HEAT TREATMENT
Disusun oleh :
2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Heat Treatment (perlakuan panas) adalah salah satu proses untuk mengubah struktur logam
dengan jalan memanaskan specimen pada electric terance (tungku) pada temperatur rekristalisasi
selama periode waktu tertentu kemudian didinginkan pada media pendingin seperti udara, air, air
garam, oli, dan solar yang masing-masing mempunyai kerapatan pendinginan yang berbeda-beda.
Sifat – sifat logam yang terutama sifat mekanik yang sangat dipengaruhi oleh struktur
mikrologam disamping posisi kimianya, contohnya suatu logam atau paduan akan mempunyai sifat
mekanis yang berbeda-beda struktur mikronya diubah. Dengan adanya pemanasan atau pendinginan
dengan kecepatan tertentu maka bahan – bahan logam dan paduan memperlihatkan perubahan
strukturnya.
Perlakuan panas adalah proses kombinasi antara proses pemanasan atau pendinginan dari suatu
logam atau paduannya dalam keadaan padat untuk mendaratkan sifat-sifat tertentu. Untuk
mendapatkan hal ini maka kecepatan pendinginan dan batas temperatur sangat menetukan.
1.2 Tujuan
ISI
2.1 Pengertian
Heat treatment (perlakuan panas) adalah suatu cara yang digunakan untuk tujuan mengubah suatu
sifat dari benda tertentu yang pada umumnya logam. Salah satu sifat yang dapat diubah adalah tingkat
kekerasannya melalui proses annealing, hardening, dan/atau tempering. Proses yang bisa dilakukan
pada program heat treatment, antara lain annealing, hardening, tempering, blackening, normalizing,
stress relieving, carburizing, dan quenching.
a. Annealing
Annealing adalah adalah proses pemanasan material sampai temperatur austenit lalu ditahan
beberapa waktu dan kemudian pendinginannya dilakukan secara perlahan - lahan, didalam sebuah
tungku. Arti kata dari annealing itu sendiri adalah pelunakan.
b. Hardening
Hardening adalah perlakuan panas terhadap logam dengan sasaran meningkatkan kekerasan alami
logam. Perlakuan panas menuntut pemanasan benda kerja menuju suhu pengerasan, jangka waktu
penghentian yang memadai pada suhu pengerasan dan pendinginan (pengejutan) berikutnya secara
cepat dengan kecepatan pendinginan kritis. Akibat pengejutan dingin dari daerah suhu pengerasan ini,
dicapailah suatu keadaan paksaan bagi struktur baja yang merangsang kekerasan, oleh karena itu
maka proses pengerasan ini disebut pengerasan kejut.
Karena logam menjadi keras melalui peralihan wujud struktur, maka perlakuan panas ini disebut
juga pengerasan alih wujud.
Kekerasan yang dicapai pada kecepatan pendinginan kritis (martensit) ini diiringi kerapuhan yang
besar dan tegangan pengejutan, karena itu pada umumnya dilakukan pemanasan kembali menuju
suhu tertentu dengan pendinginan lambat.
Kekerasan tertinggi (66-68 HRC) yang dapat dicapai dengan pengerasan kejut suatu baja, pertama
bergantung pada kandungan zat arang, kedua tebal benda kerja mempunya pengaruh terhadap
kekerasan karena dampak kejutan membutuhkan beberpa waktu untuk menenmbus kesebelah dalam,
dengan demikian maka kekersan menurun kearah inti.
Untuk mencapai suhu austenit ± 900 ºC harus dilakukan pemanasan bertahap, misalnya untuk
Special K (Bohler). Suhu hardening 950-980 ºC untuk mencapai kekerasan 63-65 RC. Media
quenching yang digunakan adalah oli atau udara. Untuk mencapai suhu 950ºC harus dipanaskan
bertahap yaitu,
• Di tahan sebentar lalu di keluarkan dan di celupkan kedalam oli quenching sambil digoyang –
goyangkan supaya gelembung asap cepat terlepas dari permukaan baja sehingga
pendinginannya dapat merata .
• Jika bentuk dari material yang dikeraskan berpenampang komplex atau benda tersebut
berpenampang tipis, temperatur pengerasan harus memakai atas bawah, sedangkan juka
material besar dan tebal atau berbentuk sederhana memakai temperatur pengerasan batas atas.
a. Suhu pengerasan terlalu rendah sehingga suhu belum mencapai pada temperatur
austenit sehingga kekerasan tidak tercapai seperti yang diharapkan.
b. Pemanasan terlalu cepat sehingga temperatur inti dari benda kerja belum sama dengan
temperatur kulit luar pada baja.
c. Tidak adanya proses pemanasan bertahap dan tidak adanya waktu penahanan pada proses
pemanasan sehingga pada waktu di quenching benda kerja akan mengalami retak.
d. Timbulnya nyala api yang mengakibatkan terlepasnya karbon pada permukaan benda kerja,
sehingga permukaan benda kerja kurang keras.
e. Kesalahan pemilihan media quenching, misalnya baja keras seperti Special K di quenching
dengan air.
c. Tempering
Setelah proses hardening biasanya baja akan sangat keras dan bersifat rapuh, untuk itu perlu
proses lanjutan yaitu proses tempering.
• Mengurangi kekerasan
Secara kimia selama tempering yang terjadi adalah atom C yang setelah proses hardening
terperangkap pada jaringan besi Alfa dan pada proses pemanasan tempering atom C mendapat
kesempatan untuk melakukan diffuse yaitu pemerataan kadar C tanpa adanya halangan dan kembali
menjadi zementit.
Proses ini berlangsung terus sehingga diperoleh struktur ferrite yang bercampur dengan zementit,
dan diperoleh struktur yang ulet.
d. Blackening
Blackening merupakan sebuah proses "penghitaman" atau pemberian warna hitam pada
sebagian permukaan besi (metal), stainless steel, dsb. Dengan tujuan dekoratif (merubah
penampilan dari permukaan besi sehingga lebih menarik). Juga bertujuan untuk
meningkatkan ketahanan terhadap korosi ringan, untuk mencapai ketahanan maksimal,
produk yang telah di blackening dapat dioles dengan rust preventive oil.
Hasil dari proses blackening yang baik, tidak mempengaruhi dimensi dari material dan
mewarnai secara seragam untuk tiap sudut, termasuk bagian dalam lubang – lubang yang tak
terlihat.
e. Normalizing
Normalizing merupakan proses perlakuan panas dimana proses pemanasan mencapai temperatur
austenisasi (temperatur eutectoid), dan kemuadian didinginkan perlahan pada udara (still
air atau slightly agitated air). Pada umumnya, proses normalizing dilakukan pada temperatur 55oC
diatas upper critical line pada diagram fasa Fe – Fe3C.
Tujuan dari proses normalizing sangat bervariasi. Normalizing dapat meningkatkan atau
menurunkan kekuatan dan kekerasan dari pada baja, bergantung pada perlakuan panas dan sifat
mekanik dari baja sebelum dilakukan proses normalizing. Tetapi secara umum tujuan dari
proses normalizing adalah untuk meningkatkan mampu mesin (machinability), grain-
structure refinement, homogenisasi, dan mengatur atau memodifikasi residual stress yang ada pada
baja.
f. Stress Relieving
Besi/baja akan mengalamami tegangan dalam akibat dari pemanasan atau pendinginan yang tidak
kontinyu akibat dari tuang, las maupun tempa, atau karena pengepresan, tekuk, tekan, maupun juga
karena proses potong. Karena jika tegangan dalam ini tidak dihilangkan akan mengganggu proses
selanjutnya misalnya rentan terjadinya keretaan maupun penyusutan pada proses pemanasan lanjutan.
Prinsip dari pemanasan ini adalah memanaskan besi/baja sampai temperatur di bawah titik ubah A1
(pada diagram FEC) kemudian didinginkan perlahan-lahan. Untuk pemanasan stress relieving pada
baja idealnya 550 ºC sampai 650 ºC yang dipertahankan selama 3 jam atau sesuai dengan tebal dari
baja.
Jika proses pendinginan terlalu cepat malahan akan timbul tegangan baru, semuanya itu dapat
dicegah dengan cara pendinginan dalam dapur/oven sampai suhu 400 ºC dan jika dapur/oven tidak ada
pelindung oksidasi ( dengan gas nitrogen ) maka baja yang dipanaskan harus dibungkus/dikubur
dengan tatal dari besi tuang supaya tidak terjadi oksidasi karena pertemuan dengan gas oksigen.
g. Carburizing
Penambahan karbon yang disebut carburizing atau karburasi, dilakukan dengan cara memanaskan
pada temperatur yang cukup tinggi yaitu pada temperatur austenit dalam lingkungan yang
mengandung atom karbon aktif, sehingga atom karbon aktif tersebut akan berdifusi masuk ke dalam
permukaan baja dan mencapai kedalaman tertentu. Setelah proses difusi, diikuti perlakuan
pendinginan cepat (quenching), sehingga diperoleh permukaan yang lebih keras, tetapi liat dan
tangguh bagian tengahnya. Difusi adalah gerak spontan dari atom atau molekul di dalam bahan yang
cenderung membentuk komposisi yang seragam. Hukum pertama Fick’s menyatakan bahwa difusi
dari sebuah elemen dalam suatu bahan substrat merupakan fungsi koefisien difusi dan gradien
konsentrasi. Gradien konsentrasi adalah jumlah atom yang terdapat disekitar substrat dibandingkan
dengan jumlah atom yang terdapat di dalam substrat. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
kecepatan difusi yaitu, temperatur, komposisi dan waktu.
Pendinginan cepat dalam proses carburizing bertujuan untuk memperoleh permukaan yang lebih
keras akibat perubahan struktur mikro pada permukaan baja yang telah dikarburasi. Dari bermacam-
macam struktur mikro, martensit merupakan yang paling keras dan kuat namun paling getas.
Metode proses carburizing dibedakan berdasarkan media karburasinya, yaitu gas, cair dan padat.
Pack carburizing adalah metode carburizing yang paling sederhana dibanding metode cair dan gas,
karena dapat dilakukan dengan peralatan yang sederhana. Pada metode ini, komponen ditempatkan
dalam kotak berisi media karburasi yang saat pemanasan pada suhu austenisasi (842 – 953 oC) akan
mengeluarkan gas CO2 dan CO. Pembentukan karbon monoksida ditingkatkan oleh energizer atau
katalis, seperti barium karbonat (BaCO 3), kalsium karbonat (CaCO3), kalium karbonat (K2CO3), dan
natrium karbonat (Na2CO3), yang hadir di kompleks karburasi. Kandungan karbon dari setiap jenis
arang adalah berbeda-beda. Semakin tinggi kandungan karbon dalam arang, maka penetrasi karbon ke
permukaan baja akan semakin baik pula.
h. Quenching
Proses quenching atau pengerasan baja adalah suatu proses pemanasan logam hingga mencapai
batas austenit yang homogen. Untuk mendapatkan kehomogenan ini maka austenit perlu waktu
pemanasan yang cukup. Selanjutnya secara cepat baja tersebut dicelupkan ke dalam media pendingin,
tergantung pada kecepatan pendingin yang kita inginkan untuk mencapai kekerasan baja. Pada waktu
pendinginan yang cepat pada fase austenit tidak sempat berubah menjadi ferit atau perlit karena tidak
ada kesempatan bagi atom-atom karbon yang telah larut dalam austenit untuk mengadakan pergerakan
difusi dan bentuk sementit oleh karena itu terjadi fase lalu yang mertensit, ini berupa fase yang sangat
keras dan bergantung pada keadaan karbon.
Media pendingin yang digunakan untuk mendinginkan baja bermacam-macam, antara lain:
Air
Air adalah senyawa kimia dengan rumus kimia H 2O. Artinya satu molekul air tersusun atas dua
atom hydrogen terikat secara kovalen pada satu atom oksigen. Air memiliki sifat tidak berwarna, tidak
terasa dan tidak berbau. Air memiliki titik beku 0 oC dan titik didih 100oC. Air memiliki koefisien
viskositas sebesar 0,001 Pa pada temperatur 20 oC. Pendinginan menggunakan air akan memberikan
daya pendinginan yang cepat dibandingkan dengan oli (minyak) karena air dapat dengan mudah
menyerap panas yang dilewatinya dan panas yang terserap akan cepat menjadi dingin. Kemampuan
panas yang dimiliki air besarnya 10 kali dari minyak. Sehingga akan dihasilkan kekerasan dan
kekuatan yang baik pada baja. Pendinginan menggunakan air menyababkan tegangan dalam, distorsi
dan retak.
Minyak
Minyak yang digunakan sebagai fluida pendingin dalam perlakuan panas adalah yang dapat
memberikan lapisan karbon pada kulit (permukaan) benda kerja yang diolah. Selain minyak yang
khusus digunakan sebagai bahan pendinginan proses perlakuan panas, dapat juga digunakan minyak
bakar atau oli. Viskositas oli dan bahan dasar oli sangat berpengaruh dalam proses pendinginan
sampel. Oli yang mempunyai viskositas lebih rendah memiliki kemampuan penyerapan panas lebih
baik dibandingkan dengan oli 14 yang mempunyai viskositas lebih tinggi karena penyerapan panas
akan lebih lambat. Untuk oli mesin SAE 10 pada temperatur 30 oC memiliki koefesien viskositas 200
x 10-3 Pa.
Udara
Pendinginan udara dilakukan untuk perlakuan panas yang membutuhkan pendinginan lambat.
Untuk keperluan tersebut udara yang disirkulasikan ke dalam ruangan pendinginan dibuat dengan
kecepatan yang rendah. Udara sebagai pendingin akan memberikan kesempatan kepada logam untuk
membentuk kristal – kristal dan kemungkinan mengikat unsur – unsur lain dari udara. Udara memiliki
titik didih -194oC dan nilai koefisien viskositasnya 0,018 x 10-3 Pa.
Garam
Garam dipakai sebagai bahan pendinginan disebabkan memiliki sifat mendinginkan teratur dan
cepat. Bahan yang didinginkan di dalam cairan garam yang akan mengakibatkan ikatannya menjadi
lebih keras karena pada permukaan benda kerja tersebut akan mengikat zat arang.
Setelah benda kerja mengalami proses hardening, maka harus dicek kembali tingkat kekerasan
(HRC) dari benda tersebut. Alat yang digunakan untuk mengukur tingkat kekerasan tersebut adalah
menggunakan mesin penguji tingkat kekerasan Rockwell.
Langkah – langkah yang harus dilakukan sebelum melakukan uji kekerasan, yaitu:
Tabel 2.1 Data hasil percobaan pengukuran benda kerja setelah hardening
Hardening
64
62
60
58
56
54
52
PERCOBAAN KE-1 PERCOBAAN KE-2 PERCOBAAN KE-3 PERCOBAAN KE-4 PERCOBAAN KE-5
EMS-45 AMUTIT SPK
Tabel 2.2 Data hasil percobaan pengukuran benda kerja setelah tempering
Tempering
62
60
58
56
54
52
50
48
PERCOBAAN KE-1 PERCOBAAN KE-2 PERCOBAAN KE-3 PERCOBAAN KE-4 PERCOBAAN KE-5
EMS-45 AMUTIT SPK
a. Permasalahan
Waktu proses hardening tak sesuai dengan yang dianjurkan.
Permukaan benda kerja tak rata sehingga panas yang diterima tidak merata.
Overheat.
a. Solusi
Lebih teliti saat melihat benda kerja yang sedang dalam proses flame
hardening.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Heat treatment merupakan proses yang dibutuhkan untuk mendapatkan tingkat kekerasan dari
suatu benda tertentu. Hal ini sangat penting mengingat didalam dunia manufaktur banyak sekali hal –
hal yang berkaitan dengan logam. Alasan lain yang membuat heat treatment menjadi sangat penting
adalah ketidakadaan benda kerja murni yang memiliki tingkat kekerasan yang sesuai dengan yang
dibutuhkan untuk membuat suatu benda.
3.2 Saran
3.3 Lampiran