Anda di halaman 1dari 10

LAODE MOHAMMAD GULDIN 1102008135

PBL SKENARIO 2 BLOK GASTROINTESTINAL

1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Hepar

1.1 Makroskopik hepar


 Organ / kelenjar terbesar, terletak di intraperitoneum
 Berbentuk suatu pyramida tiga sisi dengan dasar menunjuk kekanan dan puncak menunjuk kekiri.
 Permukaan yang menunjuk ke diaphragma disebut facies diaphragmatica/pars afixa hepatis.
 Permukaan ke caudodorsal menunjuk ke alat-alat dalam perut sehingga disebut facies visceralis.
 Tepi caudal antara facies diaphragmatica dan facies visceralis disebut margo inferior.
 Normal hepar tidak melewati arcus costarum. Pada inspirasi dalam kadang-kadang dapat teraba.
Proyeksi antara iga 4 – 9.

 Pada
facies visceralis, bangunan seperti huruf ”H” terdapat dua sulcus yang berjalan dalam bidang sagital,
disebut fossa sagitalis dextra dan fossa sagitalis sinistra.
 Ditengah-tengah antara dua fossa terdapat daerah yang tidak ditutupi peritoneum disebut porta
hepatis yang menghubungkan kedua fossa.
 Di dalam fossa sagitalis sinistra terdapat :
- Disebelah ventrocaudal : vesica fellea
- Disebelah dorsocranial : vena cava inferior.
 Bagian fossa sagitalis sinistra dimana terdapat lig. teres hepatis disebut fissura ligamenti teretis dan
bagian dimana terdapat lig. venosum disebut fissura ligamenti venosi.
 Bagian fossa sagitalis dextra dimana terdapat vesica fellea disebut fossa vesica fellea dan di bagian
dimana terdapat v. cava inferior disebut sulcus venae cavae.
 Hepar dibagi dalam 2 lobus yaitu lobus dexter dan sinister.
 Batas antara lobus dexter dan sinister ialah pada tempat perlekatan lig. falciforme.
 Pada facies visceralis batas antara kedua lobi ialah fossa sagitalis sinistra, dan lobus dexter dibagi oleh
fossa sagitalis dextra menjadi kanan dan kiri.
 Bagian kiri dibagi oleh porta hepatis dalam lobus caudatus terletak dorsocranial dan lobus quadratus
ventrocaudal.

1
 Lobus caudatus pada tepi caudoventral mempunyai dua processus yaitu processus caudatus dan
processus papilaris.
 Ligamentum teres hepatis, adalah v. umbilicalis dextra yang telah mengalami obliterasi, berjalan dari
umbilicus ke ramus sinister venae portae.
 Ligamentum venosum, adalah ductus venosum yang telah mengalami obliterasi, berjalan di bagian
cranial fossa sagitalis sinistra dari ramus sinister v. portae, pad tempat lig. teres hepatis mencapai vena
ini, ke vena hepatica sinistra.
 V. portae : dibentuk oleh V. mesenterica superior dan V. lienalis


Anastomosis portal sistemic :
 Normal akan bermuara ke hepar dan selanjutnya ke V. cava inferior (jalan langsung).
 Bila jalan normal terhambat, maka akan terjadi hubungan lain yang lebih kecil antara sistim portal
dengan sistemic, yaitu :
1) 1/3 bawah oesophagus.
V. gastrica sinistra à V. oesophagica à V. azygos (sistemic).
2) Pertengahan atas anus : V. rectalis superior à V. rectalis media dan inferior à V. mesenterica
inferior.
3) V. parumbilicalis menghubungkan V. portae sinistra dengan V. superficialis dinding abdomen.
Berjalan dalam lig. falciforme hepatis dan lig. teres hepatis.
4) V.colica ascendens, descendens, duodenum, pancreas dan hepar beranastomosis dengan V. renalis,
V. lumbalis dan V. phrenica.

 Fungsi hepar adalah :


1) Pembentukan sekresi empedu yang selanjutnya disalurkan ke dalam duodenum.
2) Metabolisme KH, lemak dan protein
3) Menyaring darah (proteksi terhadap benda asing dan bakteri)

1.2 Mikroskopik hepar

Merupakan kelenjar terbesar yang beratnya +1500 g. Dibungkus oleh jaringan penyambung padat
fibrosa (capsula Glissoni). Capsula ini bercabang-cabang ke dalam hati membentuk sekat-sekat
interlobularis, ketebalan sekat berbeda pada spesies yang berbeda, misalnya pada babi lebih tebal
daripada pada manusia.

2
Terdiri dari lobulus-lobulus yang bentuknya hexagonal/polygonal, dibatasi jaringan interlobular. Jika
dilihat dari tiga dimensi, lobulus seperti prisma hexagonal/polygonal disebut lobulus klasik, panjangnya
1-2 mm. Sel-sel hati/ hepatocyte berbentuk polygonal tersusun berderet radier, membentuk lempengan
yang saling berhubungan, dipisahkan oleh sinusoid yang juga saling berhubungan.

Lobulus hati
 Lobulus Klasik
Bagian jaringan hati dengan pembuluh-pembuluh darah yang mendarahinya yang bermuara pada
pusatnya vena centralis. Batas-batasnya adalah jaringan penyambung interlobular.
 Lobulus Portal
Bagian jaringan hati dengan aliran empedu yang menuju ductus biliris didalam segitiga Kiernan.

Unit fungsional hati (acinus hati)


Bagian jaringan hati yang mengalirkan empedu ke dalam satu ductus biliaris terkecil di dalam jaringan
interlobular dan juga daerah ini mendapat perdarahan dari cabang terakhir vena porta dan arteri hepatica.
Sinusoid hati
Lebih lebar dari kapiler dengan bentuk tidak teratur. Dindingnya dibentuk oleh sel endotel yang
mempunyai fenestra. Pada dinding menempel:
 Pada dinding sebelah luar menempel fat storing cell (pericyte)
 Pada dinding sebelah dalam menempel sel Kupffer yang bersifat fagositik.


Gambar 1-2. Anatomi mikroskopis hepar babi, potongan melintang. Dapat
dilihat kapsula Glisson (GC), septum (S), area portal (PA), lobulus (Lo) yang
berbentuk hexagonal, dan vena centralis (VC) yang terdapat di dalam lobulus.

3
2. Memahami dan Menjelaskan Entamoeba histolytica

2.1 Memahami protozoa :


Organisme uniseluler / aseluler yang Merupakan satu kesatuan yang lengkap dan dapat melakukan
fungsi kehidupan Hidup bebas di alam serta sebagian hidup sebagai parasit.

2.2 Klasifikasi :
RHIZOPODA
FLAGELLATA / MASTIGOPHORA
CILIATA
SPOROZOA

2.3 Protozoa memiliki bagian tubuh ektoplasma & endoplasma :


Ektoplasma memiliki fungsi absorbsi, sekresi, respirasi, melindungi diri, dan sebagi alat penggerak.
Endoplasma memiliki fungsi sintesis makanan, membatu reproduksi, tempat melekatnya organel-
organel (mitokondria,vakuol glikogen,& benda kromatid), dan tempat melekatnya kinetoplas (benda
prabsal & blefaroplas) tempat keluar dan mengatur flagel.

2.4 Memahami entamoba histolytica :


Entamoba histolytica termasuk dari golongan Rhizapoda yang hidup dalam rongga usus besar (colon),
entamoeba juga adalah salah satu faktor pencetus terjadinya penyakit disentri.

2.5 Hospes dan nama penyebabnya :


Manusia merupakan satu-satuny hospes pada penyakit ini. Penyakit ini di berinama amebiasis, walaupun
pada hewan juga dapat di temukan ( pada kuncing dan ajing ). Pada penularan dengan zoonosis masih
belum di ketahui secara jelas sebabnya.

2.6 Distribusi Geografik :


Amebiasis terdapat di seluruh dunia (kosmopolit) terutama di daerh tropik dan daerah beriklim sedang.

2.7 Morfologi dan daur hidup :

4
Dalam daur hidupnya, E.Histolytica mempunyai 2 stadium, yaitu : Trofozoit dan kista. Yaitu jika
kista matang tertelan kemudian tiba di dalam lambung kista masih dapat bertahan hidup, karena ia
memiliki sifat dinding yang tahan terhadap asam lambung.
Serta memiliki ukuran 10-60 mikron setalah ini hidup di dalam usus halus (saluran cerna) kemudian
stadium kista terjadi proses ekskistasi dan berubah menjadi stadium trofozoit di dalam rongga usus besar
(colon). Dari satu kista terdapat 4 buah inti tang akan berubah menjadi 8 trofozoit. Stadium trofozoit
memiliki ukuran 10-60 mikron serta memiliki inti entamoeba yang bersal dari endoplasma. Sedangkan
pada ektoplasma terdapat sel bening yang di namakan bagian tepi sel dan dapat di lihat dengan nyata.
Psedopodium yang terbentuk dari ektoplasma memiliki bentuk besar dan lebar seperti daun dan di
bentuk dengan mendadak, serta dapat bergerak dengan cepat dan menuju suatu arah (linier). Endoplasma
mengandung bakteri atau sisa makanan. Bila di temukan di sebut erytrophagocytosis yang merupakan
tanda patoghonomik infeksi E.histolytica.
Stadium trofozoit dapat bersifat pathogen dan menginfasi jaringan usus besar. Dengan aliran darah
yang menyebar ke jaringan hati, paru, otak, kulit dan vagina. Hal tersebut di sebabkan sifatnya yangg
dapat merusak jaringan sesuai dengan nama spesiesnya yaitu menyerang bagian jaringan
(menghancurkan jaringan). Pada stadium kista di bentuk dari satu stadium trofozoit yang berada di
dalam rongga usus besar, dan di dlaam usus besar stadium trofozoit dapat berubah menjadi stadium
perycite yang berinti satu (eskintasi), kemudian membelah di ri menjadi berinti dua, dan akhirnya berinti
4 pasang yang di keluarkan bersama tinja. Ukuran kista memiliki ukuran 20 mikron berbentuk bulat dan
berukuran lonjong mempunyai dinding kista dan terdapat inti entameba. Dan didalam tinja stadium ini
biasanya berinti 1 atau 4, kadang-kandang terdapat yang berinti 2. Di dalam endoplasma terdapat benda
kromatid yang besar menyerupai lisong dan glikogen. Benda kromatid dan vakuol glikogen di anggap
seagai makanan cadangan, karena itu terdapat pada kista muda. Sedangkan pada kista matang kromatid
dan vakuol glikogen biasanya tidak ada lagi. Stadium kista tidak patogen tetapi merupakan stadium
infektif, karena dengan danya kista E.histolytica dapat masuk ke dalam tubuh karena dapat tahan
terhadap suasana asam pada Gaster manusia. Infeksi ini di sebabkan E.histolytica atau E.dispar yaitu
dengan menemukan kista atau stadium trofozoit pada tinja.

2.8 Patologi dan gejala klinis


 Memiliki masa inkubasi beberapa hari atau sampai beberapa bulan
 90 % penderita tidak menampakan gejala klinis yang pasti.
 Diare di dahului oleh kontak langsung oleh stadium trofozoit.
 Bentuk klinis di kenal dengan amebiasis intestinal dan amebiasis ekstra-intestinal

3. Memahami dan Menjelaskan Mekanisme Kerja Hepar

3.1 Menjelaskan Fungsi hepar

1. Sekeresi. Hati memproduksi empedu yang berperan dalam emulsifikasi dan absorpsi lemak.
2. Metabolisme. Hati memetabolisme protein, lemak, dan karbohidrat tercerna.
a. Hati berperan penting dalam mempertahankan homeostatik gula darah. Hati menyimpan glukosa
dalam bentuk glikogen dan mengubahnya kembali menjadi glukosa jika diperlukan tubuh.
b. Hati mengurai protein dari sel-sel tubuh dan sel darah merah yang rusak. Organ ini membentuk urea
dari asam amino berlebih dan sisa nitrogen.
c. Hati menyintesis lemak dari karbohidrat dan protein, dan terlibat dalam penyimpanan dan pemakaian
lemak.
d. Hati menyintesis unsur-unsur pokok membran sel (lipoprotein, kolesterol, dan fosfolipid).
e. Hati menyintesis protein plasma dan faktor-faktor pembekuan darah. Organ ini juga menyintesis
bilirubin dari produk penguraian hemoglobin dan mensekresinya ke dalam empedu.
3. Penyimpanan. Hati menyimpan mineral, seperti zat besi dan tembaga, serta vitamin larut lemak
( A,D,E,dan K) dan hati menyimpan toksin tertentu serta obat yang tidak dapat diuraikan dan
diekskresikan.

5
4. Detoksifikasi. Hati melakukan inaktivasi hormon dan dektosifikasi toksin dan obat. Hati memfagosit
eritrosit dan zat asing yang terdistintegrasi dalam darah.
5. Produksi panas. Berbagai aktivitas kimia dalam hati menjadikan hati sebagai sumber utama panas
tubuh, terutama saat tidur.
6. Penyimpanan Darah. Hati merupakan reservoar untuk sekitar 30 % curah jantung dan bersama dengan
limpa, mengatur volume darah yang diperlukan tubuh.
(Anatomi dan fisiologi untuk pemula, Ethel Sloane, 2004)

3.2 Menjelaskan enzim-enzim yang bekerja pada hepar.

Sebagian besar bilirubin dalam tubuh terbentuk di jaringan dari pemecehan hemoglobin. Dalam
peredaran darah, bilirubin berikatan dengan albumin. Sebagian berikatan erat, tetapi sebagian besara
dapat terurai di hati, dan bilirubin bebas masuk ke dalam sel-sel hati, disitu berikatan dengan protein-
protein sitoplasma. Bilirubin kemudian dikonjugasikan dengan asam glukoronat dalam suatu reaksi yang
dikatalisis oleh enzim glukoronil transferase. Enzim ini terutama terdapat di retikulum endoplasma
halus. Setiap bilirubin bereaksi dengan 2 molekul asam uridin difosfoglukuronat membentuk bilirubin
diglukuronida. Glukuronida, lebih mudah larut dalam air daripada bilirubin bebas, lalu diangkut
melawan gradien konsentrasi mungkin oleh suatu proses aktif ke dalam kanalikuli biliaris. Sejumlah
kecil bilirubin glukuronida masuk ke dalam darah, dan di sama berkaitan dengan albumin tetapi dengan
kekuatan yang lebih rendah daripada bilirubin bebas, lalu diekskresikan di urin. Kemudian bilirubin
plasma total secara normal mencakup bilirubin terkonjugasi. Sebagian besar bilirubin glukuronida
disalurkan melalui duktus biliaris ke dalam mukosa usus.
(Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Ganong)

4. Memahami dan Menjelaskan Abses Hati Amebic

4.1 Definisi abses hati amebic


Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan oleh karena infeksi bakteri, parasit,
jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari system gastrointestinal yang ditandai dengan adanya
proses supurasi dengan pembentukan pus yang terdiri dari jaringan hati nekrotik, sel-sel inflamasi atau sel
darah didalam parenkim hati . Secara umum, abses hati terbagi 2, yaitu: abses hati amebik danabses hati
piogenik.
Insidens dan jenis penyakit infeksi pada hati yang bersumber dari system gastrointestinal sangat
bervariasi dari setiap daerah. Infeksi ini dapat disebabkanoleh bakteri, parasit atau jamur.

4.2 Epidemiologi abses hati amebic


 Pria : wanita berkisar 3:1 sampai 22:1.
 Usia berkisar antara 20-50 tahun, terutama di dewasa muda, jarang pada anak-anak.
 Penularan dapat melalui oral-anal-fecal ataupun melalui vektor (lalatdan lipas).
 Individu yang mudah terinfeksi adalah penduduk di daerah endemis,wisatawan ke daerah endemis atau
para homoseksual

4.3 Etiologi abses hati amebic

Didapatkan beberapa spesies amoeba yang dapat hidup sebagai parasitnon-patogen dalam mulut dan
usus, tetapi hanya Entamoeba histolytica yang dapat menyebabkan penyakit.
Hanya sebagian kecil individu yang terinfeksi Entamoeba histolytica yang memberikan gejala
amebiasis invasif, sehingga diduga ada 2 jenis Entamoeba histolytica yaitu strain patogen dan non-patogen.
Bervariasinyavirulensi berbagai strain Entamoeba histolytica ini berbeda berdasarkankemampuannya
menimbulkan lesi pada hati.
Siklus hidup Entamoeba histolytica dapat dibagi menjadi 2 bentuk yaitui tropozoit dan kista.
Tropozoit adalah bentuk motil yang biasanya hidupkomensal di dalam usus. Dapat bermultiplikasi dengan
6
cara membelah dirimenjadi 2 atau menjadi kista. Tumbuh dalam keadaan anaerob dan hanya perlu bakteri
atau jaringan untuk kebutuhan zat gizinya. Tropozoit ini tidak penting untuk penularan karena dapat mati
terpajan hidroklorida atau enzim pencernaan. Jika terjadi diare, tropozoit dengan ukuran 10-20 um
yang berpseudopodia keluar, sampai yang ukuran 50 um.Tropozoit besar sangataktif bergerak, mampu
memangsa eritrosit, mengandung protease yaituhialuronidase dan mukopolisakaridase yang mampu
mengakibatkan destruksi jaringan. Bentuk tropozoit ini akan mati dalam suasana kering atau asam. Bilatidak
diare/disentri tropozoit akan membentuk kista sebelum keluar ke tinja.
Kista akan berinti 4 setelah melakukan 2 kali pembelahan dan berperan dalam penularan karena
tahan terhadap perubahan lingkungan, tahanasam lambung dan enzim pencernaan. Kista berbentuk bulat
dengan diameter 8-20 um, dinding kaku. Pembentukan kista ini dipercepat dengan berkurangnya bahan
makanan atau perubahan osmolaritas media.

4.4 Patogenesis abses hati amebic

Hati adalah organ yang paling sering terjadinya abses. Abses hati dapat berbentuk soliter atau
multipel. Hal ini dapat terjadi dari penyebaran hematogen maupun secara langsung dari tempat terjadinya
infeksi di dalam rongga peritoneum. Hati menerima darah secara sistemik maupun melalui sirkulasi vena
portal, hal ini memungkinkan terinfeksinya hati oleh bakteri tersebut.
Pada amebiasis hati penyebab utamanya adalah entamoeba hystolitica. Hanya sebagian kecil individu
yang terinfeksi E.hystolitica yang memberi gejala amebiasis invasif, sehingga ada dugaan ada 2 jenis
E.hystolitica yaitu strain patogen dan non patogen. Bervariasinya virulensi berbagai strain E.hystolitica ini
berbeda berdasarkan
kemampuannya menimbulkan lesi pada hati.

Patogenesis amebiasis hati belum dapat diketahui secara pasti. Ada beberapa mekanisme yang telah
dikemukakan antara lain : faktor virulensi parasit yang menghasilkan toksin, ketidakseimbangan nutrisi,
faktor resistensi parasit, imunodepresi pejamu, berubah-ubahnya antigen permukaan dan penurunan imunitas
cell-mediated
Secara singkat dapat dikemukakan 2 mekanisme :
1. Strain E.hystolitica ada yang patogen dan non patogen.
2. Secara genetik E.hystolitica dapat menyebabkan invasi tetapi tergantung pada interaksi yang kompleks
antara parasit dengan lingkungan saluran cerna terutama pada flora bakteri.

Mekanisme terjadinya amebiasis hati :


1. Penempelan E.hystolitica pada mukus usus.
2. Pengerusakan sawar intestinal.
3. Lisis sel epitel intestinal serta sel radang. Terjadinya supresi respons imun cell-mediated yang disebabkan
enzim atau toksin parasit, juga dapat karena penyakit tuberkulosis, malnutrisi, keganasan dll.
4. Penyebaran ameba ke hati. Penyebaran ameba dari usus ke hati sebagian besar melalui vena porta. Terjadi
fokus akumulasi neutrofil periportal yang disertai nekrosis dan infiltrasi granulomatosa. Lesi membesar,
bersatu dan granuloma diganti dengan jaringan nekrotik. Bagian nekrotik ini dikelilingi kapsul tipis seperti
jaringan fibrosa. Amebiasis hati ini dapat terjadi berbulan atau tahun setelah terjadinya amebiasis intestinal
dan sekitar 50% amebiasis hati terjadi tanpa didahului riwayat disentri amebiasis.

4.5 Manifestasi Klinik abses hati amebic

Manifestasi sistemik AHP biasanya lebih berat dari pada AHA. Sindrom klinis klasik AHP berupa
nyeri spontan perut kanan atas, ditandai jalan membungkuk ke depan dengan dua tangan ditaruh diatasnya.
Selain itu, demam tinggi (keluhan utama) disertai keadaan syok. Setelah era pemakaian antibiotik yang
adekuat, gejala dan manifestasi AHP adalah malaise, demam tidak terlalu tinggi dan nyeri tumpul pada
abdomen yang menghebat dengan adanya pergerakan. Apabila AHP letaknya dekat diafragma, akan timbul
iritasi diafragma sehingga terjadi nyeri bahu kanan, batuk, ataupun atelektasis (terutama akibatAHA).
Gejala lain, mual, muntah, anoreksia, berat badan turun yang unintentional, badan

7
lemah, ikterus, berak seperti kapur, dan urin berwarna gelap.

4. 6 Diagnosis abses hati amebic

 Pemeriksaan fisik
 Criteria Sherlock:
 Hepatomegali yang nyeri tekan.
 Respon baik terhadap obat amoebisid.
 Leukositosis.
 Peninggian diafragma kanan dan pergerakan yang kurang.
 Aspirasi pus pada USG didapatkan rongga dalam hati.
 Tes hemaglutinasi positif.

 Kriteria Ramachandran (bila didapatkan 3 atau lebih dari):


 Hepatomegali yang nyeri.
 Riwayat disentri.
 Leukositosis.
 Kelainan radiologis.
 Respon terhadap terapi amoebisid.

 Kriteria Lamont dan Pooler (bila didapatkan 3 atau lebih dari):


 Hepatomegali yang nyeri.
 Kelainan hematologis.
 Kelainan radiologis.
 Pus amoebik.
 Tes serologis positif.
 Kelainan sidikan hati.
 Respon yang baik dengan terapi amoebisid.

 Pemeriksaan Penunjang
 Foto dada
Kelainan foto dada pada amoebiasis hati dapat berupa peninggian kubah diafragma kanan,
berkurangnya gerak diafragma, efusi pleura, kolaps paru, dan abses paru.
 Foto polos abdomen
Kelainan yang didapat tidak begitu banyak. Antara lain mungkin dapat berupa gambaran ileus,
hepatomegali, atau gambaran udara bebas di atas hepar. Jarang didapatkan berupa air fluid level yang
jelas.
 Ultrasonografi
USG digunakan untuk mendeteksi amoebiasis hati. USG sama efektifnya dengan CT atau MRI.
Gambaran USG pada amoebiasis hati adalah:
 bentuk bulat atau oval.
 tidak ada gema dinding yang berarti.
 ekogenisitas lebih rendah dari parenkim hati normal.
 bersentuhan dengan kapsul hati.
 peninggian sonic distal.
 Tomografi komputer
Sensitivitas tomografi komputer berkisar antara 95–100% dan lebih baik untuk melihat kelainan di
daerah posterior dan superior.
 Pemeriksaan serologi
Ada beberapa uji yang banyak digunakan antara lain: indirect haemaglutination (IHA), counter
immunoelectrophoresis (CIE), dan ELISA. Yang banyak dilakukan adalah tes IHA. Tes IHA
menunjukkan sensitivitas yang tinggi. Titer 1:128 bermakna untuk diagnosis amoebiasis invasif.
 Pemeriksaan laboratorium

8
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan hematologi dan faal hati.
Kelainan pemeriksaan hematologi pada amoebiasis hati didapatkan Hb antara 10,4–11,3 g%,
sedangkan leukosit berkisar antara 15.000–16.000/mm.
Pada pemeriksaan faal hati didapatkan albumin 2,76–3,05 g%, globulin 3,62–3,75 g%, total bilirubin
0,9–2,44 mg%, fosfatase alkali 270,4–382,0 u/l, sedangkan SGOT 27,8–55,9 u/l dan SGPT 15,7–
63,0 u/l.
Kelainan laboratorium yang dapat ditemukan pada amoebiasis hati adalah anemia ringan sampai
sedang, dan leukositosis. Sedangkan kelainan faal hati didapatkan ringan sampai sedang.

4.7 Diagnosis banding abses hati amebic

Penyakit amebiasis perlu dibedakan dengan penyakit hati lainnya, penyakit paru-paru dan penyakit infeksi
sistemik :
a. Pada hepatitis infeksiosa dapat timbul kenaikan suhu badan, tetapi biasanya rendah dan tidak ada
lekositosis. Tidak dijumpai hepatomegali dan tanda Ludwig negatif. Diafragma kanan tak meninggi. Tes
faal hati menunjukkan hati terganggu.
b. Penyakit paru-paru, misalnya pneumonia dan empiema kanan perlu dibedakan dengan amebik abses hati,
karena keluhan yang timbul dapat serupa. Pada penyakit paru-paru tersebut di atas tidak dijumpai
hepatomegali, dan tidak adanya peninggian diafragma kanan.
c. Abses hati piogenik perlu dibedakan dengan amebik abses hati. Pada abses piogenik biasanya ditemukan
lekositosis yang hebat, dan tidak ditemukan kuman ameba histolitika. Pengobatan dengan anti amebika
tidak menunjukkan perbaikan.

4.8 Penatalaksanaan abses hati amebic

Penatalaksanaan AHP secara konvensional adalah dengan drainase terbuka secara operasi dan
antibiotik spektrum luas oleh karena bakteri penyebab abses terdapat di dalam cairan abses yang sulit
dijangkau dengan antibiotika tunggal tanpa aspirasi cairan abses. Penatalaksanaan saat ini, adalah dengan
menggunakan drainase perkutaneus abses intraabdominal dengan tuntunan abdomen ultrasound atau
tomografi komputer, komplikasi yang bisa terjadi adalah pendarahan, perforasi organ intraabdominal,
infeksi, atau pun terjadi kesalahan dalam penempatan kateter untuk drainase, kadang-kadang pada AHP
multipel diperlukan reseksi hati.
Penatalaksanaan dengan menggunakan antibiotika, pada terapi awal digunakan penisilin.
Selanjutnya, dikombinasikan antara ampisilin, aminoglikosida atau sefalosporin generasi III dan klindamisin
atau metronidazol. Jika dalam waktu 48-72 jam, belum ada perbaikan klinis dan laboratoris, maka
antibiotika yang digunakan diganti dengan antibiotika yang sesuai dengan hasil kultur sensitivitas aspirat
abses hati. Pengobatan secara parenteral dapat dirubah menjadi oral setelah pengobatan parenteral selama
10-14 hari, dan kemudian dilanjutkan kembali hingga 6 minggu kemudian.
Pengelolaan dengan dekompresi saluran biliaris dilakukan jika terjadi obstruksi sistem biliaris yaitu
dengan rute transhepatik atau dengan melakukan endoskopi.

Patogen
PARASIT
Entamoeba Histolitica

Antibiotika
 Metronidazol 3 x 750 mg selama 5 – 10 hari atau tinidazol 2 g dosis tunggal
 Paromomisin 3 x 500 mg selama 7 – 10 hari atau iodokuinol 3 x 650 mg selama 20 hari

Keterangan
Durasi yang sama untuk abses hati amuba berhubungan dengan angka kesembuhan 90% mungkin
memerlukan aspirasi atau pemberian yang lebuh lama.

9
4.9 Komplikasi abses hati amebic

Saat dignosis ditegakan, menggambarkan keadaan penyakit yang berat, seperti


septikaemia/bakteriemia dengan mortalitas 85%, ruptur abses hati disertai peritonitis generalisata dengan
mortalitas 6-7% kelainan plueropulmonal, gagal; hati, kelainan didalam rongga abses, henobilia, empiema,
fisistula hepatobronkial, ruptur kedalam perikard atau retroperitoneum. Sistem plueropulmonum merupakan
sistem tersering terkena. Secara khusus, kasus tersebut berasal dari lesi yang terletak di lobus kanan hepar.
Abses menembus diagfragma dan akan timbul efusi pleura, empyema abses pulmonum atau pneumonia.
Fistula bronkopleura, biliopleura dan biliobronkial juga dapat timbul dari reptur abses amuba. Pasien-pasien
dengan fistula ini akan menunjukan ludah yang berwarna kecoklatan yang berisi amuba yang ada. (Adams,
E. B., 2006).

4.10 Prognosis abses hati amebic

Prognosis yang buruk, apabila terjadi keterlambatan diagnosis dan pengobatan, jika hasil kultur
darah yang memperlihatkan penyebab bacterial organisme multiple, tidak dilakukan drainase terhadap abses,
adanya ikterus, hipoalbuminemia, efusi pleural atau adanya penyakit lain. (Bloom, B. J., 2007).
Peningkatan umur, manifestasi yang lambat, dan komplikasi seperti reptur intraperikardi atau
komplikasi pulmonum meningkatkan tiga kali angka kematian Hiperbilirubinemia juga termasuk faktor
resiko, dengan reptur timbul lebih sering pada pasien-pasien yang jaundice. (Edelman, R. R., 2002)

10

Anda mungkin juga menyukai