Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam Loka karya Nasional Keperawatan di Jakarta (1983) telah disepakati bahwa
keperawatan adalah “suatu bentuk pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang didasarkan
pada ilmu dan kiat keperawatan berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-kultural dan spiritual
yang didasarkan pada pencapaian kebutuhan dasar manusia”. Dalam hal ini asuhan
keperawatan yang diberikan kepada pasien bersifat komprehensif, ditujukan pada individu,
keluarga dan masyarakat, baik dalam kondisi sehat dan sakit yang mencakup seluruh
kehidupan manusia. Sedangkan asuhan yang diberikan berupa bantuian-bantuan kepada
pasien karena adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan serta kurangnya
kemampuan dan atau kemauan dalam melaksanakan aktivitas kehidupan sehari-hari secara
mandiri.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang di maksud dengan penyakit kronis?
2. Apa penyebab dari penyakit kronis?
3. Sifat Penyakit Kronik
4. Dampak Penyakit Kronik Terhadap Klien
5. Respon Klien Terhadap Penyakit Kronik
6. Perilaku Klien Dengan Penyakit Kronis
7. Dampak keluarga yang memiliki penyakit kronik
1.3 Tujuan
1. Menjelaskan tentang pengertian penyakit kronis
2. Menjelaskan penyebab dari timbulnya penyakit kronis
3. Menjelaskan Sifat Penyakit Kronik
4. Menjelaskan Dampak Penyakit Kronik Terhadap Klien
5. Respon Klien Terhadap Penyakit Kronik
6. Perilaku Klien Dengan Penyakit Kronis
7. Dampak keluarga yang memiliki penyakit kronik
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian penyakit kronis


Penyakit kronik adalah suatu penyakit yang perjalanan penyakit berlangsung lama
sampai bertahun-tahun,bertambah berat,menetap,dan sering kambuh. (Purwaningsih
danKarbina, 2009). Penyakit kronis bisa menyebabkan kematian. Contoh penyakit kronis
adalah diabetes militus, TBC, kanker dan penyakit jantung. Ketidakmampuan merupakan
persepsi individu bahwa segala hal yang dilakukan tidak akan mendapatkan hasil atau
suatu keadaan dimana individu kurang dapat mengendalikan kondisi tertentu atau
kegiatan yang baru dirasakan. (Purwaningsih dan Karbina, 2009). Kesimpulan yang
didapat dari pengertian di atas adalah penyakit kronis yang terjadi pada seseorang dalam
waktu lama akan membuat orang tersebut menjadi tidak mampu melakukan sesuatu
seperti biasanya

2.2 Penyebab penyakit kronis


Penyakit kronis dapat di derita oleh semua kalangan maupun kelompok usia,
tingkat sosial, ekonomi dan budaya. Kemajuan dalm teknologi perawatan dan
farmakologi telah memperpanjang rentan kehidupan tanpa harus menyembuhkan
penyebab penyakit kronis yang mendasari. Peningkatan dalam metode skrining dan
diagnosa memungkinkan deteksi dini penyakit, sementara kondisi tersebut masih dapat di
obati, dengan demikian juga meningkatkan umur panjang. Meskipun merupakan penyakit
infeksi AIDS merupakan penyakit kronis karna perkembangan dan penggunaan medikasi
baru untuk mengobati infeksi opotunistik.
Meskipun teknologi dapat menyelamatkan hidup, teknologi juga dapat
mengakibatkan masalah masalah kronis yang hampir sama melemahkannya seperti yang
di rancang untuk menyembuhkannnya. Sebagai cintoh teknologi sangat meningkatkan
angka bertahan hidup bayi bayi yang sangat premature namun pada saat yang sama
teknologi tersebut juga membuat mereka rentan terhadap komplikasi seperti
ketergantungan terhadap ventilator dan kebutaan.
2.3 Sifat Penyakit Kronik
Menurut Wristht Le (1987) mengatakan bahwa penyakit kronik mempunyai
beberapa sifat diantaranya adalah : ProgresiPenyakit kronik yang semakin lama semakin
bertambah parah. Contoh penyakit jantung. MenetapSetelah seseorang terserang
penyakit, maka penyakit tersebut akan menetap pada individu. Contoh penyakit diabetes
mellitus. KambuhPenyakit kronik yang dapat hilang timbul sewaktu-waktu dengan
kondisi yang sama atau berbeda. Contoh penyakit arthritis

2.4 Dampak Penyakit Kronik Terhadap Klien


Dampak yang dapat ditimbulkan dari penyakit kronik terhadap klien diantaranya
(Purwaningsih dan kartina, 2009) adalah :
a. Dampak psikologis
Dampak ini dimanifestasikan dalam perubahan perilaku, yaitu : Klien menjadi
pasif Tergantung Kekanak-kanakan Merasa tidak nyaman Bingung Merasa
menderita
b. Dampak somatic
Dampak somatic adalah dampak yang ditimbulkan oleh tubuh karena keadaan
penyakitnya. Keluhan somatic sesuai dengan keadaan penyakitnya
c. Dampak terhadap gangguan seksual
Merupakan akibat dari perubahan fungsi secara fisik (kerusakan organ) dan
perubahan secara psikologis (persepsi klien terhadap fungsi seksual
d. Dampak gangguan aktivitas
Dampak ini akan mempengaruhi hubungan sosial sehingga hubungan social
dapat terganggu baik secara total maupun sebagian.

2.5 Respon Klien Terhadap Penyakit Kronik


Penyakit kronik dan keadaan terminal dapat menimbulkan respon Bio-Psiko-Sosial-
Spritual ini akan meliputi respon kehilangan. (Purwaningsih dan kartina, 2009)
a. Kehilangan kesehatan
Respon yang ditimbulkan dari kehilangan kesehatan dapat berupa klien merasa
takut , cemas dan pandangan tidak realistic, aktivitas terbatas.
b. Kehilangan kemandirian
Respon yang ditimbulkan dari kehilangan kemandirian dapat ditunjukan
melalui berbagai perilaku, bersifat kekanak-kanakan, ketergantunganc. Kehilangan
situasiKlen merasa kehilangan situasi yang dinikmati sehari-hari bersama keluarga
kelompoknyad.
c. Kehilangan rasa nyaman
Gangguan rasa nyaman muncul sebagai akibat gangguan fungsi tubuh seperti
panas, nyeri, dlle.
d. Kehilangan fungsi fisik
Contoh dampak kehilangan fungsi organ tubuh seperti klien dengan gagal
ginjal harus dibantu melalui hemodialisaf.
e. Kehilangan fungsi mental
Dampak yang dapat ditimbulkan dari kehilangan fungsi mental seperti klien
mengalami kecemasan dan depresi, tidak dapat berkonsentrasi dan berpikir efisien
sehingga klien tidak dapat berpikir secara rasionalg.
f. Kehilangan konsep diri
Klien dengan penyakit kronik merasa dirinya berubah mencakup bentuk dan
fungsi sehingga klien tidak dapat berpikir secara rasional (bodi image) peran serta
identitasnya. Hal ini dapat akan mempengaruhi idealism diri dan harga diri
rendahh. Kehilangan peran dalam kelompok dan keluarga

2.6 Perilaku Klien Dengan Penyakit Kronis


Ada beberapa respon emosional yang muncul pada pasien atas penyakit kronis yang
dideritanya oleh klien atau individu (Purwaningsih dan kartina, 2009), yaitu:
1. Penolakan (Denial)
Merupakan reaksi yang umum terjadi pada penderita penyakit kronis seperti
jantung, stroke dan kanker. Atas penyakit yang dideritanya ini, pasien akan
memperlihatkan sikap seolah-olah penyakit yang diderita tidak terlalu berat (menolak
untuk mengakui bahwa penyakit yang diderita sebenarnya berat) dan menyakini
bahwa penyakit kronis ini akan segera sembuh dan hanya akan memberi efek jangka
pendek (menolak untuk mengakui bahwa penyakit kronis ini belum tentu dapat
disembuhkan secara total dan menolak untuk mengakui bahwa ada efek jangka
panjang atas penyakit ini, misalnya perubahan body image).
2. Cemas
Setelah muncul diagnosa penyakit kronis, reaksi kecemasan merupakan sesuatu
yang umum terjadi. Beberapa pasien merasa terkejut atas reaksi dan perubahan yang
terjadi pada dirinya bahkan membayangkan kematian yang akan terjadi padanya.
Bagi individu yang telah menjalani operasi jantung, rasa nyeri yang muncul di daerah
dada, akan memberikan reaksi emosional tersendiri. Perubahan fisik yang terjadi
dengan cepat akan memicu reaksi cemas pada individu dengan penyakit kanker.
3. Depresi
Depresi juga merupakan reaksi yang umum terjadi pada penderita penyakit
kronis. Kurang lebih sepertiga dari individu penderita stroke, kanker dan penyakit
jantung mengalami depresi.

2.7 Dampak keluarga yang memiliki penyakit kronik


Respons keluarga ketika salah satu anggota keluarga menderita sakit kronis terdiri
atas respons psikologis dan upaya mempertahankan kesehatan. Respons psikologis yang
ditampilkan bergantung pada onset penyakit, lama, dan tingkat keparahan penyakit
Respons psikologis lain adalah perasaan menerima sebagai hasil dari respons adaptasi.
Perasaan menerima ini diungkapkan keluarga saat penyakit tersebut sudah berlangsung
lama dan mereka sudah terbiasa dengan kondisi klien. Selain itu keluarga juga merasa
bahwa sakit yang dialami anggota keluarga mereka merupakan cobaan dari Tuhan yang
harus mereka jalani. Di sisi lain, upaya pengobatan yang dilakukan oleh keluarga
dipengaruhi oleh informasi mengenai penyakit dan persepsi masyarakat mengenai
kemafaatan dan sumber daya
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Jadi dapat di simpulkan bahwa teknologi juga mempengaruhi terhadap
terjangkitnya penyakit kronis, kenapa? Karna teknologi juga dapat mengakibatkan
masalah masalah kronis yang hampir sama melemahkannya seperti yang di rancang
untuk menyembuhkannnya. Sebagai cintoh teknologi sangat meningkatkan angka
bertahan hidup bayi bayi yang sangat premature namun pada saat yang sama
teknologi tersebut juga membuat mereka rentan terhadap komplikasi seperti
ketergantungan terhadap ventilator dan kebutaan.
3.2 Saran
Sebagai calon perawat profesional, alangkah lebih baik nya jika dalam memberikan
asuhan keperawatan menggunakan teknik teknik komonikasi secara benar dan
bijaksana sehingga terciptalah generasi generasi penerus yang berkualitas
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian PHK


Hubungan kerja, hubungan antara buruh dan majikan, terjadi setelah diadakan perjanjian
oleh buruh dan majikan, dimana buruh menyatakan kesanggupannya untuk bekerja pada
majikan dengan menerima upah dan majikan menyatakan kesanggupannya untuk
memperkerjakan buruh dengan membayar upah.Perjanjian yang sedemikian itu disebut
perjanjian kerja.
Adanya perjanjian kerja maka timbul kewajiban satu phak untuk bekerja.Dengan
demikian berbeda dengan perjanjian perburuhan, yang tidak menimbulkan hak atas dan
kewajiban untuk melakukan pekerjaan, tetapi memuat syarat-syarat tentang perburuhan.
Bagi masyarakat awam, PHK merupakan suatu tindakan pemecatan karyawan dari suatu
perusahaan, sehingga dengan pemahaman itu mengakibatkan penilaiain negatif terhadap
perusahaan yang melakukan PHK tersebut.Pada materi pisikologi industri kali ini akan
dibahas mengenai pemutusan hubungan kerja (PHK)
Menurut Manullang dalam buku manajemen sumber daya manusia (2001:195)
“pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu
yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dengan pengusaha”
Menurut Susilo Martoyo dalam buku manajemen sumber daya manusia (2000:199)
“Pemutusan hubungan kerja secara remi dari satu kesatuan atau organisasi dimana mereka
bekerja”
PHK adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan
berakhirnya hak dan kewajiban antara karyawan dan perusahaan. Apabila kita mendengar
istilah PHK, yang biasa terlintas adalah pemecatan sepihak oleh pihak perusahaan karena
kesalahan karyawan. Karenanya, selama ini singkatan PHK memiliki konotasi
negatif.Padahal, kalau kita tilik definisi di atas yang diambil dari UU No. 13/2003 tentang
Ketenagakerjaan, dijelaskan PHK dapat terjadi karena bermacam sebab. Intinya tidak persis
sama dengan pengertian PHK adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu
yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara karyawan dan perusahaan.
apabila kita mendengar istilah PHK, yang biasa terlintas adalah pemecatan sepihak oleh
pihak perusahaan karena kesalahan karyawan. Karenanya, selama ini singkatan PHK
memiliki konotasi negatif.Padahal, kalau kita tilik definisi di atas yang diambil dari UU No.
13/2003 tentang Ketenagakerjaan, dijelaskan PHK dapat terjadi karena bermacam sebab.
Intinya tidak persis sama dengan pengertian dipecat.dipecat.
Istilah pemutusan hubungan kerja (PHK) (sparation) memiliki kesamaan dengan
pemberhentian atau pemisahan karyawan dari suatu organisasi.Para ahli pun memberikan
pandangan tersendiri terkait PHK. Menurut Tulus (1993), pemutusan hubungan
kerja (separation) adalah mengembalikan karyawan ke masyarakat. Sedagkan
menurut Hasibuan (2001) pemberhentian adalah pemutusan hubungan kerja seseorang
karyawan dengan suatu organisasi (perusahaan). Dari beberapa pegertian di atas dapat
diambil kesimpulan bahwa pemutusan hubungan kerja (PHK) merupakan pemberhentian
karyawan dari suatu perusahaan sehingga antara karyawan dan perusahaan(organisasi) tidak
ada hubungan lagi.
Pemutusan hubungan kerja tidak dapat dilaksanakan begitu saja oleh perusahaan,
melainkan harus mendapat perhatian yang serius dari pimpinan perusahaan.Hal itu
dikarenakan PHK telah diatur oleh undang-undang dan memberikan risiko bagi perusahaan
maupun untuk karyawan yang bersangkutan. Sehingga perusahaan harus menggunakan
banyak pertimbangan untuk melakukan PHK pada karyawannya. Menurut Tulus (1993).
perusahaan harus melakukan hal sebagai berikut terkait dilakukannya PHK :
 Memenuhi kebutuhan-kebutuhan tertentu yang timbul akibat dilakukannya tindakan
pemutusan hubungan kerja
 Menjamin agar karyawan yang dikembalikan ke masyarakat harus berada dalam
kondisi sebaik mungkin.

Tinjauan Teorits : PHK dalam Aturan Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia

Hubungan kerja antara pengusaha dengan pekerja/buruh idealnya merupakan hubungan


yang saling menguntungkan kedua belah pihak, namun seringkali posisi pekerja/buruh tidak
seimbang dengan posisi pengusaha sehingga menyebabkan hubungan tersebut tidak
selamanya bertahan, ada kalanya terjadi perselisihan yang menyebabkan terjadinya
pemutusan hubungan pekerjaan namun 5
pemutusan hubungan pekerjaan juga dapat terjadi karena berakhirnya waktu tertentu yang
telah disepakati/diperjanjikan sebelumnya dan dapat pula terjadi karena meninggalnya buruh
atau karena sebab lainnya. Pasal 1 angka 25 UU No. 13/2003 menyatakan bahwa:
“Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu
yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha”.
Dengan adanya hal tersebut, ketika seseorang di-PHK maka tidak ada lagi hubungan yang
terkait antara pekerja dan pengusaha. Iman Soepomo menyatakan bahwa :

“Pemutusan hubungan kerja bagi buruh merupakan permulaan dari segala pengakhiran,
permulaan dari berakirnya mempunyai pekerjaan, permulaan dari berakhirnya kemampuan
membiayai keperluan hidup sehari-hari baginya dan keluarganya, permulaan dari berakhirnya
kemampuan menyekolahkan anak-anak dan sebagainya”.2 Hukum Ketenagakerjaan
mengenal beberapa jenis PHK, yaitu:

a. PHK oleh majikan/pengusaha, yaitu PHK oleh pihak pengusaha terjadi karena
keinginan dari pihak pengusaha dengan alasan, persyaratan, dan prosedur tertentu.
b. PHK oleh pekerja/buruh, yaitu PHK oleh pihak pekerja terjadi karena keiginan dari
pihak pekerja dengan alasan dan prosedur tertentu.
c. PHK demi hukum, yaitu PHK adalah merupakan pemutusan hubungan kerja yang
terjadi dengan sendirinya sehubungan dengan jangka waktu yang dibuat oleh buruh
dengan pengusaha.Selain dapat terjadi karena berakirnya janka waktu perjanjian, PHK
demi hukum dapat terjadi karena meninggalnya pekerja.
d. PHK oleh pengadilan (PPHI) yaitu, PHK oleh putusan pengadilan terjadi karena alasan
tertentu yang mendesak dan penting, misalnya terjadi peralihan kepemilikan, peralihan
asset atau pailit.3

Pasal 150 UU 13/2003 menyebutkan bahwa “Ketentuan mengenai pemutusan hubungan


kerja (PHK) dalam undang-undang ini meliputi pemutusan hubungan kerja yang terjadi di
badan usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan
atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara, maupun usaha-usaha
sosial dan usaha-usaha lain
2.2 Jenis – jenis PHK Menurut Kondisi Organisasi

1. PHK Pada Kondisi Normal (Sukarela)


Dalam kondisi normal, pemutusan hubungan kerja akan menghasilkan sesuatu
keadaan yang sangat membahagiakan. Setelah menjalankan tugas dan melakukan peran
sesuai dengan tuntutan perusahaan, dan pengabdian kepada perusahaan maka tiba
saatnya seseorang untuk memperoleh penghargaan yang tinggi atas jerih payah dan
usahanya tersebut.
Akan tetapi hal ini tidak terpisah dari bagaimana pengalaman bekerja dan tingkat
kepuasan kerja seseorang selama memainkan peran yang dipercayakan kepadanya.
Ketika seseorang mengalami kepuasan yang tinggi pada pekerjaannya, maka masa
pensiun ini harus dinilai positif, artinya ia harus ikhlas melepaskan segala atribut dan
kebanggaan yang disandangnya selama melaksanakan tugas, dan bersiap untuk
memasuki masa kehidupan yang tanpa peran.
Kondisi yang demikian memungkinkan pula munculnya perasaan sayang untuk
melepaskan jabatan yang telah digelutinya hampir lebih separuh hidupnya. Ketika
seseorang mengalami peran dan perlakuan yang tidak nyaman, tidak memuaskan selama
masa pengabdiannya, maka ia akan berharap segera untuk melepaskan dan
meninggalkan pekerjaan yang digelutinya dengan susah payah selama ini. Orang ini
akan memasuki masa pensiun dengan perasaan yang sedikit lega, terlepas dari himpitan
yang dirasakannya selama ini.
Selain itu ada juga karyawan yang mengundurkan diri.Karyawan dapat
mengajukan pengunduran diri kepada perusahaan secara tertulis tanpa
paksaan/intimidasi.Terdapat berbagai macam alasan pengunduran diri, seperti pindah ke
tempat lain, berhenti dengan alasan pribadi, dan lain-lain. Untuk mengundurkan diri,
karyawan harus memenuhi syarat :
a. mengajukan permohonan selambatnya 30 hari sebelumnya
b. tidak ada ikatan dinas
c. tetap melaksanakan kewajiban sampai mengundurkan diri.
Undang-undang melarang perusahaan memaksa karyawannya untuk
mengundurkan diri.Namun dalam prakteknya, pengunduran diri kadang diminta oleh
pihak perusahaan.Kadang kala, pengunduran diri yang tidak sepenuhnya sukarela ini
merupakan solusi terbaik bagi karyawan maupun perusahaan.Di satu sisi, reputasi
karyawan tetap terjaga. Di sisi lain perusahaan tidak perlu mengeluarkan pesangon lebih
besar apabila perusahaan harus melakukan PHK tanpa ada persetujuan karyawan.
Perusahaan dan karyawan juga dapat membahas besaran pesangon yang disepakati.
Karyawan yang mengajukan pengunduran diri hanya berhak atas kompensasi
seperti sisa cuti yang masih ada, biaya perumahan serta pengobatan dan perawatan, dll
sesuai Pasal 156 (4). Karyawan mungkin mendapatakan lebih bila diatur lain lewat
perjanjian. Untuk biaya perumahan terdapat silang pendapat antara karyawan dan
perusahaan, terkait apakah karyawan yang mengundurkan diri berhak atas 15% dari
uang pesangon dan penghargaan masa kerja.

2. PHK Pada Kondisi Tidak Normal (Tidak Sukarela)


Perkembangan suatu perusahaan ditentukan oleh lingkungan dimana perusahaan
beroperasi dan memperoleh dukungan agar dirinya tetap dapat survive (Robbins, 1984).
Tuntutan yang berasal dari dalam (inside stakeholder) maupun tuntutan dari luar
(outside stakeholder) dapat memaksa perusahaan melakukan perubahan-perubahan,
termasuk di dalam penggunaan tenaga kerja. Dampak dari perubahan komposisi sumber
daya manusia ini antara lain ialah pemutusan hubungan kerja. Pada dewasa ini tuntutan
lebih banyak berasal dari kondisi ekonomi dan politik global, perubahan nilai tukar uang
yang pada gilirannya mempersulit pemasaran suatu produk di luar negeri, dan berimbas
pada kemampuan menjual barang yang sudah jadi, sehingga mengancam proses
produksi. Kondisi yang demikian akan mempersulit suatu perusahaan mempertahankan
kelangsungan pekerjaan bagi karyawan yang bekerja di perusahaan tersebut. Hal ini
berdampak pada semakin seringnya terjadi kasus pemutusan hubungan kerja.

Manulang (1988) mengemukakan bahwa istilah pemutusan hubungan kerja dapat


memberikan beberapa pengertian, yaitu :
a. Termination :
yaitu putusnya hubungan kerja karena selesainya atau berakhirnya kontrak
kerja yang telah disepakati. Berakhirnya kontrak, bilamana tidak terdapat
kesepakatan antara karyawan dengan manajemen, maka karyawan harus
meninggalkan pekerjaannya.
b. Dismissal :
yaitu putusnya hubungan kerja karena karyawan melakukan Tindakan
pelanggaran disiplin yang telah ditetapkan. Misalnya : karyawan melakukan
kesalahan-kesalahan, seperti mengkonsumsi alkohol atau obat-obat psikotropika,
madat, melakukan tindak kejahatan, merusak perlengkapan kerja milik pabrik.
c. Redundancy :
yaitu pemutusan hubungan kerja karena perusahaan melakukan
pengembangan dengan menggunakan mesin-mesin berteknologi baru, seperti :
penggunaan robot-robot industri dalam proses produksi, penggunaan alat-alat
berat yang cukup dioperasikan oleh satu atau dua orang untuk menggantikan
sejumlah tenaga kerja. Hal ini berdampak pada pengurangan tenaga kerja.
d. Retrenchment
yaitu pemutusan hubungan kerja yang dikaitkan dengan masalah-masalah
ekonomi, seperti resesi ekonomi, masalah pemasaran, sehingga perusahaan tidak
mampu untuk memberikan upah kepada karyawannya.

Flippo (1981) membedakan pemutusan hubungan kerja di luar konteks pensiun menjadi
3 kategori, yaitu

a. Layoff
Keputusan ini akan menjadi kenyataan ketika seorang karyawan yang
benar-benar memiliki kualifikasi yang membanggakan harus dipurnatugaskan
karena perusahaan tidak lagi membutuhkan sumbangan jasanya.
b. Outplacement
Ialah kegiatan pemutusan hubungan kerja disebabkan perusahaan ingin
mengurangi banyak tenaga kerja, baik tenaga profesional, manajerial, maupun
tenaga pelaksana biasa. Pada umumnya perusahaan melakukan kebijakan ini
untuk mengurangi karyawan yang performansinya tidak memuaskan, orang-orang
yang tingkat upahnya telah melampaui batas-batas yang dimungkinkan, dan
orang-orang yang dianggap kurang memiliki kompetensi kerja, serta orang-orang
yang kurang memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan untuk posisi di
masa mendatang. Dasar dari kegiatan ini ialah kenyataan bahwa perusahaan
mempunyai tenaga kerja yang skillnya masih dapat dijual kepada perusahaan lain,
dan sejauh mana kebutuhan pasar terhadap keahlian atau skill ini masih
tersembunyi.
c. Discharge
Kegiatan ini merupakan kegiatan yang menimbulkan perasaan paling tidak
nyaman di antara beberapa metode pemutusan hubungan kerja yang ada.Kegiatan
ini dilakukan berdasar pada kenyataan bahwa karyawan kurang mempunyai sikap
dan perilaku kerja yang memuaskan.

Karyawan yang mengalami jenis pemutusan hubungan kerja ini kemungkinan


besar akan mengalami kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan baru di tempat atau
perusahaan lain. Dari dua pengertian tersebut di atas, nampaknya masalah pemutusan
hubungan kerja, penyebabnya dapat disebabkan oleh dua pihak.

Baik penyebab yang berasal dari kualifikasi, sikap dan perilaku karyawan yang
tidak memuaskan, atau penyebab yang berasal dari pihak manajemen yang seharusnya
dengan keahliannya dan kewenangan yang diserahkan kepadanya diharapkan mampu
mengembangkan perusahaan, walau dalam kenyataannya menimbulkan kesulitan-
kesulitan bagi perusahaan, dan harus mengambil keputusan untuk efisiensi tenaga kerja.

2.3 Jenis-Jenis PHK Menurut Literatur Hukum Ketenagakerjaan :


1. PHK Demi Hukum
PHK demi hukum berarti hubungan kerja tersebut harus putus dengan
sendirinya dan ditujukankepada pekerja atau buruh, pengusaha tidak perlu
mendapatkan penetapan PHK dari lembaga yang berwenang. PHK demi hukum
dapat terjadi dalam hal sebagaimana yang diatur dalam UU No. 13 tahun 2003
pasal 154, yaitu :
 pekerja atau buruh masih dalam masa percobaan kerja
 pekerja atau buruh mencapai usia pensiun sesuai dalam ketetapan PK,
PP, PKB atau UU
 pekerja atau buruh meninggal dunia
2. PHK Oleh Pengadilan
PHK oleh pengadilan ialah pemutusan hubungan kerja oleh pengadilan
perdata atas permintaan yang bersangkutan (majikan atau buruh) berdasarkan
alasan penting. Alasan penting adalah disamping alasan mendesak juga dapat
dikarenakan perubahan keadaan pribadi atau kekayaan pemohon atau perubahan
keadaan dimana pekerjaan yang dilakukan sedemikian rupa sifatnya, sehingga
adalah layak untuk memutuskan hubungan kerja.
3. PHK Atas Kehendak Pekerja atau Buruh
Pekerja atau buruh sebagai manusia berhak memutuskan hubungan kerja
dengan cara mengundurkan diri atas kemauan sendiri. Hak untuk mengundurkan
diri melekat pada setiap pekerja atau buruh karena seorang pekerja atau buruh
tidak boleh dipaksa untuk tetap bekerja jika ia tidak menghendakinya. Kehendak
untuk mengundurkan diri dilakukan tanpa penetapan oleh lembaga PPHI.
4. PHK Atas Kehendak Penguasa
Pengusaha dapat memutuskan hubungan kerja karena pekerja atau buruh
melakukan kesalahan berat dan dinyatakan bersalah oleh pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Yang termasuk kesalahan berat ialah:
 melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang dan/atau uang
milik perusahaan
 memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan
perusahaan
 mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai
narkotika
 melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja
 menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi teman sekerja
atau pengusaha
 membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan
yang bertentangan UU
 dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan
bahaya barang milik

Pengusaha dapat pula melakukan PHK terhadap pekerja atau buruh apabila terjadi
perubahan status, penggabungan, peleburan atau perubahan kepemilikan dan pekerja
atau buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja. Selain itu, PHK juga dapat di
lakukan oleh pengusaha apabila perusahaan tutup yang disebabkan karena perusahaan
mengalami kerugian atau pailit serta perusahaan tidak dapat melakukan proses produksi
lagi.

2.4 Faktor Yang Mempengaruhi Pemutusan Hubungan Kerja

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja cukup


kompleks dan saling berkait satu sama lain. Menurut Maier (2000:116), yaitu:

1. Faktor Pribadi
a. Usia, pekerja muda mempunyai tingkat turnover yang lebih tinggi daripada
pekerja-pekerja yang lebih tua. Semakin tinggi usia seseorang, semakin
rendah intensi untuk melakukan turnover. Karyawan yang lebih muda lebih
tinggi kemungkinan untuk keluar. Hal ini mungkin disebabkan pekerja yang
lebih tua enggan berpindah-pindah tempat kerja karena berbagai alasan
seperti tanggung jawab keluarga, mobilitas yang menurun, tidak mau repot
pindah kerja dan memulai pekerjaan di tempat kerja baru, atau karena energi
yang sudah berkurang, dan lebih lagi karena senioritas yang belum tentu
diperoleh di tempat kerja yang baru walaupun gaji dan fasilitasnya lebih
besar.
b. Lama Kerja, Pemutusan Hubungan Kerja lebih banyak terjadi pada karyawan
dengan masa kerja lebih singkat. Interaksi dengan usia, kurangnya sosialisasi
awal merupakan keadaan-keadaan yang memungkinkan terjadinya turnover
tersebut. Karyawan sering pula menemukan harapan-harapan mereka
terhadap pekerjaan atau perusahaan itu berbeda dengan kenyataan yang
didapat.Disamping itu, umumnya pekerja-pekerja baru itu masih muda
usianya, masih punya keberanian untuk berusaha mencari perusahaan dan
pekerjaan yang sesuai dengan yang diharapkan.
c. Keikatan terhadap perusahaan. Pekerja yang mempunyai rasa keikatan yang
kuat terhadap perusahaan tempat ia bekerja berarti mempunyai dan
membentuk perasaan memiliki (sense of belonging), rasa aman, efikasi,
tujuan dan arti hidup, serta gambaran diri yang positif. Akibat secara
langsung adalah menurunnya dorongan diri untuk berpindah pekerjaan dan
perusahaan.
2. Kepuasan kerja.
Ketidakpuasan yang menjadi penyebab turnover memiliki banyak aspek,
diantara aspekaspek itu adalah ketidakpuasan terhadap manajemen perusahaan,
kondisi kerja, mutu pengawasan, penghargaan, gaji, promosi dan hubungan
interpersonal. Kepuasan terhadap kerja, dengan kepuasan kerja yang diperoleh,
diharapkan kinerja karyawan yang tinggi dapat dicapai para karyawan. Tanpa
adanya kepuasan kerja, karyawan akan bekerja tidak seperti apa yang diharapkan
oleh perusahaan
3. Budaya perusahaan
Merupakan suatu kekuatan tak terlihat yang mempengaruhi pemikiran,
perasaan, pembicaraan maupun tindakan manusia yang bekerja di dalam
perusahaan. Budaya perusahaan mempengaruhi persepsi mereka, menentukan
dan mengharapkan bagaimana cara individu bekerja sehari-hari dan dapat
membuat individu tersebut merasa senang dalam menjalankan tugasnya

2.5 Dampak Positif Negatif Akibat PHK


1. Dampak negatif:
 Yang terkena PHK bisa jadi stress memikirkan kemana lagi jalan keluar yang
harus dilakukan untuk membiayai kelangsungan hidup
 Perusahaan harus membayar Pesangon kepada karyawan yang di PHK yang
bisa saja membuat Perusahaan Rugi total
 Meningkatkan jumlah Penganguran
 Tingkat kriminal akan meningkat (Tahan diri sebisa Mungkin jangan sampai ini
terjadi)
 Dan hal lain yang kita harapkan tak terjadi adalah perusahaan mengambil
keuntungan di balik ini semua dengan cara membuat kecelakaan di perusahaan
sehingga pihak ansuransi yang menanggung, dan tidak harus membayar
pesangon karyawan
2. Dampak positif
 Meningkatkan jumlah orang yang brilian, Kebrilianan seseorang akan muncul
pada saat dibutuhkan, jangan pernah berharap orang lain akan membantu coba
untuk bertahan hidup sendiri
 Pengalaman hidup bertambah yang bisa membuat anda hidup jauh lebih baik
dari sekarang, (manfaatkan segala peluang yang ada jangan pernah memikirkan
gengsi, sekecil apapun kerja itua, lakukan sesuatu di saat punya peluang, jangan
lepas dan peganglah erat lebih baik melakukan daripada diam selamanya asal itu
adalah positif)
 Ingatlah anak cucu anda suatu saat begitu bisa anda lewat dari rintangan akan
jadi orang-orang yang bijak, berpikir dan optimislah bahwa tak ada masalah
yang tidak ada jalan penyelesaiannya asal anda mampu melawan diri anda
sendiri, Penghambat paling besar bagi kita untuk berkembang adalah diri kita
sendiri
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan PHK
1. Merupakan peristiwa yang tidak diharapkan terjadi, baik oleh kalangan pekerja atau
buruh , pengusaha maupun pemerintah. Bagi buruh tentu akan berdampak pada
pemasukan ekonomi keluarganya sedangkan bagi pengusaha PHK berarti
kehilangan pekerja atau buruh yang telah dididk dan memahami tentang prosedur
kerja di perusahaannya.
2. Pemerintah mengupayakan secara langsung untuk menghindari agar PHK tidak
terjadi. Pemerintah bertugas untuk menjaga kelangsungan atas berputarnya roda
perekonomian nasional dan terjaminnya ketertiban umum serta untuk melindungi
pihak yang berekonomi lemah.
DAFTAR PUSTAKA

Wiarsih , Henny Permatasari “PENGALAMAN KELUARGA DALAM MERAWAT


PENDERITA SAKIT KRONIS “ . jurnal, Maret 2015,

Barry, Vincent. Applying Ethics. California, 1984.


Bayley, Corrine. “Terminating Treatment: Asking The Right Question”, dalam Hospital
Progress. September, 1980.
Bertens, K. “Dunia Medis Menghadapi Akhir Kehidupan”, dalam T. Sintak Gunawan (ed. ).
Pasien Terminal: Aspek Medis dan Etis. Jakarta: Grasindo, 1996.
Chalmers, G. “Dokter dan Eutanasia”, dalam Sketsa Studi Kehidupan dan Etika: Sintesis dan
Analisis VI/10. 1990.

Wiarsih , Henny Permatasari “PENGALAMAN KELUARGA DALAM MERAWAT


PENDERITA SAKIT KRONIS “ . jurnal, Maret 2015,

Anda mungkin juga menyukai