Anda di halaman 1dari 4

Tugas Berkelompok

Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian

Disusun oleh :

Hilda Emma Mallisa

Siti Nur Asriani Zakaria

Yuko Mulyono Adikurniawan

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK/FISIOLOGI

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2019
"Apakah Sebenarnya Berpikir ?"

Berpikir sudah menjadi suatu rutinitas yang tidak bisa terpisahkan dari setiap keputusan,
setiap angan, bahkan dalam setiap mimpi kita. Bahkan pertanyaan-pertanyaan sepeleh dari teman
“lagi ngapain?’’, ‘’Ngapain kok ngelamun terus?’’ akan kita jawab dengan ucapan ’’lagi mikir’’.
Akan tetapi kita sebagai individu yang hidup di dalam lingkungan yang serba cepat dan instan,
jarang sekali mempertanyakan segala sesuatu yang fundamental. Pertanyaan yang simple yang
jarang kita tanyakan terhadap diri sendiri “apa itu berpikir dan bagaimana kita akan
menerjemahkan kata berpikir”. Sedangkan semua kemajuan dan kemudahan yang kita nikmati
sekarang merupakan hasil pemikiran dari para pendahulu kita. Dari hasil pemikiran para
pendahulu kitalah dapat terbentuk kebudayaan dan hasil teknologi yang meliputi bahasa,
bangunan, cara hidup dan pola berpikir baik secara individu maupun sebagai masyarakat.

Kita sebagai individu memiliki kesadaran dan kemampuan berpikir dalam kerangka
untuk merumuskan jawaban atas suatu pertanyan ataupun permasalahan. Semua jawaban yang
diperoleh tidak bisa dipisahkan dari pola pikir kita sebagai individu dalam masyarakat
berbudaya. Pola berpikir setiap individu akan terbentuk dan mengikuti pola pengasuhan oleh
keluarga, pola pendidikan di sekolah dan pengalaman yang dipengaruhi oleh lingkungan
masyarakat yang terikat oleh kebudayaan. Hal ini mempengaruhi hasil dari definisi apa itu
berpikir dalam kerangka bernegara melalui Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterima oleh
seluruh individu masyarakat yang memiliki defines “menggunakan akal budi untuk
mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu; menimbang-nimbang dalam ingatan”.

Berpikir adalah bentuk penalaran kita terhadap sesuatu dan dalam mempelajari sesuatu
kita selalu menggunakan cara dengan jalan menalar. Saat berpikir, kita berusaha mengenal dan
memahami objek apa yang ingin dinilai. Jadi pada saat berpikir, semua orang akan berusaha
menganalisis objek tersebut sehingga menghasilkan pemikiran-pemikiran yang berbeda satu
dengan yang lainnya. Hasil pemikiran dari tiap orang berbeda tergantung dari cara pandang
seseorang terhadap objek tersebut. Kitapun tidak bisa memaksa orang lain untuk dapat satu
pikiran dengan kita. Itulah mengapa tiap orang memiliki pendirian yang berbeda-beda, semuanya
ini disebabkan dari cara seseorang berpikir.
Pembentukan pola berpikir atau cara berpikir seseorang dipengaruhi oleh hal-hal yang
secara tidak sadar kita dapatkan dalam kehidupan sehari-hari. Pengaruh pertama yang kita
dapatkan adalah dari pengalaman yang dimulai saat kita bahkan belum paham akan kata dan
kalimat yang diucapkan oleh keluarga atau orang-orang disekitar kita. Pengaruh yang kita
dapatkan dari pengalaman ini akan membentuk kita sebagai individu yang berkembang dan
hidup dalam bermasyarakat. Sejak dini secara otomatis kita akan mengerti suatu kata dan kalimat
yang terangkai menjadi suatu bahasa yang terikat sangat erat dengan kebudayaan dan dari sinilah
akan terbentuk pola pikir dan bagaimana kita melihat dunia.

Pengaruh kedua yang membentuk pola berpikir adalah sistem pendidikan yang ditentukan
dalam suatu kerangka aturan-aturan negara. Dimana sistem pembelajaran di negara yang kita
banggakan dan cintai ini menitik beratkan terhadap nilai dan kelas. Pendidikan yang dimulai saat
usia belia dan berlangsung dalam jangka waktu yang tidak pendek dan setiap jenjang pendidikan
akan memberikan pengaruh terhadap karakter dan pola berpikir seseorang. Pola atau kerangka
berpikir yang kita dapatkan dari pendidikan ini apakah bisa memberikan jawaban terhadap
semua pertanyaan yang ada ataukah kita harus mengulik lebih dalam ke nilai fundamental yaitu
menggunakan penalaran dan rasionalitas dalam berpikir.

Penalaran dan rasionalitas inilah yang di jelaskan oleh J.M Bochenski dalam kerangka
berpikir keilmuan. Dimana seseorang yang berpikir secara sungguh-sungguh tidak akan
membiarkan idea atau konsep pemikiranya berkelana tanpa arah, namun harus berdisplin dan
diarahkan untuk tujuan tertentu yaitu pengetahuan. Penalaran juga merupakan dasar dari kegiatan
keilmuan yang memiliki cara berpikir untuk memahami suatu obyek atau masalah dengan
menarik kesimpulan yang bisa dipertanggung jawabkan dan bisa dibuktikan dengan metode yang
jelas. Penalaran akan sangat berlawanan dengan kepercayaan, dimana kepercayaan tidak atau
belum bisa dibuktikan dengan jalan mengamati atau membuktikan kepercayaan tersebut. Akan
tetapi sangat wajar dimana manusia memiliki kepercayaan akan suatu hal, hal ini di sebabkan
dalam pikiran manusia bisa melakukan lompatan kesimpulan disebabkan adanya pengaruh dari
pengetahuan yang mempengaruhi alam bawah sadarnya. Perbedaan dari kepercayaan ini
disebabkan karena individu ada yang mengamati dari sudut pandang peluang dan individu yang
lain menarik kesimpulan dari sudut pandang kenyataan.
Tentu saja karena setiap individu memiliki cara pandang yang berbeda terhadap problema
yang berbeda, maka jalan pikiran dalam ilmu tidaklah sederhana. Walaupun manusia berusaha
untuk mengembangkan metodologi yang terstruktur dan teliti untuk menarik suatu kesimpulan
terhadap masalah, tetap tidak dapat dihindari bahwa setiap kesimpulan dapat ditantang
kebenarannya. Akibatnya adalah setiap teori keilmuan bukanlah merupakan suatu kebenaran
yang pasti. Dari pengalaman dan pertimbangan terhadap teori yang kita anggap sudah pasti dan
diterima secara umum untuk menjadi suatu kebenaran maka kita memiliki sikap yang lebih jelas
terhadap ilmu. Sebagai contoh adalah teori gravitasi yang dikemukakan oleh Einstein yang
merupakan salah satu ilmuwan terhebat di jamanya dipatahkan oleh Hawkins dalam beberapa
tahun belakangan ini. Dari pengalaman ini dapat disimpulkan bahwa teori hanyalah suatu
peluang hipotesis dari suatu kebenaran.

Anda mungkin juga menyukai