. Tanda
Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas
panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan
pemeriksa dan pasien berhenti menarik nafas.

Karena komposisi terbesar batu empedu adalah kolesterol, sebaiknya


menghindari makanan berkolesterol tinggi yang pada umumnya berasal dari lemak
hewani. Namun harus diperhatikan pula, apabila batu kandung empedu
menyebabkan serangan nyeri berulang meskipun telah dilakukan perubahan pola
makan, maka dianjurkan untuk menjalani pengangkatan kandung empedu
(kolesistektomi). Pengangkatan kandung empedu tidak menyebabkan kekurangan
zat gizi dan setelah pembedahan tidak perlu dilakukan pembatasan makanan
57

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat R, De Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah.Edisi 2. Penerbit Buku

Kedokteran EGC. Jakarta ; 2005. Hal 570-579.

2. Coopeland III EM, MD Kirby I, Bland MD. Sabiston Buku Ajar Bedah. Jakarta;

1995.

3. Brunicardi, CF. Andersen, D.K, Billiar RT, Dunn LD, dkk. Schwartz’s

Principles of Surgery. Tenth Edition. Book 2. Page 1309 – 1334.

4. Moore KL, Anne MR. Anatomi klinis dasar. Jakarta : Hipokrates. 2002 ; Hal
122 -123.

5. Price S, Lorraine M. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.


Volume 1. Edisi 6. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta; 2006.

6. Lesmana L. Batu empedu. Dalam : Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid I. Edisi 3.
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2000. 380-
384.

7. Robbins, dkk. Buku Ajar Patologi. Volume 2. Edisi 7. Penerbit Buku


KEdokteran EGC. Jakarta ; 2007.

8. Putz RV, Pabst R. Atlas Anatomi Manusia SOBOTTA Batang Badan. Panggul
dan Ekstremitas Bawah Jilid I. Edisi 21. Editor: Suyono YJ. Jakarta; 2000. Hal
142-150.

9. Iljas, Mohammad. 2008. Ultrasonografi Hati. Dalam Radiologi Diagnostik edisi


ke 2. Jakarta: balai penerbit FKUI

Anda mungkin juga menyukai