Anda di halaman 1dari 31

MINI CX EKG

INTERPRETASI EKG NORMAL DENGAN EKG PASIEN

DENGAN STEMIDI RUANG CVCU

RSUP Dr. M. DJAMIL PADANG

Pembimbing Akademik : Ns. Elvi Oktarina, M.Kep, Sp.Kep.MB


Pembimbing Klinik : Ns. Lina Yerni Parlina, S.Kep

Oleh:

RISKY FIRMANSYAH
RIMA ANGGRENI
LENTINA SOSOMAR

PRAKTIK PROFESI KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

FAKUKTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2019
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kehadirat Allah SWTatas segala nikmat dan rahmat Nya
yang selalu dicurahkan kepada seluruh makhluk Nya. Salawat serta salam
dikirimkan kepada Nabi Muhammad SAW. Alhamdulillah dengan nikmat dan
hidayah Nya, penulis telah dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul
“PERUBAHAN EKG PADA PASIEN DENGAN STEMI DI RUANG CVCU
RSUP Dr. M. DJAMIL PADANG”

Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada Ibu Ns. Elvi
Oktarina, M.kep, Sp.Kep.MBsebagaipembimbing penulis yang telah dengan
telaten dan penuh kesabaran membimbing penulis dalam menyusun makalah ini.
Terima kasih yang tak terhingga juga disampaikan kepada pembimbing klinik Ibu
Ns. Lina Yerni Parlina, S.Kep, yang telah banyak memberi motivasi, nasehat dan
bimbingan selama penulis mengikuti praktek profesi Ners keperawatan Gawat
Darurat.
Penulis menyadari bahwa makalah ini ini masih jauh dari kesempurnaan,
maka saran dan kritik yang konstruktif dari semua pihak sangat diharapkan demi
penyempurnaan selanjutnya. Akhirnya harapan penulis semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Padang, Agustus 2019

Kelompok L19
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa pada tahun

2012penyakit kardiovaskuler lebih banyak menyebabkan kematian dari pada

penyakit lainnya. Infark miokard akut (IMA) merupakan salah satu penyakit

kardiovaskuler terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit negara-negara

industri (Antman dan Braunwald, 2010). Infark miokard adalah kematian sel

miokard akibat iskemia yang berkepanjangan. Menurut WHO, infark miokard

diklasifikasikan berdasarkan dari gejala, kelainan gambaran EKG, dan enzim

jantung. Infark miokard dapat dibedakan menjadi infark miokard dengan elevasi

gelombang ST (STEMI) dan infark miokard tanpa elevasi gelombang ST

(NSTEMI) (Thygesen et al., 2012).

ST elevation myocardial infarction (STEMI) merupakan salah satu

spektrumsindroma koroner akut (SKA) yang paling berat (Kumar dan Canon,

2009). Pada pasien STEMI, terjadi penurunan aliran darah koroner secara

mendadak akibat oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada

sebelumnya. Trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri

vaskuler. Injuri vaskuler dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi,

dan akumulasi lipid (Alwi, 2014). Karakteristik gejala iskemia miokard yang

berhubungan dengan elevasi gelombang ST persisten yang dilihat berdasarkan

EKG dapat menentukan terjadinya STEMI. Saat ini, kejadian STEMI sekitar 25-

40% dari infark miokard, yang dirawat di rumah sakit sekitar 5-6% dan mortalitas
1 tahunnya sekitar 7-18% (O’Gara et al., 2013). Sekitar 865.000 penduduk

Amerika menderita infark miokard akut per tahun dan sepertiganya menderita

STEMI (Yang et al., 2008).

Pada tahun 2013, ± 478.000 pasien di Indonesia didiagnosa penyakit jantung

koroner. Saat ini, prevalensi STEMI meningkat dari 25% hingga 40% berdasarkan

presentasi infark miokard (Depkes RI, 2013). Penelitian oleh Torry et al tahun

2011-2012 di RSU Bethesda Tomohon, angka kejadian STEMI paling tinggi dari

keseluruhan kejadian SKA yaitu 82%, sedangkan untuk NSTEMI hanya 11% dan

7% pasien angina pektoris tidak stabil. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di

RSUP Sanglah Denpasar pada tahun 2012-2013, STEMI juga merupakan kejadian

tertinggi dari keseluruhan SKA yaitu sebesar 66,7% (Budiana, 2015).

Sumatera Barat merupakan provinsi dengan prevalensi penyakit jantung

tertinggi ke-4 di Indonesia yaitu 15,4% setelah provinsi Sulawesi Tengah

(16,9%), Aceh (16,6%) dan Gorontalo (16,0%) (Delima et al., 2009).

Berdasarkan hasil penelitian di RS Khusus Jantung Sumatera Barat pada tahun

2011-2012, menyatakan bahwa kejadian SKA terbanyak adalah STEMI dengan

persentase sebesar 52% dari keseluruhan SKA (Zahara et al., 2013). Hasil

penelitian di RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tahun 2012 juga menunjukkan

bahwa STEMI merupakan kejadian SKA yang terbanyak dari keseluruhan

kejadian SKA yang memiliki gula darah tidak normal, yaitu sebesar 40%

(Valerian et al., 2015). Penelitian lain di RSUP Dr. M. Djamil Padang pada pasien

STEMI yang dilakukan tindakan IKPP didapatkan bahwa laki-laki lebih banyak
yang menderita STEMI (87,5%) dibandingkan perempuan dan usia terbanyak

yaitu rentang 54,65±7,77 (Ilhami YR et al., 2015).

Menurut Ramrakha dan Hill (2006), pada infark miokard dengan elevasi

segmen ST, dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasi infark yang ditentukan dari

perubahan EKG. Bagian anterior merupakan lokasi yang sering ditemukan

STEMI. Pasien STEMI juga dapat dibedakan berdasarkan ada atau tidak adanya

distorsi QRS saat dilakukan pemeriksaan EKG. Berdasarkan penelitian, pasien

STEMI yang mengalami distorsi sebesar 43.1%, sedangkan pasien STEMI tanpa

distorsi QRS sebesar 56.9%. Pasien dengan distorsi cenderung memiliki infark

yang lebih besar seperti yang dinilai berdasarkan Kilip Class II. Angka mortalitas

pasien STEMI dengan distorsi QRS lebih tinggi dibandingkan pasien tanpa

distorsi QRS (Mulay dan Mukhedkar, 2013).

Berdasarkan uraian di atas pentingnya untuk mengetahui bagaimana

perubahan EKG pada pasien dengan STEMI, hal ini membuat penulis tertarik

untuk melihat perbedaan antara EKG normal dengan hasil EKG STEMI pada

pasien yang dirawat di ruang CVCU Rsup. Dr. M. Djamil Padang.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Tujuan umum penulisan ini adalah untuk dapat mengetahui bagaimana

perubahan EKG pada pasien dengan STEMIyang dirawat di ruang CVCU

Rsup. Dr. M. Djamil Padang Tahun 2018.

2. Tujuan Khusus

a) Mengetahui pengertian dari STEMI dan Patofisiologinya

b) Mengetahui Perubahan Rekam Jantung (EKG) pada Pasien STEMI


c) Mengetahui Rekam Jantung (EKG) normal.

C. MANFAAT

Adapun manfaat penulisan adalah :

1. Bagi institusi pendidikan kesehatan

Sebagai referensi dan tambahan infomasi dalam peningkatan dan mutu

pendidikan dimasa yang akan datang tentang asuhan keperawatan gawat

darurat.

2. Bagi profesi keperawatan

Hasil karya tulis dapat digunakan sebagai pengalaman yang nyata dalam

memberikan asuhan keperawatan kepada klien dengan STEMI.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

ST elevation myocardial infarction (STEMI) merupakan salah satu

spektrum sindroma koroner akut yang paling berat. Sindroma koroner akut

(SKA) merupakan satu subset akut dari penyakit jantung koroner (PJK)

(Firdaus I, 2012). SKA merupakan spektrum klinis yang mencakup angina

tidak stabil, infark mikard akut tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI) dan

infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (STEMI) (Myrtha R, 2011).

ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot

jantung secara permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh proses

degeneratif maupun di pengaruhi oleh banyak faktor dengan ditandai keluhan

nyeri dada, peningkatan enzim jantung dan ST elevasipada pemeriksaan EKG

gambaran EKG jantung normal; gambaran EKG jantung STEMI


B. Etiologi

Gangguan pada arteri koronaria – berkaitan dengan atherosclerosis,

kekakuan, atau penyumbatan total pada arteri oleh emboli atau trombus.

Menurunnya suplai oksigen disebabkan oleh tiga faktor, antara lain:

a) Faktor pembuluh darah.

Hal ini berkaitan dengan kepatenan pembuluh darah sebagai jalan

darah mencapai sel-sel jantung. Beberapa hal yang bisa mengganggu

kepatenan pembuluh darah diantaranya: atherosclerosis (arteroma

mengandung kolesterol), spasme (kontraksi otot secara mendadak/

penyempitan saluran), dan arteritis (peradangan arteri).

Spasme pembuluh darah bisa juga terjadi dan biasanya dihubungkan

dengan beberapa hal antara lain : (i) mengkonsumsi obat-obatan tertentu,

(ii) stress emosional atau nyeri, (iii) terpapar suhu dingin yang ekstrim,

(iv) merokok.

b) Faktor Sirkulasi

Sirkulasi berkaitan dengan kelancaran peredaran darah dari jantung ke

seluruh tubuh sampai lagi ke jantung. Kondisi yang menyebabkan

gangguan pada sirkulasi diantaranya kondisi hipotensi. Stenosis

(penyempitan aorta dekat katup) maupun insufisiensi yang terjadi pada

katup-katup jantung (aorta, maupun trikuspidalis) menyebabkan

menurunnya cardiak out put (COP)


c) Faktor darah

Darah merupakan pengangkut oksigen menuju seluruh bagian tubuh.

Hal-hal yang menyebabkan terganggunya daya angkut darah antara lain :

anemia, hipoksemia, dan polisitemia.

Penurunan aliran darah system koronaria – menyebabkan

ketidakseimbangan antara myocardial O2 Supply dan kebutuhan jaringan

terhadap O2.

Pada penderita penyakit jantung, meningkatnya kebutuhan oksigen

tidak mampu dikompensasi, diantaranya dengan meningkatnya denyut

jantung untuk meningkatkan COP. Oleh karena itu, segala aktivitas yang

menyebabkan meningkatnya kebutuhan oksigen akan memicu terjadinya

infark. Misalnya : aktivitas berlebih, emosi, makan terlalu banyak dan

lain-lain. Hipertropi miokard bisa memicu terjadinya infark karena

semakin banyak sel yang harus disuplai oksigen, sedangkan asupan

oksigen menurun akibat dari pemompaan yang tidak efektive.

Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi:

1. Umur

2. Jenis kelamin

3. Suku bangsa dan warna kulit

4. Genetik

Faktor resiko yang dapat dimodifikasi:

1. Hipertensi

2. Hiperlipidemia

3. Merokok
4. Diabetes mellitus

5. Kegemukan

6. Kurang gerak dan kurang olahraga

7. Konsumsi kontrasepsi oral.

C. Patofisiologi

Infark miokard (serangan jantung) terjadi ketika arteri korener

(setidaknya sebagian) tiba-tiba terhalang oleh bekuan darah yang

menyebabkan setidaknya beberapa dari otot jantung yang mendapat suplai

darah oleh arteri menjadi infark (mati). Pada kasus STEMI arteri koroner

benar-benar diblokir oleh bekuan darah dan sebagai hasilnya hampir semua

otot jantung yang disuplai oleh arteri yang terkena mulai mati (Fogoros RN,

2008).

Serangan jantung tipe ini biasanya ditunjukkaan oleh perubahan

karakteristik pada hasil EKG. Slah satu perubahan EKG adalah elevasi pada

“segmen ST”. Segmen ST yang tinggi menunjukkan bahwa terjadi kerusakan

otot jantung yang relatif besar (karena arteri koroner benar-benar tersumbat)

(Fogoros RN, 2008).Faktor risiko biologis infark miokard yang tidak dapat

diubah yaitu usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga. sedangkan faktor

risiko yang masih dapat diubah, sehingga berpotensi dapat memperlambat

proses aterogenik, antara lain kadar serum lipid, hipertensi, merokok,

gangguan toleransi glukosa, dan diet yang tinggi lemak jenuh, kolesterol,

serta kalori (Santoso & Setiawan, 2005)


Faktor penyebab
injuri vaskular:
1. Merokok Endapan lipoprotein di Endapan lipoprotein di
2. Hipertensi tunika intima tunika intima
3. Akumulasi lipid

Lesi komplikata Flaque fibrosa Invasi dari akumulasi


dari lipid

Aterosklerosis Penyempitan/ obtruksi Penurunan suplai darah


arteri koroner ke miokard

Ketidakefektifan Tidak seimbang kebutuhan


Iskemia
perfusi jaringan perifer dengan suplai oksigen

Penurunann Infark Miokard Metabolisme anaerob


kontraktilitas miokard meningkat

Komplikasi:
Kelemahan miokard 1. Gagal jantung kongesti Asaam laktat mengkat
2. Perikarditis
3. Ruptur jantung
Vol akhir diastolik
4. Aneurisma jantung Nyeri dada
ventrikel kiri 5. Defek septum
ventrikel
Tekanan atrium kiri 6. Disfungsi otot papilars
7. Tromboembolisme
Tekanan vena
pulmonalis meningkat Nyeri akut Kurang informasi

Tidak tahu kondisi dan


Hipertensi kapiler paru Odem paru
pengobatan (klien dan
keluarga bertanya)
Penurunan curah Gangguan
jantung pertukaran gas Kurang pengetahuan

Suplai darah ke jaringan Ansietas

tidak adekuat Kemahan fisik Intoleransi aktivitas

. Patofisiologi STEMI dan Masalah Keperawatan


D. Tanda dan Gejala

Gambaran klinis infark miokard umumnya berupa nyeri dada substernum

yang terasa berat, menekan, seperti diremas-remas dan terkadang dijalarkan ke

leher, rahang, epigastrium, bahu, atau lengan kiri, atau hanya rasa tidak enak di

dada. IMA sering didahului oleh serangan angina pektoris pada sekitar 50%

pasien. Namun, nyeri pada IMA biasanya berlangsung beberapa jam sampai

hari, jarang ada hubungannya dengan aktivitas fisik dan biasanya tidak banyak

berkurang dengan pemberian nitrogliserin, nadi biasanya cepat dan lemah,

pasien juga sering mengalami diaforesis. Pada sebagian kecil pasien (20%

sampai 30%) IMA tidak menimbulkan nyeri dada. Silent AMI ini terutama

terjadi pada pasien dengan diabetes mellitus dan hipertensi serta pada pasien

berusia lanjut (Robbins SL, Cotran RS, Kumar V, 2007;Sudoyo AW dkk,

2010).

E. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan sebagai bagian dalam

tatalaksana pasien STEMI tetapi tidak boleh menghambat implementasi terapi

reperfusi. Pemeriksaan petanda kerusakan jantung yang dianjurkan adalah

creatinin kinase (CK) MB dan cardiac specific troponin (cTn) T atau cTn I,

yang dilakukan secara serial. cTn digunakan sebagai petanda optimal untuk

pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal karena pada keadaan ini

juga akan diikuti peningkatan CKMB (Sudoyo AW dkk, 2010).

Terapi reperfusi diberikan segera mungkin pada pasien dengan elevasi ST

dan gejala IMA serta tidak tergantung pada pemeriksaan biomarker.


Peningkatan nilai enzim diatas dua kali nilai batas atas normal menunjukkan

adanya nekrosis jantung(Sudoyo AW dkk, 2010).

1. CKMB meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai

puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi

jantung, miokarditis, dan kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB.

2. cTn : ada dua jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2

jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan

cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari sedangkan cTn I setelah 5-

10 hari.

Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu mioglobin, creatinine kinase

(CK), Lactic dehydrogenase (LDH). Reaksi non spesifik terhadap injuri miokard

adalah leukositosis polimorfonuklear yang dapat terjadi dalam beberapa jam

setelah onset nyeri dan menetap selama 3-7 hari. Leukosit dapat mencapai

12.000-15.000/ul(Sudoyo AW dkk, 2010).

Pemeriksaan EKG 12 sandapan harus dilakukan pada semua pasien

dengan nyeri dada atau keluhan yang dicurigai STEMI, dalam waktu 10 menit

sejak kedatangan di IGD sebagai landasan dalam menentukan keputusan terapi

reperfusi. Jika pemeriksaan EKG awal tidak diagnostik untuk STEMI tetapi

pasien tetap simptomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serian

dengan interval 5-10menit atau pemantauan EKG 12 sandapan secara kontinyu

harus dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen ST.

EKG sisi kanan harus diambil pada pasien dengan STEMI inferior, untuk

mendeteksi kemungkinan infark ventrikel kanan (Sudoyo AW dkk, 2010).


F. Penatalaksanaan Medis

Tujuan utama tatalaksana IMA adalah mendiagnosis secara cepat,

menghilangkan nyeri dada, menilai dan mengimplementasikan strategi

reperfusi yang mungkin dilakukan, memberi antitrombotik dan anti platelet,

memberi obat penunjang. Terdapat beberapa pedoman (guideline) dalam

tatalaksana IMA dengan elevasi ST yaitu dari ACC/AHA tahun 2009 dan

ESC tahun 2008, tetapi perlu disesuaikan dengan kondisi sarana/fasilitas di

masing-masing tempat dan kemampuan ahli yang ada(Sudoyo AW dkk,

2010; Fauci et al, 2010).

1. Oksigen : suplemen oksigen harus diberikan ada pasien dengan saturasi

oksigen <90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat

diberikan oksigen selama 6 jam pertama.

2. Nitrogliserin : Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman

dengan dosis 0,4 mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5

menit.

 Morfin : sangat efektif dalam mengurangi nyeri dada dan merupakan

analgesik pilihan dalam tatalaksana STEMI. Morfin dapat diberikan

dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit

sampai dosis total 20 mg.

 Aspirin : merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai

STEMI dan efektif pada spektrum sindroma koroner akut. Inhibisi cepat

siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan

A2 dicapai dengan absorpsi aspirin bukal dengan dosis 160-325 mg di


ruang emergensi. Selanjutnya diberikan peroral dengan dosis 75-162

mg.

 Penyekat Beta : Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada,

pemberian penyekat beta intravena dapat efektif. Regimen yang biasa

diberikan adalah metoprolol 5 mg tiap 2-5 menit sampai total 3 dosis,

dengan syarat frekuensi jantung > 60 kali permenit, tekanan darah

sistolik > 100 mmHg, interval PR < 0,24 detik dan ronki tidak lebih

dari 10 cm dari diafragma. Lima belas menit setelah dosis IV terakhir

dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam

selama 48 jam, dan dilanjutkan dengan 100 mg tiap 12 jam (Sudoyo

AW dkk, 2010).

PERBANDINGAN GAMBARAN EKG NORMAL DENGAN PERUBAHAN

EKG STEMI

A. ELEKTROKRDIOGRAM

Elektrokardiogram adalah suatu grafik yang menggambarkan rekaman

listrik jantung.Kegiatan listrik jantung dalam tubuh dapat dicatat dan direkam

melalui elektroda-elektroda yang dipasang pada permukaan tubuh. EKG

hanyalah salah satu pemeriksaan laboratorium yang merupakan alat bantu

dalam menegakkan diagnosis penyakit jantung. Gambaran klinis penderita

tetap merupakan pegangan yang penting dalam menentukan diagnosis.

Untuk memperoleh rekaman EKG, dipasang elektroda-elektroda di kulit

pada tempat-tempat tertentu. Lokasi penempatan elektroda sangat penting


diperhatikan, karena penempatan yang salah akan menghasilkan pencatatan

yang berbeda.Terdapat 2 jenis sandapan pada EKG, yaitu :

a. Sandapan Bipolar

Dinamakan sandapan bipolar karena sandapan ini hanya merekam

perbedaan potensial dari 2 elektroda, sandapan ini ditandai dengan angka

romawi I,II dan III.

1) Sandapan I

Merekam beda potensial antara tangan kanan (RA) dengan tangan kiri

(LA), dimana tangan kanan bermuatan negatif dan tangan kiri

bermuatan positif.

2) Sandapan II

Merekam beda potensial antara tangan kanan (RA) dengan kaki kiri

(LF), dimana tangan kanan bermuatan negative dan kaki kiri

bermuatan positif.

3) Sandapan III

Merekam beda potensial antara tangan kiri (LA) dengan kaki kiri

(LF), dimana tangan kiri bermuatan negative dan kaki kiri bermuatan

positif.

b. Sandapan Unipolar

Sandapan unipolar terbagi menjadi 2 bagian yaitu :

1) Sandapan unipolar ekstremitas

Merekam besar potensial listrik pada satu ekstremitas, elektroda

eksplorasi diletakkan pada ekstremitas yang akan diukur. Gabungan


elektroda-elektroda pada ekstremitas yang lain membentuk elektroda

indiferen.

*aVR : merekam potensial listrik pada tangan kanan (RA)

yang bermuatan (+),dan elektroda (-) gabungan tangan kiri dan kaki

kiri membentuk elektroda indifiren.

*aVL : merekam potensial listrik pada tangan kiri (LA) yang

bermuatan (+), dan muatan (-) gabungan tangan kanan dan kaki kiri

membentuk elektroda indifiren.

*aVF : merekam potensial listrik pada kaki kiri (LF) yang

bermuatan (+) dan elektroda (-) dari gabungan tangan kanan dan

kaki kiri membentuk elektroda indifiren.

2) Sandapan unipolar prekordial

Merekam besar potensial listrik jantung dengan bantuan elektroda

eksplorasi yang ditempatkan pada beberapa tempat dinding

dada.Elektroda indiferen diperoleh denagn menggabungkan ketiga

elektroda ekstremitas.

 Sadapan V1 ditempatkan di ruang intercostal IV di kanan

sternum.

 Sadapan V2 ditempatkan di ruang intercostal IV di kiri sternum.

 Sadapan V3 ditempatkan di antara sadapan V2 dan V4.

 Sadapan V4 ditempatkan di ruang intercostal V di linea (sekalipun

detak apeks berpindah).

 Sadapan V5 ditempatkan secara mendatar dengan V4 di linea

axillaris anterior.
 Sadapan V6 ditempatkan secara mendatar dengan V4 dan V5 di

linea midaxillaris.

1. KERTAS EKG

Kertas grafik yang terdiri dari bidang horizontal (mendatar) dan

vertikal (keatas), yang berjarak 1 mm (satu kotak kecil).Garis horizontal

menggambarkan waktu, dimana 1 mm = 0.04 detik, sedangkan 5 mm =

0.2 detik.Garis vertikal menggambarkan voltase, dimana 1 mm = 0.1

mV, sedangkan 10 mm = 1 mV.Pada perekaman normal sehari-hari,

kecepatan kertas dibuat 25 mm/detik, kalibrasi pada 1 mV.Bila dirubah

harus dicatat pada setiap sandapan (lead).

2. Kurva EKG

Kurva EKG menggambarkan proses listrik yang terjadi di atrium

dan ventrikel. Proses listrik terdiri dari :

 Depolarisasi atrium (tampak dari gelombang P)


 Repolarisasi atrium (tidak tampak di EKG karena bersamaan dengan
depolarisasi ventrikel)
 Depolarisasi ventrikel (tampak dari kompleks QRS)
 Repolarisasi ventrikel (tampak dari segmen ST)

Kurva EKG normal terdiri dari gelombang P,Q,R,S dan T kadang-


kadang tampak gelombang U.
EKG 12 Lead
 Lead I, aVL, V5, V6 menunjukkan bagian lateral jantung
 Lead II, III, aVF menunjukkan bagian inferior jantung
 Lead V1 s/d V4 menunjukkan bagian anterior jantung
 Lead aVR hanya sebagai petunjuk apakah pemasangan EKG sudah
benar

Gelombang P
Gelombang P adalah representasi dari depolarisasi atrium. Gelombang P yang
normal:
 lebar < 0,12 detik (3 kotak kecil ke kanan)
 tinggi < 0,3 mV (3 kotak kecil ke atas)
 selalu positif di lead II
 selalu negatif di aVR
Yang ditentukan adalah normal atau tidak:
 Normal
 Tidak normal:
 P-pulmonal : tinggi > 0,3 mV, bisa karena hipertrofi atrium kanan.
 P-mitral: lebar > 0,12 detik dan muncul seperti 2 gelombang berdempet, bisa
karena hipertrofi atrium kiri.
 P-bifasik: muncul gelombang P ke atas dan diikuti gelombang ke bawah, bisa
terlihat di lead V1, biasanya berkaitan juga dengan hipertrofi atrium kiri.

PR Interval
PR interval adalah jarak dari awal gelombang P sampai awal komplek QRS.
Normalnya 0,12 – 0,20 detik (3 – 5 kotak kecil). Jika memanjang, berarti ada
blokade impuls. Misalkan pada pasien aritmia blok AV, dll.
Yang ditentukan: normal atau memanjang.

Kompleks QRS
Adalah representasi dari depolarisasi ventrikel. Terdiri dari gelombang Q, R dan
S. Normalnya:
 Lebar = 0.06 – 0,12 detik (1,5 – 3 kotak kecil)
 tinggi tergantung lead.
Yang dinilai:

Gelombang Q: adalah defleksi pertama setelah interval PR / gelombang P.


Tentukan apakah dia normal atau patologis. Q Patologis antara lain:
 durasinya > 0,04 (1 kotak kecil)
 dalamnya> 1/3 tinggi gelombang R.

Variasi Kompleks QRS


 QS, QR, RS, R saja, rsR’, dll. Variasi tertentu biasanya terkait dengan
kelainan tertentu.
Interval QRS, adalah jarak antara awal gelombang Q dengan akhir gelombang S.
Normalnya 0,06 – 0,12detik (1,5 – 3 kotak kecil). Tentukan apakah dia normal
atau memanjang.

Tentukan RVH/LVH
Rumusnya,
 RVH jika tinggi R / tinggi S di V1 > 1
 LVH jika tinggi RV5 + tinggi SV1 > 35

ST Segmen
ST segmen adalah garis antara akhir kompleks QRS dengan awal gelombang T.
Bagian ini merepresentasikan akhir dari depolarisasi hingga awal repolarisasi
ventrikel. Yang dinilai:
 Normal: berada di garis isoelektrik
 Elevasi (berada di atas garis isoelektrik, menandakan adanya infark miokard)
 Depresi (berada di bawah garis isoelektrik, menandakan iskemik)

Gelombang T
Gelombang T adalah representasi dari repolarisasi ventrikel. Yang dinilai
adalah:
 Normal: positif di semua lead kecuali aVR
 Inverted: negatif di lead selain aVR (T inverted menandakan adanya iskemik)

3. Cara menilai EKG

Tentukan irama jantung (Rhytme).


 Irama teratur.
 HR = 60 – 100 x/menit.
 Gelombang “P” normal, setiap gelombang “P” selalu diikuti oleh
kompleks “QRS”.
 Interval “PR” normal (0.12-0.20 detik).
 Kompleks “QRS” normal (0.06-0.12 detik).
 Semua gelombang sama.

Tentukan frekuensi.
 300 : (jumlah kotak besar pada interval “RR”).
 1500 : (jumlah kotak kecil pada interval “RR”.
 Bila kemungkinan bradikardi, atau denyut yang tidak teratur, ambil lead II
sepanjang 6 detik, kemudian hitung jumlah kompleks QRS dikalikan 10.

Tentukan sumbu jantung.


 Lihat sandapan (lead) I
Jumlahkan ketinggian R dan kedalaman S (+/-).
 Lihat sandapan (lead) aVF.
Jumlahkan ketinggian R dan kedalaman S (+/-).
 Lalu buat gradien seperti gambar (slide 30).

Tentukan normal axis, axis bergerak ke kiri (LAD), axis bergerak ke kanan
(RAD), atau indeterminate
 Hipertropi Atrium Kanan (RAH).
Ditandai gelombang P yang lancip disebut P Pulmonal.Tinggi gelombang
P diatas 0.25 mV.(2.5 kotak kecil) pada II, III, aVF.
 Hipertropi Atrium Kiri (LAH)
Ditandai gelombang P yang lebar disebut P Mitral. Lebar gelombang lebih
dari 0.12 detik

Tentukan ada tidaknya hipertropi.


 Hipertropi Ventrikel Kanan (RVH).
Perbandingan tinggi gelombang R dengan gelombang S lebih dari 1.
 Hipertropi Ventrikel Kiri (LVH).
jumlah kotak kecil R pada lead I + S pada lead III >/ 25 mm atau Jumlah
kotak kecil kedalaman S pada V1 ditambah jumlah kotak kecil R pada
V5 atau V6 lebih dari 35 kotak.

Tentukan ada tidaknya iskemik atau infark miokard.


 Iskemik miokard ditandai tanda adanya ST Depresi atau gelombang
terbalik.
 Infark miokard ditandai dengan ST Elevasi (STEMI) atau Q patologis
(NonSTEMI).
 Infark septal pada V1 dan V2.
 Infark anterior pada V3 dan V4.
 Infark anteroseptal pada V1, V2, V3, dan V4.
 Infark lateral pada V5 dan V6.
 Infark inferior pada II, III, dan aVF.
 Infark ekstensif anterior pada I, aVL, V1 – V6.
Tentukan ada tidaknya tanda akibat gangguan elektrolit.
 Hiperkalemia : gelombang T lancip.
 Hipokalemia : adanya gelombang U.
 Hiperkalsemia : interval QT memendek.
 Hipokalsemia : interval QT memanjang.

B. GAMBARAN EKG JANTUNG STEMI

STEMI adalah akronim yang berarti ST segment elevation myocardial

infarction. Serangan jantung tipe ini ditentukan dari pemeriksaan rekam

jantung (elektrokardiografi atau EKG).

(a)

(b)Gambar 1. (a) gambaran EKG jantung normal; (b) gambaran EKG


jantung STEMI
Lokasi infark miokard berdasarkan perubahan gambaran EKG
No Lokasi Gambaran EKG
1 Anterior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di
V1-V4/V5
2 Anteroseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di
V1-V3
3 Anterolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di
V1-V6 dan I dan Avl
4 Lateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di
V5-V6 dan inversi gelombang T/elevasi
ST/gelombang Q di I dan aVL
5 Inferolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II,
III, aVF, dan V5-V6 (kadang-kadang I dan
aVL).
6 Inferior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II,
III, dan Avf
7 Inferoseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II,
III, aVF, V1-V3
8 True posterior Gelombang R tinggi di V1-V2 dengan segmen
ST depresi di V1-V3. Gelombang T tegak di
V1-V2
9 RV Infraction Elevasi segmen ST di precordial lead (V3R-
V4R).
Biasanya ditemukan konjungsi pada infark
inferior.
Keadaan ini hanya tampak dalam beberapa jam
pertama infark.
Kompleks QRS normal menunjukkan resultan gaya elektrik miokard

ketika ventrikel berdepolarisasi. Bagian nekrosis tidak berespon secara

elektrik. Vektor gaya bergerak menjauhi bagian nekrosis dan terekam oleh

elektroda pada daerah infark sebagai defleksi negatif abnormal. Infark yang

menunjukkan abnormalitas gelombang Q disebut infark gelombang Q. Pada

sebagian kasus infark miokard, hasil rekaman EKG tidak menunjukkan

gelombang Q abnormal. Hal ini dapat terjadi pada infark miokard dengan

daerah nekrotik kecil atau tersebar. Gelombang Q dikatakan abnormal jika

durasinya ≥ 0,04 detik.

Namun hal ini tidak berlaku untuk gelombang Q di lead III, aVR, dan

V1, karena normalnya gelombang Q di lead ini lebar dan dalam (Chou, 1996).

Pada injury miokard, area yang terlibat tidak berdepolarisasi secara sempurna.

Area tersebut lebih positif dibandingkan daerah yang normal pada akhir proses

depolarisasi. Jika elektroda diletakkan di daerah ini, maka potensial yang

positif akan terekam dalam bentuk elevasi segmen ST. Jika elektroda

diletakkan di daerah sehat yang berseberangan dengan area injury, maka


terekam potensial yang negatif dan ditunjukkan dalam bentuk ST depresi. ST

depresi juga terjadi pada injury subendokard, dimana elektroda dipisahkan

dari daerah injury oleh daerah normal. Vektor ST bergerak menjauhi

elektroda, yang menyebabkan gambaran ST depresi.

Iskemik miokard memperlambat proses repolarisasi. Area iskemik

menjadi lebih negatif dibandingkan area yang sehat pada masa repolarisasi.

Vektor T bergerak menjauhi daerah iskemik. Elektroda yang terletak di daerah

iskemik merekam gerakan ini sebagai gelombang T negatif. Iskemia

subendokard tidak mengubah arah gambaran gelombang T, mengingat proses

repolarisasi secara normal bergerak dari epikard ke arah endokard. Karena

potensial elektrik dihasilkan repolarisasi subendokardium terhambat, maka

gelombang T terekam sangat tinggi.


BAB III
LAPORAN INTERPRESTASI KASUS

A. INTERPRETASI HASIL PEMERIKSAAN


1. Data Demografi Pasien
a. Nama : Ny. D
b. Umur : 60 tahun
c. Jenis kelamin : Perempuan

2. Alasan Masuk Rumah Sakit


Klien masuk RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 24
Agustus 2019, jam 06.00 WIB melalui IGD rujukan dari RS Madina
Bukittinggi dengan keluhan nyeri dada semenjak 2 hari sebelum masuk
rumah sakit, klien merasakan nyeri dada sebelah kiri. Pasien juga
mengeluh sesak nafas dan sakit perut.
3. Pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG)
Elektrokardiogram (EKG) yang dipasang yaitu EKG 12 lead yang terdiri
dari:
a. Lead 1
b. Lead II
c. Lead III
d. Lead aVR
e. Lead aVL
f. Lead aVF
g. V1 : Ruang interkostal IV Garis Sternal Kanan
h. V2 : Ruang interkostal IV Garis Sternal Kiri
i. V3 : Pertengahan Antara V2 Dan V4 V3 : Pertengahan Antara V2
Dan V4
j. V4 : Ruang Interkostal V Garis Midklavikula Kiri
k. V5 : Sejajar V4 Garis Aksila Depan V5 : Sejajar V4 Garis Aksila
Depan
l. V6 : Sejajar V5 Garis Aksila Tengah

Gambar : Hasil Pemeriksaan EKG Ny D

4. Interpretasi hasil pemeriksaan


Setelah dilakukan pemeriksaan elektrokardiogram (EKG) pada
Ny.D dengan diagnose medis STEMI (ST Elevasi Miokard Infark) pada
tanggal 24 Agustus 2019, didapatkan hasil aktifitas listrik jantung berupa
grafik, yang dapat diinterpretasikan sebagai berikut:
a. Irama Jantung
Irama jantung pada Ny D adalah regular atau teratur
b. Frekuensi Jantung
HR = 1500
Jumlah kotak kecil antar R-R
= 1500
= 15
Jadi frekuensi nafas Ny D dalam batas normal yaitu 100x/i

c. Gelombang P
Lebar : 2 kotak kecil = 2 × 0,04 s = 0, 08 s ( normalnya < 0,12 s )
Tinggi : 2 kotak kecil = 2 × 0, 2 mV = 0, 1 mV ( normalnya < 0,3 mV)
Gelombang P di lead II positif dan negative lead aVR
Jadi Ny D tidak memiliki kelainan pada atrium karena lebar dan tinggi
gelombang P dalam batas normal, dan gelombang selalu positif di lead II
selalu negatif di aVR
d. Interval P-R
Lebar : 4 kotak kecil = 4× 0,04 s = 0, 16 s ( normalnya < 0,20 s )
Interval P-R Ny D dalam batas normal.
e. Gelombang Q
Lebar : 1 kotak kecil = 1× 0,04 s = 0, 04 s ( normalnya < 0,04 s )
Lead III
Dalam gelombang Q: 7 kotak kecil ( normalnya 1/3 tinggi gelombang R )
Tinggi gelombang R = 3 = 1/3 × 3 = 1 kotak kecil
Jadi gelombang Q pada EKG Ny. D di lead III bersifat patologis atau
mengalami pemanjangan, dimana dalam gelombang Q lebih dari 1/3
gelombang R hal ini menunjukkan adanya infark.

f. Kompleks QRS
Hasil EKG pada Ny D menunjukkan bahwa:
Lebar : 2 kotak kecil = 2 × 0,04 s = 0, 08 s ( normal: tidak > 0,12 s )
Lead I dan aVF bernilai positif maka dapat diartikan aksis jantungnya
normal yaitu anatar derajat 0 dsampai 90 derajat.

g. Segmen ST
Hasil EKG pada Ny. D menunjukkan bahwa terjadi elevasi segmen ST
pada lead II, lead III, aVF, yang menunjukkan terjadinya infark miokard
di bagian inferior. ST Depresi : I, aVL

Jadi dari pemeriksaan elektrokardiogram pada Ny. D didapatkan


hasil bahwa :
a) Irama jantung regular atau teratur dan bukan sinus (HR= 100 x/I, irama
jantung regular, gelombang P positif di Lead II, gelommbang P tidak
selalu diikuti gelombang QRS, PR interval memgalami perpanjangan)
b) Frekuensi jantung adalah 100 x/i
c) Gelombang P normal
d) Gelombang Q patologi di Lead III, aVF
e) Komplek QRS lengkap
f) ST elevasi di Lead II, Lead III, aVF yang menunjukkan terjadinya
infark miocard dibagian inferior
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Elektrokardiogram adalah gambaran grafik variasi potensial listrik yang
dihasilkan oleh eksitasi otot jantung dan dideteksi di permukaan tubuh
(Dorland, 2012). Pemantauan EKG memiliki fungsi untuk mendeteksi
aritmia, iskemia, cedera, dan infark miokard. Elektrokardiogram merupakan
pemeriksaan diagnostik yang penting pada jantung.
ST elevation myocardial infarction (STEMI) merupakan salah satu
spektrum sindroma koroner akut yang paling berat. Sindroma koroner akut
(SKA) merupakan satu subset akut dari penyakit jantung koroner (PJK)
(Firdaus I, 2012).Tindakan yang dapat dilakukan pada pasien dengan stemi
salah satunya adalah dengan pemasangan EKG untuk menentukan kondisi
jantung dan memonitoring bagaiman keadaan jantung.
B. Saran
Adapun saran yang dapat penulis sampaikan melalui Proposal ini
kepada tenaga kesehatan khususnya yang memiliki ijin untuk melakukan
tindakan EKG lebih memperhatikan privasi dan kenyamanan pasien dan
ketepatan dalam pemasangan alat-alat EKG agar hasil yang didapatkan akurat
dan pada saat membaca atau menginterpretasikan hasilnya tidak mengalami
kesulitan atau keraguan.
Daftar Pustaka

Ackley BJ, Ladwig GB. 2011. Nursing Diagnosis Handbook an Evidence-Based


Guide to Planning Care. United Stated of America : Elsevier.

Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta:


EGC.

Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser, Longo, Jameson, Loscalzo.2010. 17th Edition


Harrison’s Principles of Internal Medicine. New South Wales : McGraw
Hill.

Firdaus I. 2012. Strategi Farmako-invasif pada STEMI Akut. J Kardiol Indones;


33: 266-71.

Fogoros RN. 2008. STEMI-ST Segment Elevation Myocardial Infarction. Heart


Health Center. Diakses pada tanggal 7 Mei 2018.
http://heartdisease.about.com/od/heartattack/g/STEMI.htm

Libby P, Bonow RO, Mann DL, Zipes DP. 2008.Braunwald’s Heart Disease : A
textbook of Cardiovascular Medicine. Philadephia: Elsevier.

Myrtha R. 2011. Perubahan Gambaran EKG pada Sindrom Koroner Akut (SKA).
CDK 188; 38 (7): 541-542.

Nurarif AH, Hardhi K. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosis Medis dan Nanda Nic Noc. Jilid 1. Yogyakarta: Mediaction.

Robbins SL, Cotran RS, Kumar V. 2007.Buku Ajar Patologi Robbins. Jakarta:
EGC.

Santoso M, Setiawan T. Penyakit Jantung Koroner. 2005. Cermin Dunia


Kedokteran;147:6-9.

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. 2010.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing.

Anda mungkin juga menyukai