Oleh:
RISKY FIRMANSYAH
RIMA ANGGRENI
LENTINA SOSOMAR
FAKUKTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2019
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kehadirat Allah SWTatas segala nikmat dan rahmat Nya
yang selalu dicurahkan kepada seluruh makhluk Nya. Salawat serta salam
dikirimkan kepada Nabi Muhammad SAW. Alhamdulillah dengan nikmat dan
hidayah Nya, penulis telah dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul
“PERUBAHAN EKG PADA PASIEN DENGAN STEMI DI RUANG CVCU
RSUP Dr. M. DJAMIL PADANG”
Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada Ibu Ns. Elvi
Oktarina, M.kep, Sp.Kep.MBsebagaipembimbing penulis yang telah dengan
telaten dan penuh kesabaran membimbing penulis dalam menyusun makalah ini.
Terima kasih yang tak terhingga juga disampaikan kepada pembimbing klinik Ibu
Ns. Lina Yerni Parlina, S.Kep, yang telah banyak memberi motivasi, nasehat dan
bimbingan selama penulis mengikuti praktek profesi Ners keperawatan Gawat
Darurat.
Penulis menyadari bahwa makalah ini ini masih jauh dari kesempurnaan,
maka saran dan kritik yang konstruktif dari semua pihak sangat diharapkan demi
penyempurnaan selanjutnya. Akhirnya harapan penulis semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.
Kelompok L19
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
penyakit lainnya. Infark miokard akut (IMA) merupakan salah satu penyakit
industri (Antman dan Braunwald, 2010). Infark miokard adalah kematian sel
jantung. Infark miokard dapat dibedakan menjadi infark miokard dengan elevasi
spektrumsindroma koroner akut (SKA) yang paling berat (Kumar dan Canon,
2009). Pada pasien STEMI, terjadi penurunan aliran darah koroner secara
mendadak akibat oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada
sebelumnya. Trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri
dan akumulasi lipid (Alwi, 2014). Karakteristik gejala iskemia miokard yang
EKG dapat menentukan terjadinya STEMI. Saat ini, kejadian STEMI sekitar 25-
40% dari infark miokard, yang dirawat di rumah sakit sekitar 5-6% dan mortalitas
1 tahunnya sekitar 7-18% (O’Gara et al., 2013). Sekitar 865.000 penduduk
Amerika menderita infark miokard akut per tahun dan sepertiganya menderita
koroner. Saat ini, prevalensi STEMI meningkat dari 25% hingga 40% berdasarkan
presentasi infark miokard (Depkes RI, 2013). Penelitian oleh Torry et al tahun
2011-2012 di RSU Bethesda Tomohon, angka kejadian STEMI paling tinggi dari
keseluruhan kejadian SKA yaitu 82%, sedangkan untuk NSTEMI hanya 11% dan
RSUP Sanglah Denpasar pada tahun 2012-2013, STEMI juga merupakan kejadian
persentase sebesar 52% dari keseluruhan SKA (Zahara et al., 2013). Hasil
penelitian di RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tahun 2012 juga menunjukkan
kejadian SKA yang memiliki gula darah tidak normal, yaitu sebesar 40%
(Valerian et al., 2015). Penelitian lain di RSUP Dr. M. Djamil Padang pada pasien
STEMI yang dilakukan tindakan IKPP didapatkan bahwa laki-laki lebih banyak
yang menderita STEMI (87,5%) dibandingkan perempuan dan usia terbanyak
Menurut Ramrakha dan Hill (2006), pada infark miokard dengan elevasi
segmen ST, dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasi infark yang ditentukan dari
STEMI. Pasien STEMI juga dapat dibedakan berdasarkan ada atau tidak adanya
STEMI yang mengalami distorsi sebesar 43.1%, sedangkan pasien STEMI tanpa
distorsi QRS sebesar 56.9%. Pasien dengan distorsi cenderung memiliki infark
yang lebih besar seperti yang dinilai berdasarkan Kilip Class II. Angka mortalitas
pasien STEMI dengan distorsi QRS lebih tinggi dibandingkan pasien tanpa
perubahan EKG pada pasien dengan STEMI, hal ini membuat penulis tertarik
untuk melihat perbedaan antara EKG normal dengan hasil EKG STEMI pada
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
C. MANFAAT
darurat.
Hasil karya tulis dapat digunakan sebagai pengalaman yang nyata dalam
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
spektrum sindroma koroner akut yang paling berat. Sindroma koroner akut
(SKA) merupakan satu subset akut dari penyakit jantung koroner (PJK)
tidak stabil, infark mikard akut tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI) dan
jantung secara permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh proses
kekakuan, atau penyumbatan total pada arteri oleh emboli atau trombus.
(ii) stress emosional atau nyeri, (iii) terpapar suhu dingin yang ekstrim,
(iv) merokok.
b) Faktor Sirkulasi
terhadap O2.
jantung untuk meningkatkan COP. Oleh karena itu, segala aktivitas yang
1. Umur
2. Jenis kelamin
4. Genetik
1. Hipertensi
2. Hiperlipidemia
3. Merokok
4. Diabetes mellitus
5. Kegemukan
C. Patofisiologi
darah oleh arteri menjadi infark (mati). Pada kasus STEMI arteri koroner
benar-benar diblokir oleh bekuan darah dan sebagai hasilnya hampir semua
otot jantung yang disuplai oleh arteri yang terkena mulai mati (Fogoros RN,
2008).
karakteristik pada hasil EKG. Slah satu perubahan EKG adalah elevasi pada
otot jantung yang relatif besar (karena arteri koroner benar-benar tersumbat)
(Fogoros RN, 2008).Faktor risiko biologis infark miokard yang tidak dapat
diubah yaitu usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga. sedangkan faktor
gangguan toleransi glukosa, dan diet yang tinggi lemak jenuh, kolesterol,
Komplikasi:
Kelemahan miokard 1. Gagal jantung kongesti Asaam laktat mengkat
2. Perikarditis
3. Ruptur jantung
Vol akhir diastolik
4. Aneurisma jantung Nyeri dada
ventrikel kiri 5. Defek septum
ventrikel
Tekanan atrium kiri 6. Disfungsi otot papilars
7. Tromboembolisme
Tekanan vena
pulmonalis meningkat Nyeri akut Kurang informasi
leher, rahang, epigastrium, bahu, atau lengan kiri, atau hanya rasa tidak enak di
dada. IMA sering didahului oleh serangan angina pektoris pada sekitar 50%
pasien. Namun, nyeri pada IMA biasanya berlangsung beberapa jam sampai
hari, jarang ada hubungannya dengan aktivitas fisik dan biasanya tidak banyak
pasien juga sering mengalami diaforesis. Pada sebagian kecil pasien (20%
sampai 30%) IMA tidak menimbulkan nyeri dada. Silent AMI ini terutama
terjadi pada pasien dengan diabetes mellitus dan hipertensi serta pada pasien
2010).
E. Pemeriksaan Penunjang
creatinin kinase (CK) MB dan cardiac specific troponin (cTn) T atau cTn I,
yang dilakukan secara serial. cTn digunakan sebagai petanda optimal untuk
pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal karena pada keadaan ini
1. CKMB meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai
puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi
2. cTn : ada dua jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2
jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan
cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari sedangkan cTn I setelah 5-
10 hari.
(CK), Lactic dehydrogenase (LDH). Reaksi non spesifik terhadap injuri miokard
setelah onset nyeri dan menetap selama 3-7 hari. Leukosit dapat mencapai
dengan nyeri dada atau keluhan yang dicurigai STEMI, dalam waktu 10 menit
reperfusi. Jika pemeriksaan EKG awal tidak diagnostik untuk STEMI tetapi
pasien tetap simptomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serian
EKG sisi kanan harus diambil pada pasien dengan STEMI inferior, untuk
tatalaksana IMA dengan elevasi ST yaitu dari ACC/AHA tahun 2009 dan
dengan dosis 0,4 mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5
menit.
dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit
STEMI dan efektif pada spektrum sindroma koroner akut. Inhibisi cepat
mg.
sistolik > 100 mmHg, interval PR < 0,24 detik dan ronki tidak lebih
AW dkk, 2010).
EKG STEMI
A. ELEKTROKRDIOGRAM
listrik jantung.Kegiatan listrik jantung dalam tubuh dapat dicatat dan direkam
a. Sandapan Bipolar
1) Sandapan I
Merekam beda potensial antara tangan kanan (RA) dengan tangan kiri
bermuatan positif.
2) Sandapan II
Merekam beda potensial antara tangan kanan (RA) dengan kaki kiri
bermuatan positif.
3) Sandapan III
Merekam beda potensial antara tangan kiri (LA) dengan kaki kiri
(LF), dimana tangan kiri bermuatan negative dan kaki kiri bermuatan
positif.
b. Sandapan Unipolar
indiferen.
yang bermuatan (+),dan elektroda (-) gabungan tangan kiri dan kaki
bermuatan (+), dan muatan (-) gabungan tangan kanan dan kaki kiri
bermuatan (+) dan elektroda (-) dari gabungan tangan kanan dan
elektroda ekstremitas.
sternum.
axillaris anterior.
Sadapan V6 ditempatkan secara mendatar dengan V4 dan V5 di
linea midaxillaris.
1. KERTAS EKG
2. Kurva EKG
Gelombang P
Gelombang P adalah representasi dari depolarisasi atrium. Gelombang P yang
normal:
lebar < 0,12 detik (3 kotak kecil ke kanan)
tinggi < 0,3 mV (3 kotak kecil ke atas)
selalu positif di lead II
selalu negatif di aVR
Yang ditentukan adalah normal atau tidak:
Normal
Tidak normal:
P-pulmonal : tinggi > 0,3 mV, bisa karena hipertrofi atrium kanan.
P-mitral: lebar > 0,12 detik dan muncul seperti 2 gelombang berdempet, bisa
karena hipertrofi atrium kiri.
P-bifasik: muncul gelombang P ke atas dan diikuti gelombang ke bawah, bisa
terlihat di lead V1, biasanya berkaitan juga dengan hipertrofi atrium kiri.
PR Interval
PR interval adalah jarak dari awal gelombang P sampai awal komplek QRS.
Normalnya 0,12 – 0,20 detik (3 – 5 kotak kecil). Jika memanjang, berarti ada
blokade impuls. Misalkan pada pasien aritmia blok AV, dll.
Yang ditentukan: normal atau memanjang.
Kompleks QRS
Adalah representasi dari depolarisasi ventrikel. Terdiri dari gelombang Q, R dan
S. Normalnya:
Lebar = 0.06 – 0,12 detik (1,5 – 3 kotak kecil)
tinggi tergantung lead.
Yang dinilai:
Tentukan RVH/LVH
Rumusnya,
RVH jika tinggi R / tinggi S di V1 > 1
LVH jika tinggi RV5 + tinggi SV1 > 35
ST Segmen
ST segmen adalah garis antara akhir kompleks QRS dengan awal gelombang T.
Bagian ini merepresentasikan akhir dari depolarisasi hingga awal repolarisasi
ventrikel. Yang dinilai:
Normal: berada di garis isoelektrik
Elevasi (berada di atas garis isoelektrik, menandakan adanya infark miokard)
Depresi (berada di bawah garis isoelektrik, menandakan iskemik)
Gelombang T
Gelombang T adalah representasi dari repolarisasi ventrikel. Yang dinilai
adalah:
Normal: positif di semua lead kecuali aVR
Inverted: negatif di lead selain aVR (T inverted menandakan adanya iskemik)
Tentukan frekuensi.
300 : (jumlah kotak besar pada interval “RR”).
1500 : (jumlah kotak kecil pada interval “RR”.
Bila kemungkinan bradikardi, atau denyut yang tidak teratur, ambil lead II
sepanjang 6 detik, kemudian hitung jumlah kompleks QRS dikalikan 10.
Tentukan normal axis, axis bergerak ke kiri (LAD), axis bergerak ke kanan
(RAD), atau indeterminate
Hipertropi Atrium Kanan (RAH).
Ditandai gelombang P yang lancip disebut P Pulmonal.Tinggi gelombang
P diatas 0.25 mV.(2.5 kotak kecil) pada II, III, aVF.
Hipertropi Atrium Kiri (LAH)
Ditandai gelombang P yang lebar disebut P Mitral. Lebar gelombang lebih
dari 0.12 detik
(a)
elektrik. Vektor gaya bergerak menjauhi bagian nekrosis dan terekam oleh
elektroda pada daerah infark sebagai defleksi negatif abnormal. Infark yang
gelombang Q abnormal. Hal ini dapat terjadi pada infark miokard dengan
Namun hal ini tidak berlaku untuk gelombang Q di lead III, aVR, dan
V1, karena normalnya gelombang Q di lead ini lebar dan dalam (Chou, 1996).
Pada injury miokard, area yang terlibat tidak berdepolarisasi secara sempurna.
Area tersebut lebih positif dibandingkan daerah yang normal pada akhir proses
positif akan terekam dalam bentuk elevasi segmen ST. Jika elektroda
menjadi lebih negatif dibandingkan area yang sehat pada masa repolarisasi.
c. Gelombang P
Lebar : 2 kotak kecil = 2 × 0,04 s = 0, 08 s ( normalnya < 0,12 s )
Tinggi : 2 kotak kecil = 2 × 0, 2 mV = 0, 1 mV ( normalnya < 0,3 mV)
Gelombang P di lead II positif dan negative lead aVR
Jadi Ny D tidak memiliki kelainan pada atrium karena lebar dan tinggi
gelombang P dalam batas normal, dan gelombang selalu positif di lead II
selalu negatif di aVR
d. Interval P-R
Lebar : 4 kotak kecil = 4× 0,04 s = 0, 16 s ( normalnya < 0,20 s )
Interval P-R Ny D dalam batas normal.
e. Gelombang Q
Lebar : 1 kotak kecil = 1× 0,04 s = 0, 04 s ( normalnya < 0,04 s )
Lead III
Dalam gelombang Q: 7 kotak kecil ( normalnya 1/3 tinggi gelombang R )
Tinggi gelombang R = 3 = 1/3 × 3 = 1 kotak kecil
Jadi gelombang Q pada EKG Ny. D di lead III bersifat patologis atau
mengalami pemanjangan, dimana dalam gelombang Q lebih dari 1/3
gelombang R hal ini menunjukkan adanya infark.
f. Kompleks QRS
Hasil EKG pada Ny D menunjukkan bahwa:
Lebar : 2 kotak kecil = 2 × 0,04 s = 0, 08 s ( normal: tidak > 0,12 s )
Lead I dan aVF bernilai positif maka dapat diartikan aksis jantungnya
normal yaitu anatar derajat 0 dsampai 90 derajat.
g. Segmen ST
Hasil EKG pada Ny. D menunjukkan bahwa terjadi elevasi segmen ST
pada lead II, lead III, aVF, yang menunjukkan terjadinya infark miokard
di bagian inferior. ST Depresi : I, aVL
A. Kesimpulan
Elektrokardiogram adalah gambaran grafik variasi potensial listrik yang
dihasilkan oleh eksitasi otot jantung dan dideteksi di permukaan tubuh
(Dorland, 2012). Pemantauan EKG memiliki fungsi untuk mendeteksi
aritmia, iskemia, cedera, dan infark miokard. Elektrokardiogram merupakan
pemeriksaan diagnostik yang penting pada jantung.
ST elevation myocardial infarction (STEMI) merupakan salah satu
spektrum sindroma koroner akut yang paling berat. Sindroma koroner akut
(SKA) merupakan satu subset akut dari penyakit jantung koroner (PJK)
(Firdaus I, 2012).Tindakan yang dapat dilakukan pada pasien dengan stemi
salah satunya adalah dengan pemasangan EKG untuk menentukan kondisi
jantung dan memonitoring bagaiman keadaan jantung.
B. Saran
Adapun saran yang dapat penulis sampaikan melalui Proposal ini
kepada tenaga kesehatan khususnya yang memiliki ijin untuk melakukan
tindakan EKG lebih memperhatikan privasi dan kenyamanan pasien dan
ketepatan dalam pemasangan alat-alat EKG agar hasil yang didapatkan akurat
dan pada saat membaca atau menginterpretasikan hasilnya tidak mengalami
kesulitan atau keraguan.
Daftar Pustaka
Libby P, Bonow RO, Mann DL, Zipes DP. 2008.Braunwald’s Heart Disease : A
textbook of Cardiovascular Medicine. Philadephia: Elsevier.
Myrtha R. 2011. Perubahan Gambaran EKG pada Sindrom Koroner Akut (SKA).
CDK 188; 38 (7): 541-542.
Robbins SL, Cotran RS, Kumar V. 2007.Buku Ajar Patologi Robbins. Jakarta:
EGC.
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. 2010.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing.