Bab 1
Bab 1
PENDAHULUAN
1
dianggap berada dalam kelompok profesi manajemen oleh para professional.
Oleh karena itu perlu dilakukan pelurusan kembali pengelolaan keuangan
pemerintah dengan menerapkan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik (Good
Governance) yang sesuai dengan lingkungan pemerintahan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan korupsi?
2. Contoh kasus korupsi di Indonesia.
3. Apa penyebab terjadinya korupsi di Indonesia?
4. Bagaimana Kejahatan korupsi di APBD?
5. Bagaimana cara mengoptimalkan pemberantasan korupsi?
1.3 Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian korupsi
2. Untuk mengetahi contoh kasus korupsi yang ada di Indonesia
3. Untuk mengetahui penyebab terjadinya korupsi.
4. Untuk mengetahuikejahatan korupsi di APBD.
5. Untuk mengetahui cara mengoptimalkan pemberantasan korupsi.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Kata korupsi berasal dari bahasa latin corruption atau corruptus , yang
selanjutnya disebutkan bahwa corruptio itu berasal pula dari kata asal corrumpere,
suatu kata dalam bahasa latin yang lebih tua. Dari bahasa latin itulah turun kebanyak
bahasa Eropa seperti Inggris, yaitu corruption, corrupt; Belanda, yaitu corruptive
(korruptie), dapat atau patut diduga bahwa istilah korupsi berasal dari bahasa
Belanda dan menjadi bahasa Indonesia, yaitu “korupsi”, yang mengandung arti
perbuatan korup, penyuapan. (Ermansjah Djaja, 2010 : 23)
Secara garis besar, korupsi merupakan persoalan klasik yang telah lama ada.
Sejarawan Ong Hok Ham menyebutkan bahwa korupsi ada ketika orang mulai
melakukan pemisahan antara keuangan pribadi dan keuangan umum, dan
pemisahan tersebut tidak ada dalam konsep kekuasaan tradisional. Dengan kata
lain, korupsi mulai dikenal saat sistem politik modern dikenal. Konsepsi mengenai
korupsi baru timbul setelah adanya pemisahan antara kepentingan keuangan pribadi
dari seorang pejabat negara dan keuangan jabatannya. Prinsip ini muncul di Barat
setelah adanya revolusi Prancis dan di Negara-negara Anglo-Sakson, misalnya
Inggris dan Amerika Serikat yang timbul pada abad ke-19. Semenjak itulah
3
penyalahgunaan wewenang demi kepentingan pribadi, khususnya dalam soal
keuangan, dianggap sebagai tindakan korupsi.
4
dikelompokkan; kerugian negara, suap menyuap, penggelapan dalam jabatan,
pemerasan, perbuatan curang, dan benturan kepentingan dalam pengadaan.
Pasalpasal tersebut menerangkan secara terperinci mengenai perbuatan yang bisa
dikenakan pidana penjara karena korupsi.
5
kategorisasi korupsi, yang semakin berkembang dan rumit. Secara bahasa, definisi
korupsi memiliki makna yang jelas dan tegas. Namun, secara praktis makna korupsi
berbeda antara satu dengan yang lainnya. Selain itu, definisi korupsi selalu
berkembang, baik secara normatif maupun secara sosiologis.
Diduga Korupsi APBD Rp.84 Milyar, Bupati Biak Numfor Di Tahan Polda
Omega Batkorumbawa’
Senin, 18 September 2017 - 19:10 WIB
“Thomas Ondi diduga melakukan korupsi saat menjabat Kepala Bagian Keuangan
Pemda Mamberamo Raya. Modus operandinya dengan memindahkan dana APBD
ke rekening pribadi,” kata Kapolda Papua Irjen Pol Boy Rafli Amar.
Kapolda Papua menuturkan, tersangka dijerat sesuai pasal 2 dan 3 Undang-Undang
(UU) No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 (1) KUHP dan
pasal 3 UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang.
6
Sementara Marjohan Pangaribuan selaku pengacara Bupati Biak Numfor Thomas
Ondi mengaku menghargai proses penyidikan dan penahanan pada kliennya. “Pak
Thomas Ondo juga menghargai dan menghormati keputusan tersebut,” kata
Marjohan Pangaribuan.
2.3 Penyebab Tejadinya Korupsi
Sebagai Negara yang baru merdeka atau Negara yang baru berkembang,
seharusnya prioritas pembangunan di bidang pendidikan. Tetapi selama puluhan
tahun, mulai dari orde lama, orde baru sampai orde reformasi ini, pembangunan
difokuskan pada bidang ekonomi. Padahal setiap Negara yang baru merdeka,
terbatas dalam memiliki SDM, uang, manajemen, dan teknologi. Konsekuensinya,
semuanya didatangkan dari luar negeri yang pada gilirannya, menghasilkan
penyebab korupsi yang kedua, yaitu :
Wajar apabila Negara yang baru merdeka tidak memiliki uang yang cukup
untuk membayar kompensasi yang tinggi kepada pegawainya, tetapi disebabkan
prioritas pembangunan di bidang ekonomi, sehingga secara fisik dan cultural
melahirkan pola yang konsumerisme, sehingga 90 % PNS melakukan KKN. Baik
berupa korupsi waktu, melakukan kegiatan pungli maupun mark up kecil-kecilan
demi menyeimbangkan pemasukan dan pengeluaran pribadi/keluarga.
7
bentuk menjadi komisaris maupun menjadi salah seorang share holder dari
perusahaan tersebut.
Disebabkan para pejabat serakah dan PNS-nya KKN karena gaji yang tidak
cukup, maka boleh dibilang penegakan hokum tidak berjalan hamper di seluruh lini
kehidupan, baik di instansi pemerintahan maupun di lemmbaga kemasyarakatan
karena segala sesuatu diukur dengan uang. Lahirlah kebiasaan plesetan kata-kata
seperti KUHP (Kasih Uang Habis Perkara), Tin ( Ten persen ), Ketuhanan Yang
Maha Esa (Keuangan Yang Maha Esa), daan sebagainya.
berjalan dimana aparat penegak hokum bisa dibayar mulai dari polisi, jaksa,
hakim, dan pengacara, maka hukuman yang dijatuhkan kepada para koruptor sangat
ringan sehingga tidak menimbulkan efek jera bagi koruptor. Bahkan tidak
menimbulkan rasa takut dalam masyarakat, sehingga pejabat dan pengusaha tetap
melakukan proses KKN.
Dalam sistem manajemen yang modern selalu ada instrument yang internal
control yang bersifat in build dalam setiap unit kerja, sehingga sekecil apapun
penyimpangan akan terdeteksi sejak dini dan secara otomatis pula dilakukan
perbaikan. Internal control di setiap unit tidak berfungsi karena pejabat atau
pegawai terkait ber-KKN. Beberapa informasi dalam banyak media massa, untuk
mengatasinya dibentuklah Irjen dan Bawasda yang bertugas melakukan internal
audit.
8
Dalam waktu relative singkat, Thailang telah mengalami recovery ekonominya. Di
Indonesia tidak ada pemimpin yang bisa dijadikan teladan, maka bukan saja
perekonomian Negara yang belum recovery bahkan tatanan kehidupan berbangsa
dan bernegara makin mendekati jurang kehancuran.
9
tertutup dan tidak aspiratif kurang melibatkam partisipasi rakyat, persentase belanja
rutin dan belanja aparat yang lebih membengkak dibanding belanja
publk/pembangunan, pengalokasian belanja politik yang tidak jelas, hingga
pengalokasian dan pembelokkan pos anggaran yang banyak menyimpang dari
peraturan.
Ketiga, modus mark up anggaran. Modus ini terjadi dengan cara melebihkan
anggaran berbagai tunjangan dewan. Kasus ini terjadi pada APBD kabupaten
Bengkalis, kepulauan Riau, Bengkalis Pacitan, NTT dan Maluku Utara.
10
Keempat, modus pengalokasian anggaran yang sebetulnya sama dengan
anggaran lainnya. Misalnya dalam APBD kepulaia Riau, pos anggaran biaya
pemeliharaan kesehatan yang dirinci lagi menjadi tunjangan kesehtan, biaya
general check up, dan biaya perawatan pengobatan. Padahal ketiga komponen biaya
tersebut tidak ada perbedaan mendasar.
Ketjuh, yaitu modus pengalihan anggaran. Modus ini dilakukan dengan cara
mengalihkan anggaran yang seharusnya diberikan dalam bentuk jaminan asuransi
kedalam bentuk pemberian uang langsung (priyanto,2003)
11
berintegritas dan beretika mustahil program kerja pemerintah dapat berjalan
dengan baik. Untuk itu, salah satu aspek utama dari perogram repformasi
birokrasi ialah reformasi aspek sumber daya manusia. Karena aspek inilah
yang nantinya akan mengimplementasikan atau menggerakan semua
proram reformasi birokrasi.
Namun demikian, pembangunan integritas dan etika aparatur negara
tidak dapat dilakukan secara singkat hanya melalui program reformasi
birokrasi belaka. Pembanguna integritas dan etika aparatur negara harus
dilakukan secara simultan,sejak di bangku sekolah hingga pendidikan-
pendidikan kedinasan.
Aparatur negara yang berintegritas dan beretika merupakan salah
satu syarat bagi terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik, bersih dan
bebas KKN. Di banyak negara penguatan integritas dan etika pejabat publik
merupakan salah satu cara efektif untuk membangun sikap dan kesadaran
dalam memberantas atau setidak-tidaknya mengurangi korupsi secara
efektif .
b. Penetapan dan percepatan reformasi
Reformasi biriokrasi merupakan suatu upaya untuk menata ulang
birokrasi pemerintahan agar mampu memberikan pelayanan prima kepada
masyarakat. Reformasi birokrasi awalnya mencakup 3 aspek pokok yaitu:
a. Aspek kelembagaan
Reformasi di bidang kelembagaan di perlukan untuk menata ulang
struktur organiasi agar terbentuk organisasi yang tepat fungsi dan
ukuran sehingga tercipta organisasi modern yang mampu mendukung
pelaksanaan tugas dan fungsi acara efektif, efisien, transfaran, dan
akuntabel serta lebih mengutamakan pelayanan kepada masyarakat.
b. Aspek ketatalaksanaan
Reformasi dibidang tata laksana diperlukan agar dalam dalam setiap
pelaksanaan tugas dan fungsi, baik yang sifatnya teknis yuridis maupun
administrasif mempunyai panduan yang jelas hingga hasil-hasilnya
dapat terukur dengan jelas. Reformasi ketatalaksanaan dilakukan
12
dengan membangun sistem proses, dan prosedur kerja(SOP) yang jelas,
tertib, tidak tumpang tindih, sesuai dengan prinsip good govermence.
c. Aspek Sumber Daya Manusia
a. Perubahan pola pikir
Perunahan pola pikir harus dilakukan oleh seluruh aparatur negara
mulai dari pemimpin paling atas sampai pegawai paling bawah. Pola
pikir sebagai penguasa yang cenderung ingin dilayani harus di ubah
menjadi pelayanan masyaraat,karena pada dasarnya aparatur negara
merupakan abdi masyarakat sehingga harus mengutamakan
pelayanan kemasyarakat.
b. Perubahan budaya kerja
Perubahan budaya kerja sangat erat kaitannya dengan rasa tanggung
jawaab terutama dalam pelaksanaan tugas sehari hari, khususnya
dalam hal waktu, anggaran, peralatan dan lain sebagainya. Aparatur
negara diharapkan selalu berusaha menambah wawasan dan
meningktkan kapabilitas profesionalnya dengan tidak menunda-
nunda pekerjaan dan berusaha seuat tenaga untuk menyelesaikan
pekerjaan dengan tepat waktu dan penggunaan anggaran sehemat
dan secermat mungkin.
c. Perubahan tatalaku
Sebagai abdi negara/masyarakat, setiap aparatur negara harus
memiliki prilaku terpuji, terutama pada saat menjalankan tugas dan
fungsinya. Aparatur negara harus mampu memberi tauladan kepada
masyarakat, terutama dalam hal ketaatan dan kepatuhan terhadap
norma norma hukum yang berlaku. Janagn sampai aparatur negara
justru melakukan pelanggaran hukum. Terlebih lagi apabila aparatur
negara tersebut adalah aaratur penegak hukum.
c. Pembangunan budaya anti korupsi masyarakat
Upaya mewujudkan tatakelola pemerintahan yang baik, bersih, dan
bebas KKN pada hakikatnya tidak bisa hanya dilakukan oleh aparatur
negara atau instansi pemerintah. Sebab, pada hakikatnya stakholder
13
kepemerintahan yang baik, bersih, dan bebas KKN itu ada 3, yaitu: negara,
sektor swasta, dan masyarakat. Negara atau pemerintah, konsepsi
pemerintahan pada dasarnya adalah kegiatan kenegaraan, tetapi lebih jauh
dari itu melibatkan pula sektor swasta dan kelembagaan masyarakat; sektor
swasta, pelaku sektor swasta mencakup perusahaan swasta yang aktif dalam
interaksi dalam sistem pasar, seperti: industri pengelolaan perdagangan,
perbankan, dan koperasi, termasuk kegiatan sektor informal dan
masyarakat. Dalam konteks kenegaraan, kelompok masyarakat pada
dasarnya berada di tengah tengah atau diantara pemerintahan dan
perseorangan, yang mencakup baik perseorangan maupun kelompok
masyarakat yang berinteraksi secara sosial, politik dan ekonomi.
Dengan demikian maka sikap dan mentak masyarakat terhadap
praktik KKN dalam penyelenggaraan negara juga sangat menentukan upaya
mewujudkan tatakelola pemerintahan yang baik, bersih dan bebas KKN.
Selama ini tata nilai tata nilai masyarakat hanya menghargai seseorang dari
aspek materi semata, sehingga sikap masyarakat banyak mentolelir perilaku
koruftif. Apalagi bila hasil korupsi tersebut sebagian disumbangkan ke
masyarakat untuk kegitan sosial maupun keagamaan. Seolah olah hal ini
telah meghapus dosa dosa para pelaku korupsi olehkaren aitu, maka perlu
meluruskan tata nilai masyarakat seperti ini karena cenderung mendorong
terjadinya praktik korupsi.
Upaya meluruskan tata nilai di masyarakat tersebut dapat dilakukan
melalui penyuluhan hukum, pendidikan anti korupsi yang sudah dimulai
sejak dini di bangku sekolah, pembentukan komunitas masyarakat anti
korupsi, keteladanan dan kampanye anti korupsi yang dilakukan dalam
berbagai media terutama media masa. Dengan gerakan kampanye anti
korupsi yang masif serta penanaman nilai-nilai anti korupsi sejak dini,
diharapkan dapat meningkatkan pemahaman masyarakat betapa
berbahayanya korupsi bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Selain itu
bagi pelaku harus menyadari bahwa keuntungan yang diperoleh dari korupsi
tidak sebanding dengan penderitaan yang akan diterimanya. Dengan
14
tumbuhnya kesadaran seperti itu, diharapkan mampu membentuk sikap dan
mental masyarakat yang anti korupsi. Kondisi demikian idealnya diperkuat
dengan pemahaman dan pengamalan nilai-nilai kebangsaan, pancasila, dan
nasionalisme Indonesia.
d. Penegakan hukum yang tegas, konsisten, dan terpadu
Penegakan hukum yang konsisten dan terpadu sangat penting bagi
terwujudnya pilar-pilar keadilan dan kepastian hukum. Pilar-pilar keadilan
dan kepastian hukum merupakan pondasi utama berjalannya proses
demokratisasi. Demokratisasi merupakan salah satu prinsip dari tata kelola
pemerintahan yang baik, sebab demokratisasi membuka ruang bagi
masyarakat untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan negara. Selain itu
kepastian hukum juga sangat dibutuhkan dalam kalangan usaha dalam
berinvestasi dalam suatu negara. Sebab tanpa adanya kepastian hukum,
maka resiko berusaha tidak dapat di prediksi sehingga dapat menurunkan
iklim investasi. Kecilnya angka investasi akan memperkecil lapangan kerja
baru bagi masyarakat, sehingga akan terjadi banyak pengangguran yang
berpontensi menimbulkan ancaman dan gangguan bagi keamanan.
Selanjutnya, penegakan hukum yang konsisten yang terpadu juga
akan membawa kemanfaatan bagi masyarakat yaitu timbulnya efek jera,
sehingga dapat mencegah seseorang yang hendak melakukan korupsi.
Manfaat lainnya ialah tumbuhnya kepercayaan masyarakat terhadap upaya
penegakan hukum dan aparatur penegakan hukum, sehingga dukungan
terhadap lembaga penegak hukum akan menguat. Sebaliknya bila terjadi
inkonsistensi dan ketidak terpaduan dalam penegakan hukum, masyarakan
akan menilai bahawa dalam proses penegakan hukum terjadi tarik menarik
kepentingan, sehingga kepercayaan kepada penegak hukum akan melemah.
Implikasinya, hal ini akan melemahkan budaya hukum dan kapatuhan
terhafap hukum oleh masyarakat.
Dengan demikian tidak eharusnya pemberantasan tindak pidan korupsi
hanya di kumpulkan pada satu lembaga saja. Bahkan para penegak hukum
sadar akan pentingnya keterpaduan dalam pemberantasan tindak pidana
15
korupsi dengan di tuangkannya suatu kesepakatan bersama antara kejaksaan
RI, polri dan KPK Nomor : KEP-049/A/JA/03/2010, B/23/III/2012, Nomor
: SPJ-39/01/03/2012, tanggal 29 Maret 2012. Adapun ruang lingkup
kesepakatan bersama tersebut meliputi :
a. Pencegahan tindak pidana korupsi,
b. Penangana perkara tindak pudana korupsi,
c. Pengembalian kerugian negara perkara tindak pidana korupsi,
d. Perlindungan hukum bagi pelapor dan saksi pelaku yang bekerjasama
dalam pengungkapkan tindak pidana korupsi,
e. Bantuan personil dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi,
f. Pendidikan pelatihan bersama dalam penanganan perkara tindak pidana
korupsi,
g. Jumpa pers dalam rangka penanganan perkara tindak pidana korupsi.
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
17
DAFTAR PUSTAKA
18