APENDISITIS
Disusun Oleh :
201720401011151
Pembimbing :
2019
KATA PENGANTAR
atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus individu
ini dengan judul “Apendisitis”. Penyusunan tugas ini merupakan salah satu tugas
Muhammadiyah Lamongan.
dokter pembimbing dalam penyelesaian tugas laporan kasus individu, terima kasih
atas bimbingan dan waktunya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini.
manfaat pada pembaca. Penulis menyadari bahwa penyusunan tugas ini masih
jauh dari kesempurnaan. Dalam kesempatan ini penulis mengharapkan kritik dan
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
apendiks adalah feses yang stagnan atau feses yang keras (fekalit) selain itu
anak-anak maupun dewasa, insiden terbanyak terdapat pada laki-laki usia 10-14
tahun berkisar 27,6% kasus pe 10.000, sedangkan pada perempuan 15-19 tahun
sekitar 20,5% kasus per 10.000 dan insiden terendah pada bayi.(6)
setahun. (4) Keluhan utama yang dirasakan penderita ketika datang ke pelayanan
kesehatan adalah nyeri perut pada kanan bawah. Tidak jarang pasien datang
dengan keluhan nyeri seluruh perut dan akhirnya terdiagnosis dengan apendisitis
perforata, yaitu apendisitis stadium akhir dimana didapatkan nanah pada rongga
perut. Dari data yang didapatkan sebanyak 80% pasien terdiagnosis apendisitis
o Nadi : 124x/menit
o Suhu : 380C
o Pernafasan : 20x/menit
GDA 98 80-144
Metode I Non Reaktif Non Reaktif
HbsAg Negatif Negatif
PT 15.20 10.30 – 16.3
APTT 24.80 24.20 – 38.20
Leukosit 12.5 4.0 – 11.0
Neutropil 62.9 49.0 – 67.0
Limposit 2.6 25.0 – 33.0
Monosit 3.1 3.0 – 7.0
Eosinopil 30.9 1.0 – 2.0
Basofil 0.5 0.0 – 1.0
Eritrosit 3.87 3.80 – 5.30
Hemoglobin 12.5 14.0 – 18.0
Hematokrit 36.8 40-54
MCV 95.10 87.00 – 100
MCH 32.30 28.00 – 36.00
MCHC 34.00 31.00 – 37.00
RDW 10 10-16.5
Trombosit 297 150 – 450
MPV 5 5-10
LED 1/2 76 / 93 0 -1 / 1- 7
TINJAUAN PUSTAKA
ukuran kira-kira 10cm (kisaran 3-15cm). Lumen apendiks orang dewasa sempit
dibagian proksimal dan menyempit pada bagian distal, sedangkan pada bayi
memiliki bentuk kerucut, dimana pada bagian pangkal lebih lebar dan menyempit
apendisitis. Pada 65% orang memiliki apendiks yang terletak pada intraperitoneal,
beberapa lagi ada yang terletak di retrosekal, dibelakang kolon asendend, atau di
Arteri appendikulatis merupakan arteri kolateral dan apabila arteri ini mengalami
Usus buntu, sekum; umbai cacing, Appendix vermivormis; ujung akhir dari dari usu
halus, Pars terminalis ilei; tampak dorsal.
lumen lalu diteruskan kedalama sekum. Saluran cerna memiliki fungsi sebagai
3.2.1. Epidemiologi
operasi. Perforasi dapat terjadi 24-48 jam setelah awitan nyeri. Angka
20,5% kasus per 10.000 dan insiden terendah pada bayi.(6) Menurut WHO
3.2.2. Patofisiologi
beberapa hal seperti timbunan tinja atau feses yang keras (fekalit),
E.histoliytica, parasit, adanya benda asing dalam tubuh, kanker primer dan
striktur.(8)
adalah feses yang stagnan atau feses yang keras (fekalit) selain itu disertai
pada 40% kasus Appendicitis acuta sederhana, sekitar 65% pada kasus
apendisitis akut.(9)
pembuluh darah balik vena dan pembuluh darah arteri tidak dapat
teraktivasi dan nyeri akan dirasakan lokal pada lokasi Appendix yaitu
frekuensi BAK, nyeri pada testis, atau keduanya. Inflamasi ureter atau
menyebabkan nyeri saat berkemih, atau nyeri seperti terjadi retensi urine
.
(12)
Hal tersebut dapat terjadi dalam kurun waktu 24-36 jam. Anoreksia, mual,
dan gejala dapat menetap hingga > 48 jam tanpa perforasi. Peritonitis difus
lebih sering dijumpai pada bayi karena bayi tidak memiliki jaringan lemak
akibat perforasi. Perforasi yang terjadi pada anak yang lebih tua atau
diketahui dari adanya massa pada palpasi abdomen pada saat pemeriksaan
fisik.(12)
timbul. Durasi nyeri berkisar antara 1-12 jam, dengan rata-rata 4-6 jam.
Nyeri yang menetap ini umumnya terlokalisasi di RLQ. Variasi dari lokasi
nyeri testicular.(10,11,15,13,16)
Appendix, biasanya suhu naik hingga 38oC. Tetapi pada keadaan perforasi,
suhu tubuh meningkat hingga > 39oC. Anoreksia hampir selalu menyertai
terjadi satu atau dua kali saja. Muntah disebabkan oleh stimulasi saraf dan
diikuti nyeri perut dan muntah. Bila muntah mendahului nyeri perut, maka
dan banyak pasien yang merasa nyeri berkurang setelah buang air besar.
akut merupakan salah satu penyakit dengan gejala utama nyeri abdomen
score >7.(17) Penilaian yang dilihat mulai dari riwayat keluhan pasien,
Keterangan Skor
Anorexia 1
Nyeri lepas 1
apendisitis. Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila
skor >6 maka tindakan bedah sebaiknya dilakukan. Singkatan yang sering
muda atau terlalu tua. Pada kedua kelompok tersebut, diagnosis biasanya
Pada awal perjalanan penyakit pada bayi, hanya dijumpai gejala letargi,
dan nyeri.(16)
Penonjolan perut kanan bawah bisa terlihat pada massa atau abses
a. Mc. Burney’s
lateral garis imaginer antara umbilicus dan spina iliaca anterior superior.
b. Blumberg Sign
dilakukan lepas tekan pada sepertiga lateral garis imaginer antara ubilicus
c. Rovsing’s Sign
(left lower quadran) oleh pemeriksa dan pasien mengeluhkan nyeri yang
d. Obturator Sign
endorotasi.
e. Psoas Sign
bisa menggunakan cara aktif dan pasif. Teknik aktif dingunakan dengan
cara pasien meluruskan tungkai kaki kanan lalu memfleksikan hip join
sendiri. Teknik pasif dilakukan dengan cara pasien meluruskan tungkai
kaki kanan lalu pemeriksa memposisikan tubuh pasien menjadi left lateral
f. Tenhorn Sign
h. Colok Dubur
pasien terlentang dengan posisi kaki litotomi. Nyeri tekan arah jam 9-12
a. Laboratorium (21,20)
darah yang digunakan untuk mengukur jumlah protein dalam darah, kadar
CRP akan meningkat tinggi bila terjadi infeksi atau derdapat penyakit
kronis.
C-reaktif Protein (CRP)
usus buntu
Kadar CRP yang sangat tinggi pada pasien dengan radang usus
Pada orang dewasa yang memiliki gejala lebih dari 24 jam, tingkat
apendisitis.
apendiks, ada atau tidak dinding yang rusak, cairan purulen dan fecalit
apabila dinding appendik tidak terlihat jelas maka gambaran tersebut bisa
c. Ct-scan (20)
hal, karena temuannya lebih objektif dan tidak terpengaruh oleh adanya gas
karena radang usus buntu dapat meniru beberapa kondisi perut. Pasien
dengan banyak kelainan lainnya hadir dengan gejala yang mirip dengan
dengan keluhan nyeri perut. Nyeri perut lebih ringan dan tidak
apendisitis akut. Suhu biasanya lebih tinggi dari apendisitis dan nyeri
perut bagian bawah lebih difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya
disertai keputihan dan infeksi rutin. Pada colok vagina akan timbul
keluhan tidak menentu. Pada ruptur tuba atau abortus kehamilan diluar
3.2.8. Penatalaksanaan
dan dan atau lekuk usu halus) dianjurkan untuk dirawat dan diberikan
antibiotik sambil diawasi suhu tubuh, ukuran massa dan luas peritonitis.
antibiotik.(1)
a. Operatif
cari bagian ujung dimana letak apendiks berada lalu lakukan apendectomy.
untuk pasien dengan nyeri akut abdomen dan suspek Appendicitis acuta.
Laparoscopy sangat berguna untuk pemeriksaan wanita dengan keluhan
b. Medikamentosa (22)
Pemberian antibiotik pasca operasi tergantung pada hasil temuan bedah dan
melihat faktor resiko seperti diabetes melitus dan penyakit yang lainnya.
− Profilaksis perioperatif: dosis tunggal sefalosporin Cefoxitim, amoxicillin
hari.
BAB IV
PEMBAHASAN
Seorang wanita usia 34 tahun datang ke IGD RSML dengan keluhan nyeri
perut kanan bawah dirasa sejak tiga hari SMRS, setelah dilakukan anamnesis,
nyeri sejak 3 hari SMRS, nyeri dirasa seperti disayat-sayat pada daerah ulu hati
lalu menjalar ke perut kanan bawah. Satu hari SMRS pasien merasa demam
sumer-sumer dan saat diperiksa di IGD suhunya mencapai 380C. Selain itu pasien
mengeluhkan mual dan muntah 2 hari SMRS, muntah sebanyak 5x isi cairan dan
makanan +125cc, selama nyeri pasien makan hanya sediki. Pasien sering
mengalami BAB keras dan jarang teratur, biasa BAB 2x sehari. Pasien tidak suka
inguinal dextra+, Mc. Burney+, Rovsing’s sign+, Blumberg’s sign+. hasil leb
LED1/2 76/93.
tanda-tanda berupa nyeri perut kanan bawah, mual dan muntah, nyeri tekan lepas
menunjukkan nyeri tekan probe+ dan tampat target sigan pada Mc. Burney
sehinga diagnosis pasti yang dapat ditegakan pada pasien ini adalah apendisitis
akut.
infeksi bakteri dimana faktor pencetus paling sering disebabkan karena obstruksi
saluran apendiks akibat timbunan feses. Selain itu kurangnya konsumsi makanan
yang berserat dapat menyebabkan konstipasi dan penumpukan feses di usus besar,
dimana dapat terjadi trapping feses di lumen usus. Hal yang sama didapatkan pada
pasien ini dimana, pasien jarang mengkonsumsi makanan berserat dan sering
kesulitan BAB.
Obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks akibat feses menjadi tempat
tersebut akan diikuti demam, takikardi, dan leukositosis akibat pelepasan mediator
inflamasi.
Inflamasi yang terjadi pada serosa apendiks dapat menstimulasi saraf eferen
penderita merasakan nyeri awal di ulu hati dan berpindah ke perut kanan bawah.
Distensi yang terjadi pada apendisitis akut menimbulkan keluhan muntah, refleks
memebrikan perbaikan.
BAB V
KESIMPULAN
maupun parasit atau tumor. Obstruksi lumen apendiks banyak disebabkan oleh
Keluhan yang muncul berupa mual muntah, nyeri perut kanan bawah, nyeri
berpindah dari ulu hati ke kanan bawah, tidak nafsu makan, peningkatan suhu
lainnya.
Dari hasil anamnesi didapatkan pasien mengeluhkan nyeri perut kanan bawah,
nyeri berpindah tempat, mual muntah, hipertermia, dari hasil pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan lab menunjukkan nyeri tekan Mc. Burney+, rovsing’s sign+,
menunjukkan tampak target sign dan nyeri tekan probe++ pada Mc. Burney yang
pada pasien ini yaitu tindakan operatif dengan cara open apendectomi.
DAFTAR PUSTAKA
3. Jaffe BM, Berger DH. The Appendix. In: Schwartz’s Principles of Surgery
Volume 2. 8th edition. Ed: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn
DL, Hunter JG, Pollock RE. New York: McGraw Hill Companies Inc.
2005:1119-34.
4. Doherty GM, Way LW. Current surgical diagnosis and treatment. Edisi ke-
12. New York: The McGraw Hill companies; 2006.
5. Wim DJ, Sjamsuhidajat R. Buku ajar ilmu bedah. Edisi ke-2. Jakarta: EGC;
2004.
6. Zinner MJ, dan Ashley SW. Maingot’s abdominal operation. 11th Edition.
New York: McGraw-Hill; 2007.
7. WHO. Globlal burden disease. [diakses 3 Januari 2013]. Tersedia pada: http:
//www.who.int/healthinfo/global_burden_disease/BD_report_2004update_An
nexA.pdf.; 2004.
8. Sjamsuhidajat R, dan Wim De Jong. Buku ajar ilmu bedah. Jakarta: EGC;
1996.
10. Lally KP, Cox CS, Andrassy RJ, Appendix. In: Sabiston Texbook of Surgery.
17th edition. Ed:Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL.
Philadelphia: Elsevier Saunders. 2004: 1381-93.
11. Jaffe BM, Berger DH. The Appendix. In: Schwartz’s Principles of Surgery
Volume 2. 8th edition. Ed: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn
DL, Hunter JG, Pollock RE. New York: McGraw Hill Companies Inc.
2005:1119-34.
12. Soybel DI. Appedix In: Surgery Basic Science and Clinical Evidence Vol 1.
Ed: Norton JA, Bollinger RR, Chang AE, Lowry SF, Mulvihill SJ, Pass HI,
Thompson RW. New York: Springer Verlag Inc. 2000: 647-62.
13. Prinz RA, Madura JA. Appendicitis and Appendiceal Abscess. In: Mastery of
Surgery Vol II. 4th edition. Ed: Baker RJ, Fiscer JE. Philadelphia. Lippincott
Williams & Wilkins. 2001: 1466-78.
15. Way LW. Appendix. In: Current Surgical Diagnosis & Treatment. 11 edition.
Ed:Way LW. Doherty GM. Boston: McGraw Hill. 2003:668-72.
16. Hardin DM. Acute Appendicitis: Review and Update. American Academy of
Family Physician News and Publication. 1999;60: 2027-34. Retrieved at
October 20th 2011. From: http://www.aafp.org/afp/991101ap/2027.html.
17. Kariman, H., Shojaee, M.,Sabzghabaei, A., et all, 2014, Evaluation of the
Alvarado score in acute abdominal pain, Ulus Travma Acil Cerr Derg, vol.
20, No.2.
18. Jade .R, Muddebihal .U, N. Naveen, 2016, Modified Alvarado Score and its
Application in the Diagnosis of Acute Appendicitis, international Journal of
Conteporary Medical Research, Vol. 3, Issue 5.
22. Paya, Kurosh, 2008, Appendicitis in book: pediatric surgery diagnosis and
management, edition: 1st/edne/2008, Chapter:54, Publish: Jaypee Brothers
Medical Publish LTD, pp. 596-617.