Anda di halaman 1dari 14

Tinjauan pustaka

PENATALAKSANAAN KETOASIDOSIS DIABETIK (KAD)

Wira Gotera, Dewa Gde Agung Budiyasa


Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam, FK Unud/RSUP Sanglah Denpasar Email:
wiragotera@yahoo.com

ABSTRACT

Diabetic Ketoasidosis (DKA) is metabolic disturbance disorder that be signed by trias hyperglycemia, acidosis, and
ketosis, which one of very serious acute metabolic complication of diabetes mellitus. In Indonesia the incidence was not so high
compare than the western countries, but the mortality is still high. In young age the mortality can be prevented by early diagnosis,
rational and prompt treatment according to it’s pathophysiology. Succesfull of DKA treatment needs correction of dehidration,
hyperglycemia, acidosis, and electrolyte disturbance, identiÞ cation of comorbid precipitation factor, and the most important one
was continue monitoring. The treatment were adequate of ß uid therapy, sufÞ cient insulin theraphy, therapy of potassium,
bicarbonate, phosphat, magnesium, hyperchloremic condition, and antibiotic administration according to indication. The
important one was also awarness for therapy complications so that the therapy not to make worsening condition of the
patients.

Keywords: diabetic, ketoacidosis, management EPIDEMIOLOGI

Data komunitas di Amerika Serikat, Rochester,


PENDAHULUAN menunjukkan bahwa insiden KAD sebesar 8/1000
pasien DM per tahun untuk semua kelompok umur,
Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan sedangkan untuk kelompok umur kurang dari 30 tahun
dekompensasi kekacauan metabolik yang ditandai oleh sebesar 13,4/1000 pasien DM per tahun.1 Sumber lain
trias hiperglikemia, asidosis, dan ketosis, terutama menyebutkan insiden KAD sebesar 4,6 – 8/1000 pasien
disebabkan oleh deÞ siensi insulin absolut atau relatif.1 DM per tahun.4,5 KAD dilaporkan bertanggung jawab
KAD dan Hiperosmolar Hyperglycemia State (HHS) untuk lebih dari 100.000 pasien yang dirawat per tahun
adalah 2 komplikasi akut metabolik diabetes mellitus di Amerika Serikat.6 Walaupun data komunitas di
yang paling serius dan mengancam nyawa. Kedua Indonesia belum ada, agaknya insiden KAD di
keadaan tersebut dapat terjadi pada Diabetes Mellitus Indonesia tidak sebanyak di negara barat, mengingat
(DM) tipe 1 dan 2, meskipun KAD lebih sering prevalensi DM tipe 1 yang rendah. Laporan insiden
dijumpai pada DM tipe 1.2 KAD mungkin merupakan KAD di Indonesia umumnya berasal dari data rumah
manifestasi awal dari DM tipe 1 atau mungkin sakit dan terutama pada pasien DM tipe 2.1
merupakan akibat dari peningkatan kebutuhan insulin Angka kematian pasien dengan KAD di negara
pada DM tipe 1 pada keadaan infeksi, trauma, infark maju kurang dari 5% pada banyak senter, beberapa
miokard, atau sumber lain menyebutkan 5 – 10%2, 2 – 10%5, atau 9 –
kelainan lainnya.3 10%1. Sedangkan di klinik dengan sarana sederhana
dan pasien usia lanjut angka kematian dapat mencapai

126 J Peny Dalam, Volume 11 Nomor 2 Mei 2010


25 – 50%. Angka kematian menjadi lebih tinggi pada Peningkatan produksi glukosa hepar menunjukkan
beberapa keadaan yang menyertai KAD, seperti sepsis, patogenesis utama yang bertanggung jawab terhadap
syok berat, infark miokard akut yang luas, pasien usia keadaan hiperglikemia pada pasien dengan KAD.
lanjut, kadar glukosa darah awal yang tinggi, uremia Selanjutnya, keadaan hiperglikemia dan kadar
dan kadar keasaman darah yang rendah. Kematian pada keton yang tinggi menyebabkan diuresis osmotik yang
pasien KAD usia muda umumnya dapat dihindari akan mengakibatkan hipovolemia dan penurunan
dengan diagnosis cepat, pengobatan yang tepat dan glomerular fi ltration rate. Keadaan yang terakhir akan
rasional sesuai dengan patoÞ siologinya. Pada pasien memperburuk hiperglikemia. Mekanisme yang
kelompok usia lanjut, penyebab kematian lebih sering mendasari peningkatan produksi benda keton telah
dipicu oleh faktor penyakit dasarnya.1 dipelajari selama ini. Kombinasi deÞ siensi insulin dan
Mengingat pentingnya pengobatan rasional dan peningkatan konsentrasi hormon kontraregulator
tepat untuk menghindari kematian pada pasien KAD menyebabkan aktivasi hormon lipase yang sensitif pada
usia muda, maka tulisan ini akan membicarakan jaringan lemak. Peningkatan aktivitas ini akan
tentang penatalaksanaan KAD disertai dengan memecah trigliserid menjadi gliserol dan asam lemak
komplikasi akibat penatalaksanaannya. Sebagai bebas (free fatty acid/FFA). Diketahui bahwa gliserol
pendahuluan akan dijelaskan secara ringkas tentang merupakan substrat penting untuk glukoneogenesis
faktor pencetus dan kriteria diagnosis KAD. pada hepar, sedangkan pengeluaran asam lemak bebas
yang berlebihan diasumsikan sebagai prekursor utama
PATOFISIOLOGI KETOASIDOSIS DIABETIK dari ketoasid.
Pada hepar, asam lemak bebas dioksidasi
KAD ditandai oleh adanya hiperglikemia, menjadi benda keton yang prosesnya distimulasi
asidosis metabolik, dan peningkatan konsentrasi keton terutama oleh glukagon. Peningkatan konsentrasi
yang beredar dalam sirkulasi. Ketoasidosis merupakan glukagon menurunkan kadar malonyl coenzyme A (Co
akibat dari kekurangan atau inefektiÞ tas insulin yang A) dengan cara menghambat konversi piruvat menjadi
terjadi bersamaan dengan peningkatan hormon acetyl Co A melalui inhibisi acetyl Co A carboxylase,
kontraregulator (glukagon, katekolamin, kortisol, dan enzim pertama yang dihambat pada sintesis asam
growth hormon). Kedua hal tersebut mengakibatkan lemak bebas. Malonyl Co A menghambat camitine
perubahan produksi dan pengeluaran glukosa dan palmitoyltransferase I (CPT I), enzim untuk
meningkatkan lipolisis dan produksi benda keton. transesteriÞ kasi dari fatty acyl Co A menjadi fatty acyl
Hiperglikemia terjadi akibat peningkatan produksi camitine, yang mengakibatkan oksidasi asam lemak
glukosa hepar dan ginjal (glukoneogenesis dan menjadi benda keton. CPT I diperlukan untuk
glikogenolisis) dan penurunan utilisasi glukosa pada perpindahan asam lemak bebas ke mitokondria tempat
jaringan perifer. Peningkatan glukoneogenesis akibat dimana asam lemak teroksidasi. Peningkatan aktivitas
dari tingginya kadar substrat nonkarbohidrat (alanin, fatty acyl Co A dan CPT I pada KAD mengakibatkan
laktat, dan gliserol pada hepar, dan glutamin pada peningkatan ketongenesis.6
ginjal) dan dari peningkatan aktivitas enzim
glukoneogenik (fosfoenol piruvat karboksilase/ FAKTOR PENCETUS KETOASIDOSIS DIABETIK
PEPCK, fruktose 1,6 bifosfat, dan piruvat
karboksilase). Terdapat sekitar 20% pasien KAD yang baru
diketahui menderita DM untuk pertamakalinya. Pada

Penatalaksanaan Ketoasidosis Diabetik (KAD) 127


Wira Gotera, Dewa Gde Agung Budiyasa
pasien KAD yang sudah diketahui DM sebelumnya, lainnya adalah cerebrovascular accident, alcohol
80% dapat dikenali adanya faktor pencetus, sementara abuse, pankreatitis, infark jantung, trauma,
Absolute insulin eficiency

Or
Stress, Infection or insufficient insulin intake

Counterregulatory Homones
Glucagon Cortisol
Catecholaminee Growth

Lipolysis ! Glucose Protolysis Glycogenolysis


utiilzation ! Protein Synthesis

Gluconeogenic substrates

FFA to Liver Gluconeogonesis

Ketogenesis Hyperglycemia

! Alkall Reserve Glucosuria (osmotic diuresis)

Ketoacidosis Loss of water and electrolytes

Lactic Acidosis Dehydration Hyperosmolarity

Impaired Renal Function

Gambar 1. Bagan PatoÞsiologi KAD13


20% lainnya tidak diketahui faktor pencetusnya.1,6 pheochromocytoma, obat, DM tipe 1 yang baru
Faktor pencetus tersering dari KAD adalah infeksi, diketahui dan diskontinuitas (kepatuhan) atau terapi
dan diperkirakan sebagai pencetus lebih dari 50% insulin inadekuat.1,2,5-8
kasus KAD.6-8 Pada infeksi akan terjadi peningkatan Kepatuhan akan pemakaian insulin dipengaruhi
sekresi kortisol dan glukagon sehingga terjadi oleh umur, etnis dan faktor komorbid penderita.5 Faktor
peningkatan kadar gula darah yang bermakna. Faktor lain yang juga diketahui sebagai pencetus KAD adalah

128 J Peny Dalam, Volume 11 Nomor 2 Mei 2010


trauma, kehamilan, pembedahan, dan stres psikologis. Meskipun gejala DM yang tidak terkontrol
Infeksi yang diketahui paling sering mencetuskan KAD mungkin tampak dalam beberapa hari, perubahan
adalah infeksi saluran kemih dan pneumonia.5,6 metabolik yang khas untuk KAD biasanya tampak
Pneumonia atau penyakit paru lainnya dapat dalam jangka waktu pendek (< 24 jam). Umumnya
mempengaruhi oksigenasi dan mencetuskan gagal penampakan seluruh gejala dapat tampak atau
napas, sehingga harus selalu diperhatikan sebagai berkembang lebih akut dan pasien dapat tampak
keadaan yang serius dan akan menurunkan kompensasi menjadi KAD tanpa gejala atau tanda KAD
respiratorik dari asidosis metabolik.2 sebelumnya. Gambaran klinis klasik termasuk riwayat
Infeksi lain dapat berupa infeksi ringan seperti poliuria, polidipsia, dan polifagia, penurunan berat
skin lesion atau infeksi tenggorokan. Obat-obatan yang badan, muntah, sakit perut, dehidrasi, lemah, clouding
mempengaruhi metabolisme karbohidrat seperti of sensoria, dan akhirnya koma. Pemeriksaan klinis
kortikosteroid, thiazid, pentamidine, dan obat termasuk turgor kulit yang menurun, respirasi
simpatomimetik (seperti dobutamin dan terbutalin), Kussmaul, takikardia, hipotensi, perubahan status
dapat mencetuskan KAD. Obat-obat lain yang mental, syok, dan koma. Lebih dari 25% pasien KAD
diketahui dapat mencetuskan KAD diantaranya beta menjadi muntah-muntah yang tampak seperti kopi.
bloker, obat antipsikotik, dan fenitoin, Pada pasien usia Perhatian lebih harus diberikan untuk pasien dengan
muda dengan DM tipe 1, masalah psikologis yang hipotermia karena menunjukkan prognosis yang lebih
disertai kelainan makan memberikan kontribusi pada buruk. Demikian pula pasien dengan abdominal pain,
20% KAD berulang. Faktor yang memunculkan karena gejala ini dapat merupakan akibat atau sebuah
kelalaian penggunaan insulin pada pasien muda indikasi dari pencetusnya, khususnya pada pasien
diantaranya ketakutan untuk peningkatan berat badan muda. Evaluasi lebih lanjut diperlukan jika gejala ini
dengan perbaikan kontrol metabolik, ketakutan tidak membaik dengan koreksi dehidrasi dan asidosis
terjadinya hipoglikemia, dan stres akibat penyakit metabolik.
kronik.4,6,7 Namun demikian, seringkali faktor pencetus Tabel 1. Kriteria diagnostik KAD menurut American
KAD tidak ditemukan dan ini dapat mencapai 20 – 30% Diabetes Association7
dari semua kasus KAD, akan tetapi hal ini tidak KAD
mengurangi dampak yang ditimbulkan akibat KAD itu
Parameter Berat
sendiri.9,10
Ringan Sedang
Gula darah (mg/dl) >250 >250 >250
DIAGNOSIS KETOASIDOSIS DIABETIK
pH arteri 7,25-7,30 7,00-7,24<7,00
Serum bikarbonat/HCO3 - <10
Langkah pertama yang harus diambil pada pasien 1
KAD terdiri dari anamnesis dan pemeriksaan Þ sik 5-18 10- (<15)
(mEq/l)
yang cepat dan teliti terutama memperhatikan patensi Keton urine + +
jalan napas, status mental, status ginjal dan Keton serum + +
kardiovaskular, dan status hidrasi. Langkah-langkah ini
Osmolalitas serum efektif
harus dapat menentukan jenis pemeriksaan
variabel variabel variabel
laboratorium yang harus segera dilakukan, sehingga (mOsm/kg)
penatalaksanaan dapat segera dimulai tanpa adanya Anion gap >10 >12 >12
penundaan.1

Penatalaksanaan Ketoasidosis Diabetik (KAD) 129


Wira Gotera, Dewa Gde Agung Budiyasa
Perubahan sensorial atau Alert/ Stupor/ penting pertama yang harus dipahami adalah
Alert drowsy coma penentuan diÞ sit cairan yang terjadi. Beratnya
mental obtundation
kekurangan cairan yang terjadi dipengaruhi oleh
Catatan : - Pengukuran keton serum dan urine memakai
durasi hiperglikemia yang terjadi, fungsi ginjal, dan
metode reaksi nitroprusida
- Osmolalitas serum efektif (mOsm/kg) = 2X Na (mEq/l) + intake cairan penderita.11 Hal ini bisa diperkirakan
Glukosa (mg/dl)/18 dengan pemeriksaan klinis atau dengan
- Anion gap = Na+ – (Cl-+HCO3- ) (mEq/l) menggunakan rumus sebagai berikut:2

PENATALAKSANAAN KETOASIDOSIS Fluid defi cit = (0,6 X berat badan dalam kg)
DIABETIK X (corrected Na/140)
Corrected Na = Na + (kadar gula darah-5)/3,5
Penatalaksanaan KAD bersifat multifaktorial
sehingga memerlukan pendekatan terstruktur oleh Rumus lain yang dapat dipakai untuk
dokter dan paramedis yang bertugas. Terdapat banyak menentukan derajat dehidrasi adalah dengan
sekali pedoman penatalaksanaan KAD pada literatur menghitung osmolalitas serum total dan corrected
kedokteran, dan hendaknya semua itu tidak diikuti serum sodium concentration.
secara ketat sekali dan disesuaikan dengan kondisi Osmolalitas serum total =
penderita. Dalam menatalaksana penderita KAD setiap 2 X Na (mEq/l) + kadar glukosa darah (mg/dl)/18 +
rumah sakit hendaknya memiliki pedoman atau disebut BUN/2,8
sebagai integrated care pathway. Pedoman ini harus
dilaksanakan sebagaimana mestinya dalam rangka Serum sodium concentration dapat dikoreksi dengan
mencapai tujuan terapi. Studi terakhir menunjukkan menambahkan 1,6 mEq/l tiap kenaikan 100 mg/dl
sebuah integrated care pathway dapat memperbaiki kadar gula darah di atas kadar gula 100 mg/ dl. Nilai
hasil akhir penatalaksanaan KAD secara signiÞ kan.7 corrected serum sodium concentration > 140 dan
Keberhasilan penatalaksanaan KAD mem- osmolalitas serum total > 330 mOsm/kg air
butuhkan koreksi dehidrasi, hiperglikemia, asidosis dan menunjukkan deÞ sit cairan yang berat.12 Penentuan
kelainan elektrolit, identiÞ kasi faktor presipitasi derajat dehidrasi dengan gejala klinis seringkali sukar
komorbid, dan yang terpenting adalah pemantauan dikerjakan, namun demikian beberapa gejala klinis
pasien terus menerus.3,7 Berikut ini beberapa hal yang yang dapat menolong untuk menentukan derajat
harus diperhatikan pada penatalaksanaan KAD. dehidrasi adalah.13 :
- 5% : penurunan turgor kulit, membran
1. Terapi cairan mukosa kering, takikardia
Prioritas utama pada penatalaksanaan KAD - 10% : capillary refi ll time ≥ 3 detik, mata cowong
adalah terapi cairan.8 Terapi insulin hanya efektif - > 10% : pulsus arteri perifer lemah, hipotensi, syok,
jika cairan diberikan pada tahap awal terapi dan oliguria
hanya dengan terapi cairan saja akan membuat kadar Resusitasi cairan hendaknya dilakukan secara
gula darah menjadi lebih rendah. Studi agresif. Targetnya adalah penggantian cairan sebesar
menunjukkan bahwa selama empat jam pertama, 50% dari kekurangan cairan dalam 8 – 12 jam pertama
lebih dari 80% penurunan kadar gula darah dan sisanya dalam 12 – 16 jam berikutnya.5,9 Menurut
disebabkan oleh rehidrasi.2,11 Oleh karena itu, hal perkiraan banyak ahli, total kekurangan cairan pada

130 J Peny Dalam, Volume 11 Nomor 2 Mei 2010


pasien KAD sebesar 100 ml/kgBB, atau sebesar 5 – 8 dengan monitoring hemodinamik (perbaikan
liter.2,5,9 Pada pasien dewasa, terapi cairan awal tekanan darah), pengukuran cairan masuk dan
langsung diberikan untuk ekspansi volume cairan keluar, dan pemeriksaan klinis.
intravaskular dan ekstravaskular dan menjaga perfusi Pemberian cairan harus dapat mengganti
ginjal.7,9 Terdapat beberapa kontroversi tentang jenis perkiraan kekurangan cairan dalam jangka waktu 24
cairan yang dipergunakan. Tidak ada uji klinik yang jam pertama. Perubahan osmolalitas serum tidak
membuktikan kelebihan pemakaian salah satu jenis melebihi 3 mOsm/kgH2O/jam. Pada pasien dengan
cairan.2 Kebanyakan ahli menyarankan pemakaian kelainan ginjal, jantung atau hati terutama orang tua,
cairan Þ siologis (NaCl 0,9%) sebagai terapi awal untuk harus dilakukan pemantauan osmolalitas serum dan
resusitasi cairan. penilaian fungsi jantung, ginjal, dan status mental
Cairan Þ siologis (NaCl 0,9%) diberikan dengan yang berkesinambungan selama resusitasi cairan
kecepatan 15 – 20 ml/kgBB/jam atau lebih selama jam untuk menghindari overload cairan iatrogenik.
pertama (± 1 – 1,5 liter). Sebuah sumber memberikan Untuk itu pemasangan Central Venous Pressure
petunjuk praktis pemberian cairan sebagai berikut: 1 (CVP) monitor dapat sangat menolong. Ketika
liter pada jam pertama, 1 liter dalam 2 jam berikutnya, kadar gula darah mencapai 250 mg/dl, cairan diganti
kemudian 1 liter setiap 4 jam sampai pasien terehidrasi. atau ditambahkan dengan cairan yang mengandung
Sumber lain menyarankan 1 – 1,5 lt pada jam pertama, dextrose seperti (dextrose 5%, dextrose 5% pada
selanjutnya 250 – 500 ml/jam pada jam berikutnya.2 NaCl 0,9%, atau dextrose 5% pada NaCl 0,45%)
Petunjuk ini haruslah disesuaikan dengan status hidrasi untuk menghindari hipoglikemia dan mengurangi
pasien. Pilihan cairan selanjutnya tergantung dari status kemunginan edema serebral akibat penurunan gula
hidrasi, kadar elektrolit serum, dan pengeluaran urine. darah yang terlalu cepat.2,3,5,14
Pada umumnya, cairan NaCl 0,45% diberikan jika
kadar natrium serum tinggi (> 150 mEq/l), dan Tabel 2. Perkiraan jumlah total deÞ sit air dan elektrolit pada
pasien KAD7
diberikan untuk mengkoreksi peningkatan kadar Na+
serum (corrected serum sodium) dengan kecepatan 4 – No Perkiraan jumlah deÞ sit Nilai
14 ml/kgBB/jam serta agar perpindahan cairan antara 1 Total air (liter) 6
intra dan ekstraselular terjadi secara gradual.3,4,7
2 Air (ml/kg) 100
Pemakaian cairan Ringer Laktat (RL)
3 Na+ (mEq/kg) 7 – 10
disarankan untuk mengurangi kemungkinan
terjadinya hiperkloremia yang umumnya terjadi 4 Cl- (mEq/kg) 3–5
pada pemakaian normal saline14 dan berdasarkan 5 K+ (mEq/kg) 3–5
strongion theory untuk asidosis (Stewart 6 PO4- (mmol/kg) 5–7
hypothesis).2 Sampai saat ini tidak didapatkan alasan
yang meyakinkan tentang keuntungan pemakaian 7 Mg 2+ (mEq/kg) 1–2
RL dibandingkan dengan NaCl 0,9%. Jika kadar Na 8 Ca2+ (mEq/kg) 1–2
serum rendah tetaplah mempergunakan cairan NaCl 2. Terapi Insulin
0,9%. Setelah fungsi ginjal dinilai, infus cairan Terapi insulin harus segera dimulai sesaat
harus mengandung 20 – 30 mEq/l Kalium (2/3 KCl setelah diagnosis KAD dan rehidrasi yang
dan 1/3 KPO4) sampai pasien stabil dan dapat memadai.1 Sumber lain menyebutkan pemberian
makan. Keberhasilan terapi cairan ditentukan insulin dimulai setelah diagnosis KAD ditegakkan

Penatalaksanaan Ketoasidosis Diabetik (KAD) 131


Wira Gotera, Dewa Gde Agung Budiyasa
dan pemberian cairan telah dimulai.12 Pemakaian Setelah itu kecepatan pemberian insulin atau
insulin akan menurunkan kadar hormon glukagon, konsentrasi dextrose harus disesuaikan untuk
sehingga menekan produksi benda keton di hati, memelihara nilai glukosa sampai keadaan asidosis
pelepasan asam lemak bebas dari jaringan lemak, membaik. Pada kondisi klinik pemberian insulin
pelepasan asam amino dari jaringan otot dan intravena tidak dapat diberikan, maka insulin
meningkatkan utilisasi glukosa oleh jaringan.1,6 diberikan dengan dosis 0,3 iu (0,4 – 0,6 iu)/ kgBB
Sampai tahun 1970-an penggunaan insulin yang terbagi menjadi setengah dosis secara
umumnya secara bolus intravena, intramuskular, intravena dan setengahnya lagi secara subkutan atau
ataupun subkutan. intramuskular, selanjutnya diberikan insulin secara
Sejak pertengahan tahun 1970-an protokol intramuskular atau subkutan 0,1 iu/kgBB/ jam,
pengelolaan KAD dengan drip insulin intravena selanjutnya protokol penatalaksanaannya sama
dosis rendah mulai digunakan dan menjadi popular. seperti pemberian drip intravena.12
Cara ini dianjurkan karena lebih mudah mengontrol Perbaikan ketonemia memerlukan waktu
dosis insulin, menurunkan kadar glukosa darah lebih lebih lama daripada hiperglikemia. Pengukuran
lambat, efek insulin cepat menghilang, masuknya langsung β-OHB (beta hidroksi butirat) pada darah
kalium ke intrasel lebih lambat, komplikasi merupakan metoda yang lebih disukai untuk
hipoglikemia dan hipokalemia lebih sedikit.1 pemantauan KAD. Selama terapi β-OHB berubah
Pemberian insulin dengan infus intravena dosis menjadi asam asetoasetat, yang menandakan bahwa
rendah adalah terapi pilihan pada KAD yang ketosis memburuk. Selama terapi KAD harus
disebutkan oleh beberapa literatur, sedangkan ADA diperiksa kadar elektrolit, glukosa, BUN, serum
menganjurkan insulin intravena tidak diberikan kreatinin, osmolalitas, dan derajat keasaman vena
pada KAD derajat ringan. setiap 2 – 4 jam, sumber lain menyebutkan bahwa
Jika tidak terdapat hipokalemia (K < 3,3 kadar glukosa kapiler diperiksa tiap 1 – 2 jam.6 Pada
mEq/l), dapat diberikan insulin regular 0,15 u/kg KAD ringan, insulin regular dapat diberikan secara
BB, diikuti dengan infus kontinu 0,1 u/kgBB/jam (5 subkutan atau intramuskular setiap jam dengan
– 7 u/jam). Jika kadar kalium < 3,3 mEq/l, maka efektiÞ tas yang sama dengan pemberian intravena
harus dikoreksi dahulu untuk mencegah perburukan pada kadar gula darah yang rendah dan keton bodies
hipokalemia yang akan dapat mengakibatkan yang rendah. EfektiÞ tas pemberian insulin dengan
aritmia jantung.6,12 Insulin dosis rendah biasanya intramuskular dan subkutan adalah sama, namun
menurunkan gula darah dengan kecepatan 50 – 75 injeksi subkutan lebih mudah dan kurang
mg/dl/jam, sama seperti pemberian insulin dosis menyakitkan pasien. Pasien dengan KAD ringan
lebih tinggi. Jika gula darah tidak menurun sebesar harus mendapatkan “priming dose” insulin regular
50 mg/dl dari nilai awal pada jam pertama, periksa 0,4 – 0,6 u/kgBB, setengah dosis sebagai bolus dan
status hidrasi pasien. Jika status hidrasi mencukupi, setengah dosis dengan subkutan atau injeksi
infus insulin dapat dinaikkan 2 kali lipat setiap jam intramuskular. Selanjutnya diberikan insulin
sampai tercapai penurunan gula darah konstan subkutan atau intramuskular 0,1 u/kgBB/jam.
antara 50 – 75 mg/dl/jam. Ketika kadar gula darah Kriteria resolusi KAD diantaranya adalah kadar
mencapai 250 mg/dl, turunkan infus insulin menjadi gula darah < 200 mg/dl, serum bikarbonat ≥ 18 mEq/l,
0,05 – 0,1 u/kgBB/jam (3 – 6 u/jam), dan tambahkan pH vena > 7,3, dan anion gap ≤ 12 mEq/l. Saat ini, jika
infus dextrose 5 – 10%.6,7 pasien NPO, lanjutkan insulin intravena dan pemberian

132 J Peny Dalam, Volume 11 Nomor 2 Mei 2010


cairan dan ditambah dengan insulin regular subkutan memerlukan koreksi jika level natrium masih rendah
sesuai keperluan setiap 4 jam. Pada pasien dewasa setelah penyesuaian efek ini. Contoh, pada orang
dapat diberikan 5 iu insulin tambahan setiap kenaikan dengan kadar gula darah 600 mg/dl dan level
gula darah 50 mg/dl pada gula darah di atas 150 mg/dl natrium yang diukur 130, maka level natrium yang
dan dapat ditingkatkan 20 iu untuk gula darah ≥ 300 sebenarnya sebesar 130 + (1,6 x 5) = 138, sehingga
mg/dl. Ketika pasien dapat makan, jadwal dosis tidak memerlukan koreksi dan hanya memerlukan
multipel harus dimulai dengan memakai kombinasi pemberian cairan normal saline (NaCl 0,9%).
dosis short atau rapid acting insulin dan intermediate Sebaliknya kadar natrium dapat meningkat setelah
atau long acting insulin sesuai kebutuhan untuk dilakukan resusitasi cairan dengan normal saline
mengontrol glukosa darah. oleh karena normal saline memiliki kadar natrium
Lebih mudah untuk melakukan transisi ini lebih tinggi dari kadar natrium ekstraselular saat itu
dengan pemberian insulin saat pagi sebelum makan disamping oleh karena air tanpa natrium akan
atau saat makan malam. Teruskan insulin intravena berpindah ke intraselular sehingga akan
selama 1 – 2 jam setelah pergantian regimen dimulai meningkatkan kadar natrium8. Serum natrium yang
untuk memastikan kadar insulin plasma yang adekuat. lebih tinggi daripada 150 mEq/l memerlukan
Penghentian insulin tiba-tiba disertai dengan koreksi dengan NaCl 0,45%.7
pemberian insulin subkutan yang terlambat dapat
mengakibatkan kontrol yang buruk, sehingga 4. Kalium
diperlukan sedikit overlapping pemberian insulin Meskipun terdapat kekurangan kalium secara
intravena dan subkutan. Pasien yang diketahui diabetes total dalam tubuh (sampai 3 – 5 mEq/kgBB),
sebelumnya dapat diberikan insulin dengan dosis yang hiperkalemia ringan sampai sedang seringkali
diberikan sebelum timbulnya KAD dan selanjutnya terjadi. Hal ini terjadi karena shift kalium dari
disesuaikan seperlunya. Pada pasien DM yang baru, intrasel ke ekstrasel oleh karena asidosis,
insulin awal hendaknya 0,5 – 1,0 u/ kgBB/hari, kekurangan insulin, dan hipertonisitas, sehingga
diberikan terbagi menjadi sekurangnya 2 dosis dalam terapi insulin, koreksi asidosis, dan penambahan
regimen yang termasuk short dan long acting insulin volume cairan akan menurunkan konsentrasi kalium
sampai dosis optimal tercapai, duapertiga dosis harian serum. Untuk mencegah hipokalemia, penggantian
ini diberikan pagi hari dan sepertiganya diberikan sore kalium dimulai setelah kadar kalium serum kurang
hari sebagai split-mixed dose.6,7 Akhirnya pasien DM dari 5,0, sumber lain menyebutkan nilai 5,5 mEq/l.
tipe 2 dapat keluar rumah sakit dengan antidiabetik oral Umumnya, 20 – 30 mEq kalium (2/3 KCl dan 1/3
dan terapi KPO4) pada tiap liter cairan infus cukup untuk
diet.7 memelihara kadar kalium serum dalam range
normal 4 – 5 mEq/l. Kadangkadang pasien KAD
3. Natrium mengalami hipokalemia yang signiÞ kan. Pada
Penderita dengan KAD kadang-kadang kasus tersebut, penggantian kalium harus dimulai
mempunyai kadar natrium serum yang rendah, oleh dengan terapi KCl 40 mEq/l, dan terapi insulin harus
karena level gula darah yang tinggi. Untuk tiap ditunda hingga kadar kalium > 3,3 mEq/l untuk
peningkatan gula darah 100 mg/dl di atas 100 mg/dl menghindari aritmia atau gagal jantung dan
maka kadar natrium diasumsikan lebih tinggi 1,6 kelemahan otot pernapasan.6,7 Terapi kalium dimulai
mEq/l daripada kadar yang diukur. Hiponatremia saat terapi cairan sudah dimulai, dan tidak dilakukan

Penatalaksanaan Ketoasidosis Diabetik (KAD) 133


Wira Gotera, Dewa Gde Agung Budiyasa
jika tidak ada produksi urine, terdapat kelainan berlebihan dapat menyebabkan hipokalemia berat
ginjal, atau kadar kalium > 6 mEq/l.16 tanpa bukti adanya tetanus. Bagaimanapun untuk
menghindari lemahnya otot rangka dan jantung serta
5. Bikarbonat depres pernapasan yang disebabkan hipofosfatemia,
Pemakaian bikarbonat pada KAD masih pemberian fosfat secara hati-hati mungkin
kontroversial. Pada pH > 7,0, pengembalian aktiÞ kadangkadang diindikasikan pada pasien dengan
tas insulin memblok lipolisis dan memperbaiki kelainan jantung, anemia, atau depresi pernapasan
ketoasidosis tanpa pemberian bikarbonat. Studi dan pada mereka dengan kadar serum posfat < 1,0
random prospektif telah gagal menunjukkan baik mg/dl. Ketika diperlukan, 20 – 30 mEq/l kalium
keuntungan atau kerugian pada perubahan fosfat dapat ditambahkan pada terapi cairan yang
morbiditas atau mortalitas dengan terapi bikarbonat telah diberikan. Untuk itu diperlukan pemantauan
pada pasien KAD dengan pH antara 6,9 – 7,1. Tidak secara kontinu.7 Beberapa peneliti menganjurkan
didapatkan studi random prospektif yang pemakaian kalium fosfat rutin karena mereka
mempelajari pemakaian bikarbonat pada KAD percaya akan dapat menurunkan hiperkloremia
dengan nilai pH < 6,9. Mengetahui bahwa asidosis setelah terapi dengan membatasi pemberian anion
berat menyebabkan banyak efek vaskular yang tidak Cl-. Pemberian fosfat juga mencetuskan
diinginkan, tampaknya cukup bijaksana hipokalsemia simtomatis pada beberapa pasien.9
menentukan bahwa pada pasien dewasa dengan pH
< 6,9, 100 mmol natrium bikarbonat ditambahkan ke 7. Magnesium
dalam 400 ml cairan Þ siologis dan diberikan dengan Biasanya terdapat deÞ sit magnesium sebesar
kecepatan 200 ml/jam. Pada pasien dengan pH 6,9 – 1 – 2 mEq/l pada pasien KAD. Kadar magnesium ini
7,0, 50 mmol natrium bikarbonat dicampur dalam juga dipengaruhi oleh pemakaian obat seperti
200 ml cairan Þ siologis dan diberikan dengan diuretik yang dapat menurunkan kadar magnesium
kecepatan 200 ml/jam. Natrium bikarbonat tidak darah. Gejala kekurangan magnesium sangat sulit
diperlukan jika pH > 7,0.7,15 Sebagaimana natrium dinilai dan sering tumpang tindih dengan gejala
bikarbonat, insulin menurunkan kadar kalium akibat kekurangan kalsium, kalium atau natrium.
serum, oleh karena itu pemberian kalium harus terus Gejala yang sering dilaporkan adalah parestesia,
diberikan secara intravena dan dimonitor secara tremor, spame karpopedal, agitasi, kejang, dan
berkala. Setelah itu pH darah vena diperiksa setiap 2 aritmia jantung. Pasien biasanya menunjukkan
jam sampai pH menjadi 7,0, dan terapi harus gejala pada kadar ≤ 1,2 mg/dl. Jika kadarnya di
diulangi setiap 2 jam jika perlu.7 bawah normal disertai gejala, maka pemberian
magnesium dapat dipertimbangkan.7
6. Fosfat
Meskipun kadar fosfat tubuh secara 8. Hiperkloremik asidosis selama terapi
keseluruhan mengalami penurunan hingga 1,0 Oleh karena pertimbangan pengeluaran keto
mmol/kgBB, kadar fosfat serum seringkali normal acid dalam urine selama fase awal terapi, substrat
atau meningkat. Kadar fosfat menurun dengan terapi atau bahan turunan bikarbonat akan menurun.
insulin. Studi acak prospektif gagal untuk Sebagian deÞ sit bikarbonat akan diganti dengan
menunjukkan efek menguntungkan dari pemberian infus ion klorida pada sejumlah besar salin untuk
fosfat pada hasil akhir pasien KAD, dan terapi fosfat mengkoreksi dehidrasi. Pada kebanyakan pasien

134 J Peny Dalam, Volume 11 Nomor 2 Mei 2010


7
Gambar 2. Bagan Penatalaksanaan KAD

akan mengalami sebuah keadaan hiperkloremik maka antibiotika yang dipilih adalah antibiotika
dengan bikarbonat yang rendah dengan anion gap spektrum luas.5
yang normal. Keadaan ini merupakan kelainan yang
ringan dan tidak akan berbahaya dalam waktu 12 – 10. Terapi Pencegahan terhadap Deep Vein
24 jam jika pemberian cairan intravena tidak Thrombosis (DVT)
diberikan terlalu lama.3 Terapi pencegahan DVT diberikan terhadap
penderita dengan risiko tinggi, terutama terhadap
9. Penatalaksaan terhadap Infeksi yang Menyertai penderita yang tidak sadar, immobilisasi, orang tua,
Antibiotika diberikan sesuai dengan indikasi, dan hiperosmolar berat. Dosis yang dianjurkan 5000
terutama terhadap faktor pencetus terjadinya KAD.3 iu tiap 8 jam secara subkutan.16
Jika faktor pencetus infeksi belum dapat ditemukan, Gambar 2. Bagan penatalaksanaan KAD 7

Penatalaksanaan Ketoasidosis Diabetik (KAD) 135


Wira Gotera, Dewa Gde Agung Budiyasa
Monitoring Terapi Kelainan biokemikal ini terjadi sementara dan tidak
Semua pasien KAD harus mendapatkan evaluasi ada efek klinik signiÞ kan kecuali pada kasus gagal
laboratorium yang komprehensif termasuk ginjal akut atau oliguria ekstrem.7
pemeriksaan darah lengkap dengan proÞ l kimia Edema serebri umumnya terjadi pada anak-anak,
termasuk pemeriksaan elektrolit dan analisis gas darah. jarang pada dewasa. Tidak didapatkan data yang pasti
Pemberian cairan dan pengeluaran urine harus
dimonitor secara hati-hati dan dicatat tiap jam.
Pemeriksaan EKG harus dikerjakan kepada setiap
pasien, khususnya mereka dengan risiko
kardiovaskular.9 Terdapat bermacam pendapat tentang
frekuensi pemeriksaan pada beberapa parameter yang
ada. ADA merekomendasikan pemeriksaan glukosa,
elektrolit, BUN, kreatinin, osmolalitas dan derajat
keasaman vena tiap 2 – 4 jam sampai keadaan stabil
tercapai. Sumber lain menyebutkan pemeriksaan gula
darah tiap 1 – 2 jam.6 Pemeriksaan kadar gula darah
yang sering adalah penting untuk menilai eÞ kasi
pemberian insulin dan mengubah dosis insulin ketika
hasilnya tidak memuaskan. Ketika kadar gula darah
250 mg/ dl, monitor kadar gula darah dapat lebih jarang
(tiap 4 jam). Kadar elektrolit serum diperiksa dalam
interval 2 jam sampai 6 – 8 jam terapi. Jumlah
pemberian kalium sesuai kadar kalium, terapi fosfat
sesuai indikasi. Titik terendah kadar kalium dan fosfat
pada saat terapi terjadi 4-6 jam setelah mulainya terapi.7

Komplikasi Terapi
Komplikasi yang paling sering dari KAD adalah
hipoglikemia oleh karena penanganan yang berlebihan
dengan insulin, hipokalemia yang disebabkan oleh
pemberian insulin dan terapi asidosis dengan
bikarbonat, dan hiperglikemia sekunder akibat
pemberian insulin yang tidak kontinu setelah perbaikan
tanpa diberikan insulin subkutan. Umumnya pasien
KAD yang telah membaik mengalami hiperkloremia
yang disebabkan oleh penggunaan cairan saline yang
berlebihan untuk penggantian cairan dan elektrolit dan
non-anion gap metabolic acidosis seperti klor dari
cairan intravena mengganti hilangnya ketoanion seperti
garam natrium dan kalium selama diuresis osmotik.

136 J Peny Dalam, Volume 11 Nomor 2 Mei 2010


Tabel 3. Komplikasi Akibat Penatalaksanaan KAD5 Hipoksemia dan kelainan yang jarang seperti edema
morbiditas pasien KAD oleh karena edema serebri pada paru nonkardiak dapat sebagai komplikasi KAD.
orang dewasa. Gejala yang tampak berupa penurunan Hipoksemia terjadi mengikuti penurunan tekanan
kesadaran, letargi, penurunan arousal, dan sakit kepala. koloid
Kelainan Complication Cause Prevention/Comments osmotik
Check blood glucose every hr yang
Hypoglycemia Insulin administration Low-dose insulin protocol

Interruption of insulin Overlap insulin infusion and subcutaneous insulin


Hyperglycemia coverage once diabetic ketoasidosis resolve
Insulin administration
Check potassium every 2 – 4 hr
Hypokalemia Bicarbonate supplementation
Supplement if potassium is < 5,3 mEq/L
Hyperchloremic Intravenous NaCl ß uids Resolves quickly
acidosis Urinary ketoacid loss Frequently clinically insigniÞ cant
Hypercoagulable state
Thromboembolism Severe dehydration No data to support prophylactic anticolagulation

Fluid overload Intravenous ß uids Monitor total body input and output
Unknown, possibly due to Check serum sodium every 2 – 4 hr
Cerebral edema rapid correction of Check serum osmodiality every 2 – 4 hr
hyperosmolality Replace ß uids gradually
Hypoxia/acute Decreased osmotic pressure Add dextrose if glucose is < 250 mg/dl leads to increased
respiratori distress lung Avoid charging sodium at a rate > 1 mmol/hr water content Avoid changing
Syndrome osmoliality at a rate > 3 mmol/hr
neurologis dapat terjadi cepat, dengan kejang, merupakan akibat peningkatan kadar cairan pada paru
inkontinensia, perubahan pupil, bradikardia, dan dan penurunan compliance paru. Pasien dengan KAD
kegagalan respirasi. Meskipun mekanisme edema yang mempunyai gradient oksigen alveolo-arteriolar
serebri belum diketahui, tampaknya hal ini merupakan yang lebar yang diukur pada awal peneriksaan analisa
akibat dari masuknya cairan ke susunan saraf pusat gas darah atau dengan ronki pada paru pada
lewat mekanisme osmosis, ketika osmolaritas plasma pemeriksaan Þ sik tampaknya mempunyai risiko tinggi
menurun secara cepat saat terapi KAD. Oleh karena untuk menjadi edema paru.7
terbatasnya informasi tentang edema serebri pada
orang dewasa, beberapa rekomendasi diberikan pada RINGKASAN
penanganannya, antara lain penilaian klinis yang tepat
dibandingkan dengan bukti klinis. Pencegahan yang KAD adalah keadaan dekompensasi kekacauan
tepat dapat menurunkan risiko edema serebri pada metabolik yang ditandai oleh trias hiperglikemia,
pasien risiko tinggi, diantaranya penggantian cairan asidosis, dan ketosis yang merupakan salah satu
dan natrium secara bertahap pada pasien yang komplikasi akut metabolik diabetes mellitus yang
hiperosmolar (penurunan maksimal pada osmolalitas 2 paling serius dan mengancam nyawa. Walaupun angka
mOsm/kgH2O/jam), dan penambahan dextrose untuk insidennya di Indonesia tidak begitu tinggi
hidrasi ketika kadar gula darah mencapai 250 mg/dl.7 dibandingkan negara barat, kematian akibat KAD

Penatalaksanaan Ketoasidosis Diabetik (KAD) 137


Wira Gotera, Dewa Gde Agung Budiyasa
masih sering dijumpai, dimana kematian pada pasien 6. Umpierrez GE, Murphy MB, Kitabachi AE.
KAD usia muda umumnya dapat dihindari dengan Diabetic ketoacidosis and hyperglycemic
diagnosis cepat, pengobatan yang tepat dan rasional hyperosmolar syndrome. Diabetes Spectrum
sesuai dengan patoÞ siologinya. Keberhasilan 2002;15(1):28-35.
penatalaksanaan KAD membutuhkan koreksi 7. American Diabetes Association. Hyperglycemic
dehidrasi, hiperglikemia, asidosis dan kelainan crisis in diabetes. Diabetes Care 2004;27(1):94-
elektrolit, identiÞ kasi faktor presipitasi komorbid, dan 102.
yang terpenting adalah pemantauan pasien terus 8. Alberti KG. Diabetic acidosis, hyperosmolar
menerus. Penatalaksanaan KAD meliputi terapi cairan coma, and lactic Acidosis. In: Becker KL, editor.
yang adekuat, pemberian insulin yang memadai, terapi Principles and practice of endocrinology and
kalium, bikarbonat, fosfat, magnesium, terapi terhadap metabolism. 3rd ed. Philadelphia: Lippincott
keadaan hiperkloremik serta pemberian antibiotika Williams & Wilkins; 2004.p.1438-49.
sesuai dengan indikasi. Faktor yang sangat penting pula 9. Ennis ED, Kreisberg RA. Diabetic ketoacidosis
untuk diperhatikan adalah pengenalan terhadap and the hyperglycemic hyperosmolar syndrome.
komplikasi akibat terapi sehingga terapi yang diberikan In: LeRoith D, Taylor SI, Olefsky JM, editors.
tidak justru memperburuk kondisi pasien. Diabetes mellitus a fundamental and clinical
text. 2nd ed. Philadelphia: Lippincott Williams &
DAFTAR RUJUKAN Wilkins;2000.p.336-46.
10. Wallace TM, Matthews DR. Recent advances in
1. Soewondo P. Ketoasidosis Diabetik. In: Sudoyo the monitoring and management of diabetic
AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, ketoacidosis. Q J Med 2004;97(12):773-80.
Setiati S, editors. Buku ajar Ilmu Penyakit 11. Trachtenbarg DE. Diabetic ketoacidosis.
Dalam. 4th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan American Family Physician 2005;71(9):
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 1705-14.
2006.p.1896-9. 12. Kitabachi AE, Wall BM. Management of
2. Van Zyl DG. Diagnosis and treatment of diabetic diabetic ketoacidosis. American Family
ketoacidosis. SA Fam Prac 2008;50:39-49. Physician 1999;60:455-64.
3. Masharani U. Diabetic ketoacidosis. In: McPhee 13. Wolfsdore JW, Glaser N, Sperling MA. Diabetic
SJ, Papadakis MA, editors. Lange current ketoacidosis in infants, children, and
medical diagnosis and treatment. 49th ed. New adolescents.
York: Lange; 2010.p.1111-5. Diabetes Care 2006;29(5):1150-6.
4. Chiasson JL. Diagnosis and treatment of diabetic
14. Powers AC. Diabetes mellitus. In: Jameson JL,
ketoacidosis and the
editor. Harrison’s endocrinology. New York:
hyperglycemichyperosmolar state. Canadian
McGraw-Hill;2006.p.283-332.
Medical Association Journal 2003;168(7):859-
15. Guneysel O, Guralp I, Onur O. Bicarbonate
66.
therapy in diabetic ketoacidosis. Bratisl Lek
5. Yehia BR, Epps KC, Golden SH. Diagnosis and
Listy 2009;109(10):453-4.
management of diabetic ketoacidosis in adults.
16. NN. Diabetic ketoacidosis, epistaxis, sepsis,
Hospital Physician 2008;15:21-35.
dyspneu. The medical student forum. Available

138 J Peny Dalam, Volume 11 Nomor 2 Mei 2010


from: http//.www.medkaau.com. Accessed
on:10th July 2009.

Penatalaksanaan Ketoasidosis Diabetik (KAD) 139


Wira Gotera, Dewa Gde Agung Budiyasa

Anda mungkin juga menyukai