QAWA’ID FIQHIYYAH
PENGERTIAN QA’IDAH FIQHIYYAH DAN PERBEDAANNYA
DENGAN DHAWABITH FIQHIYYAH DAN NAZHARIYYAH
FIQHIYYAH
Disusun oleh :
FAKULTAS SYARI’AH
2019/2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas berkah, rahmat,
dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan sebuah makalah sebagai
tugas mata kuliah Qawa’id fiqhiyyah dengan judul “Pengertian Qa’idah
Fiqhiyyahdan perbedanya dengan Dhawabith Fiqhiyyah dan Nazhariyyah
Fiqhiyyah”. Sholawat beriring salam, semoga tetap tercurahkan atas junjungan
Nabi Muhammad SAW.
Dengan selesainya makalah ini, kami selaku penulis makalah dari kelas III
B Ilmu Falak, mengharapkan agar para pembaca dapat memahami isi makalah ini
dan dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Kami pun menyadari
dengan sepenuhnya bahwa makalah yang kami buat ini masih kurang dan masih
jauh dari kata sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran
dan solusi yang membangun dalam membuat makalah yang lebih baik dan
sempurna, kemudian bisa menjadi bahan pembelajaran bagi kita semua yang
tentunya dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari mengenai apa yang telah
dipelajari dari makalah ini.
Akhir kata, penulis mengharapkan permohonan maaf yang setinggi-
tingginya terhadap para pembaca, jika di dalam makalah ini terdapat banyak hal
yang masih salah atau kurang jelas serta kekeliruan. Semoga kritik dan saran serta
solusi yang membangun dari para pembaca dapat mendatangkan manfaat yang
bisa kami jadikan sebagai motivasi untuk berkarya dalam penulisan makalah
berikutnya maupun karya-karya ilmiah lainnya.
Kelompok 1
DAFTAR ISI
HALAMANJUDUL ........................................................................................
1
Muhammad Harfin Zuhdi,Qawa’id Fiqhiyyah(Mataram : PIU IsDB UIN Mataram, 2016) cet. 1,
hlm. 2-4.
2
A. Djazuli, Kaidah-kaidah Fikih(Jakarta : Prenada Media Group, 2007) cet. 2, hlm. 13-14.
3
Abuddin Nata, Misail Fiqhiyah (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2003) cet. 1, hlm. 38-
39.
والتقتلوا النفس التي حرم هللا االبا لحق
Artinya: Dan jangan lah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya), melaikan dengan suatu (alasan) yang benar…(QS. Al-Isra’)
Dari ayat diatas, Allah benar-benar melarang untuk membunuh
(melenyapkan nyawa) seseorang. Tetapi bukan hanya membunuh, melukai
dan membuat orang lain cidera bahkan membuat orang lain susah, semuanya
juga diharamkan oleh hukum islam.
Dengan berdasarkan pengamatan terhadap suatu hukum yang sejenis
‘illatnya dalam hal ini ketentuan hukum itu melangar melakukan sesuata yang
membawa kerusakan, maka para ulama melakukan ijtihad untuk merumuskan
perumusan yang umum yang dapat mencakup satuan-satuan hukum furu’ yang
disebut dengan kaidah fiqhiyyah.
Contoh lain misalnya larangan Allah terhadap orang yang makan harta
anak yatim dengan cara zalim. Sebagaiman firman-Nya QS. an-Nisa:
Sesunggahnya orang-orang yang memakan harta anak-anak yatim secara
zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan
masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka). (QS. an-Nisa).
Dari uraian itu nyata bahwa kaidah Fiqhiyyah ialah perumusan umum dari
hukum-hukum furu’ yang banyak jumlahnya dan serupa, sehingga
perumusan itu dapat mengganti furu’-furu’ yang ada dan sejenis dalam
cangkupan kaidah itu.4 Dengan kata lain, kaidah Fiqhiyyah merupakan untaian
dari hukum-hukum furu’ yang sejenis, seperti hukum niat dan hubuangan
dengan perbuatan. Dalam masalah ibadah, niat menjadi rukun sahnya
perbuatan atau pun rukun kesempurnaannya. Dalam hal jinayat niat menjadi
keriteria untuk membedaan antara perbuatan yang dilakuakan dengan sengaja
dan yang terjadi karena ada alasan.5 Niat merupakan keriteria bentuk apakah
yang sesungguhnya dimaksudkan dengan persetujuan itu, seperti pada kata-
kata “ini aku bayarkan hutangku”,yang diucapkan seseorang yang kebetulan
mempunyai hutang dan janji akan memberikan suatu hadiah. Kalau orang
4
Nashr Farid Muhammad Washil & Abdul Aziz Muhammad Azzam, Qawa’id Fiqhiyyah, (Jakarta :
Amzah, 2009) cet. 1, hlm. 1-3
5
A. Djazuli, Kaidah-kaidah Fikih (Jakarta : Prenada Media Group, 2007) cet. 2, hlm. 19.
yang mengucapkan itu maksudnya hadiah, sekalipun dengan kata bayar
hutang, maka masuklah itu kepada pengertian pemberian hadiah. Dalam
permasalah ini kita mendapati kaidah yang berbunyi:
“yang dianggap berlaku dalam aqad-aqad transaksi adalah maksud-maksud
dan makna-makna transaksi itu, bukan lafazdh dan bentuk-bentuknya.6
6
Syarif Hidayatullah, Qawa’id Fiqhiyah Dan Penerapannya Dalam Transaksi Keuangan Syariah
Kontemporer (Mu’amalat, Maliyyah Islamiyah, Mu’ashirah) (Jakarta : Gramata Publishing, 2012)
hlm. 5
Dari kaidah-kaidah yang telah disebutkan, dapat di simpulkan, bahwa
dhawabith fiqhiyah adalah setiap juz’iyyat fiqhiyah yang terdapat dalam satu
bab fikih, atau prinsip fikih yang universal, yang juziyat-nya (bagian-
bagiannya) terdapat dalam satu bab fikih.8
Qawaid fiqhiyah dan dhawabith fiqhiyah memiliki kesamaan dan
perbedaan. Perbedaannya hanya terletak pada ruang lingkupnya. Qawaid
fiqhiyah ruang lingkupnya tidak terbatas pada satu masalah fikih, sedangkan
dhawabith fiqhiyah terbatas pada satu masalah fikih. Perbedaan ini telah
disyariatkan oleh al- Maqqary al-Maliky (w. 758 ), ia menyatakan bahwa
qawa’id fiqhiyah lebih umum dari dhawabith fiqhiyah.9
Menurut Abdurrahman bin Jadilah al- Bannany (w.1198 H), kaidah tidak
khusus untuk satu bab (masalah) fikih saja, berbeda halnya dengan dhabith.
Tajuddin al-Subky (w. 771 H ) menjelaskan perbedaan antara qawa’id
fiqhiyah dan dhawabith fiqhiyah ia menyatakan bahwa diantara kaidah ada
yang tidak khusus untuk satu bab (masalah) seperti kaidah :
اليقين ال يزال بالشك
“Keyakinan tidak dapat hilang oleh keraguan”.
Tetapi, ada juga yang khusus untuk satu bab (masalah) seperti kaidah;
ما جازت اجارته جازت اعارته
“Sesuatu yang boleh disewakan, boleh dipinjamkan”
Kaidah yang khusus untuk satu bab (masalah) dan tujuannya menghimpun
bentuk-bentuk yang serupa disebut dlabith. Menurut Ibnu Nujaim (w. 970),
asal (kaidah) menetapkan bahwa perbedaan antara kaidah dengan dhabith
yaitu kalau kaidah menghimpun masalah-masalah cabang (furu’) dari berbagai
bab (masalah) yang berbeda-beda, sedangkan dhabith hanya menyimpun
masalah-masalah cabang (furu’) dari satu bab (masalah).
7
Imam Musbikin, Qawa’id Al-Fiqhiyah (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2001) hlm. 12
8
A. Djazuli, Kaidah-Kaidah Fikih Kaidah-Kaidah Hukum Islam Dalam Menyelesaikan Masalah-
Masalah yang Praktis(Jakarta : Kencana, 2006) cet. 2, hlm. 17.
9
Jaih Mubarok, Kaidah Fikih (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2002) hlm. 5
Dari uraian diatas dapat disimpulkan, bahwa qawa’id fiqhiyyah lebih
umum dari dhawabih fiqhiyyah, karena qawa’id fiqhiyyah tidak terbatas pada
masalah dalam satu bab fikih, tetapi kesemua masalah yang terdapat pada
semua bab fikih. Sedang dhawabith fiqhiyyah ruang lingkupnya terbatas pada
satu masalah dalam satu bab fikih. Karena itu qaidah fiqhiyyah disebut
qa’idah ‘ammah, atau kulliyah dan dhabith fiqh disebut qa’idah khashshah.
Contoh :Kaidah
المشقة تجلب التيسير
“Kesulitan itu menimbulkan adanya kemudahan”
10
Opcit Muhammad Harfin Zuhdi, Qawa’id Fiqhiyyah (Mataram : PIU IsDB UIN Mataram, 2016)
cet. 1, hlm. 19.
11
Ibid. hal. 22
adalah rukun, syarat, dan hukum yang menghubungkan fiqh, yang
menghimpun satu maudhu’ yang bisa digunakan sebagai hukum untuk semua
unsur yang ada. Seperti Nadhariyah milkiyah, nadhariyah aqad, nadhariyah
itsbat dan yang lainnya sebagai bentuk aplikasi dari contoh nadhariyah itsbat
(penetapan) dalam an-fiqih al-jina’i al-islami (pidana Islam) ini terdiri dari
beberapa unsur, yaitu hakikat itsbat (penetapan), syahadah (saksi), syarat-
syarat saksi, mekanisme saksi, pembelaan, tanggung jawab saksi, ikrar,
qarinah, khibrah (keahlian), ma’lumat qadi (informasi, data, fakta qadhi),
kitabah, dan lain-lain.12
Adapun perbedaan yang mendasar antara Qa’idah Fiqhiyah dan
Nazhariyah fiqhiyah adalah :
1. Cakupan kaidah fiqh sangat luas, sedangkan nazhariyah fiqhiyah hanya
mencakup bab fiqh tertentu, dari segi ini, nazhariyyah sama dengan
dhawabith fiqhiyyah.
2. Secara redaksional, kaidah fiqh sangat singkat dan maknanya lebih
umum dibandingkan dengan nazhariyah fiqhiyyah.
3. Setiap kaidah fiqhiyyah mencakup nazhariyah fiqhiyyah dan tidak
sebaliknya.
4. Pembahasan nazhariyyah fiqh tidak memerlukan pemikiran lebih
lanjut. Sedangkan kaidah fiqh memerlukan pembahasan yang lebih
detail.
5. Kaidah fiqh tidak mencakup rukun, syarat, dan hukum. Sedangkan
nazhariyyah fiqhiyyah tidak menetapkan hukum.
6. Kaidah fiqh menetapkan hukum dengan sendirinya, sedangkan
nazhariyyah fiqhiyyah tidak menetapkan hukum.
7. Nazhariyyah fiqhiyyah merupakan pengembangan dari kaidah.13
12
Jaih Mubarok, Kaidah Fikih (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2002) hlm. 11
13
Ibid. hlm. 17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Qawa’id Fikhiyah (kaidah-kaidah fikih) secara etimologi adalah dasar-
dasar atau asas-asas yangbertalian denga masalah-masalah atau jenis-jenis
fikih. Bahwa kaidah itu bersifat menyeluruh yang meliputi bagian-bagiannya
dalam arti bisa diterapkan kepada juz’iyat-nya (bagian-bagiannya).
Pengertian Dhawabith Fiqhiyyah menurut sebagian ulama memberikan
definisi definisi yang berdekatan dan saling melengkapi serta
menyempurnakan.Dari tersebut dapat disimpulkan, bahwa qawa’id fiqhiyyah
lebih umum dari dhawabith fiqhiyyah, karena qawa’id fiqhiyyah tidak terbatas
pada masalah dalam satu bab fikih, tetapi kesemua masalah yang terdapat
pada semua bab fikih. Sedang dhawabith fiqhiyyah ruang lingkupnya terbatas
pada satu masalah dalam satu bab fikih.
Sedangkan nazhariyyah fiqhiyyah itu sendiri secara bahasa berasal dari
kata nazhir yang artinya berangan-angan, namun berangan-angan dalam artian
menggunakan akal dalam melengkapi serta menyempurnakan kaidah fiqh.
Dan nazhariyyah fiqhiyyah itu sendiri hampir mirip dengan dhwabit
fiqhiyyah, akan tetapi yang membedakannya adalah dhwabith itu lebih
condong pada menguatkan kaidah, sedangkan nazhariyyah lebih condong pada
melengkapi dengan menggunakan akal, namun sama-sama membahas tentang
ruang lingkup fikih dalam satu bab dalam satu masalah.
DAFTAR PUSTAKA
Zuhdi, Muhammad Harfin. 2016, Qawa’id Fiqhiyyah. Mataram : PIU IsDB UIN
Mataram.
Nata, Abuddin. 2003, Masail fiqhiyah. Jakarta : Kencana.
Washil, Nasr Farid Muhammad& Azzam, Abdul Aziz Muhammad. 2009.
Qawa’id Fiqhiyyah. Jakarta : Amzah
Hidayatullah, Syarif. 2012. Qawa’id Fiqhiyah Dan Penerapannya Dalam
Transaksi Keuangan Syariah Kontemporer (Mu’amalat, Maliyyah Islamiyah,
Mu’ashirah). Jakarta : Gramata Publishing.
Djazuli. 2006. Kaidah-Kaidah Fikih Kaidah-Kaidah Hukum Islam Dalam
Menyelesaikan Masalah-Masalah yang Praktis. Jakarta : Kencana.
Musbikin, Imam. 2001. Qawa’id Al-Fiqhiyah. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Mubarok, Jaih. 2002. Kaidah Fiqh. Jakarta : Raja Grafindo Persada.