Anda di halaman 1dari 12

BAB IV

PEMBAHASAN

Setelah melakukan asuhan keperawatan terhadap klien dengan stroke

terhadap penerapan terapi ROM di wilayah kerja puskesmas sei panas mulai dari

tanggal 11-16 Oktober 2018 telah ditemukan kesenjangan-senjangan antara

konsep teoritis dengan studi di lapangan yang dilakukan. Adapun kesenjangan-

senjangan tersebut adalah sebagai berikut :

4.1 Analisa Pengkajian

Tahap pengkajian adalah tahap proses mengumpulkan data yang

relevan dan continue tentang respon manusia, status kesehatan, kekuatan,

dan masalah klien. Tujuan dari pengkajian adalah untuk memperoleh

informasi tentang keadaan kesehatan klien, menentukan masalah

keperawatan dan kesehatan klien, menilai keadaan kesehatan klien,

membuat keputusan yang tepat dalam menentukan langkah-langkah

berikutnya (Dermawan, 2012).

Berdasarkan pengkajian pada tanggal 11 Oktober 2018 pada klien

dengan keluhan pertama adalah sakit kepala, nyeri dirasakan seperti

berdenyut-denyut hilang timbul, durasi ±3-5 menit, dengan skala nyeri 5,

tampak klien sesekali meringis memegang kepala, hasil Ttv tekanan darah

150/90 mmHg, pernapasan 18 x/menit, nadi 82 x/ menit, suhu 36,9ºC. Hal ini

sejalan dengan teori menurut Wilkinson & Ahern (2012), batasan

karakteristik dari nyeri adalah, subyektif: mengungkapkan secara verbal atau

melaporkan nyeri dengan isyarat. Obyektif ; Posisi untuk menghindari nyeri,

119
120

raut wajah kesakitan, tekanan darah meningkat, nadi meningkat, pernafasan

meningat, pupil dilatasi, perubahan selera makan, perubahan untuk aktivitas

lain, aktivitas berulang, gelisah, menangis, merintih, kewaspadaan berlebihan,

serta prilaku menjaga atau sikap melindungi.

Dalam pengkajian data lain yang didapatkan dengan keluhan

keterbatasan pergerakan karena bagia tubuh sebelah kiri masih mengalami

kelemahan terutama bagian ekstremitas, klien juga sulit melakukan aktivitas

secara mandiri. Klien tampak kurang bersemangat, tangan kiri dan kaki kiri

klien tampak sulit digerakkan. Hal ini sejalan dengan teori menurut

Wilkinson & Ahern (2012), yang menyatakan bahwa Hambatan mobilitas

fisik adalah keterbatasan dalam, pergerakan fisik mandiri dan terarah pada

tubuh atau satu ekstremitas atau lebih. Batasan karakteristik dari hambatan

mobilitas fisik adalah obyektif: penurunan waktu reaksi, kesulitan membolak-

balik posisi tubuh, perubahan cara berjalan (misalnya penurunan aktivitas dan

kecepatan berjalan, kesulitan untuk memulai berjalan, langkah kecil, berjalan

dengan menyeret kaki, pada saat berjalan badan mengayun ke samping),

pergerakan menyentak, keterbatasan rentang pergerakan sendi,

ketidakstabilan postur tubuh (saat melakukan rutinitas aktivitas kehidupan

sehari-hari), melambatnya pergerakan, gerakan tidak teratur atau tidak

terkoordinasi.

Data ketiga yang didapatkan dari hasil pengkajian dengan keluhan

klien sudah tidak BAB selama 4 hari. Hal ini sejalan dengan teori menurut

Ladwign (2011) yang menyatakan konstipasi pada pasien tersebut dapat


121

terjadi karena klien mengalami imobilisasi, konsekuensi imobilisasi pada

traktus gastrointestinal bagi klien dengan imobilisasi atau penurunan aktivitas

adalah terjadi penurunan peristaltik usus, makanan akan masuk kedalam

kolon, kolon akan menyerap air dan membentuk bahan bahan buangan sisa

makanan atau feses. Kontraksi otot kolon akan mendorong feses kearah

rectum, dan feses akan terbentuk padat karena sebagian besar airnya diserap.

Feses yang keras dan kering terjadi akibat kolon menyerap terlalu banyak air.

Hal ini terjadi karena kontraksi otot kolon terlalu perlahan-lahan, sehingga

menyebabkan feses bergerak kearah kolon terlalu lama.

Dari semua keluhan yang timbul pada klien diatas juga sejalan dengan

teori menurut Rahayu dkk (2014) yang menyatakan bahwa Kelainan yang

biasa timbul pada penyakit stroke berupa rasa nyeri, keterbatasan pergerakan,

kelemahan dibagian ektremitas serta konstipasi. Ketidakmampuan yang

terjadi pasien stroke karena kerusakan sel-sel otak saat stroke. Kerusakan sel-

sel otak dapat mengakibatkan berbagai macam gangguan dalam fungsi tubuh

seperti gangguan kognitif, gangguan sirkulasi, gangguam kekuatan otot,

gangguan fungsi perifer, gangguan fisiologis yang akan berpengaruh pada

sistem sensorik dan motoric penderita sehingga dari gangguan tersebut

penderita akan mengalami imobilisasi yaitu ketidakmampuan untuk bergerak

secara aktif akibat berbagai penyakit atau impairment (gangguan pada organ

tubuh) yang bersifat fisik atau mental.

Kesimpulan Sesuai data yang didapat dari hasil pengkajian bahwa

Ny.N mengalami nyeri akut, hambatan mobilitas fisik, dan konstipasi yang
122

ditandai dengan nyeri, keterbatasan pergerakan, sulit BAB, nyeri yang

dirasakan seperti berdenyut-denyut hilang timbul, skala nyeri 5, tampak klien

sesekali meringis kesakitan , hasil Ttv tekanan darah 150/90 mmHg. Klien

sulit untuk berjalan dan bergerak karena keterbatasan pergerakan karena

bagian tubuh sebelah kiri klien masih mengalami kelemahan terutama bagian

ektremitas. Klien tampak kurang bersemangat, tangan kiri dan kaki kiri klien

tampak sulit digerakkan.

4.2 Analisa Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah pertanyaan yang menguraikan respon

aktual atau potensial klien terhadap masalah kesehatan. Respon aktual dan

potensial klien didapatkan dari data dasar pengkajian, tinjauan lytterature

yang berkaitan, catatan medis klien (Potter dan Perry, 2005).

Dari hasil pengkajian dan analisa data penulis menemukan beberapa

masalah kesehatan yang muncul pada Ny.N yang dapat ditegakkan menjadi

beberapa diagnosa keperawatan, yaitu:

1. Nyeri akut berhubungan dengan tekanan intrakranial

2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan Kelemahan otot sebelah

kiri

3. Konstipasi berhubungan dengan imobilisasi

Hal ini tidak sejalan dengan teori menurut NANDA (2015), bahwa

pasien dengan asam urat memiliki berbagai masalah keperawatan yaitu:

1. Nyeri akut berhubungan dengan tekanan intrakranial.

2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot.


123

3. Konstipasi berhubungan dengan imobilisasi

Penulis menegakkan diagnosa pertama yaitu: Nyeri akut berhubungan

dengan tekanan intrakranial melaporkan nyeri secara verbal, data yang

memperkuat penulis menegakkan diagnosa tersebut adalah Ny.N mengeluh

nyeri, sakit kepala, nyeri yang dirasakan seperti berdenyut-denyut hilang

timbul, skala nyeri 5, tampak klien sesekali meringis kesakitan, hasil Ttv

tekanan darah 150/90 mmHg, Hal ini sejalan dengan teori NANDA (2015)

pada diagnosa nyeri akut memiliki batasan karakteristik melaporkan nyeri

secara verbal, gangguan tidur, perubahan tekanan darah, mengekspresikan

perilaku, sikap melindungi area nyeri, perubahan posisi untuk menghindari

nyeri.

Penulis mengangkat diagnosa kedua yaitu hambatan mobilitas fisik

berhubungan dengan kelemahan otot sebelah kiri, data yang memperkuat

penulis menegakkan diagnosa tersebut adalah Ny.N mengeluh keterbatasan

pergerakan karena bagian tubuh sebelah kiri masih mengalami kelemahan

terutama dibagian ektremitas. Klien tampak kurang bersemangat, tangan kiri

dan kaki kiri klien tampak sulit digerakkan. Hal ini sejalan dengan teori

NANDA (2015) pada diagnosa hambatan mobilitas fisik memiliki batasan

karakteristik kesulitan membolak-balikkan posisi, melakukan aktivitas lain

sebagai pengganti pergerakan, perubahan cara berjalan, ketidakstabilan postur

tubuh, keterbatasan rentang pergerakan sendi, pergerakan lambat, pergerakan

tidak terkoordinasi.
124

Penulis mengangkat diagnosa ketiga yaitu resiko jatuh berhubungan

dengan konstipasi berhubungan dengan imobilisasi, data yang memperkuat

penulis menegakkan diagnosa tersebut adalah Ny.N mengeluh sudah 4 hari

tidak BAB. Hal ini sejalan dengan teori NANDA (2015), pada diagnosa

konstipasi berhubungan dengan fungsi kelemahan otot abdominal, aktivitas

fisik tidak mencukupi, perubahan lingkungan, toileting tidak adekuat: posisi

defekasi privasi.

Dari ketiga diagnosa yang muncul pada Ny.N yaitu Nyeri akut

berhubungan dengan peningktan intracranial, Hambatan mobilitas fisik

berhubungan dengan kelemahan otot sebelah kiri, konstipasi berhubungan

dengan imobilisasi. Dan yang menjadi prioritas masalah utama yaitu

hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot sebelah kiri.

4.3 Analisa Rencana Keperawatan

Intervensi keperawatan adalah tindakan yang dirancang untuk

membantu klien dalam beralih dari tingkat kesehatan saat ini ke tingkat

kesehatan yang diinginkan dalam hasil yang diharapkan (Potter dan Perry,

2005).

Setelah menemukan diagnosa keperawatan, maka selanjutnya adalah

menyusun rencana tindakan keperawatan untuk menanggulangi masalah-

masalah keperawatan yang dihadapi pasien. Perencanaan tindakan disusun

berdasarkan teori yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi agar rencana

tindakan keperawatan yang telah disusun dapat dilaksanakan dengan baik


125

serta dapat memperoleh hasil sesuai tujuan yang ingin dicapai dan kriteria

hasil yang ditentukan.

Perencanaan keperawatan yang pertama dengan diagnosa Nyeri akut

berhubungan dengan tekanan intrakranial. Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 2 hari 1x30 menit di harapkan klien dapat menggunakan

tindakan pengurangan nyeri tanpa analgesic, melaporkan nyeri berkurang

dengan menggunakan managemen nyeri, menyatakan rasa nyaman setelah

nyeri berkurang, mengenali apa yang terkait dengan gejala nyeri. Intervensi

yang penulis rumuskan menggunakan pain management menurut teori

NANDA NIC NOC (2015) yaitu: lakukan pengkajian nyeri secara

komprehensif, mengukur Ttv, berikan informasi mengenai nyeri, penyebab

nyeri dan ajarkan klien untuk melakukan relaksasi nafas dalam.

Perencanaan keperawatan yang kedua diagnosa Hambatan mobilitas

fisik berhubungan dengan kelemahan otot sebelah kiri. Setelah dilakukan

tindakan keperawatan selama 6 hari 1x60 menit di harapkan klien dapat

meningkat dalam aktivitas fisik, mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas,

memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan

berpindah. Intervensi yang penulis rumuskan menggunakan tehknik ROM

menurut teori NANDA NIC NOC (2015) yaitu: monitor tanda tanda vital pasien

sebelum atau setelah latihan, bantu pasien untuk menggunakan walker, ajarkan

keluarga tentang teknik ambulasi, kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi, latih

pasien dalam kebutuhan ADLs secara mandiri, dampingi dan bantu pasien saat

mobilisasi, berikan alat bantu jika perlu dan ajarkan pasien bagaimana merubah

posisi. Latihan pada pasien gangguan mobilitas fisik diberikan latihan range of
126

motion guna untuk meningkatkan kekuatan otot pada pasien. Perencanaan

keperawatan yang ketiga diagnosa konstipasi berhubungan dengan

imobilisasi. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 hari 1x30

menit di harapkan klien dapat BAB dengan normal. Intervensi yang penulis

rumuskan menurut teori NANDA NIC NOC (2015) yaitu: memberikan

penjelasan pada klien mengenai konstipasi, menganjurkan klien untuk banyak

mengkonsumsi makanan tinggi serat, berikan intake cairan yang cukup,

lakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan klien.

4.4 Analisa Implementasi

Implementasi merupakan tahap keempat dari proses perawatan diman

a rencana perawatan dilaksanakan, melaksanakan intervensi / aktivitas yang

telah ditentukan. (Doenges, Moorhouse, & Burley, 2010).

Penulis melakukan implementasi berdasarkan dari intervensi

yang telah disusun dengan memperhatikan aspek tujuan dan kriteria hasil

dalam Tindakan keperawatan yang dilakukan selama 6 hari pada tanggal 11-

16 Oktober 2018 pada Ny.N, implementasi yang dilakukan untuk diagnosa

nyeri akut berhubungan tekanan intrakranial, yaitu melakukan pengkajian

nyeri secara komprehensif, mengukur Ttv, memberikan informasi mengenai

nyeri, penyebab nyeri, mengajarkan klien untuk melakukan relaksasi nafas

dalam.

Implementasi yang dilakukan untuk diagnosa kedua Hambatan

mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot sebelah kiri yaitu

mengkaji kemampuan pesien dalam mobilisasi, mengkaji tanda-tanda vital,


127

mendorong klien untuk menggunakan tongkat atau menggunakan alat bantu

saat berjalan dan cegah terhadap cidera , melatih pasien dalam pemenuhan

kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan, menganjurkan pada

keluarga pasien untuk mendampingi dan membantu pasien saat mobilisasi

dan membantu penuhi kebutuhan ADLs pasien, melatih klien dengan

penerapan tekhnik ROM.

Implementasi yang dilakukan untuk diagnosa ketiga konstipasi

berhubungan dengan imobilisasi yaitu memberikan penjelasan pada klien

mengenai konstipasi, menganjurkan klien untuk banyak mengkonsumsi

makanan tinggi serat, berikan intake cairan yang cukup, lakukan mobilisasi

sesuai dengan keadaan klien.

Implementasi pada Ny.N dilakukan selama 6 kali pertemuan Hal ini

sejalan dengan teori Effendy (dalam Nurjannah, 2010) implementasi adalah

pengolahan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun

pada tahap perencanaan. Jenis tindakan pada implementasi ini terdiri dari

tindakan mandiri saling ketergantungan.

4.5 Analisa Evaluasi

Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan

keadaan klien (hasil yang diamati) dengan tujuan yang dibuat pada tahap

perencanaan (Rohmah dan Wahid, 2012). Evaluasi yang akan dilakukan oleh

penulis disesuaikan dengan kondisi pasien dan fasilitas yang ada, sehingga

rencana tindakan dapat dilaksanakan dengan SOAP, subjective,

objective, analisa planning (Deden, 2012).


128

Evaluasi hari terakhir dengan diagnosa nyeri akut berhubungan

dengan tekanan itrakranial didapatkan hasil dengan data subjektif klien

mengatakan keadaannya sudah lebih baik, klien mengatakan nyeri sudah

berkurang, klien mengatakan merasa lebih nyaman setelah melakukan tehnik

relaksasi nafas dalam, data objektif klien tampak lebih tenang dengan hasil

tanda-tanda vital: tekanan darah 130/80 mmHg, nadi : 80 x/m, pernapasan :

18 x/m, suhu : 36,5ºC, dengan skala nyeri 1, klien tampak lebih nyaman

setelah melakukan tehnik relaksasi napas dalam.

Evaluasi hari terakhir dengan diagnosa Hambatan mobilitas fisik

berhubungan dengan kelemahan otot sebelah kiri belum teratasi didapatkan

hasil dengan data subjektif klien mengatakan keadaannya lebih baik, klien

mengatakan sudah mulai berlatih jalan dan sudah mulai melakukan latihan

rentang gerak sendi dengan tehknik ROM, klien mengatakan untuk

pemenuhan ADLs sebagian masih dibantu oleh keluarga, data objektif

tampak klien masih dibantu untuk melakukan mobilisasi, dengan hasil tanda-

tanda vital: tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 80 x/m, pernapasan 18 x/m,

suhu 36,5ºC. klien masih tampak dibantu dalam pemenuhan ADLs.

Evaluasi hari terakhir dengan diagnosa konstipasi berhubungan

dengan imobilisasi didapatkan hasil dengan data subjektif klien mengatakan

keadaannya sudah lebih baik, klien mengatakan sudah BAB walaupun hanya

baru sekali. Klien tampak lebih nyaman.

Berdasarkan evaluasi diatas, diperoleh hasil tekhnik ROM latihan

gerak aktif untuk meningkatkan massa otot , tonus otot dan kekuatan otot
129

pada lansia.. Hal ini didukung oleh teori menurut (Notoadmodjo, 2010),

Latihan gerak aktif meningkatkan massa otot, tonus otot dan kekuatan otot

serta memperbaiki fungsi jantung akibat tirah baring. Bila otot-otot volunter

tidak digunakan makan akan kehilangan kekuatannya sehingga perlu

dilakukan latihan gerak pasif. Hal ini dapat mengimbangi paralysis melalui

penggunaan otot yang masih mempunyai fungsi normal, membantu

mempertahankan dan membentuk adanya kekuatan dan mengontrol otot-otot

yang mengalami gangguan serta mempertahankan kemampuan ROM

sehingga tercegah dari kontraktur dan atropi.

4.6 Analisa Penerapan Terapi

Mengajarkan Range of Motion (ROM), berpengaruh terhadap

peningkatan kekuatan otot dan kemampuan fungsional, (Maria, et.al, 2011).

Dalam penelitian tersebut juga dikemukakan bahwa latihan ROM yang

dilakukan empat kali sehari maupun latihan ROM yang diberikan hanya satu

sehari sama-sama berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan fungsional.

Posisi dan gerakan yang direkomendasikan untuk pasien stroke adalah

duduk dengan ditopang di atas tempat tidur, duduk dengan ditopang di tepi

tempat tidur, berpindah tempat dengan alat bantu mobilisasi, duduk tanpa

bantuan / support, berpindah tempat dengan menggunakan kaki, dan berdiri.

Hal ini bertujuan untuk menghindari kelelahan (Askim et al, 2012). Hal ini

dapat bermanfaat bagi pasien bahkan lebih jika mereka dapat melakukan

tugas fungsional seperti makan, tugas perawatan diri atau interaksi dengan

keluarga
130

Penerapan tekhnik ROM pada Ny.N yang dilakukan selama ±60 menit

sesuai prosedur dapat memperkuat otot , massa otot dan tonus otot, klien

mengatakan ada perubahan setelah melakukan tekhnik ROM selama 6 hari

klien tampak lebih nyaman dan lebih tenang. Hal ini sejalan dengan teori

menurut (Maria, et.al, 2011). Mengajarkan Range of Motion (ROM),

berpengaruh terhadap peningkatan kekuatan otot dan kemampuan fungsional.

Anda mungkin juga menyukai