Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam perkembangannya, Pemerintah Indonesia saat ini sering dihadapkan
pada kasus-kasus penyelewengan dana APBD/APBN, penggelembungan
anggaran (mark – up), korupsi dan berbagai macam kasus pelanggaran yang
dapat merugikan negara, potensi kerugian negara, dan kekurangan penerimaan
negara. Kasus – kasus tersebut marak terjadi baik di pemerintah pusat maupun
di tingkat daerah.
Pengawasan yang baik dan ketat mulai dari proses penganggaran sampai
dengan pencairan dana, diperlukan penanganan lebih baik dibanding
sebelumnya demi menekan atau mengeliminir minimal mengurangi tingkat
pelanggaran/penyelewengan yang terjadi. Hal tersebut mulai berjalan untuk
Anggaran Pendidikan pada Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
mengajukan Anggaran untuk melaksanakan Kurikulum 2013 sebesar Rp 2,4
triliun pengajuan tersebut disampaikan ke Komisi X DPR RI setelah dibahas
di Panitia Kerja (Panja) Kurikulum DPR dinilai terlalu besar sehingga belum
disetujui untuk Anggaran tersebut. Anggaran tersebut ditelaah oleh Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan ( BPKP ) agar capaian kinerja lebih
terukur untuk output dan outcome pelaksanaan kurikulum akan dilaksanakan
bertahap dan terbatas sehingga anggaran untuk pelaksanaan kurikulum 2013
sebesar Rp 829 miliar.
Untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan
Keuangan Negara, Laporan Pertanggungjawaban Keuangan Pemerintah perlu
disampaikan secara tepat waktu dan disusun mengikuti standar akuntansi
pemerintahan (SAP) yaitu terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran (LRA),
Neraca dan Laporan Arus Kas disertai dengan Catatan Atas laporan Keuangan.
Pengelolaan keuangan sektor publik yang dilakukan selama ini dengan
menggunakan superioritas Negara telah membuat aparatur pemerintah yang
bergerak dalam kegiatan pengelolaan keuangan sektor publik tidak lagi

1
dianggap berada dalam kelompok profesi manajemen oleh para professional.
Oleh karena itu perlu dilakukan pelurusan kembali pengelolaan keuangan
pemerintah dengan menerapkan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik (Good
Governance) yang sesuai dengan lingkungan pemerintahan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan korupsi?
2. Contoh kasus korupsi di Indonesia.
3. Apa penyebab terjadinya korupsi di Indonesia?
4. Bagaimana Kejahatan korupsi di APBD?
5. Bagaimana cara mengoptimalkan pemberantasan korupsi?
1.3 Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian korupsi
2. Untuk mengetahi contoh kasus korupsi yang ada di Indonesia
3. Untuk mengetahui penyebab terjadinya korupsi.
4. Untuk mengetahuikejahatan korupsi di APBD.
5. Untuk mengetahui cara mengoptimalkan pemberantasan korupsi.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Korupsi

Kata korupsi berasal dari bahasa latin corruption atau corruptus , yang
selanjutnya disebutkan bahwa corruptio itu berasal pula dari kata asal corrumpere,
suatu kata dalam bahasa latin yang lebih tua. Dari bahasa latin itulah turun kebanyak
bahasa Eropa seperti Inggris, yaitu corruption, corrupt; Belanda, yaitu corruptive
(korruptie), dapat atau patut diduga bahwa istilah korupsi berasal dari bahasa
Belanda dan menjadi bahasa Indonesia, yaitu “korupsi”, yang mengandung arti
perbuatan korup, penyuapan. (Ermansjah Djaja, 2010 : 23)

Dalam sejarah tercatat bahwa korupsi bermula sejak awal kehidupan


manusia, di mana organisasi kemasyarakatan yang rumit mulai muncul.
Kepustakaan lain mencatat bahwa korupsi sudah berlangsung sejak zaman Mesir
Kuno, Romawi Kuno, Babilonia sampai pada abad pertengahan, hingga sekarang.
Pada zaman Romawi Kuno korupsi dilakukan oleh para Jenderal dengan cara
memeras daerah jajahannya untuk memperkaya dirinya sendiri. Pada abad
pertengahan, para bangsawan istana kerajaan juga melakukan praktik korupsi.
Pendek kata, korupsi yang merupakan benalu sosial dan masalah besar, sudah
berlangsung dan tercatat dalam sejarah Mesir Kuno, Babilonia, Ibrani, India, China,
Yunani, dan Romawi Kuno.

Secara garis besar, korupsi merupakan persoalan klasik yang telah lama ada.
Sejarawan Ong Hok Ham menyebutkan bahwa korupsi ada ketika orang mulai
melakukan pemisahan antara keuangan pribadi dan keuangan umum, dan
pemisahan tersebut tidak ada dalam konsep kekuasaan tradisional. Dengan kata
lain, korupsi mulai dikenal saat sistem politik modern dikenal. Konsepsi mengenai
korupsi baru timbul setelah adanya pemisahan antara kepentingan keuangan pribadi
dari seorang pejabat negara dan keuangan jabatannya. Prinsip ini muncul di Barat
setelah adanya revolusi Prancis dan di Negara-negara Anglo-Sakson, misalnya
Inggris dan Amerika Serikat yang timbul pada abad ke-19. Semenjak itulah

3
penyalahgunaan wewenang demi kepentingan pribadi, khususnya dalam soal
keuangan, dianggap sebagai tindakan korupsi.

Korupsi memang merupakan istilah modern, tetapi wujud dari tindakan


korupsi itu sendiri ternyata telah ada sejak lama. Sekitar 2000 tahun yang lalu,
seorang Indian yang menjabat semacam Perdana Menteri, telah menulis buku
berjudul “Arthashastra” yang membahas masalah korupsi di masa itu. Korupsi dan
koruptor sesuai dengan bahasa aslinya bersumber dari Bbahasa Latin, yaitu
corruptus, artinya berubah dari kondisi yang adil, benar, dan jujur menjadi kondisi
sebaliknya. Melihat dari definisi tersebut, jelas korupsi tidak hanya menyangkut
aspek hukum, ekonomi, dan politik, tetapi juga menyangkut perilaku manusia
(behavior) yang menjadi bahasan utama serta norma (norms) yang diterima dan
dianut masyarakat.

Definisi korupsi di atas mengindentifikasikan adanya penyimpangan dari


pegawai publik (public officials) dari norma-norma yang diterima dan dianut
masyarakat dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan pribadi (serve private
ends). Azyumardi Azra mengutip pendapat Syed Husein Alatas, korupsi adalah
penyalahgunaan amanah untuk kepentingan pribadi.

Dalam kamus lengkap Oxford, korupsi didefinisikan sebagai penyimpangan


atau perusakan integritas dalam pelaksanaan tugastugas publik dengan penyuapan
atau balas jasa. Sedangkan pengertian ringkas yang digunakan Word Bank, korupsi
adalah penyalahgunaan jabatan publik untuk kepentingan pribadi. Definisi ini juga
sama dengan yang digunakan oleh Transparanscy Internatinal (TI), yaitu korupsi
melibatkan perilaku oleh pegawai di sektor publik, baik politikus, atau pegawai
negeri, di mana mereka dengan tidak pantas dan melawan hukum memperkaya diri
mereka sendiri, atau yang dekat dengan mereka, dengan menyalahgunakan
kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.

Definisi korupsi secara gamblang telah dijelaskan dalam 13 buah pasal


dalam UU. Nomor 31 Tahun 1999 jo UU. Nomor 29 Tahun 2001. Korupsi
dirumuskan ke dalam 37 bentuk atau jenis tindak pidana korupsi yang dapat

4
dikelompokkan; kerugian negara, suap menyuap, penggelapan dalam jabatan,
pemerasan, perbuatan curang, dan benturan kepentingan dalam pengadaan.
Pasalpasal tersebut menerangkan secara terperinci mengenai perbuatan yang bisa
dikenakan pidana penjara karena korupsi.

Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 terdapat pengertian bahwa


korupsi adalah tindakan melawan hukum dengan maksud memperkaya diri sendiri,
orang lain, atau korporasi yang berakibat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara. Ada Sembilan tindakan kategori korupsi dalam Undang-
undang tersebut, yaitu; suap, illegal profit, secret transaction, hadian, hibah
(pemberian), penggelapan, kolusi, nepotisme, dan penyalahgunaan jabatan dan
wewenang serta fasilitas negara.

Melihat beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa korupsi secara


implisit adalah menyalahgunakan wewenang, jabatan atau amanah secara melawan
hukum untuk memperoleh keuntungan atau manfaat pribadi dan atau kelompok
tertentu yang dapat merugikan kepentingan umum. Dari beberapa definisi tersebut
juga terdapat beberapa unsur yang melekat pada korupsi, yaitu; Pertama, tindakan
mengambil, menyembunyikan, menggelapkan harta negara atau masyarakat.
Kedua, melawan norma-norma yang sah dan berlaku. Ketiga, penyalahgunaan
kekuasaan atau wewenang atau amanah yang ada pada dirinya. Keempat, demi
kepentingan diri sendiri, keluarga, kerabat, korporasi atau lembaga instansi tertentu.
Kelima, merugikan pihak lain, baik masyarakat maupun negara.

Upaya pemberantasan korupsi adalah bagian dari akuntabilitas sosial,


dalam artian bukan hanya tanggung jawab pemerintah dan lembaga lainnya. Akan
tetapi peran serta masyarakat adalah yang paling penting dalam mencegah dan
memberantas korupsi. Oleh karena itu, perlu ada paradigma baru (new paradigm)
yang merupakan perubahan paradigma (shifting paradigm) ke arah yang lebih baik
dan komprehensif dalam memahami upaya pemberantasan korupsi.

Di antara penyebab kurangnya mobilitas peran masyarakat dalam upaya


pemberantasan korupsi disebabkan ketidaktahuan tentang makna, hakikat, dan

5
kategorisasi korupsi, yang semakin berkembang dan rumit. Secara bahasa, definisi
korupsi memiliki makna yang jelas dan tegas. Namun, secara praktis makna korupsi
berbeda antara satu dengan yang lainnya. Selain itu, definisi korupsi selalu
berkembang, baik secara normatif maupun secara sosiologis.

2.2 Contoh Kasus Korupsi Di Indonesia

Diduga Korupsi APBD Rp.84 Milyar, Bupati Biak Numfor Di Tahan Polda

Omega Batkorumbawa’
Senin, 18 September 2017 - 19:10 WIB

JAYAPURA - Kepolisian Daerah (Polda) Papua akhirnya menahan Bupati Biak


Numfor Thomas Alfa Edison Ondi dan menetapkannya sebagai tersangka kasus
dugaan korupsi dana APBD senilai Rp84 miliar, Senin (18/9/2017). Kasus itu
terjadi saat dia masih menjabat kepala bagian keuangan di Kabupaten Mamberamo
Raya.
Kapolda Papua Irjen Boy Rafli Amar menjelaskan, kasus yang menjerat Thomas
Alfa Edison Ondi berawal dari hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
terkait kerugian negara di Kabupaten Mamberamo Jaya. Temuan itu ditindaklanjuti
dengan kerja sama penyidik yang kemudian melakukan la ngkah hukum. Dari
proses penyelidikan, akhirnya Bupati Biak Numfor Thomas Alfa Edison Ondi
ditetapkan sebagai tersangka.

“Thomas Ondi diduga melakukan korupsi saat menjabat Kepala Bagian Keuangan
Pemda Mamberamo Raya. Modus operandinya dengan memindahkan dana APBD
ke rekening pribadi,” kata Kapolda Papua Irjen Pol Boy Rafli Amar.
Kapolda Papua menuturkan, tersangka dijerat sesuai pasal 2 dan 3 Undang-Undang
(UU) No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 (1) KUHP dan
pasal 3 UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang.

6
Sementara Marjohan Pangaribuan selaku pengacara Bupati Biak Numfor Thomas
Ondi mengaku menghargai proses penyidikan dan penahanan pada kliennya. “Pak
Thomas Ondo juga menghargai dan menghormati keputusan tersebut,” kata
Marjohan Pangaribuan.
2.3 Penyebab Tejadinya Korupsi

Adapun penyebab terjadinya korupsi di Indonesia menurut Abdullah


Hehamahua, berdasarkan kajian dan pengalaman setidaknya ada delapan penyebab,
yaitu sebagai berikut.

a. Sistem Penyelenggaraan Negara yang Keliru

Sebagai Negara yang baru merdeka atau Negara yang baru berkembang,
seharusnya prioritas pembangunan di bidang pendidikan. Tetapi selama puluhan
tahun, mulai dari orde lama, orde baru sampai orde reformasi ini, pembangunan
difokuskan pada bidang ekonomi. Padahal setiap Negara yang baru merdeka,
terbatas dalam memiliki SDM, uang, manajemen, dan teknologi. Konsekuensinya,
semuanya didatangkan dari luar negeri yang pada gilirannya, menghasilkan
penyebab korupsi yang kedua, yaitu :

b. Kompensasi PNS yang Rendah

Wajar apabila Negara yang baru merdeka tidak memiliki uang yang cukup
untuk membayar kompensasi yang tinggi kepada pegawainya, tetapi disebabkan
prioritas pembangunan di bidang ekonomi, sehingga secara fisik dan cultural
melahirkan pola yang konsumerisme, sehingga 90 % PNS melakukan KKN. Baik
berupa korupsi waktu, melakukan kegiatan pungli maupun mark up kecil-kecilan
demi menyeimbangkan pemasukan dan pengeluaran pribadi/keluarga.

c. Pejabat yang Serakah

Pola hidup konsumerisme yang dilahirkan oleh sistem pembangunan di atas


mendorong pejabat untuk menjadi kaya secara instant. Lahirlah sikap serakah
dimana pejabat menyalahgunakan wewenang dan jabatannya, melakukan mark up
proyek-proyek pembangunan, bahkan berbisnis dengan pengusaha, baik dalam

7
bentuk menjadi komisaris maupun menjadi salah seorang share holder dari
perusahaan tersebut.

d. Law Enforcement Tidak Berjalan

Disebabkan para pejabat serakah dan PNS-nya KKN karena gaji yang tidak
cukup, maka boleh dibilang penegakan hokum tidak berjalan hamper di seluruh lini
kehidupan, baik di instansi pemerintahan maupun di lemmbaga kemasyarakatan
karena segala sesuatu diukur dengan uang. Lahirlah kebiasaan plesetan kata-kata
seperti KUHP (Kasih Uang Habis Perkara), Tin ( Ten persen ), Ketuhanan Yang
Maha Esa (Keuangan Yang Maha Esa), daan sebagainya.

e. Disebabkan law enforcement

berjalan dimana aparat penegak hokum bisa dibayar mulai dari polisi, jaksa,
hakim, dan pengacara, maka hukuman yang dijatuhkan kepada para koruptor sangat
ringan sehingga tidak menimbulkan efek jera bagi koruptor. Bahkan tidak
menimbulkan rasa takut dalam masyarakat, sehingga pejabat dan pengusaha tetap
melakukan proses KKN.

f. Pengawasan yang Tidak Efektif

Dalam sistem manajemen yang modern selalu ada instrument yang internal
control yang bersifat in build dalam setiap unit kerja, sehingga sekecil apapun
penyimpangan akan terdeteksi sejak dini dan secara otomatis pula dilakukan
perbaikan. Internal control di setiap unit tidak berfungsi karena pejabat atau
pegawai terkait ber-KKN. Beberapa informasi dalam banyak media massa, untuk
mengatasinya dibentuklah Irjen dan Bawasda yang bertugas melakukan internal
audit.

g. Tidak Ada Keteladanan Pemimpin

Ketika resesi ekonomi (1997), keadaan perekonomian Indonesia sedikit


lebih baik dari Thailand. Namun pemimpin di tahailand memberi contoh kepada
rakyatnya dalam pola hidup sederhana dan satunya kata dengan perbuatan, sehingga
lahir dukungan moral damn material dari anggota masyarakat dan pengusaha.

8
Dalam waktu relative singkat, Thailang telah mengalami recovery ekonominya. Di
Indonesia tidak ada pemimpin yang bisa dijadikan teladan, maka bukan saja
perekonomian Negara yang belum recovery bahkan tatanan kehidupan berbangsa
dan bernegara makin mendekati jurang kehancuran.

h. Budaya Masyarakat yang Kondusif KKN

Dalam Negara agraris seperti Indonesia, masyarakat cenderung


paternalistic. Dengan demikian, mereka turut melakukan KKN dalam urusan
sehari-hari seperti mengurus KTP, SIM, STNK, PBB, SPP, pendaftaran anak ke
sekolah atau universitas, melamar kerja, dan lain-lain, karena meniru apa yang
dilakukan oleh pejabat, elit politik, tokoh masyarakat, pemuka agama, yang oleh
masyarakat diyakini sebagai perbuatan yang tidak salah.(Ermansjah Djaja,2010:51)

2.4 Kejahatan Korupsi Di APBD

Berbagai bentuk penyimpangan dan pembelokan anggaran sebagaimana


tersebut diatas pada dasarnya merupakan suatu bentuk kejahatan korupsi terhadap
anggaran publik. Terlepas apakah modus yang dilakukan bersifat prosedural atau
idak prosedural, yang pasti setidaknya ada pihak yang notabene sebagai pemilik
anggaran yakni rakyat , sangat dirugikan. Rakyat yang telah membayar pajak,
rakyat pula yang sudah mendudukan mereka, ironisnya rakyat juga yang mengalami
korban ketidakadilan. Manipulasi prosedur dan tata tertib telah sedemikian
menelmbaga dan mengalahkan pertimbangan moral dan kepatutan.

Aneh memang, anggaran yang seharusnya lebih diperuntukkan guna


membebaskan rakyat dari keterbelakangan dan kemiskinan malah dimakan sendiri
oleh wakilnya. Namun itulah yang banyak terjadi belakangan ini di berbagai daerah
di Indonesia, Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) banyak mengalami
kebocoran justru akibat kejahatan korupsi kolektif yang dilakukan eksekutif dan
legislatif yang lahir melalui konspirasi saling menguntungkan. Eksekutf dan
legislatif daerah mempunyai kewenangan dalam proses pembuatan penyususnan
dan pengesahan APBD, namun ternyata mereka juga yang membukakan kebocoran
APBD. Akibtanya banyak terjadi penyimpangan, mulai dari penyususnan yang

9
tertutup dan tidak aspiratif kurang melibatkam partisipasi rakyat, persentase belanja
rutin dan belanja aparat yang lebih membengkak dibanding belanja
publk/pembangunan, pengalokasian belanja politik yang tidak jelas, hingga
pengalokasian dan pembelokkan pos anggaran yang banyak menyimpang dari
peraturan.

Bahwa kejahatan korupsi di APBD dilakukan dengan modus modus sebagai


berikut :

Pertama, modus penipuan terhadap anggaran. Modus ini dilakukan dengan


cara mengambil pos anggaran yang bukan peruntukkannya. Mislanya dalam PP
110/2000 disebutkan bahwa besarnya biaya penunjangan kegiatan DPRD adalah
0.5% dari PAD. PAD sumsel tahun 2003 tercatat 339,5 milyar. Artinya nilai biaya
penunjang kegiatan DPRD yang sesuai seharusnya kurang dari 2 milyar.
Kenyataannya, pasal biaya operasional pada mata anggaran belanja lain lain, pos
belanja rutin DPRD dan sekertariat DPRD disebutkan dalam RAPBD sebesal 14,9
milyar. Rincian pengeluaran pasal ini menjelaskan alokasi Rp. 120 juta untuk honor
lima anggota staf ahli DPRD selama setahun, sedangkan dana Rp. 2 milyar dihitung
sebagai biaya operasional berdasarkan PP 110/2000 sementara itu ada dana Rp. 7,5
milyar dari Rp. 12,7 milyar yang dianggarkan untuk dibagi kepada 75 anggota
DPRD sumsel. Menurut mereka, bagi-bagi anggaran ini sah karen sudah ditetapkan
melalui prosedur dan tata tertib DPRD, sedangkan pijakan PP 110/2000 sudah tidak
berlaku lagi karena sudah di yudicial review oleh Mahkamah Agung (Kompas, 9
Maret 2003). Sebuah kemenangan kerasukan terhadap moral, kepatutan, dan
keadilan.

Kedua, modus menciptakan anggaran baru. Caranya dengan menciptakan


anggaran baru yang tidak diatur dalam PP 110/2000, misalnya dana stimulan di kota
Bnadung dan dana pesangon anggota DPRD yang sering terjadi di banyak daerah.

Ketiga, modus mark up anggaran. Modus ini terjadi dengan cara melebihkan
anggaran berbagai tunjangan dewan. Kasus ini terjadi pada APBD kabupaten
Bengkalis, kepulauan Riau, Bengkalis Pacitan, NTT dan Maluku Utara.

10
Keempat, modus pengalokasian anggaran yang sebetulnya sama dengan
anggaran lainnya. Misalnya dalam APBD kepulaia Riau, pos anggaran biaya
pemeliharaan kesehatan yang dirinci lagi menjadi tunjangan kesehtan, biaya
general check up, dan biaya perawatan pengobatan. Padahal ketiga komponen biaya
tersebut tidak ada perbedaan mendasar.

Kelima, modus pembuatan anggaran tanpa perincian. Modus ini dilakukan


dengan cara membentuk satuan/mata anggaran tanpa dirinci lgi.

Keenam, modus menghilangkan pos anggaran biasanya dengan cara


menghapus pos anggaran sebagaimana ditetapkan dalam PP 110/2000.

Ketjuh, yaitu modus pengalihan anggaran. Modus ini dilakukan dengan cara
mengalihkan anggaran yang seharusnya diberikan dalam bentuk jaminan asuransi
kedalam bentuk pemberian uang langsung (priyanto,2003)

2.5 Cara Mengoptimalkan Pemberantasan Korupsi

Pemberantasan korupsi merupakan prioritas utama guna meningkatkan


kesejahteraan rakyat dan kokohnya NKRI serta dalam rangka pencapaiaan tujuan
nasional. Oleh karena itu kebijakan optimalisasi pemberantasan korupsi harus
ditindak lanjuti dengan strategi yang komprehensif, integral, dan holistik agar
benar-benar dapat mencapai hasil yang diharapkan.

Menyibab terjadinya korupsi, dapat disimpulkan terkait aspek-aspek manusia,


regulasi, birokrasi, political will, komitmen,dan konsistensi penegak hukum serta
budaya masyarakat. Untuk itu secara garis besar strategi yang diterapkan meliputi
aspek aspek sebagai berikut :

a. Peningkatan integritas dan etika penyelenggaraan negara


Lemahnya integritas dan etika penyelenggraan atau aparatur negara
menjadi penyebab utama terjadinya penyimpangan dana penyalahgunaan
kewenangan atau kekuasaan. Aparatur negara merupakan faktor utama
keberhasilan pemerintah mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik,
bersih dan bebas Korupsi Kolusi Nepotisme (KKN). Tanpa aparatur yang

11
berintegritas dan beretika mustahil program kerja pemerintah dapat berjalan
dengan baik. Untuk itu, salah satu aspek utama dari perogram repformasi
birokrasi ialah reformasi aspek sumber daya manusia. Karena aspek inilah
yang nantinya akan mengimplementasikan atau menggerakan semua
proram reformasi birokrasi.
Namun demikian, pembangunan integritas dan etika aparatur negara
tidak dapat dilakukan secara singkat hanya melalui program reformasi
birokrasi belaka. Pembanguna integritas dan etika aparatur negara harus
dilakukan secara simultan,sejak di bangku sekolah hingga pendidikan-
pendidikan kedinasan.
Aparatur negara yang berintegritas dan beretika merupakan salah
satu syarat bagi terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik, bersih dan
bebas KKN. Di banyak negara penguatan integritas dan etika pejabat publik
merupakan salah satu cara efektif untuk membangun sikap dan kesadaran
dalam memberantas atau setidak-tidaknya mengurangi korupsi secara
efektif .
b. Penetapan dan percepatan reformasi
Reformasi biriokrasi merupakan suatu upaya untuk menata ulang
birokrasi pemerintahan agar mampu memberikan pelayanan prima kepada
masyarakat. Reformasi birokrasi awalnya mencakup 3 aspek pokok yaitu:
a. Aspek kelembagaan
Reformasi di bidang kelembagaan di perlukan untuk menata ulang
struktur organiasi agar terbentuk organisasi yang tepat fungsi dan
ukuran sehingga tercipta organisasi modern yang mampu mendukung
pelaksanaan tugas dan fungsi acara efektif, efisien, transfaran, dan
akuntabel serta lebih mengutamakan pelayanan kepada masyarakat.
b. Aspek ketatalaksanaan
Reformasi dibidang tata laksana diperlukan agar dalam dalam setiap
pelaksanaan tugas dan fungsi, baik yang sifatnya teknis yuridis maupun
administrasif mempunyai panduan yang jelas hingga hasil-hasilnya
dapat terukur dengan jelas. Reformasi ketatalaksanaan dilakukan

12
dengan membangun sistem proses, dan prosedur kerja(SOP) yang jelas,
tertib, tidak tumpang tindih, sesuai dengan prinsip good govermence.
c. Aspek Sumber Daya Manusia
a. Perubahan pola pikir
Perunahan pola pikir harus dilakukan oleh seluruh aparatur negara
mulai dari pemimpin paling atas sampai pegawai paling bawah. Pola
pikir sebagai penguasa yang cenderung ingin dilayani harus di ubah
menjadi pelayanan masyaraat,karena pada dasarnya aparatur negara
merupakan abdi masyarakat sehingga harus mengutamakan
pelayanan kemasyarakat.
b. Perubahan budaya kerja
Perubahan budaya kerja sangat erat kaitannya dengan rasa tanggung
jawaab terutama dalam pelaksanaan tugas sehari hari, khususnya
dalam hal waktu, anggaran, peralatan dan lain sebagainya. Aparatur
negara diharapkan selalu berusaha menambah wawasan dan
meningktkan kapabilitas profesionalnya dengan tidak menunda-
nunda pekerjaan dan berusaha seuat tenaga untuk menyelesaikan
pekerjaan dengan tepat waktu dan penggunaan anggaran sehemat
dan secermat mungkin.
c. Perubahan tatalaku
Sebagai abdi negara/masyarakat, setiap aparatur negara harus
memiliki prilaku terpuji, terutama pada saat menjalankan tugas dan
fungsinya. Aparatur negara harus mampu memberi tauladan kepada
masyarakat, terutama dalam hal ketaatan dan kepatuhan terhadap
norma norma hukum yang berlaku. Janagn sampai aparatur negara
justru melakukan pelanggaran hukum. Terlebih lagi apabila aparatur
negara tersebut adalah aaratur penegak hukum.
c. Pembangunan budaya anti korupsi masyarakat
Upaya mewujudkan tatakelola pemerintahan yang baik, bersih, dan
bebas KKN pada hakikatnya tidak bisa hanya dilakukan oleh aparatur
negara atau instansi pemerintah. Sebab, pada hakikatnya stakholder

13
kepemerintahan yang baik, bersih, dan bebas KKN itu ada 3, yaitu: negara,
sektor swasta, dan masyarakat. Negara atau pemerintah, konsepsi
pemerintahan pada dasarnya adalah kegiatan kenegaraan, tetapi lebih jauh
dari itu melibatkan pula sektor swasta dan kelembagaan masyarakat; sektor
swasta, pelaku sektor swasta mencakup perusahaan swasta yang aktif dalam
interaksi dalam sistem pasar, seperti: industri pengelolaan perdagangan,
perbankan, dan koperasi, termasuk kegiatan sektor informal dan
masyarakat. Dalam konteks kenegaraan, kelompok masyarakat pada
dasarnya berada di tengah tengah atau diantara pemerintahan dan
perseorangan, yang mencakup baik perseorangan maupun kelompok
masyarakat yang berinteraksi secara sosial, politik dan ekonomi.
Dengan demikian maka sikap dan mentak masyarakat terhadap
praktik KKN dalam penyelenggaraan negara juga sangat menentukan upaya
mewujudkan tatakelola pemerintahan yang baik, bersih dan bebas KKN.
Selama ini tata nilai tata nilai masyarakat hanya menghargai seseorang dari
aspek materi semata, sehingga sikap masyarakat banyak mentolelir perilaku
koruftif. Apalagi bila hasil korupsi tersebut sebagian disumbangkan ke
masyarakat untuk kegitan sosial maupun keagamaan. Seolah olah hal ini
telah meghapus dosa dosa para pelaku korupsi olehkaren aitu, maka perlu
meluruskan tata nilai masyarakat seperti ini karena cenderung mendorong
terjadinya praktik korupsi.
Upaya meluruskan tata nilai di masyarakat tersebut dapat dilakukan
melalui penyuluhan hukum, pendidikan anti korupsi yang sudah dimulai
sejak dini di bangku sekolah, pembentukan komunitas masyarakat anti
korupsi, keteladanan dan kampanye anti korupsi yang dilakukan dalam
berbagai media terutama media masa. Dengan gerakan kampanye anti
korupsi yang masif serta penanaman nilai-nilai anti korupsi sejak dini,
diharapkan dapat meningkatkan pemahaman masyarakat betapa
berbahayanya korupsi bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Selain itu
bagi pelaku harus menyadari bahwa keuntungan yang diperoleh dari korupsi
tidak sebanding dengan penderitaan yang akan diterimanya. Dengan

14
tumbuhnya kesadaran seperti itu, diharapkan mampu membentuk sikap dan
mental masyarakat yang anti korupsi. Kondisi demikian idealnya diperkuat
dengan pemahaman dan pengamalan nilai-nilai kebangsaan, pancasila, dan
nasionalisme Indonesia.
d. Penegakan hukum yang tegas, konsisten, dan terpadu
Penegakan hukum yang konsisten dan terpadu sangat penting bagi
terwujudnya pilar-pilar keadilan dan kepastian hukum. Pilar-pilar keadilan
dan kepastian hukum merupakan pondasi utama berjalannya proses
demokratisasi. Demokratisasi merupakan salah satu prinsip dari tata kelola
pemerintahan yang baik, sebab demokratisasi membuka ruang bagi
masyarakat untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan negara. Selain itu
kepastian hukum juga sangat dibutuhkan dalam kalangan usaha dalam
berinvestasi dalam suatu negara. Sebab tanpa adanya kepastian hukum,
maka resiko berusaha tidak dapat di prediksi sehingga dapat menurunkan
iklim investasi. Kecilnya angka investasi akan memperkecil lapangan kerja
baru bagi masyarakat, sehingga akan terjadi banyak pengangguran yang
berpontensi menimbulkan ancaman dan gangguan bagi keamanan.
Selanjutnya, penegakan hukum yang konsisten yang terpadu juga
akan membawa kemanfaatan bagi masyarakat yaitu timbulnya efek jera,
sehingga dapat mencegah seseorang yang hendak melakukan korupsi.
Manfaat lainnya ialah tumbuhnya kepercayaan masyarakat terhadap upaya
penegakan hukum dan aparatur penegakan hukum, sehingga dukungan
terhadap lembaga penegak hukum akan menguat. Sebaliknya bila terjadi
inkonsistensi dan ketidak terpaduan dalam penegakan hukum, masyarakan
akan menilai bahawa dalam proses penegakan hukum terjadi tarik menarik
kepentingan, sehingga kepercayaan kepada penegak hukum akan melemah.
Implikasinya, hal ini akan melemahkan budaya hukum dan kapatuhan
terhafap hukum oleh masyarakat.
Dengan demikian tidak eharusnya pemberantasan tindak pidan korupsi
hanya di kumpulkan pada satu lembaga saja. Bahkan para penegak hukum
sadar akan pentingnya keterpaduan dalam pemberantasan tindak pidana

15
korupsi dengan di tuangkannya suatu kesepakatan bersama antara kejaksaan
RI, polri dan KPK Nomor : KEP-049/A/JA/03/2010, B/23/III/2012, Nomor
: SPJ-39/01/03/2012, tanggal 29 Maret 2012. Adapun ruang lingkup
kesepakatan bersama tersebut meliputi :
a. Pencegahan tindak pidana korupsi,
b. Penangana perkara tindak pudana korupsi,
c. Pengembalian kerugian negara perkara tindak pidana korupsi,
d. Perlindungan hukum bagi pelapor dan saksi pelaku yang bekerjasama
dalam pengungkapkan tindak pidana korupsi,
e. Bantuan personil dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi,
f. Pendidikan pelatihan bersama dalam penanganan perkara tindak pidana
korupsi,
g. Jumpa pers dalam rangka penanganan perkara tindak pidana korupsi.

16
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Korupsi secara implisit adalah menyalahgunakan wewenang, jabatan atau


amanah secara melawan hukum untuk memperoleh keuntungan atau manfaat
pribadi dan atau kelompok tertentu yang dapat merugikan kepentingan umum.

Adapun penyebab terjadinya korupsi di Indonesia menurut Abdullah Hehamahua


yaitu: Sistem Penyelenggaraan Negara yang Keliru, Kompensasi PNS yang
Rendah, Pejabat yang Serakah, Law Enforcement Tidak Berjalan , Disebabkan law
enforcement, Pengawasan yang Tidak Efektif, Tidak Ada Keteladanan Pemimpin,
Budaya Masyarakat yang Kondusif KKN .

Pemberantasan korupsi merupakan prioritas utama guna meningkatkan


kesejahteraan rakyat dan kokohnya NKRI serta dalam rangka pencapaiaan tujuan
nasional. Oleh karena itu kebijakan optimalisasi pemberantasan korupsi harus
ditindak lanjuti dengan strategi yang komprehensif, integral, dan holistik agar
benar-benar dapat mencapai hasil yang diharapkan.

17
DAFTAR PUSTAKA

Sutrisno, juni 2012, “perlunya Pre-Audt(pencegahan) untuk mengurangi


tingkat kesalahan penganggaran/pengelolaan suatu kegiatan pada
instansi pemerintahan”, jurnal STIE Semarang, Vol.4 no.2 (ISSN :
2252-7826).

Ermansjah Djaja, 2010, “Memberantas Korupsi Bersama KPK”, Jakarta, Sinar


Grafika .

Rabain jamaluddin, desember 2014, “persepektif Islam tentang Korupsi”,


jurnal pemikiran islam vol.39 No.2.

Batkorumbawa, omega. 2017. “Diduga Korupsi APBD Rp.84 Milyar, Bupati


Biak Numfor Di Tahan Polda”. Sindonews, 18 September 2017.

Maryanto, juli 2012, “pemberantasan korupsi sebagai upaya penegakan


hukum” Jurnal Ilmiah CIVIS, Volume II, No 2.

Priyanto, 2003. “Mendorong Partisipasi Publik dalam Transparansi APBD “

Karyana yana, mei 2004, “pentingnya kebijakan transparnsi pengelola


anggaran dalam APBD”, vol.8,No.1

Waluyo bambang, desember 2014, “optimalisasi pemberantasan korupsi di


indonesia”, jurnal yuridis, vol.1,No2 (ISSN 1693448)

18

Anda mungkin juga menyukai